Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangaan oleh Jean Piaget, seorang psikolog asal
Swiss yang hidup pada tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam
lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep
kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat mempresentasikan
dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan.
Teori ini membahas munculnya dan diperoleh skema tentang bagaimana seseorang
mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang
memperoleh cara baru dalam mempresentasikan informasi secara mental.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud perkembangan kognitif?
2. Bagaimana tahap-tahap perkembangan kognitif?
3. Apa saja Tahapan Perkembangan Kognitif Global?
4. Apa saja Tahapan Perkembangan Kognitif Lokal?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Perkembangan Kognitif.
2. Untuk mengetahui bagaimana tahap-tahap Perkembangan Kognitif.
3. Untuk mengetahui tahapan Perkembangan Kognitif Global.
4. Untuk mengetahui tahapan Perkembangan Kognitif Lokal.

1
BAB II
PEMBAHASAN

TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF


Perkembangan kognitif sudah dikaji oleh banyak ahli, antara lain Piaget, Vygotsky,
Bruner, Van Hiele, Dubinsky, dan David Tall. Dari berbagai kajian tersebut menghasilkan
berbagai teori perkembangan kognitif.
Menurut Pegg & Tall (2010), teori perkembangan kognitif secara umum dapat
dikelompokkan menjadi dua macam:
1. Global Theories of long-term growth of the individual – Teori Global pertumbuhan
jangka panjang.
2. Local Theories of conceptual growth – Teori Lokal tentang perkembangan
konseptual.

A. Teori Global
Teori perkembangan kognitif global menggambarkan pertumbuhan kognitif yang
berlangsung dalam jangka waktu lama. Beberapa teori global, antara lain: Tahapan Piaget,
Levels Van Hiele, model SOLO, dan model Bruner. Secara lengkap perkembangan keempat
teori global disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Tahapan Perkembangan Kognitif Global

(Diadopsi dari Pegg & Tall, 2010)


Tahapan Perkembangan Kognitif Global
1. PIAGET STAGES

Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap
perkembangannya sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hierarkis,
artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar
sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap
perkembangan kognitif ini menjadi empat, yaitu :

a. Tahap sensorimotor (umur 0 - 2 tahun)


Tahap Sensorimotor menurut Piaget dimulai sejak umur 0 sampai 2 tahun.
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang
sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan
langkah demi langkah. Kemampuan yang dimiliki antara lain :

2
a. Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di
sekitarnya.
b. Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
c. Suka memperhatikan sesuatu lebih lama.
d. Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
e. Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.

b. Tahap preoperasional (umur 2 - 7 tahun)


Piaget mengatakan tahap ini antara usia 2 - 7 tahun. Ciri pokok perkembangan pada
tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai
berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu
preoperasional dan intuitif.
Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam
mengembangkan konsep nya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi
kesalahan dalam memahami objek. Karakteristik tahap ini adalah:

a. Self counter nya sangat menonjol.


b. Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan
mencolok.
c. Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria yang
benar.
d. Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan
perbedaan antara deretan.

Tahap intuitif (umur 4 - 7 tahun), anak telah dapat memperoleh pengetahuan


berdasarkan pada kesan yang agak abstraks. Dalam menarik kesimpulan sering tidak
diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini, anak telah dapat
mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki
pengalaman yang luas. Karakteristik tahap ini adalah :

a. Anak dapat membentuk kelas-kelas atau kategori objek, tetapi kurang


disadarinya.
b. Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih
kompleks.
c. Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide.
d. Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap
sejumlah objek yang teratur dan cara mengelompokkannya. Anak kekekalan
masa pada usia 5 tahun, kekekalan berat pada usia 6 tahun, dan kekekalan
volume pada usia 7 tahun. Anak memahami bahwa jumlah objek adalah tetap
sama meskipun objek itu dikelompokkan dengan cara yang berbeda.

c. Tahap operasional konkret (umur 7-11 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan
aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-
benda yang bersifat konkret. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk

3
memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Karenanya kegiatan
ini memerlukan proses transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga
tindakannya lebih efektif. Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat
kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model
"kemungkinan" dalam melakukan kegiatan tertentu. Ia dapat menggunakan hasil
yang telah dicapai sebelumnya. Anak mampu menangani sistem klasifikasi.
Namun sungguhpun anak telah dapat melakukan pengklasifikasian, pengelompokan
dan pengaturan masalah (ordering problems) ia tidak sepenuhnya menyadari adanya
prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya. Namun taraf berpikirnya sudah dapat
dikatakan maju. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual
pasif. Untuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran konkret,
sehingga ia mampu menelaah persoalan. Sungguhpun demikian anak usia 7-11
tahun masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.

d. Tahap operasional formal (umur 11-18 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak
dan logis dengan menggunakan pola berpikir "kemungkinan". Model berpikir
ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive dan inductive sudah mulai dimiliki anak,
dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan
hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat :
a. Bekerja secara efektif dan sistematis.
b. Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan dua
kemungkinan penyebabnya, C1 dan C2 menghasilkan R, anak dapat
merumuskan beberapa kemungkinan.
c. Berpikir secara proporsional, yakni menentukan macam-macam proporsional
tentang C1, C2 dan R misalnya.
d. Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi. Pada tahap ini
mula-mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal operations
paling lambat pada usia 15 tahun. Tetapi berdasarkan penelitian maupun studi
selanjutnya menemukan bahwa banyak siswa bahkan mahasiswa walaupun
usianya telah melampaui, belum dapat melakukan formal operation.

Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu akan
berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap
preoperasional, dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada
tahap operasional konkret, bahkan dengan mereka yang sudah berada pada tahap
operasional formal. Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif
seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya. Guru
seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif pada muridnya agar
dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajarannya sesuai dengan tahap-
tahap tersebut. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak sesuai dengan
kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.

2. VAN HIELE LEVELS

Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele
(1954), yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam geometri.Van
Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam

4
pengajaran geometri. Menurut Van Hiele ada tiga unsur dalam pengajaran matematika
yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran, jika ketiganya ditata secara
terpadu maka akan terjadi peningkatan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan
berfikir lebih tinggi.

Tahapan berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui peserta didik dalam pembelajaran
geometri, menurut Van Hiele adalah sebagai berikut:

a. Tahap Recognition

Tahap ini disebut juga tahap pengenalan. Pada tahap ini, peserta didik memandang
sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Pada tahap ini siswa
belum memperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan
demikian, meskipun pada tahap ini peserta didik sudah mengenal nama sesuatu
bangun, peserta didik belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu. Sebagai contoh,
pada tahap ini peserta didik tahu suatu bangun bernama persegipanjang, akan tetapi
peserta didik belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut.

b. Tahap Analisis

Tahap ini dikenal sebagai tahap deskriptif. Pada tahap ini peserta didik sudah
mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing
bangun. Dengan kata lain, pada tahap ini peserta didik sudah terbiasa menganalisis
bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki
oleh unsur-unsur tersebut

c. Tahap Ordering

Tahap ini disebut juga tahap pengurutan. Pada tahap ini, peserta didik sudah bisa
memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun.
Sebagai contoh, pada tahap ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu
segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama
panjang. Di samping itu pada tahap ini siswa sudahmemahami perlunya definisi
untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan
antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tahap ini peserta
didik sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang,
karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.

d. Tahap Deduksi

Pada tahap ini peserta didik sudah memahami pengertian-pengertian pangkal,


definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri. Pada
tahap ini peserta didik sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini
berarti bahwa pada tahap ini peserta didik sudah memahami proses berpikir yang
bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut.

e. Tahap Rigor

Tahap ini disebut juga tingkat matematis. Pada tahap ini, peserta didik mampu
melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk
sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai

5
acuan. Pada tahap ini, peserta didik memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih
dari satu geometri.

Sebagai contoh, pada tahap ini siswa menyadari bahwa jika salah satu aksioma pada
suatu sistem geometri diubah, maka seluruh geometri tersebut juga akan berubah.
Sehingga, pada tahap ini siswa sudah memahami adanya geometri-geometri yang
lain di samping geometri Euclides.

Menurut Van Hiele, semua anak mempelajari geometri dengan melalui tahap-tahap
tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak dimungkinkan adanya tahap yang
diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa mulai memasuki suatu tahap yang
baru tidak selalu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.

Selain itu, menurut Van Hiele, proses perkembangan dari tahap yang satu ke tahap
berikutnya terutama tidak ditentukan oleh umur atau kematangan biologis, tetapi
lebih bergantung pada pengajaran dari guru dan proses belajar yang dilalui siswa.

3. SOLO MODES

Biggs dan Collis adalah peneliti yang turut melakukan dan analisis teori belajar
Piaget. Salah satu isu utama yang dikaji oleh kedua peneliti ini berkaitan dengan struktur
kognitif. Teori mereka dikenal dengan Structure of Observed Learning
Outcomes (SOLO). Biggs dan Collis (1982: 22) membedakan antara “generalized
cognitive structure” atau struktur kognitif umum anak dengan “actual respon” atau
respon langsung anak ketika diberikan perintah-perintah. Mereka menerima kebeadaan
konsep struktur kognitif umum namun mereka menyakini bahwa hal tersebut tidak dapat
diukur langsung sehingga perlu mengacu pada sebuah “hypothesized cognitive structure”
(HCS) atau struktur kognitif hipotesis. Menurut mereka HCS ini relative lebih stabil dari
waktu ke waktu serta bebas dari pengaruh pembelajaran disaat anak diukur
menggunakan taxonomi SOLO dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu. Penekan pada
suatu tugas tertentu sangat penting seperti yang diasumsikan dalam taksonomi SOLO
bahwa penampilan seseorang sangatlah beragam dalam menyelesaikan satu tugas dengan
tugas lainnya, hal ini berkaitan erat dengan logika yang mendasarinya, selanjutnya
asumsi ini juga meliputi penyimpangan yang dalam model ini dikatakan:

Siswa dapat saja berada pada awal level formal dalam matematika namun berada pada
level awal konkrit dalam sejarah, atau bahkan dapat terjadi, suatu hari siswa berada pada
level formal di matematika namun dilain hari dia masih berada pada level yang konkrit
pada topik yyang berbeda. Hasil observasi seperti ini tidak dapat mengindikasikan
terdapatnya “pertukaran” dalam perkembangan kognitif yang berlangsung, tetapi sedikit
pertukaran terjadi pada konstruksi yang lebih proximal , pembelajaran, penampilan atau
motivasi. Biggs & Collis (1991:60).

Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa teori tersebut lebih menekankan pada
analisis terhadap kualitas respon anak. Untuk melihat respon anak diperlukan butir-butir
rangsangan. Dan butir-butir rangsangan dalam konteks ini tidak difokuskan untuk
melihat kebenaran dari jawaban saja melainkan lebih pada melihat struktur alamiah dari
respon siswa dan perubahannya dari waktu ke waktu.

Untuk menjelaskan konsep “pertukaran” yang terjadi dalam pertumbuhan kognitif


yang tidak biasa diantara anak-anak sekolah, Biggs & Collis (1991: 60)menyediakan

6
suatu level tersendiri yang diberi nama “post formal mode”. Bagaimanapun juga terdapat
satu perbedaan penting dari teori yang dikemukakan Piaget yaitu ketika mode atau level
baru mulai muncul, ini tidak akan menggantikan level yang lama begitu saja melainkan
dapat berkembang bersamaan. Oleh karena itu mode-model tersebut tumbuh sejak lahir
hingga dewasa. Level terakhir adalah batas tertinggi dari proses abstraksi yang dapat
ditunjukkan anak, bukan seluruh penampilan yang harus menyesuaikan dengan level-
nya. Secara khusus, ketika semakin banyak mode yang memungkinkan maka multi-
modal fungsioning menjadi normanya.
Berikut adalah 5 mode yang diutarakan oleh Biggs dan Collis:
1) Mode Sensorimotor
Focus perhatian pada mode ini adalah lingkungan fisik sekitar anak. Anak
membangun kemampuan untuk melakukan koordinasi dan mengatur
interaksinya dengan lingkungan sekitar. Perkembangan yang berkelanjutan pada
mode ini ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan fisik ketika diperolehnya tacit
knowledge.

2) Mode Iconic
Pada mode ini symbol-simbol dan gambar digunakan untuk merepresentasikan
elemen-elemen yang diperolehnya pada mode sensorimotor. Tanda-tanda
tersebut digunakan sebagai peran pengganti dari komunikasi oral. Cirri-ciri dari
anak yang berada pada mode ini antara lain sering menggunakan strategi
menebak, senang menggunakan alat peraga dan senang membuat gambaran-
gambaran mental. Mode sensorimotor dan iconic adalah mode-mode alamiah
dari seorang manusia yang berkembang secara alamiah juga. Sedangkan target
pertama dari sekolah formal ada pada modeconcrete symbolic.

3) Mode Concrete Symbolic


Pada mode ini anak mengalami “pertukaran” dalam proses abstraksi. Mereka
mulai merepresentasikan dunia fisik melalui bahasa oral ke dalam bentuk
tulisan, yaitu sebuah system symbol yang akan mereka gunakan dalam
kehidupannya di dunia.

Sebuah system symbol memiliki tingkatan dan logika internal yang dapat
memfasilitasi sebuah hubungan antara sistem simbol dan lingkungan fisik di
sekitarnya. Sistem symbol yang digunakan di sekolah antara lain adalah
matematika dan bahasa. Mode concrete symbolicadalah mode terbesar sebagai
target dari matematika sekolah. Karena dalam matematika anak
menggambarkan dan mengoperasikan objek-objek yang berada di sekitarnya.

4) Mode Formal
Pada mode ini titik berat kemampuan sesorang adalah pada kemampuan
mengkonstruksi teori tanpa bantuan contoh benda konkrit. Kemampuan berpikir
pada tahap ini meliputi membuat formula hipotesis dan membuat penalaran
yang proporsional. Oleh karena itu kemampuan ini dituntut pada mahasiswa-
mahasiswa di Perguruan Tinggi.
5) Mode Post Formal
Keberadaan mode ini lebih menekankan pada pembuatan hipotesis secara
deduktif dari pada penyusunan teori berdasarkan bukti-bukti empiris.

7
Karakteristik terpenting dari mode ini adalah kemampuan untuk bertanya
tentang prinsip-prinsip mendasar dari sesuatu hal.

4. BRUNER MODES

Bruner memahami karakteristik perkembangan kognitif tidak didasarkan pada usia


tertentu, namun berdasarkan pengamatannya terhadap perilaku anak. Adapun tahap-tahap
perkembangan kognitif menurut Bruner, yaitu:

1. Tahap enaktif (0-2 tahun)


Pada tahap ini, anak memahami lingkungannya. Anak bisa belajar hanya dengan
memanipulasi langsung obyek-obyek matematika. Misalnya, ketika belajar kubus atau
balok, langsung dibawakan bangun kubus atau balok untuk diamati, dimanipulasi, dan
dipelajari ciri-cirinya, sehingga bisa membedakan antara kubus dan balok serta
bangun ruang yang lain.
Sebagian besar didominasi oleh belajar sambil bekerja. Anak-anak melakukan
sesuatu dengan objek, misalnya: memegang, bergerak, menggosok, menyentuh dan
memberikan kesempatan mereka untuk memahami lingkungannya.

2. Tahap ikonik (2-4 tahun)


Pada tahap ini, informasi dibawa anak melalui gambar. Anak dipengaruhi oleh cahaya
yang tajam, gangguan suara, dan gerakan. Karakteristik tunggal pada objek yang
diamati dijadikan sebagai pegangan, dan pada akhirnya anak mengembangkan
memori visualnya.Misalnya kubus atau balok diwujudkan dalam bentuk gambar,
sudah bisa diamati, dipelajari, dan dicari sifat-sifatnya sehingga bisa membedakan
dengan bangun ruang lain.

3. Tahap simbolik (5-7 tahun)


Pada tahap ini, tindakan tanpa pemikiran terlebih dahulu dan pemahaman perseptual
sudah berkembang. Bahasa, logika, matematika memegang peranan penting. Tahap
simbolik ini memberikan peluang anak untuk menyusun gagasannya secara padat,
misalnya menggunakan gambar yang saling menghubungkan bentuk-bentuk rumus
tertentu.Misalnya bangun kubus atau balok, sukup disebut dengan Kubus
ABCDEFGH atau Balok ABCDEFGH, orang sudah bisa membayangkan
kubus/baloknya seperti apa dan bisa memanfaatkan untuk menjawab masalah-masalah
yang berkaitan dengan kubus atau balok.

Bruner menyatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang berkembang dari tahap


enaktif ke ikonik dan pada akhirnya ke simbolik. Meskipun demikian, bukan berarti
orang dewasa tidak lagi mengkodekan pengalamannya melalui sistem enaktif dan
ikonik, namun karena adanya banyak pengalaman, orang dewasa lebih banyak
menggunakan cara berpikir simbolik dibandingkan dengan enaktif dan ikonik.

8
B. Teori Lokal

Berbeda dengan teori global (Perkembangan Kognitif) yang menggambarkan


perkembangan menuju kematangan kognitif, Teori Lokal (Perkembangan Kognitif) lebih
menggambarkan pada tahapan seseorang dalam proses mengonstruksi obyek matematika
(fakta, konsep, operasi, prinsip) atau dalam memecahkan masalah matematika. Dalam
hal ini terdapat beberapa pendapat yang mengungkapkan teori lokal perkembangan
kognitif, antara lain oleh:
1. Biggs & Collis (1991) & Pegg (2003) tentang model SOLO (Structure of Observed
Learning Outcomes)
2. Dubinsky – Teori APOS (Action-Process-Object-Schema)
3. Davis – Teori tentang Procedure, Integrated process, entity
4. Gray & Tall – Teori tentang procedure, process, procept. Teori lokal perkembangan
kognitif dirangkum sebagai berikut.
Tabel 2.2 Siklus Perkembangan Kognitif Lokal

(Diadopsi dari Pegg & Tall, 2010)


Khusus dalam proses mengonstruksi konsep, terdapat hubungan “kesejajaran” dari keempar
teori lokal tersebut. Hubungan tersebut disajikan dalam tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Kesejajaran Teori Lokal dalam Mengonstruksi Konsep

(Diadopsi dari Pegg & Tall, 2010)

9
Tahapan Perkembangan Kognitif Lokal
1. SOLO (Structure of Observed Learning Outcomes)
SOLO merupakan pengelompokkan tingkat kemampuan berfikir siswa dalam
memecahkan masalah. SOLO memiliki lima level berbeda dan bersifat hirarkis, level 0:
prastruktural(pra-structural), level 1: unistruktural (uni-structural), level 2:
multistruktural(multistuctural), level 3: relasional(relational), level 4: extended abstract.
a. Prastruktural
Dalam level ini siswa tidak menggunakan data terkait dalam menyelesaikan suatu
masalah atau menggunakan data yang tidak sesuai dalam merespon suatu masalah. Dengan
kata lain siswa tidak memahami apa yang harus dikerjakan. Salah satu hal yang terlihat
adalah siswa tidak dapat memecahkan masalah.
b. Unistruktural
Siswa hanya dapat menggunakan satu penggal informasi dalam pemecahan masalah
(hanya dapat menemukan satu solusi dalam pemecahan masalah). Tanggapan siswa hanya
berfokus satu aspek relevan.
c. Multistruktural
Pada level ini siswa menggunakan dua atau lebih informasi dalam pemecahan masalah.
Tetapi siswa masih tidak bisa menjelaskan hubungan informasi-informasi itu. Siswa sudah
memiliki kemampuan merespon masallah dengan beberapa strategi yang terpisah. Banyak
hubungan yang dapat mereka buat, namun hubungan-hubungan tersebut belum tepat.
d. Relasional
Siswa sudah dapat menghubungkan antara fakta dengan teori serta tindakan dan tujuan.
Pada tingkat ini siswa dapat menunjukkan pemahaman beberapa komponen dari sebuah
kosep, memahami peran bagian-bagian dari keseluruhan serta dapat mengaplikasikakan pada
masalah yang serupa.
e. Extended abstract
Siswa sudah dapat mengaitkan konsep-konsep diluar yang diberikan. Dalam hal
pemecahan masalah, siswa dapa tingkat ini dapat menjelaskan tentang hubungan antar solusi
yang mungkin , melakukan justifikasi terhadap solusi tersebut untuk membangun struktur
baru. Pada level ini siswa sudah menguasai materi dan memahami permasalahan yang
dihadapi dengan sangat baik sehingga siswa dapat mereaslisasikan ke konsep-konsep yang
sudah ada.

2. Teori APOS
Teori APOS adalah suatu teori belajar yang lahir dari hipotesis bahwasanya pengetahuan
matematika berada dalam kecenderungan individu untuk terlibat dalam situasi masalah
matematika dengan cara memanipulasi mental aksi, proses, objek dan mengorganisasi
ketiganya dalam skema. (Dubinsky, 2001: 2). Teori belajar ini muncul di kalangan Research
in Undergraduate Mathenatic Education Community (RUMEC). Orang yang gencar
mengembangkan Teori APOS adalah Ed. Dubinsky.

10
a. Aksi (action)
Aksi didefinisikan oleh Ed. Dubinsky (2001: 2) sebagai berikut: Aksi (action) adalah
transformasi dari objek-objek yang dipelajari dan yang dirasakan oleh siswa sebagai bagian
eksternal dan sebagai kebutuhan, secara eksplisit dari memori, instruksi tahap demi tahap
tentang bagaimana melakukan operasi.
Pada tahap aksi terjadi pengulangan fisik atau manipulasi mental dengan
mentransformasikan objek matematika melalui beberapa cara atau aktifitas yang
mendasarkan pada beberapa algoritma secara eksplisit. Contohnya, siswa membutuhkan
pemahaman awal tentang persamaan linear, yang kemudian ditransformasikan untuk
memikirkan tentang konsep Sistem Persamaan linear Dua Variabel. Siswa tersebut dapat
mensubstitusikan bilangan tertentu ke dalam variabel pada Sistem persamaan linear dua
variabel , untuk suatu nilai variabel serta mampu memanipulasinya (secara mental). Dalam
keadaan ini, siswa tersebut dianggap berada pada tahap aksi.

b. Proses (Process)
Proses didefinisikan oleh Ed. Dubinsky (2001: 3) sebagai berikut: Ketika suatu tindakan
diulang dan individu merefleksikannya, dia dapat membuat konstruksi mental internal yang
disebut proses yang dapat dipikirkan oleh individu sebagai melakukan tindakan yang sama,
tetapi tidak lagi dengan kebutuhan rangsangan eksternal.
Ketika tindakan-tindakan transformasi diulang, maka siswa paham bahwasanya proses
transformasi yang seluruhnya berada dalam pikiran siswa tersebut dapat dilakukan tanpa
membutuhkan rangsangan eksternal. Perubahan transformasi dari eksternal ke dalam internal
(pikiran) anak disebut interiorisasi (interiorization). Contohnya, siswa yang berada dalam
tahap proses sudah memahami metode penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel,
sehingga mereka akan menggunakan suatu metode lain untuk menentukan nilai Himpunan
Penyelesaian dari SPLDV selain metode yang diajarkan. Misalnya siswa yang sebelumnya
hanya diajarkan metode eliminasi dan subtitusi, akan menggunakan metode lain misalnya
metode determinan.
c. Objek (Object)
Objek didefinisikan oleh Ed. Dubinsky (2001:3) sebagai berikut:Sebuah objek dibangun
dari suatu proses ketika individu menjadi sadar akan proses sebagai totalitas dan menyadari
bahwa transformasi dapat bertindak di atasnya.
Objek (Object) adalah tahap struktur kognitif dimana siswa menyadari proses-proses
transformasi tersebut sebagai satu kesatuan, dan sadar bahwasanya transformasi dapat
dilakukan dalam satu kesatuan tersebut. Proses-proses baru dapat juga dikonstruksi
(dibentuk) dengan cara mengkoordinasi proses-proses yang sudah ada. Contohnya, siswa
mampu untuk mencari himpunan penyelesaian dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
hanya dengan sketsa grafiknya. Serta mampu menentukan himpunan penyelesaian dengan
melihat persamaan linear pembentuk Sistem Persamaan Linear Dua Variabelnya dengan
berdasar pada sifat atau teorema yang berlaku.
d. Skema (Schema)
Skema didefinisikan oleh Ed. Dubinsky (2001: 3) sebagai berikut: Skema untuk konsep
matematika tertentu dalam kumpulan tindakan individu, proses, objek, dan skema lainnya
yang dihubungkan oleh beberapa prinsip umum untuk membentuk kerangka dalam pikiran
individu yang dapat dibawa ke atas situasi masalah melibatkan konsep itu.

11
Skema (Schema) adalah kumpulan aksi, proses, objek dan mungkin skema lain yang
dihubungkan dengan beberapa prinsip umum untuk membentuk kerangka berpikir siswa
dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konsep yang dipelajarinya.
Contohnya, siswa mampu mencari himpunan penyelesaian dari Masalah Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel. dengan mengintegrasikan, definisi, teorema, dan metode-metode
penyelesaian, serta pengetahuan tentang konsep persamaan linear yang telah mereka dapat
sebelumnya.
3. Prosedur, proses, konsep
Gray & Tall (1994) fokus pada peran simbol yang berfungsi sebagai jangkar, yang
memindahkan proses (seperti penjumlahan, 3+4) ke konsep (jumlah 3+4, yaitu 7). Entitas
yang dibentuk oleh simbol dan penjangkarannya menghubungkan ke proses atau konsep
(prosep). Pertumbuhan prosep sering terjadi melalui urutan yang disebut prosedur-proses-
prosep. Prosedur adalah urutan langkah-langkah yang dilakukan oleh individu, sedangkan
proses adalah jumlah prosedur (>0) yang memberi input-output yang sama dianggap sebagai
proses yang sama, dan simbol yang dimiliki keduanya menjadi proses atau konsep.

12
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangaan oleh Jean Piaget, seorang psikolog asal
Swiss yang hidup pada tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama
dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan
konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat
mempresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang
berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperoleh skema tentang
bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan
perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam mempresentasikan informasi
secara mental.
Teori Perkembangan Kognitif dibagi menjadi dua, yaitu Perkembangan Kognitig
Global dan Perkembangan Kognitif Lokal. Perekembangan Kognitif Globa
dikembangkan menjadi empat tahap, diantaranya Piaget Stages, Van Hiele Levels, SOLO
Modes, dan Bruner Modes. Sedangkan Perkembangan Kognitif Lokal dikembangkan
menjadi empat tahap, yaitu, SOLO of Biggs & Collis, Davis, APOS of Dubinsky, dan
Gray & Tall.

B. Saran
Dunia pendidikan tidak lepas dari yang namanya guru dan siswa, seorang guru harus
mampu memiliki kompetensi yang lebih memadai untuk menunjang proses pembelajaran
yang aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan.
Selain itu guru juga harus memberikan stimulus yang membuat siswa menjadi
manusia seutuhnya. Siswa juga diharapkan mampu memberikan yang terbaik demi
kemajuan dan keberhasilannya dalam menempuh pendidikan.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://alpisisw4nto.blogspot.com/2016/06/makalah-teori-perkembangan-kognitif.html?m=1
http://juandip17.blogspot.com/?m=1
http://atariuz.blogspot.com/2013/03/teori-perkembangan-kognitif-piaget.html?m=1
http://teni-setiani.blogspot.com/2010/06/teori-perkembangan-kognitif.html?m=1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif
http://yudhoshare.blogspot.com/2012/11/teori-perkembangan-kognitif-dan-teori_1.html?m=1
http://biologi-lestari.blogspot.com/2013/03/teori-perkembangan-kognitif.html?m=1
http://pendidikanmatematika07.blogspot.com/2015/08/teori-lokal.html?m=1
http://ilhamandikateoriperkembangan.blogspot.com/?m=1
https://www.kompasiana.com/rofiqohlaila8/5539f9b96ea8348709da42ce/piaget-dan-teori-
tahaptahap-perkembangan-kognitif
http://reithatp.blogspot.com/2012/04/perkembangan-kognitif-menurut-
pandangan_17.html?m=1
http://www.sangpengajar.com/2017/12/inilah-tahap-perkembangan-kognitif-anak-yang-
harus-diketahui.html?m=1
https://hasanahworld.wordpress.com/tag/taksonomi-solo/
http://www.academia.edu/4463621/TEORI_BELAJAR_KOGNITIF
Kennedy, Tips, Johnson, 2008. Guiding Children’s Learning of Mathematics, Thomson
Wardsworth
Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. UM Press

14

Anda mungkin juga menyukai