Anda di halaman 1dari 33

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Belajar dan Pembelajaran Matematika yang
dibina oleh Bapak Subanji

Oleh
1. Kumala Noor Anggreini (170311611555)
2. M. Dodo Ahsanul In’am (170311611654)
3. Nur Lisa Ramadhania (170311611662)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA
PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
September 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya sehingga makalah tentang Karakteristik Perkembangan Kognitif dan
Bahasa Anak Serta Problematikanya dapat diselesaikan.
Makalah ini telah diselesaikan dengan baik untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Perkembangan Peserta Didik. Dalam makalah ini mengulas tentang pengertian,
tahapan, karakteristik, faktor, dan problematika untuk mencapai pembelajaran yang efektif.
Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyusun makalah ini.
Besar harapan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan kerendahan hati makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, diharapkan ada kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan
dibuat di masa yang akan datang.

Malang, 10 September 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ i


Daftar Isi................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................. 2

BAB II BAHASAN ............................................................................................. 3


1. Teori Behavioristik ..................................................................... 3
2. Teori Kognitivisme ..................................................................... 6
3. Teori Humanisme ....................................................................... 12
4. Teori Sosio-Kognitif ................................................................... 23

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 28


A. Kesimpulan ..................................................................................... 28
B. Saran ................................................................................................ 29

DAFTAR RUJUKAN ............................................................................................. 30

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran merupakan sebuah proses menuju tercapainya tujuan pendidikan.
Dalam hal ini, proses pembelajaran sangatlah menentukan hendak kemana anak didik
itu akan dibawa. Berbagai macam model pembelajaranpun dilaksanakan untuk meraih
tujuan yang ideal. Karena proses pembelajaran merupakan bagian yang integral dari
pendidikan.
Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya
didasarkan pada suatu teori psikologi belajar yang saat ini masih dikembangkan oleh
ahli pendidikan. Kemampuan memahami teori-teori belajar ini merupakan salah satu
kompetensi pedagogik guru, sehingga guru mampu mengembangkan pembelajaran
yang memuat tiga macam aktivitas, yaitu eksplorasi, klarifikasi, dan refleksi.

Secara garis ada dua arus besar dalam perkembangan teori belajar, yaitu aliran
Behaviorisme dan aliran Kognitif. Dua aliran ini memiliki dua pijakan berpikir yang
sangat jelas perbedaannya. Aliran behaviorisme memandang belajar sebagai
perubahan tingkah laku, sehingga belajar merupakan rangkaian aktivitas mengelola
stimulus untuk mendapatkan respon yang diinginkan, sedangkan aliran kognitif
memandang belajar sebagai perubahan struktur kognitif. Cara pandang tentang proses
belajar tentunya akan mempengaruhi bagiamana cara guru mengajar. Dari dua aliran
teori belajar tersebut lahirlah pendekatan belajar, model pembelajaran, strategi
pengajaran, hingga metodenya. Begitu pentingnya pengetahuan tentang teori belajar
ini bagi guru, sehingga guru mampu merancang pembelajarannya sesuai dengan
materi yang hendak dikembangkan, level pengetahuan siswa, dan teori belajar yang
dirujuk.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Teori Behavariostik itu?
2. Bagaimana Teori Kognitif itu?
3. Bagaimana Teori Humanistik itu?
4. Bagaimana Teori Sosio-Kognitif itu?

C. Tujuan
1. Mengetahui Penjelasan tentang Teori Behavioristik.
2. Mengetahui Penjelasan tentang Teori Kognitif.
3. Mengetahui Penjelasan tentang Teori Humanistik.
4. Mengetahui Penjelasan tentang Teori Sosio-kognitif.

2
BAB II
BAHASAN
A.Teori Behavioristik
Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang telah cukup lama
dianut oleh para pendidik. Teori ini dicetuskan oleh Gage dan Berliner yang berisi
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan
dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan
kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks
sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Dengan kata lain
proses pembelajaran menurut teori Behaviorisme adalah bahwa proses pembelajaran
lebih menekankan pada proses pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon
yang dilakukan oleh siswa. Inti pembelajaran dalam pandangan behaviorisme terletak
pada stimulus respon (S-R).
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam
belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati
adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus)
dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
3
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas yang menuntut pebelajar untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan,
kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang
terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar
lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada
ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran
dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang
benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru,
hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi
belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan siswa secara individual

Karakteristik Teori Behavioristik

1. Mementingkan bagian atau elemen yang dipelajari


2. Pemecahan masalah dengan Trial dan Error
3. Mementingkan terbentuknya hasil dari belajar
4. Mementingkan terbentuknya pola kebiasaan
5. Mementingkan faktor sekitar lingkungan
6. Mengutamakan mekanisme hasil dari reaksi

Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik

1. Obyek psikologi adalah tingkah laku.


2. Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.
3. Mementingkan pembentukan kebiasaan.
4. Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
5. Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.

Tokoh-Tokoh Aliran Behaviorisme


4
a. Edward LeeThorndike
Menurutnya belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon.
Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Respon adalah
reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga dapat berupa pikiran,
perasaan, gerakan atau tindakan. teori ini sering disebut teori koneksionisme.

b. John Watson
Kajian tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti Fisika atau
Biologi yang berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
diamati dan diukur. Belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun keduanya harus dapat diamati dan diukur.

c. Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan. Hukuman (punishment) memegang
peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat
akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

d. Burrhus Frederic Skinner


Konsep-konsep yang dikemukanan tentang belajar lebih mengungguli konsep
para tokoh sebelumnya. Respon yang diterima seseorang tidak sesederhana konsep
yang dikemukakan tokoh sebelumnya, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan
saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang
dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.

5
B. Teori Kognitivisme
Fokus utama dari pandanga kognitivisme adalah perilaku mental, pengetahuan,
intelegensi, dan berpikir kritis dengan asumsi bahwa pelajar sebagai hasil dari proses
atau operasi mental. Teroi-teori yang berkembang dari pandangan kognitivisme yaitu
teori pemrosesan informasi, herarki berpikir, teori perkembangan mental, dan teori
berpikir kritis.
1. Teori Pemrosesan Informasi
Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang
menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari
otak.
Teori pemrosesan informasi dicetuskan pertama kali oleh James (1890) dengan
menyebut memori primer dan memori sekunder. Kemudian disempurnakan oleh
Wough dan Norman (1965) dengan menguraikan memori jangka pendek dan memori
jangka panjang.
Penyempurnaan teori pemrosesan informasi berikutnya dilakukan oleh
Atkinson dan Shiffrin (1969). Dalam hal ini, proses berpikir manusia bisa
digambarkan seperti berikut.

Ketika seseorang menghadapi sebuah informasi, maka informasi tersebut


ditangkap melalui penyimpanan sensorik. Kemudian informasi itu disimpan sementara
oleh memori jangka pendek (short term memory) . Informasi yang tidak menarik akan
dilupakan, sebaliknya apabila informasi yang dirasa penting akan dipindahkan ke
penyimpanan permanen untukn disimpan di memori jangka panjang (long term
memory). Informasi yang masuk di memori jangka pendek secara berulang juga akan
disimpan dalam memori jangka panjang (long term memory).
Salah satu bagian dari perkembangan teori pemrosesan informasi adalah
cognitive load theory (teori beban kognitif). Menurut Plass, Moreno, dan Brunken
(2010) bahwa dalam teori beban kognitif terdapat 3 beban kognitif yang memengaruhi
6
proses pembelajaran, yakni instrinsic load, germane load, dan extraneous load.
Instrinsic load terkait dengan kompleksitas dan kebermaknaan materi bagi siswa.
Germane load terkait dengan strategi penyampaian materi sedemikan hingga mudah
dipahami oleh siswa. Extraneous load terkait dengan informasi-informasi yang tidak
relevan (mengganggu) yang terjadi dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang
efektif dapat dirumuskan sebagai berikut.

(Diadopsi dari Lindstrom, 2010)

2. Herarki Berpikir
Bloom membagi kemampuan belajar dalam tiga domain, yaitu kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Masing-masing
domain memiliki herarki yang dikenal dengan Taxonomy Bloom’s Theory (Teori
Taksonomi Bloom).
Dalam perkembangannya Taksonomi Bloom dikaji oleh para ahli dan
diadakan revisi, seperti yang ditulis oleh Anderson dan Krathwohl (2001).

Adapun jabaran masing-masing komponen disajikan seperti berikut.

1. Mengingat
Proses mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari
memori jangka panjang. Pengetahuan yang dibutuhkan bisa berupa pengetahuan

7
faktual, konseptual, prosedural, metakognitif, atau kombinasi dari beberapa
pengetahuan tersebut.
Dalam mengingat ini, minimal dapat dilakukan dengan 2 aktifitas, yaitu
mengenali atau mengidentifikasi dan mengingat kembali. Proses mengenali
adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang
untuk membandingkannya dengan informasi yang baru saja diterima. Sedangkan
dalam mengingat kembali, siswa mencari informasi dalam memori jangka panjang
dan membawa informasi tersebut ke memori kerja untuk diproses.
2. Memahami
Siswa dikatakan memahami apabila mampu meghubungkan pengetahuan
“baru” dengan pengetahuan lamanya. Proses kognitif dalam kategori memahami
meliputi : menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum,
menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.
Menafsirkan terjadi ketika siswa dapat mengubah informasi dari satu
bentuk ke bentuk lainnya. Untuk memastikan bahwa kemampuan siswa yang
dinilai adalah menafsirkan (bukan mengingat) adalah dengan memberikan
informasi yang baru. Dalam hal ini siswa belum pernah menjumpainya dalam
aktifitas pembelajaran.
Mencontohkan melibatkan proses identifikasi ciri-ciri pokok dari konsep
atau prinsip umum. Sebagai contoh segitiga sama kaki harus memiliki dua sisi
yang sama panjang, siswa bisa menunjukkan segitiga mana saja yang merupakan
segitiga sama kaki.
Mengklasifikasikan adalah proses kognitif yang melengkapi proses
mencontohkan. Perbedaannya adalah mencontohkan dimulai dari konsep atau
prinsip umum dan siswa diminta untuk menemukan contoh tertentu, sedangkan
mengklasifikasikan dimulai dengan contoh tertentu dan siswa diminta untuk
menemukan konsep atau prinsip umumnya.
Merangkum melibatkan proses membuat ringkasan informasi.
Menyimpulkan ditandai dengan siswa dapat mengabstraksikan sebuah konsep
atau prinsip yang menerangkan contoh–contoh dengan mencermati ciri-cirinya
serta menarik hubungan diantara ciri-ciri tersebut.
Membandingkan merupakan proses mendeteksi persamaan atau
perbedaan antara dua atau lebih obyek. Menjelaskan adalah membuat dan
menggunakan model sebab akibat dalam sebuah sistem.
3. Mengaplikasikan
8
Proses kognitif mengaplikasikan melibatkan penggunaan prosedur-
prosedur tertentu untuk menyelesaikan masalah. Proses kognitif yang melibatkan
proses mengaplikasikan adalah mengeksekusi dan mengimplementasikan.
Mengeksekusi berarti menerapkan prosedur untuk menyelesaikan
masalah yang sudah rutin. Dalam hal ini terkait dengan penggunaan keterampilan
dan algoritma untuk menyelesaikan masalah.
Mengiplementasikan merupakan proses memilih dan menggunakan
prosedur untuk menyelesaikan tugas yang tidak familier.
4. Menganalisis
Menganalisis melibatkan proses memcah-mecah materi menjadi bagian-
bagian kecil dan menentukan hubungan antar bagian dan struktur keseluruhan.
Proses kognitif mengevaluasi. Dikategorisasi dalam 3 bentuk yiatu, membedakan,
mengorganisasi , dan mengatribusi.
Membedakan melibatkan proses memilah-milah bagian yang relevan atau
penting dari sebuah struktur. Mengorganisasi melibatkan proses mengidentifikasi
elemen-elemen komunikasi atau situasi dan proses mengenali bagaimana elemen-
elemen itu membentuk sebuah struktur yang koheren. Dalam mengorganisasi,
siswa membangun hubungan-hubungan yang sistematis dan koheren antar
potongan informasi. Mengorganisasi biasanya terjadi bersamaan dengan proses
membedakan. Sedangkan mengatribusikan melibatkan proses menentukan sudut
pandang, pendapat atau nilai yang berbeda.
5. Mengevaluasi
Mengevaluasi mencakup proses kognitif memeriksa dan mengkritik.
Memeriksa melibatkan proses menguji inkonsistensi atau kesalahan internal
dalam suatu operasi atau produk. Mengkritik melibatkan proses penilaian suatu
produk atau proses berdasarkan kriteria atau standar eksternal.

6. Mencipta
Mencipta merupakan proses kognitif tertinggi yang melibatkan proses
menyusun elemen-elemen menjadi sebuah keseluruhan yang koheren atau
fungsional. Mencipta dikategorisasikan dalam bentuk merumuskan,
merencanakan, dan memproduksi. Merumuskan melibatkan proses
menggambarkan masalah dan membuat pilihan atau hipotesis yang memenuhi
kriteria tertentu. Merencanakan melibatkan proses membuat rencana metode
9
penyelesaian masalah yang sesuai dengan kriteria masalahnya. Memproduksi
melibatkan proses melaksanakan rencana untuk menyelesaikan masalah yang
memenuhi spesifikasi-spesifikasi tertentu.
3. Perkembangan Mental (Kognitif)
Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya
terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget,
perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis perkembagan sistem syaraf. Dengan makin
bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan
makin meningkat pula kemampuannya. Piaget juga mengatakan ketika seoseorang
berinteraksi dengan lingkungan, maka akan terjadi proses adaptasi. Pada saat
beradaptasi, seseorang mengalami dua proses kognitif, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi merupakan proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema
yang sudah dimiliki oleh seseorang. Untuk mempermudah proses asimilasi, maka
stimulus/informasi baru perlu dimodifikasi sedemikian hingga sesuai dengan skema
yang sudah dimiliki.
Sedangkan akomodasi merupakan proses pengintegrasian stimulus baru
melalui pembentukan skema baru untuk menyesuaikan dengan stimulus yang diterima.
Dalam memecahkan masalah, terdapat proses kognitif yang berkaitan dengan
ketidakseimbangan antara asimilasi dan akomodasi yang disebut disequilibrasi. Proses
berpikir dalam pemecahan masalah akan berlangsung sampai terjadi keseimbangan
yang disebut equilibrum.
Perkembangan kognitif pada dasarnya adalah perubahan dari keseimbangan
yang telah dimiliki ke keseimbangan baru yang diperolehnya. Proses belajar seseorang
akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangannya sesuai dengan umurnya. Pola
dan tahap-tahap ini bersifat herarkis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertenu
dan seseorang tidak dapat belajr sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget menyimpulkan terdapat 4 tahap
perkembangan kognitif manusia, yaitu :
- Tahap sensori motor, yaitu dari lahir sampai sekitar umur 2 tahun.
Pada tahap ini, pertumbuhan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang
sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan dan dilakukan
langkah demi langkah. Kemampuan yang dimiliki antara lain :

10
a. Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di
sekitarnya.
b. Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
c. Suka memperhatikan sesuat lebih lama.
d. Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
e. Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.
- Tahap pra Operasi, yaitu dari sekitar umur 2 tahun sampai mur 7 tahun.
Pada tahap ini, anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan
konsepnya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan
dalam memahami objek. Karakteristik tahap ini adalah :
a. Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan
mencolok.
b. Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria
yang benar.
c. Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan
perbedaan antara deretan.
- Tahap Operasi Konkrit, yaitu dari sekitar umur 7 tahun sampai 11 tahun.
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan
aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-
benda yang bersifat konkrit.
- Tahap operasi formal, yaitu dari sekitar 11 tahun dan seterusnya.
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir absstrak
dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Karakteristik pada
tahap ini adalah :

a. Bekerja secara efektif dan sistematis.


b. Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi.

11
C. Teori Humanistik

Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada
manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya isi dari proses belajar,
dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam
bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam
bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita
amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk
“memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.

Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat
laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya.

Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya,
yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia
yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :

1. Proses pemerolehan informasi baru.


2. Personalia informasi ini pada individu.

Teori humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian ilmu filsafat,
kepribadian dan psikoterapi daripada bidang kajian-kajian psikologi dalam belajar. Teori ini
sangat mementingkan obyek yang dipelajari dari pada proses belajar tersebut.

Teori humanistik ini lebih banyak membahas tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan, dan mengenai proses belajar dalam bentuk yang
terbaik. Atau bisa dikatakan bahwa teori ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam
bentuknya yang paling sempurna dari pada pemahaman mengenai proses belajar seperti yang
selama ini telah dikaji berdasarkan teori-teori belajar.

12
Di dalam pelaksanaannya, teori ini terlihat juga dalam pendekatan belajar yang
dikemukakan oleh Ausubel. Dia berpandangan bahwa belajar bermakna atau yang juga
tergolong dalam aliran kognitif yang mengatakan bahwa belajar adalah asimilasi penuh
makna. Materi pelajaran diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah
dimiliki.

Motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam proses belajar, karena tanpa
motivasi dan keinginan dari pihak pelajar, tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke
dalam struktur kognitif yang sudah ada.

2.2 Tokoh-Tokoh Teori Belajar Humanistik

Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:

1. Arthur Combs (1912-1999)

Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada
dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan.
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang
tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau
sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya
tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya.

Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia
persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang
dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi
bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana
mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting
ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.

13
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar
dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi
diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari
persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang
mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

1. Maslow

Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :

 suatu usaha yang positif untuk berkembang


 kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.

Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi


kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai
perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil
kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain
seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah
berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada
saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.

Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila


seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia
dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras
aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi
yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia
mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan
dasar si siswa belum terpenuhi.

1. Carl Rogers

Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari
enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang
psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D

14
pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk
mencegah kekerasan pada anak.

Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya,
Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd
Therapy. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:

1. Kognitif (kebermaknaan)
2. Experiential ( pengalaman atau signifikansi)

Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti


memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning
menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential
learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa
sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:

1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak
harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang
bermakna bagi siswa.
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru
sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.

1. Kolb

Menurut Kolb dikutip dari UNI, 2008:15 (Thobroni, Muhammad dan Alif Mustofa, 2011:
159-160) membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu sebagai berikut:

1. Tahap pengalaman konkret

15
Pada tahap paling dini dalam proses belajarm seorang siswa hanya mampu sekedar ikut
mengalami suatu kejadian. Dia belum mampu memiliki kesadaraan tentang hakikat kejadian
tersebut. Dia pun belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti
itu.

1. Pengalaman aktif dan reflektif

Pada tahap kedua, siswa mulai mampu mengadakan observasi terhadap suatu kejadian dan
mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.

1. Konsepualisasi

Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar membuat abstraksi atau teori tentang suatu hal yang
pernah diamatinya. Siswa diharapkan mampu membuat aturan-aturan umum (generalisasi)
dari berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda mempunyai aturan yang
sama.

1. Eksperimentasi aktif

Pada tahap akhir, siswa mampu mengaplikasi suatu aturan umum ke situasi yang baru.
Misalnya, dalam matematika, asal-usul sebuah rumus. Akan tetapi, ia juga mampu memaknai
rumus tersebut untuk memecahkan masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya.
Menurut kolb, sistem belajar semacam ini terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung
tanpa disadari siswa.

1. Honey Dan Mumford

Berdasarkan teori kolb, Honey dan Mmford dikutip dari UNI, 2008: 16 (Thobroni,
Muhammad dan Alif Mustofa, 2011: 160-161) membuat penggolongan siswa menjadi empat
macam, yaitu tipe siswa aktivis, reflektot, teoretis dan pragmatis.

1. Tipe siswa aktivis bercirikan mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman-
pengalaman baru. Mereka cendrung berpikiran terbuka dan mudah diajak berdialog.
Namun, siswa semacam ini biasanya kurang skeptik terhadap sesuatu. Kadang, identik
dengan sifat mudah percaya. Dalam proses belajar, mereka menyukai metode yang
mampu mendorong seseorang menemukan hal-hal barum seperti brainstrorming atau

16
problem solving. Akan tetapi, mereka akan cepat merasa bosan dengan hal-hal yang
memerlukan waktu lam dalam implementasi.
2. Tipe siswa reflektor adalah sebaliknya. Mereka cendrung sangat berhati-hati
mengambil langkah. Dalam proses pengambilan keputusa, siswa tipe ini cenderung
konservatif, yaiutu mereka lebih suka menimbang-nimbang secara cermat, baik buruk
suatu keputusan.
3. Tipe siswa teoretis biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak menyukai
pendapat atau penilaian yang sifatnya sangat subjektif. Bagi mereka, berpikir secara
rasional adalah sesuatu yang penting. Mereka juga biasanya sangat skeptik dan tidak
menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.
4. Tipe siswa pragmatis biasanya menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari
segala hal. Siswa tipe ini suka berlarut-berlarut dalam membahas aspek teoretis
filosofis tertentu.
5. Hebermas

Ahli psikologis lainnya adalah hebermas yang dalam pandangannya bahwa belajar sangat
dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan
asumsi ini, hebermas mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.

1. Belajar teknis (Technical Learning)

Dalam belajar teknis, siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya.
Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.

1. Belajar praktis (practical learning)

Dalam belajar praktis, siswa juga belajar juga belajar interaksi. Akan tetapi, pada tahap ini
lebih dipentingkan adalah interaksi antara dirinya dan orang-orang di sekelilingnya.

1. Belajar emansipatoris (emancipatoris learning)

Dalam tahap ini, siswa berusaha mencapai pemahaman, kesadaran yang sebaik mungkin
tentang perubahan kultural dari suatu lingkungan.

17
2.3 Prinsip-Prinsip Teori Belajar Humanistik

Dalam buku Freedom To Learn karya Carl Rogers (Soemanto, 2006:139-140), ia


menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :

1. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.


2. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri
diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan
berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
8. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan
maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan
lestari.
9. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai
terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
10. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman
dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.

18
2.4 Implikasi Teori Belajar Humanistik

1. Guru sebagai fasilitator

Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah
sebagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berkualitas fasilitator.

1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi


kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di
dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling
luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima
baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti
siswa yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu
andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

19
1. Guru mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya sebagai kekuatan pendorong yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
2. Guru mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling
luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
3. Guru menempatkan dirinya sebgai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok
4. Guru mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksanakan tetapi sebagi andil
secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.

Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang
dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai
kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati,
penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :

1. Merespon perasaan siswa


2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan
segera dari siswa.
7. Tersenyum pada siswa

Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa,
meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik
termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem
yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa
menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.

20
2.5 Aplikasi Teori Belajar Humanistik

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik.
Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik
untuk memperoleh tujuan pembelajaran. (Sumanto, 1998: 235)

Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses
yang umumnya dilalui adalah :

1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas


2. Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat
jelas , jujur dan positif.
3. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk
belajar atas inisiatif sendiri.
4. Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran
secara mandiri.
5. Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya
sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang
ditunjukkan.
6. Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta
didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk
bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta
didik. (Mulyati, 2005: 182)

21
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini tepat untuk diterapkan. Keberhasilan
aplikasi ini adalah peserta didik merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan
terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Peserta didik
diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan
mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain
atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

22
D. Teori Sosio-Kognitif

Albert Bandura terkenal dengan teori pembelajaran sosial ( social learning theory
) yang merupakan salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan
pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Ia juga terkenal
dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri.
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) menyatakan bahwa faktor sosial
dan kognitif serta faktor pelaku memainkan peranan penting dalam pembelajaran.
Prinsip belajar menurut Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi
alami.

Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari tiga faktor
utama yaitu perilaku, person/kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling
berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku,
perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku.
(Santrock, 2011 hal. 235)

1. Perilaku (behavior)
Tindakan atau aksi yang dapat mengubah hubungan individu dan lingkungannya.
Faktor perilaku atau behavior yang mempengaruhi proses pembelajaran sosial yaitu
keterampilan/kemampuan (skills), latihan, efektivitas diri.
2. Person atau kognitif
Karakteristik seseorang dan faktor-faktor kognitif (ingatan, perencanaan, penilaian).
Dalam perannya sebagai individu, manusia berperan sebagai subjek atau pelaku dalam
proses pembelajaran sosial. Setiap individu unik karena berbagai perbedaan yang ada di
dalam diri mereka antara satu dengan yang lain.
3. Lingkungan (environment)
Segala bentuk, susunan, komponen, fungsi interaktif yang berada di bumi baik biotik
maupun abiotik. Dalam proses pembelajaran sosial, lingkungan meliputi lingkungan sosial
budaya atau lingkungan antar manusia.
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, faktor- faktor diatas dapat saling berinteraksi
untuk memenuhi pembelajaran, seperti faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku
mempengaruhi lingkungan, faktor kognitif mempengaruhi perilaku, dan sebagainya.
Dalam Teori Kognitif Sosial, variabel lingkungan, perilaku dan individu saling
23
memengaruhi

Dalam model pembelajaran Bandura, peran person/ kognitif memainkan peran


penting. Faktor person/kognitif yang ditekankan Bandura (1997, 2001 dalam Santrock,
2011) pada masa belakangan ini adalah self-efficacy, yakni keyakinan bahwa seseorang
bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif. Bandura juga mengatakan
bahwa self-efficacy berpengaruh besar terhadap perilaku. (Santrock, 2011 hal. 236)

Observational Learning
Inti dari proses observasi adalah modeling. Pembelajaran melalui modeling meliputi
menambahi atau mengurangi suatu perilaku yang diobservasi dan mengeneralisasi dari
satu observasi ke observasi yang lainnya. Dengan kata lain, modeling meliputi proses
kognitif dan bukan sekedar melakukan imitasi. Modeling lebih dari sekedar
mencocokan perilaku dari orang lain, melainkan merepresentasikan secara simbolis
suatu informasi dan menyimpannya untuk digunakan dimasa depan (Bandura, 1986,
1994 dalam Feist & Feist, 2014).
Belajar melalui pengamatan ini memperpendek waktu yang dibutuhkan manusia untuk
belajar berbagai keterampilan seperti keterampilan berbahasa, demikian kompleksnya
sehingga tidak mungkin dapat dipelajari tanpa penggunaan modeling.

1. Studi Boneka Bobo Klasik

Eksperimen boneka bobo dilakukan Bandura pada tahun 1965 yang mengilustrasikan
bagaimana pembelajaran dapat dilakukan hanya dengan mengamati model yang bukan
sebagai penguat atau penghukum. Eksperimen ini juga mengilustrasikan perbedaan antara
pembelajaran dan kinerja (performance). Saat pembelajaran seorang anak akan
mengobservasi apa yang dilihatnya, sementara itu dalam kinerjanya anak tersebut dapat
menambahkan perilaku lain yang sebelumnya tidak dicontohkan.
Eksperimen dilakukan dengan sejumlah anak TK secara acak diberikan tiga film dimana
ada seseorang (model) sedang memukuli boneka plastik seukuran orang dewasa yang
dinamakan boneka bobo. Dalam film pertama penyerang diberikan permen, minuman
dingin, dan dipuji karena melakukan tindakan agresif. Dalam film kedua, penyerang
ditegur dan ditampar karena bertindak agresif. Dalam film ketiga, tidak ada konsekuensi
atas tindakan si penyerang boneka. Kemudian, masing-masing anak dibiarkan sendiri
berada di ruangan penuh mainan, termasuk boneka bobo. Perilaku anak diamati melalui
cermin satu arah. Anak yang menonton film dimana penyerang diperkuat atau tidak
24
dihukum apa pun lebih sering meniru tindakan model daripada anak yang menyaksikan si
penyerang dihukum dan seperti yang dipertimbangkan sebelumnya anak laki-laki lebih
agresif daripada anak perempuan.
Poin penting pada eksperimen ini adalah bahwa pembelajaran observasional terjadi sama
ekstensifnya baik itu ketika perilaku agresif diperkuat maupun tidak diperkuat. Pada studi
ini difokuskan pada pembelajaran dan kinerja karena murid tidak melakukan respons
bukan berarti mereka tidak mempelajari.
Dalam studi Bandura, saat anak diberi insentif (dengan stiker atau jus buah) untuk meniru
model, perbedaan dalam perilaku imitatif anak dalam tiga kondisi hilang. Bandura percaya
bahwa ketika anak mengamati perilaku tetapi tidak memberikan respon atas apa yang
diamati, anak itu mungkin mendapatkan respon model dalam bentuk kognitif.

2. Model Pembelajaran Observasional Kontemporer Bandura


Sejak awal eksperimen Bandura (1986 dalam Santrock, 2013) memfokuskan pada
proses spesifik yang terlibat dalam proses pembelajaran observasional, yaitu :

 Atensi

Sebelum murid memperhatikan dan meniru tindakan model, mereka memperhatikan


apa yang dilakukan dan dikatakan model. Atensi pada model dipengaruhi beberapa
karakteristik seperti, orang yang hangat, kuat, dan ramah akan lebih diperhatikan
daripada orang yang dingin, lemah, dan kaku. Murid lebih memperhatikan dan
cenderung meniru model yang berstatus tinggi dan guru adalah model berstatus tinggi
dimata murid.

 Retensi

Agar sebuah observasi dapat mengarahkan pada pola respons yang baru, pola tersebut
harus dapat direpresentasikan secara simbolis didalam ingatan (Feist & Feist, 2014,
hal. 205). Arti penting dari fase ini adalah bahwa pengamat tidak akan dapat
memperoleh manfaat dari tingkah laku yang diamati ketika model tidak hadir kecuali
apabila tingkah laku itu dikode dan disimpan dalam ingatan untuk digunakan di
kemudian hari, misalnya mereka dapat memvisualisasikan sendiri tahap-tahap yang
telah didemonstrasikan dalam menggunakan busur atau penggaris sebelum benar-
benar menggunakannya.

25
 Produksi

Setelah memperhatikan seorang model dan mempertahankan apa yang telah


diobservasi, kemudian memproduksi perilaku tersebut. Dalam proses mengubah
retensi kognitif ke dalam tindakan yang tepat, akan tetapi sebelumnya harus meyakini
dalam diri untuk melakukan tindakan tersebut.

 Motivasi

Pembelajaran observasional paling efektif terjadi apabila pihak yang belajar


termotivasi untuk melakukan perilaku yang ditiru. Perhatian dan retensi dapat
berakibat pada pengumpulan informasi untuk belajar, namun performa difasilitasi oleh
motivasi untuk melakukan perilaku tertentu. Walau observasi dari orang lain
mengajari bagaimana melakukan sesuatu, akan tetapi besar kemungkinan tidak
memiliki hastrat untuk melakukan tindakan tersebut.

A. Level
Level berkaitan dengan derajat kesulitan tugas yang dihadapi. Penerimaan dan
keyakinan seeorang terhadap suatu tugas berbeda-beda, mungkin orang hanya terbatas
pada tugas yang sederhana, menengah atau sulit. Persepsi setiap individu akan berbeda
dalam memandang tingkat kesulitan dari suatu tugas. Ada yang menganggap suatu
tugas itu sulit sedangkan orang lain mungkin merasa tidak demikian. Apabila sedikit
rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas, maka tugas tersebut akan mudah
dilakukan. Dalam Zimerman (2003) Level terbagi atas 3 bagian yaitu:

1. Analisis pilihan perilaku yang akan dicoba, yaitu seberapa besar individu merasa
mampu atau yakin untuk berhasil menyelesaikan tugas dengan pilihan perilaku yang
akan diambil.
2. Menghindari situasi dan perilaku yang dirasa melampaui batas kemampuannya.
3. Menyesuaikan dan menghadapi langsung tugas-tugas yang sulit.

26
B. Generality

Generality merupakan sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam


berbagai situasi tugas, mulai dari dalam melakukan suatu aktivitas yang biasa
dilakukan atau situasi tertentu yang tidak pernah dilakukan hingga dalam serangkaian
tugas atau situasi sulit dan bervariasi. Generality merupakan perasaan kemampuan
yang ditunjukkan individu pada konterks tugas yang berbeda-beda, baik itu melalui
tingkah laku, kognitif dan afektifnya.

C. Strength
Strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang
dimiliki. Hal ini berkaitan dengan ketahanan dan keuletan individu dalam pemenuhan
tugasnya. Individu yang memiliki keyakinan dan kemantapan yang kuat terhadap
kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas akan terus bertahan dalam usahannya
meskipun banyak mengalami kesulitan dan tantangan. Pengalaman memiliki pengaruh
terhadap self-efficacy yang diyakini sesesorang. Pengalaman yang lemah akan
melemahkan keyakinan individu itu pula. Individu yang memiliki keyakinan yang kuat
terhadap kemampuan mereka akan teguh dalam usaha untuk menyampaikan kesulitan
yang dihadapi.

Self efficacy berbeda dengan self confidence. Self efficacy pada seseorang
sesuai atau linier atau berbanding lurus dengan kemampuan yang dimilikinya, selain
itu Self efficacylebih tertuju pada penyelesaian suatu tugas tertentu. Sementara itu self
confidence tidak selalu diiringi dengan kemampuan seseorang.

27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari deskripsi yang dikemukakan pada pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Teori
belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasikan kegiatan
belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan
dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Namun teori belajar ini tidak-lah semudah
yang dikira, dalam prosesnya teori belajar ini membutuhkan berbagai sumber sarana yang
dapat menunjang, seperti : lingkungan siswa, kondisi psikologi siswa, perbedaan tingkat
kecerdasan siswa. Semua unsur ini dapat dijadikan bahan acuan untuk menciptakan suatu
model teori belajar yang dianggap cocok, tidak perlu terpaku dengan kurikulum yang ada
asalkan tujuan dari teori belajar ini sama dengan tujuan pendidikan. Teori – teori
pembelajaran tersebut menjelaskan apa itu belajar dan bagaimana mana belajar itu terjadi.
Teori Behavioristik merupakan teori yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan
dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antar stimulus dan respon. Dalam
pandangan Piaget, belajar yang sebenarnya bukanlah sesuatu yang diturunkan oleh guru,
melainkan sesuatu yang berasal dari dalam diri anak sendiri. Belajar merupakan sebuah
proses penyelidikan dan penemuan spontan. Berkaitan dengan belajar, Piaget
membangun teorinya berdasarkan pada konsep Skema yaitu, stuktur mental atau kognitif
yang menyebabkan seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengoordinasikan
lingkungan sekitarnya. Skema pada prinsipnya tidak statis melainkan selalu mengalami
perkembangan sejalan dengan perkembangan kognitif manusia. Model pembelajaran
konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang
menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan
terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan
akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan
lingkungannya. Menurut teori humanistik belajar dianggap berhasil jika si pelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya
harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-
baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

28
B. Saran
Demikian makalah yang telah diselesaikan oleh penulis. Semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi semua kalangan khususnya para pendidik serta calon pendidik.Untuk memperbaiki
kualitas,maka penulis mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik.

29
DAFTAR RUJUKAN

http://www.alfiforever.com/2015/02/ciri-ciri-teori-belajar-behaviorisme.html

https://perkuliahanpgsd.blogspot.com/2015/11/makalah-teori-belajar.html

30

Anda mungkin juga menyukai