Anda di halaman 1dari 41

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/309289135

Bab 1 pendekatan strategi model

Data · October 2016

CITATIONS READS
0 1,431

1 author:

Subanji Subanji
State University of Malang
95 PUBLICATIONS   113 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

students’ creativity View project

Defragmentation Structure of Thinking In Solving Problem of Mathematics View project

All content following this page was uploaded by Subanji Subanji on 20 October 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BAB I
PENDEKATAN, MODEL, STRATEGI, DAN
METODE PEMBELAJARAN

Model pembelajaran dimaksudkan sebagai bentuk


kegiatan sistematis dan terencana untuk membantu siswa
memperoleh informasi, gagasan, skill, nilai, dan
mengembangkan cara pikir (nalar), serta berpikir reflektif.
Harapan dari belajar dalam jangka panjang adalah
bagaimana siswa mampu meningkatkan kapabilitasnya
untuk bisa belajar lebih mudah dan efektif serta secara terus
menerus pada masa yang akan datang. Kemandirian belajar
dan kemauan untuk belajar secara terus menerus menjadi hal
yang sangat penting dalam mewujudkan keberhasilan
pembelajaran. Terjadinya belajar pada siswa ditandai oleh
adanya perubahan tingkah laku.
Tujuan utama pengembangan model pembelajaran
adalah guru mampu membelajarkan siswa sedemikian
hingga siswa mampu beradaptasi dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Ipteks) serta
perkembangan peradaban yang sangat cepat. Karena itu
prinsip utama pengembangan model pembelajaran adalah
memberikan alat (berpikir) kepada siswa untuk menghadapi
tantangan dunia global di masa yang akan datang (bukan
untuk saat ini). Siswa yang sedang belajar saat ini,
kompetensinya (pengetahuan dan keterampilan) akan
dimanfaatkan untuk menghadapi perkembangan lima,
sepuluh atau bahkan dua puluh tahun yang akan datang.
Penerapan suatu pembelajaran akan berpengaruh
besar terhadap kemampuan siswa dalam mendidik diri
mereka sendiri. Guru yang sukses bukan sekedar penyaji
1
2 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

yang karismatik dan persuasive (Joice, dkk, 2009). Tetapi guru


yang sukses adalah mereka yang melibatkan para siswa
dalam tugas-tugas yang sarat muatan kognitif dan sosial,
serta mengajari siswa bagaimana mengerjakan tugas-tugas
tersebut secara produktif. Siswa bisa menjadi pebelajar efektif
jika mampu menggambarkan informasi, gagasan, dan
kebijaksanaan dari guru-guru mereka dan menggunakan
sumber-sumber pembelajaran secara efektif. Dengan
demikian peran utama dari mengajar adalah mencetak para
pebelajar yang handal (powerful learners).
Hal-hal penting yang perlu dilakukan oleh guru dalam
mengembangkan pembelajaran adalah (1) bagaimana guru
merencanakan tahapan-tahapan pembelajaran yang akan
dilakukan di kelas, (2) bagaimana guru merencanakan
interaksi guru-siswa dan siswa-siswa sehingga terjadi proses
belajar yang optimal, (3) bagaimana guru merencanakan
suatu stimulus sehingga siswa belajar, (4) bagaimana perilaku
belajar siswa dalam suatu sistem pengelolaan kelas, (5)
bagaimana menyiapkan bahan pendukung (antara lain: buku,
lembar kerja siswa, media, dan assesmen), dan (6) dampak
apa yang diharapkan pada siswa dengan pelaksanaan
pembelajaran tersebut. Agar bisa melaksanakan pembelajaran
yang baik, guru perlu merencanakan hal-hal penting tersebut
secara matang. Tidak cukup jika guru hanya menyampaikan
apa yang ada di buku. Guru harus menyiapkan dan
mengkondisikan siswa sehingga mau dan mampu belajar
dengan baik.

A. Hubungan Pendekatan, Model, Strategi, dan Metode


Pembelajaran
Dalam pembelajaran dikenal beberapa istilah antara lain
pendekatan pembelajaran, model pembelajaran, strategi
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 3

pembelajaran, dan metode pembelajaran. Dalam praktiknya


terdapat berbagai pendapat terkait dengan herarki istilah-
istilah tersebut. Ada yang berpendapat bahwa pendekatan
lebih umum dari model. Ada yang berpendapat model lebih
umum dari pendekatan (seperti Arend, 2004). Ada yang
berpendapat model lebih umum dari pendekatan dan
strategi. Ada pula yang berpendapat pendekatan dan model
dipandang sama. Bahkan ada yang berpendapat bahwa
pendekatan lebih khusus dari strategi.
Klasifikasi model, strategi, dan metode juga dilakukan
oleh Saschat-chewan Education (dalam Zubaidah, 2010).
Kerangka pembelajaran yang terdiri dari model, strategi,
metode, dan keterampilan pembelajaran disajikan seperti
Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pembelajaran (Saschatchewan Education,


1988)

Gambar 1 tersebut bukan merupakan himpunan


bagian, tetapi lebih pada herarki pembelajaran. Karena itu
4 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

Saschatchewan Education menyusun tingkatan model sampai


keterampilan pembelajaran disajikan seperti Gambar 2
berikut.

Gambar 2. Hubungan model, strategi, metode, dan


keterampilan pembelajaran (Saschatchewan Ed, 1988)

Perbedaan herarki tersebut tidak perlu diperdebatkan,


karena masing-masing pendapat berangkat dari sudut
pandang berbeda. Kita bisa memilih salah satu, tentunya
harus menggunakan alasan logis.

B. PENDEKATAN PEMBELAJARAN
Pendekatan (approach) diartikan sebagai a way of
beginning something atau cara untuk memulai sesuatu. Dalam
hal ini pendekatan dapat diartikan sebagai cara memulai
pembelajaran. Dalam pengertian yang lebih luas, pendekatan
mengacu kepada seperangkat asumsi mengenai cara belajar-
mengajar. Pendekatan merupakan titik tolak dalam
memandang sesuatu, suatu filsafat atau keyakinan yang tidak
selalu mudah membuktikannya. Jadi, pendekatan bersifat
aksiomatis. Aksiomatis artinya bahwa kebenaran teori-teori
yang digunakan tidak dipersoalkan lagi. Pendekatan
pembelajaran (teaching approach) merupakan landasan
memulai dan melaksanakan pembelajaran suatu bidang studi
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 5

serta memberi arah dan corak kepada metode


pembelajarannya. Manfaat pendekatan adalah sebagai
pedoman umum dan langsung bagi langkah-langkah
pembelajaran yang akan digunakan.
Pendekatan sering dimaknai mirip dengan strategi.
Seperti diketahui, pendekatan merupakan titik tolak atau
sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Strategi
dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber
atau tergantung dari pendekatan tertentu. Terdapat beragam
pendapat tentang pendekatan pembelajaran. Killen (1998,
dalam Sanjaya, 2009) misalnya, menyatakan ada dua
pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang
berpusat pada guru (teacher-centred approaches) dan
pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centred
approaches).
Penggolongan pendekatan yang lain seperti Depdiknas
(2008), menyebutkan pendekatan untuk pembelajaran
matematika, antara lain pendekatan pemecahan masalah dan
pendekatan realistik matematika. Pada pembelajaran IPA,
terdapat pendekatan in-kuiri, salingtemas (sains, lingkungan,
teknologi dan masyarakat), pemecahan masalah,
keterampilan proses sains (KPS), atau pendekatan terpadu
(integrated approach). Pada pembelajaran matematika, selain
yang telah disebutkan oleh Depdiknas, dapat pula
menggunakan pendekatan induktif dan deduktif, spiral,
konstrukstivisme, dan kontekstual (CTL).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pendekatan pembelajaran mengacu kepada seperangkat
asumsi mengenai cara belajar-mengajar dan merupakan titik
tolak dalam memandang suatu pembelajaran. Pendekatan
lebih mengarah kepada landasan filosofis dari suatu
pembelajaran.
6 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

C. MODEL PEMBELAJARAN
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual
yang menggambarkan prosedur sistematik (teratur) dalam
pengorganisasian kegiatan (pengalaman) belajar untuk
mencapai tujuan belajar (kompetensi belajar). Terdapat 5
(lima) masalah yang harus menjadi perhatian dalam
mengembangkan model, yaitu: sintaks, sistem sosial, prinsip
reaksi, sistem pendukung, dampak instruksional dan
dampak pengiring. Karena itu model pembelajaran harus
memiliki rasional teoretik yang logis yang disusun oleh
penciptanya atau pengembangnya dan landasan pemikiran
tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai). Menurut Joyce dan Weil
(1992) terdapat empat model pembelajaran berdasar pada
cara belajar dan proses konstruksi pengetahuan siswa, yaitu:
model pemrosesan informasi, model personal, model
interaksi sosial, dan model behavioral (perubahan tingkah
laku). Model pemrosesan informasi dilandasi oleh teori
pemrosesan informasi yang dipelopori oleh Atkinson dan
Shiffrin. Model personal didasarkan pada teori kognitivisme
individual yang dipelopori oleh Piaget. Model interaksi sosial
dikembangkan dari teori kognisi sosial yang dipelopori oleh
Vygotsky. Ketiga landasan tersebut sering disebut sebagai
pandangan konstruktivisme. Sedangkan model behavioural
dikembangkan berdasarkan pemikiran behaviorisme.
Istilah model pembelajaran juga sering dimaknai sama
dengan pendekatan pem-belajaran, bahkan kadang suatu
model pembelajaran diberi nama sama dengan nama
pendekatan pembelajaran. Arends (2004) memilih istilah
model pembelajaran didasarkan pada dua alasan penting.
Pertama, istilah model memiliki makna yang lebih luas
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 7

daripada pendekatan, strategi, metode, dan teknik. Kedua,


model dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang
penting, apakah yang dibicarakan tentang mengajar di kelas,
atau praktik mengawasi anak-anak. Atas dasar pendapat
tersebut, model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai
kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur
sistematik (teratur) dalam pengorganisasian kegiatan (penga-
laman) belajar untuk mencapai tujuan belajar (kompetensi
belajar). Dengan kata lain, model pembelajaran adalah
rancangan kegiatan belajar agar pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar dapat berjalan dengan baik, menarik, mudah
dipahami, dan sesuai dengan urutan yang logis.
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas. Dengan kata lain,
model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola
yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola
mengajar secara tatap muka di dalam kelas dan untuk
menentukan material atau perangkat pembelajaran. Menurut
Joyce dan Weil (1992) “Each model guides us as we design
instruction to help students achieve various objects”, artinya,
setiap model mengarahkan kita dalam merancang
pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai
tujuan pembelajaran. Arends (2004) menyatakan bahwa
model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan
pembelajaran tertentu, termasuk tujuannya, langkah-
langkahnya (syntax), lingkungannya, dan sistem
pengelolaannya.
Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran. Pemilihan
model sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan
dibelajarkan, tujuan (kompetensi) yang akan dicapai dalam
8 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta


didik.
Suatu rancangan pembelajaran dikatakan menggunakan
suatu model pembelajaran tertentu apabila mempunyai
empat ciri khusus, yaitu (a) rasional teoretik yang logis yang
disusun oleh penciptanya atau pengembangnya, (b) landasan
pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai), (c) tingkah laku yang
diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara
berhasil, dan (d) lingkungan belajar yang diperlukan agar
tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Lebih jauh dijelaskan
bahwa suatu model pembelajaran akan memuat: (a) deskripsi
lingkungan belajar, (b) pendekatan, metode, teknik, dan
strategi, (c) manfaat pembelajaran, (d) materi pembelajaran
(kurikulum), (e) media, dan (f) desain pembelajaran.
Dalam memilih suatu model pembelajaran harus
mempertimbangkan beberapa hal, antara lain: (1)
karakteristik materi yang akan diajarkan, (2) tujuan akan
dicapai dalam pembelajaran, (3) tingkat kemampuan peserta
didik, (4) waktu yang tersedia, (5) lingkungan belajar, dan (6)
fasilitas penunjang yang tersedia. Dalam hal ini, suatu model
mungkin cocok untuk suatu materi tetapi tidak cocok untuk
materi yang lain. Suatu model cocok untuk siswa-siswa yang
rata-rata berkemampuan tinggi belum tentu cocok untuk
siswa yang rata-rata berkemampuan rendah. Setiap model
pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang lebih
cocok dan dapat dipadukan dengan model pembelajaran
yang lain untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Model digunakan untuk memilih dan menyusun
struktur/strategi pembelajaran, metode, keterampilan, dan
kegiatan siswa serta untuk memberikan penekanan pada
pembelajaran tertentu. Seperti pendekatan, model juga
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 9

beragam penggolongannya tergantung sudut pandang para


ahli. Pada tulisan ini ditunjukkan model pembelajaran
menurut Joyce dan Weil (2009) yang mengidentifikasi empat
model pembelajaran berdasar pada cara belajar dan proses
pengembangan pribadi siswa. Keempat model tersebut
adalah model pemrosesan informasi, model personal, model
interaksi sosial, dan model behavioral.
1. Model pemrosesan atau pengolahan informasi
Model pembelajaran ini menekankan pada
pemerolehan, penguasaan, dan pengolahan informasi dalam
pikiran siswa agar mereka dapat memahami pelajaran,
misalnya dengan mengorganisasi data, merumuskan
masalah, mengembangkan pembentukan konsep, mendorong
siswa berpikir kreatif. Model ini didasarkan pada teori
pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Atkinson
dan Shiffrin (1969), digambarkan seperti berikut.

Setiap saat manusia akan menghadapi stimulus yang


jumlahnya sangat banyak. Dari stimulus yang jumlahnya
sangat banyak tersebut diseleksi oleh register sensorik.
Stimulus yang terseleksi oleh register sensorik diteruskan ke
memori jangka pendek dan sebagian langsung direspon. Di
memori jangka pendek diseleksi lagi, apakah stimulus
tersebut penting, menarik perhatian, berguna, atau sesuai
dengan kebutuhan yang sedang dipikirkan. Stimulus yang
memenuhi karakteristik tersebut diteruskan untuk disimpan
10 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

di memori jangka panjang dan sebagian langsung direspon.


Sedangkan stimulus yang kurang/tidak menarik,
kurang/tidak sesuai kebutuhan akan segera dilupakan. Di
memori jangka panjang informasi akan tersimpan secara
permanen dan dapat dipanggil sewaktu-waktu. Dalam
praktik pembelajaran diperlukan upaya untuk mengelola
stimulus (materi pelajaran) yang dapat menarik perhatian
sehingga dapat tersimpan di memori jangka panjang.
Menurut Plass (2011), dalam proses pembelajaran terdapat
tiga beban yang perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan
efektivitas pembelajaran: beban instrinsic, beban germae, dan
beban extraneous. Untuk mempermudah proses belajar
siswa perlu mengelola beban instrinsik, meningkatkan beban
germane, dan mengurangi beban extraneous (beban luar).
Dengan pengelolaan beban instrinsic, meningkatkan beban
germane, dan mengurangi beban luar, proses menuju memori
jangka panjang akan semakin mudah. Dengan kata lain
semakin tinggi peluang berhasilnya pembelajaran.
2. Model personal atau pengembangan pribadi
Penekanan model personal ini adalah pembelajaran
dilakukan dengan mengarahkan siswa untuk mengonstruksi
pengetahuan secara individual. Model personal ini dibangun
dari konstruktivisme individual dari Piaget. Model ini
melibatkan proses pengembangan individu dalam
membangun dan mengatur dirinya sebagai individu yang
unik. Asumsi yang digunakan untuk membangun model
personal ini, bahwa setiap manusia secara individu memiliki
potensi untuk mengonstruksi pengetahuan dan setiap
individu adalah unik, karena itu proses belajarpun juga unik.
Peranan guru yang utama adalah memfasilitasi siswanya
sehingga terjadi proses belajar. Proses belajarnya ditujukan
untuk memahami kemampuan dirinya, kemudian
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 11

meningkatkannya kepada kemampuan yang lebih tinggi


misalnya lebih kreatif, lebih percaya diri, lebih trampil, lebih
sensitif, yang kesemuanya itu ditujukan untuk mencapai
kualitas hidup yang lebih baik. Fokus model personal adalah
pada konsep perwujudan diri yang kuat untuk membangun
hubungan yang produktif dengan orang lain dan lingkungan.
3. Model interaksi sosial
Model interaksi sosial dibangun berdasarkan pandangan
konstruktivisme sosial dari Vygotsky. Bahwa proses
konstruksi pengetahuan pada diri siswa bisa berlangsung
secara baik apabila didukung oleh adanya interaksi sosial.
Karena itu, supaya terjadi proses belajar perlu dikondisikan
adanya interaksi antar peserta didik. Model ini bertitik tolak
pada asumsi yang menyatakan bahwa bekerja sama akan
membentuk suatu sinergi atau kekuatan sosial. Penerapan
model pembelajaran ini biasanya dilakukan dalam bentuk
kelompok. Fokus model interaksi sosial adalah pada
peningkatan kemampuan siswa untuk berinteraksi dengan
orang lain, untuk terlibat dalam proses demokrasi, dan
bekerja secara produktif di lingkungannya.
4. Model behavioural (perubahan tingkah laku)
Model behavioural menekankan pada perubahan perilaku
yang dapat diamati, yang diharapkan konsisten dengan
konsep diri siswa. Model ini dikembangkan dengan dasar
teori pengendalian stimulus atau teori penguatan
(reinforcement). Model behavioural menekankan bahwa tugas-
tugas pembelajaran harus dibagi-bagi menjadi serangkaian
tugas dan perilaku yang berangkaian. Asumsi yang
mendasari model ini adalah bahwa manusia itu memiliki
sistem komunikasi umpan balik, artinya ia dapat mengubah
tingkah lakunya dari informasi balik yang diterimanya.
Model belajar ini didasarkan atas stimulus response. Supaya
12 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

terjadi peningkatan belajar, maka guru perlu memberikan


reinforcement. Stimulus adalah suatu kondisi belajar dalam
sembarang bentuk, dapat berupa suatu lingkungan yang pasif
atau suatu perlakukan yang aktif. Reaksi terhadap stimulus
ini disebut respon yang berupa tingkah laku. Selanjutnya
diberi reinforcement atau penguat. Reinforcement dapat bersifat
positif misalnya pujian atau hadiah dan dapat pula bersifat
negatif seperti hukuman.

D. STRATEGI PEMBELAJARAN
Strategi pembelajaran merupakan serangkaian aktifitas
yang didesign untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam
mengembangkan strategi pembelajaran perlu menentukan (1)
urutan kegiatan pembelajaran, yaitu urutan kegiatan guru
dalam menyampaikan isi pelajaran kepada siswa; (2) metode
pembelajaran, yaitu cara guru mengorganisasikan materi
pelajaran dan siswa agar terjadi proses belajar secara efisien
dan efektif; (3) media pembelajaran, yaitu peralatan dan
bahan pembelajaran yang digunakan guru dan siswa dalam
kegiatan pembelajaran; dan (4) waktu yang digunakan oleh
guru dan siswa dalam menyelesaikan setiap langkah dalam
kegiatan pembelajaran.
Konsep strategi mencakupi empat pengertian sebagai
berikut.
1. Urutan kegiatan pembelajaran, yaitu urutan kegiatan guru
dalam menyampaikan isi pelajaran kepada siswa.
2. Metode pembelajaran, yaitu cara pengajar
mengorganisasikan materi pelajaran dan siswa agar terjadi
proses belajar secara efisien dan efektif.
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 13

3. Media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan


pembelajaran yang digunakan guru dan siswa dalam
kegiatan pembelajaran.
4. Waktu yang digunakan oleh guru dan siswa dalam
menyelesaikan setiap langkah dalam kegiatan
pembelajaran.
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan, maka
strategi pembelajaran me-rupakan perpaduan dari urutan
kegiatan, cara pengorganisasian materi pelajaran dan siswa,
peralatan dan bahan, serta waktu yang digunakan dalam
proses pembe-lajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan. Dengan kata lain, strategi
pembelajaran adalah cara yang sistematik dalam
mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Menurut Saschatchewan (Zubaidah, 2010) strategi
pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi: pembelajaran
langsung (direct instruction), Pembelajaran Tidak Langsung
(Indirect Instruction), Pembelajaran Interaktif (Interactive
Instruction), Pembelajaran Melalui Pengalaman (Experiential
Learning), dan Belajar Mandiri (Independent Study).

1. Pembelajaran Langsung (direct instruction)


Menurut Joice (2009) pembelajaran langsung dilakukan
dengan lima tahap aktivitas: (1) orientasi, (2) presentasi, (3)
praktik yang terstruktur, praktik di bawah bimbingan, dan (5)
praktik mandiri. Pembelajaran ini perlu dimulai dengan
diagnosis yang efektif mengenai pengetahuan atau skill siswa
bahwa mereka memiliki pengetahuan dan skill yang cukup
untuk melanjutkan pembelajaran yang akan dilalui. Setelah
adanya diagnosis tersebut, guru bisa melakukan 5 (lima)
tahap tersebut. Tahap pertama, orientasi. Dalam tahap ini,
14 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

guru menyampaikan harapan dan keinginannya,


menjelaskan tugas-tugas yang ada dalam pembelajaran, dan
menentukan tanggungjawab siswa. Ada tiga langkah penting
untuk bisa mencapai tujuan orientasi ini: (1) guru
memaparkan maksud dari pelajaran, (2) guru
menggambarkan isi pelajaran dan hubungannya dengan
pengetahuan dan atau pengalaman sebelumnya, dan (3) guru
mendiskusikan prosedur-prosedur yang ada dalam
pembelajaran.
Tahap kedua, presentasi, yakni menjelaskan konsep atau
skill baru dan memberikan peragaanserta contoh. Jika materi
yang akan disampaikan adalah konsep baru, maka guru harus
mendiskusikan karakteristik-karakteristik dari konsep
tersebut, aturan-aturan pendefinisian, dan beberapa contoh.
Jika materinya adalah skill baru maka hal yang harus
disampaikan adalah langkah-langkah untuk memiliki skill
tersebut dengan menyajikan contoh di setiap langkah. Guru
dapat menstranfer materi atau skill baru baik secara lisan
maupun secara visual. Sehingga siswa dapat akan memiliki
dan dapat mempelajari representasi visual sebagai referensi
di awal pembelajaran. Tugas lain adalah menguji apakah
siswa telah memahami informasi baru sebelum mereka
mengaplikasikannya dalam tahap praktik. Bisakah mereka
mengingat karakteristik-karakteristik konsep yang telah
dijelaskan guru? Bisakah mereka mengingat urutan dan
daftar langkah-langkah dalam skill yang baru saja dipelajari?
Menguji pemahaman yang demikian sangat diperlukan
untuk mengetahuai pencapaian siswa terhadap materi yang
sedang dipelajari.
Tahap ketiga adalah praktik terstruktur. Guru menuntun
siswa melalui contoh-contoh praktik dan langkah-langkahdi
dalamnya. Biasanya siswa melaksanakan praktik dalam
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 15

sebuah kelompok dan menawarkan diri untuk menulis


jawabannya. Cara yang paling baik dalam hal ini adalah
menggunakan proyektor, menyajikan contoh praktik secara
jelas, sehingga semua siswa bisa melihat bagaimana tahap-
tahap praktik dilalui. Peran guru dalam tahap ini adalah
memberi respon baik untuk menguatkan respon yang sudah
tepat maupun untuk memperbaiki kesalahan dan
mengarahkan siswa praktik yang tepat.
Tahap keempat, praktik di bawah bimbingan guru,
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan
praktik dengan kemamuan mereka sendiri. Praktik di bawah
bimbingan memudahkan guru mempersiapkan bantuan
untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam
menampilkan tugas pembelajaran. Hal ini biasanya dilakukan
dengan cara membantu meminimalisir jumlah dan ragam
kesalahan yang dilakukan siswa. Peran guru dalam tahap ini
adalah mengontrol kerja siswa dan jika dibutuhkan
memberikan respon yang korektif.
Tahap kelima adalah praktik mandiri. Praktik ini dimulai
saat siswa telah mencapai level akurasi 85 – 90 persen dalam
praktik di bawah bimbingan. Tujuannya adalah memberikan
materi baru untuk memastikan dan menguji pemahaman
siswa terhadap praktik sebelumnya. Dalam praktik mandiri,
siswa melakukan praktik dengan caranya sendiri, tanpa
bantuan dan respon balik dari guru. Praktik mandiri ini,
dalam pembelajaran matematika biasanya dilakukan dengan
memberikan soal-soal latihan mandiri. Langkah-langkah
pembelajaran langsung menurut Joice (2009) sebagai berikut.
Sintaks Pembelajaran Langsung
Tahap pertama: Orientasi
- Guru menentukan materi pelajaran
- Guru meninjau materi pelajaran sebelumnya
- Guru menentukan tujuan pelajaran
- Guru menentukan prosedur pembelajaran
Tahap kedua: Presentasi
- Guru menjelaskan konsep atau keterampilan baru
16 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

2. Pembelajaran Tidak Langsung (Indirect Instruction)


Menurut Bell (1978) pembelajaran tak langsung antara
lain: pembelajaran membuktikan teorema, pembelajaran
dengan problem solving, pembelajaran dengan
memanfaatkan laboratorium, dan inkuiri. Pembelajaran tak
langsung (indirect instruction) merupakan pembelajaran yang
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 17

berorientasi pada student centered, mengutamakan


keterlibatan siswa pada kegiatan observasi, investigasi,
menarik kesimpulan dari data, atau menyusun hipotesis.
Sebagai contoh dalam problem solving, guru menyajikan
masalah dalam kehidudupan sehari-hari.

Dalam suatu pertemuan diikuti oleh beberapa orang dan


saling berjabat tangan. Jika pertemuan tersebut diikuti oleh 2
(dua) orang, maka banyak jabat tangan yang terjadi adalah
satu. Jika jumlah orang dalam pertemuan 3 (tiga) orang, maka
banyaknya jabat tangan yang terjadi adalah tiga. Jika jumlah
orang dalam pertemuan 4 (empat) orang, maka jabat tangan
yang terjadi sebanyak 6. Berapakah jabat tangan yang terjadi
bila banyaknya orang dalam pertemuan itu 10 orang?
Berapakah jabat tangan yang terjadi bila banyaknya orang
dalam pertemuan itu n orang?

Dengan difasilitasi oleh guru, siswa mungkin akan


melakukan eksperimen, berpikir coba-coba (trial error), atau
mungkin juga menggunakan pola. Ketika jumlah yang
berjabat tangan 2 orang, misalnya A dan B, maka hanya ada
satu jabat tangan yang terjadi. Jika dihubungkan antara
banyaknya orang dan banyaknya jabat tangan bisa dibentuk
2(2−1)
= 1. Jika 3 orang yang saling berjabat tangan, misalnya
2
A, B, dan C, maka jabat tangan yang terjadi: A dengan B, A
dengan C, dan B dengan C. Berarti ada 3 jabat tangan yang
3(3−1)
terjadi, jika dihubungkan bisa berbentuk = 3. Jika ada
2
4(4−1)
empat orang bisa dibentuk hubungan: 6 = 2
. Sehingga
𝑛(𝑛−1)
ketika ada n orang, banyak jabat tangannya: . Pola
2
18 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

hubungan antara jumlah orang dan banyak jabat tangan


digambarkan seperti berikut.

Begitupula mungkin saja siswa bisa berpikir sistematis


dengan menggambarkan simpul-simpul sebagai orang, garis-
garis sebagai proses jabat tangan. Jika ada dua orang berjabat
tangan, maka garis yang terbentuk adalah satu. Jika ada tiga
orang berjabat tangan, maka ada tiga garis yang
menghubungkan setiap orang. Berarti ada tiga jabat tangan.
Dengan cara ini siswa bisa memperoleh pola yang lebih jelas
seperti berikut.
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 19

Dari proses tersebut, siswa mencoba mengidentifikasi.


Jika ada dua orang, maka ada satu kali jabat tangan. Jika ada
dua orang, maka orang pertama akan berjabat tangan dengan
2 orang lainnya, dan satu orang yang lain berjabat tangan
dengan satu orang yang belum berjabat tangan dengan dia.
Jadi banyaknya jabat tangan 2 + 1. Jika ada 4 orang dalam
pertemuan, maka orang pertama berjabat tanagn dengan 3
orang lain, orang kedua berjabat tangan dengan 2 orang lain
yang belum, dan orang ketiga berjabat tangan dengan satu
20 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

orang yang belum berjabat tangan dengan dia. Jadi


banyaknya jabat tangan adalah 3 + 2 + 1. Proses ini diteruskan
sehingga berlaku untuk n orang. Orang pertama berjabat
tangan dengan n-1 orang, orang kedua berjabat tangan
dengan n-2 orang yang belum berjabat tangan dengan dia,
dan seterusnya, sehingga diperoleh banyaknya jabat tangan
yang terjadi adalah (n-1) + (n-2)+…+2+1. Dengan
pembelajaran tersebut bisa menarik perhatian siswa dan
mendorong rasa ingin tahu, bahkan mendorong siswa untuk
membuat alternatif-alternatif, atau pemecahan masalah.
Indirect instruction juga dapat memicu kreativitas siswa dan
pengembangan keterampilan-keterampilan, serta
kemampuan interpersonal. Sebagai konsekuensi dari student
centered, dalam pembelajaran tak langsung, peranan guru
berganti dari pemberi materi (penceramah) menjadi
fasilitator. Guru mengatur lingkungan pembelajaran,
menyediakan kesempatan kepada siswa untuk terlibat dalam
pembelajaran, dan bila dimungkinkan, memberikan umpan
balik kepada siswa pada saat mereka melakukan inkuiri
(Martin, 1983).
Indirect instruction dapat diterapkan oleh para guru pada
hampir semua pelajaran. Strategi ini cocok diterapkan pada
saat:
 mengharapkan adanya kegiatan berpikir,
 mengharapkan munculnya sikap atau nilai interpersonal,
 mengutamakan proses seperti halnya produk
pembelajaran,
 melakukan investigasi atau menemukan sesuatu,
 menginginkan lebih dari satu jawaban yang sesuai,
 memfokuskan pemahaman perseorangan dan retensi
terhadap konsep atau generalisasi dalam jangka waktu
yang lama,
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 21

 menginginkan adanya keterlibatan ego dan motivasi


intrinsik,
 mengharapkan penarikan kesimpulan atau pemecahan
masalah,
 mengharapkan tercapainya kemam-puan pembelajaran
sepanjang hayat. (Zubaidah, 2010)
Langkah-langkah pembelajaran tak langsung meliputi:
observasi, encoding, mengingat kembali (recalling),
mengklasifikasikan, membandingkan, melakukan inferensi,
menginterpretasi data, memprediksi, elaborasi, meringkas,
restructuring, dan melakukan verifikasi. Seperti halnya
strategi pembelajaran yang lain, strategi indirect instruction
juga memiliki beberapa kelemahan. Strategi ini memakan
lebih banyak waktu jika dibandingkan dengan direct
instruction, kendali guru atas siswa bisa berkurang dan kelu-
aran tidak bisa diprediksi. Indirect instruction bukan strategi
terbaik apabila ingin menyediakan informasi yang detail atau
mengupayakan keterampilan pencapaian hasil belajar secara
bertahap. Pembelajaran ini juga kurang sesuai apabila
menginginkan hafalan secara cepat.

3. Strategi Pembelajaran Interaktif (Interactive Instruction)


Pembelajaran interaktif menekankan pada interaksi
antar siswa, bahwa pembelajaran akan efektif apabila
dilakukan dengan mengaktifkan siswa melalui interaksi antar
mereka. Interaksi juga akan bisa maksimal apabila dilakukan
secara multiarah: antar siswa, siswa-guru, dan guru-siswa.
Hal ini dilandasi oleh pemikiran Vygotsky bahwa siswa akan
bisa mengonstruksi pengetahuan secara optimal apabila ada
interaksi satu siswa dengan siswa yang lain. Karena itu
pembelajaran interaktif menekankan pada diskusi dan
berbagi antar siswa. Untuk mengatur posisi siswa sehingga
22 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

bisa terjadi interaksi optimal dapat dilakukan dengan


berbagai cara: setting kelas melingkar dengan posisi guru di
depan, setting kelas melingkar dengan posisi guru disamping,
posisi berpasangan dua-dua, posisi berkelompok tiga-tiga,
atau posisi berkelompok empat-empat.

Gambar 1: Susunan siswa untuk interaksi melingkar

Gambar 2: Pengelompokkan Siswa

Seaman dan Fellenz (1989) mengemukakan bahwa


diskusi dan berbagi akan memberikan kesempatan bagi siswa
untuk memberikan reaksi terhadap ide-ide, pengalaman,
wawasan, dan pengetahuan dari guru atau sesama siswa dan
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 23

untuk menghasilkan alternatif dalam cara berpikir dan


merasakan. Siswa dapat belajar dari teman sebaya dan guru
untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan
sosial, untuk mengorganisasikan pikiran mereka, dan
mengembangkan argumen rasional.
Pembelajaran interaktif bisa dilakukan dengan diskusi
kelompok, diskusi kelas, diskusi berpasangan. Dalam hal ini
guru harus memfasilitasi siswa untuk terjadinya interaksi
berpikir. Karena itu fungsi guru adalah fasilitator dalam
memberikan masalah, sehingga masalah tersebut
membutuhkan pemecahan secara kelompok atau sharing
dengan siswa lain. Strategi pembelajaran interaktif
memerlukan kemampuan pengamatan, mendengarkan,
interpersonal, keterampilan dan kemampuan intervensi oleh
guru dan siswa. Keberhasilan strategi pembelajaran interaktif
dan berbagai metode yang termasuk strategi interaktif sangat
tergantung pada keahlian guru dalam menyusun dan
mengembangkan dinamika kelompok.

4. Experiential Learning
Experientiatl learning dikembangkan atas dasar
pemikiran bahwa seseorang cenderung memiliki pengalaman
pribadi yang berbeda dengan orang lain. Dari perbedaan
pengalaman tersebut akan bisa memperkaya kematangan
seseorang, bila difasilitasi untuk terjadinya sharing
pengalaman. Pengalaman yang dimaksudkan tidak hanya
terbatas pada pengalaman kehidupannya, tetapi juga
pengalaman dalam memecahkan masalah (termasuk masalah
matematika). Seorang siswa mungkin saja memiliki
pengalaman dalam memperoleh nilai 𝜋 dengan melakukan
eksperimen membagi keliling lingkaran yang berbeda-beda
dengan panjang diameternya. Misalnya siswa pertama
24 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

melakukan eksperimen mengukur keliling lingkaran A yang


berdiameter 7 cm; lingkaran B berdiameter 14 cm, dan
lingkaran C berdiameter 21 cm.

Dalam hal ini lingkaran dimodelkan dengan media


stereofom sehingga mudah diukur kelilingnya menggunakan
benang. Dari pengukuran diperoleh keliling lingkaran A = 22
cm, keliling lingkaran B = 44 cm, an keliling lingkaran C = 66
cm. Siswa pertama membandingkan keliling dengan panjang
diameternya, diperoleh:

𝐾𝐴 22 𝐾𝐵 44 22 𝐾𝐶 66 22
𝑑𝐴
=
7
= = = =
𝑑𝐵 14 7 𝑑𝐶 21 7

Dari percobaannya siswa pertama menyimpulkan bahwa


perbandingan keliling lingkaran dengan diameternya selalu
tetap, dan nilai yang tetap tersebut disebut 𝝅
Siswa kedua memiliki pengalaman melakukan
percobaan membandingkan keliling dengan diameter yang
berbeda dengan siswa pertama. Dengan masalah sama
diameter lingkaran A = 7 cm, diameter lingkaran B = 14 cm,
dan diameter linkaran C = 21 cm. Pada awalnya sama-sama
mengukur diameter dan kelilingnya, namun dalam
membandingkan, siswa kedua melakukannya sebagai
berikut.
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 25

Dari kawat yang dililitkan pada lingkaran A, di tarik


memanjang sehingga menjadi datar dan membuat potongan
kawat lain sepanjang 7 cm.

Diameter dibandingkan dengan keliling yang sudah


terbentang, diperoleh bahwa keliling lingkaran sama dengan
tiga kali panjang diameternya dan bersisa 1 cm. Karena itu
diperoleh perbandingan seperti berikut.
1 21 1 22
𝐾𝐴 : 𝑑𝐴 = 3 + 7 = 7 + 7 = 7
Dari kawat yang dililitkan pada lingkaran B, di tarik
memanjang sehingga menjadi datar dan membuat potongan
kawat lain sepanjang 14 cm.

Diameter dibandingkan dengan keliling lingkaran B yang


sudah terbentang, diperoleh bahwa keliling lingkaran sama
dengan tiga kali panjang diameternya dan bersisa 2 cm.
Karena itu diperoleh perbandingan seperti berikut.
2 42 2 44 22
𝐾𝐵 : 𝑑𝐵 = 3 + 14 = 14 + 14 = 14 = 7
Dari kawat yang dililitkan pada lingkaran C, di tarik
memanjang sehingga menjadi datar dan membuat potongan
kawat lain sepanjang 21 cm.
26 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

Diameter dibandingkan dengan keliling lingkaran C yang


sudah terbentang, diperoleh bahwa keliling lingkaran sama
dengan tiga kali panjang diameternya dan bersisa 3 cm.
Karena itu diperoleh perbandingan seperti berikut.
3 63 3 66 22
𝐾𝐶 : 𝑑𝐶 = 3 + 21 = 21 + 21 = 21 = 7 . Dari percobaannya siswa
kedua menyimpulkan bahwa perbandingan keliling
lingkaran dengan diameternya selalu tetap, dan nilai yang
tetap tersebut disebut 𝝅
Dari pengalaman berbeda antara siswa pertama dan
siswa kedua bisa menjadi pengalaman bersama setelah
sharing dan memperkuat pemahaman terhadap nilai phi.
Pembelajaran melalui pengalaman dapat dilihat sebagai
suatu siklus yang terdiri dari 5 fase:
 experiencing (membentuk pengalaman diri melalui
percobaan atau penyelesaian masalah),
 sharing (berbagi atau mempublikasikan hasil kerja dan
observasi),
 analyzing (analisis atau pemrosesan bahwa dari dua
pengalaman berbeda tersebut keduanya masuk akal),
 inferring (melakukan inferensi atau generalisasi,
mendapatkan prinsip-prinsip bahwa meskipun prosedur
percobaannya berbeda, namun hasilnya adalah sama),
 applying (mengaplikasikan, menyusun rencana untuk
digunakan pada situasi baru).
Penekanan pembelajaran melalui pengalaman adalah
pada proses, bukan pada produk. Seorang guru dapat
menggunakan pembelajaran melalui pengalaman sebagai
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 27

suatu strategi pembelajaran di dalam maupun di luar kelas.


Dalam penerapan pembelajaran berdasarkan pengalaman ini
diperlukan usaha ekstra dan perlu pengalaman secara
langsung. Pembelajaran melalui pengalaman mampu
meningkatkan pemahaman dan retensi jika dibandingkan
dengan metode yang secara melibatkan kegiatan mendengar,
membaca, atau bahkan melihat secara terpisah-pisah (McNeil
& Wiles, 1990).

5. Belajar Mandiri (Independent Study)


Independent Study dikembangkan berdasarkan
pandangan konstruktivisme individual dari Piaget, bahwa
pada dasarnya setiap orang (termasuk siswa) memiliki
kemampuan untuk mengonstruksi pengetahuan secara
individual. Siswa memiliki kemampuan mengembangkan
diri sesuai dengan tantangan yang dihadapi, sehingga setiap
saat akan terjadi proses adaptasi terhadap lingkungannya.
Dalam proses adaptasi terdapat proses asimilasi dan
akomodasi. Proses ini akan berlangsung sepanjang hayat dan
berlangsung maksimal ketika memperoleh tantangan. Karena
itu pembelajaran akan efektif apabila siswa dihadapkan pada
tantangan yang sesuai dengan perkembangannya. Peranan
guru adalah memfasilitasi siswa untuk belajar dengan
memberikan tantangan-tantangan yang sesuai dengan
kondisi siswa. Dalam suatu kelas sudah bisa dikatakan terjadi
pembelajaran, bila siswa sudah difasilitasi untuk berpikir.
Seorang guru bisa dikatakan sudah melaksanakan tugas
"membelajarkan siswa", bila guru tersebut sudah
memfasilitasi siswa untuk berpikir. Karena itu dalam proses
pembelajaran perlu diupayakan memberikan tantangan-
tantangan yang mendorong siswa berpikir.
28 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

Belajar mandiri berkaitan dengan penggunaan metode-


metode pembelajaran yang tujuannya adalah mempercepat
pengembangan inisiatif individu siswa, percaya diri, dan
pengembangan diri. Fokus strategi belajar mandiri ini adalah
merencanakan belajar mandiri siswa di bawah bimbingan
atau supervisi guru. Belajar mandiri dapat dilakukan siswa
secara berpasangan maupun dalam kelompok kecil.
Belajar mandiri meningkatkan tanggung jawab siswa
dalam merencanakan dan melaksanakan cara belajar mereka
sendiri. Belajar mandiri sangat fleksibel, dapat digunakan
bersama dengan metode lainnya, atau dapat pula digunakan
se-bagai strategi pembelajaran tunggal untuk keseluruhan
unit. Faktor kematangan dan kemandirian siswa adalah
sangat penting untuk dipertimbangkan seorang guru da-lam
perencanaan pembelajaran mandiri, oleh karena itu sangat
penting untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Sum-ber
pembelajaran yang cukup untuk be-lajar mandiri juga
merupakan hal yang sangat penting untuk mendukung
perkem-bangan kecakapan siswa dalam mengases dan
mengolah informasi.

E. METODE PEMBELAJARAN
Istilah metode berasal dari bahasa Yunani methodos,
’jalan’ atau ’cara’, oleh karena itu, metode diartikan cara
melakukan sesuatu. Dalam dunia pembe-lajaran, metode
diartikan ’cara untuk mencapai tujuan’. Metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara-cara menyeluruh
(dari awal sampai akhir) dengan urutan yang sistematis
berdasarkan pendekatan tertentu untuk mencapai tujuan-
tujuan pembelajaran. Metode merupakan cara melaksanakan
pekerjaan. Metode bersifat prosedural, yakni
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 29

menggambarkan prosedur bagaimana mencapai tujuan--


tujuan pembelajaran. (Zubaidah, 2010).
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang
digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan suatu strategi pembelajaran.
Dalam melaksanakan metode ada tiga tahap kegiatan:
(1) persiapan, (2) pelaksanaan, dan (3) penilaian. Setiap tahap
diisi pula oleh langkah-langkah kegiatan yang lebih spesifik.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metode
pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang mencakup
pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis
bahan yang akan diajarkan, serta kemungkinan pengadaan
remidi dan ba-gaimana pengembangannya. Secara
prosedural sebenarnya semua metode pembelajaran itu sama,
yang membedakannya adalah pendekatan dan prinsip-
prinsip yang dianutnya. Hal itu karena keduanya, terutama
pendekatan, sangat menentukan corak sebuah metode
pembelajaran. Meto-de disusun (dilaksanakan tahap-
tahapnya) dengan berpedoman kepada pendekatan dan
prinsip-prinsip yang dianut. Pendekatan (dan juga prinsip)
inilah yang mempengaruhi setiap langkah kegiatan metode,
yaitu mempengaruhi pemilihan bahan, penyusunan,
pengkajian, pemantapan, dan juga penilaian.
Metode pembelajaran mengacu kepada strategi yang
dipilih. Dalam strategi indirect instruction metode-metode
yang bisa digunakan antara lain: studi kasus, problem solving,
inkuiri, diskusi reflektif, pembentukan konsep, dan peta
konsep.
30 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

Beberapa metode yang termasuk ke dalam strategi


pembelajarn interactive instruction, antara lain pembelajaran
kooperatif (dengan banyak ragamnya), debat, role playing,
problem solving, dan diskusi. Dua metode dalam strategi
interactive instruction adalah classroom group interaction dan
small group interaction. Metode-metode pembelajaran yang
termasuk pada strategi experiential learning adalah simulasi,
games, field trips, model building, dan observasi lapangan.
Metode-metode pada strategi independent study adalah
computer assisted instruc-tion, correspondence lessons, assigned
questions, learning contracts, dan proyek penelitian.

F. KECENDERUNGAN PEMBELAJARAN
Pada dasarnya setiap pembelajaran yang dilakukan dapat
dipotret kecenderungan/ orientasinya dalam membentuk
perilaku belajar siswa. Silver, Strong, dan Perini (2007)
menggunakan istilah learning style, apa yang akan
dikembangkan dari siswa dalam proses pembelajaran.
Learning style dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat)
macam, yakni: mastery (kemahiran), understanding
(pemahaman), interpersonal (hubungan social), self-expressive
(ekspresi diri).
Orientasi pembelajaran mastery adalah peningkatan
kemampuan siswa untuk mengingat dan menghafal prosedur
dan informasi. Bentuk kegiatan pembelajaran yang mengarah
pada mastery, antara lain: drill, latihan, dan ceramah. Dalam
mastery ini, yang dipentingkan adalah siswa bisa menjawab
soal (success) meskipun tidak tahu mengapa jawabannya
seperti itu, siswa bisa menggunakan prosedur untuk
menyelesaikan soal (meskipun tidak tahu mengapa prosedur
tersebut yang digunakan), dan penyampaian materi
terselesaikan (meskipun siswa hanya hafal).
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 31

Praktik pembelajaran yang berorientasi pada mastery ini,


biasanya dilakukan dengan langkah-langkah: (1) guru
“sedikit” menjelaskan materi matematika dengan
menekankan pada prosedur, (2) memberikan contoh soal dan
cara mengerjakannya (sering dengan memberikan cara
singkat atau disebut “trik”) dan tidak dijelaskan munculnya
cara singkat tersebut, (3) memberikan soal latihan yang
“mirip” dengan contoh, (4) memberikan soal latihan di buku,
dan (5) memberikan tes. Penekanan utama dalam tipe
pembelajaran mastery ini adalah keterampilan mengerjakan
soal. Siswa dilatih berkali-kali untuk mengerjakan soal yang
mirip sedemikian hingga hafal prosedur penyelesaiannya.
Praktik pembelajaran dengan mastery ini memiliki
beberapa kelemahan, antara lain: (1) siswa sulit untuk
mentansfer keterampilannya untuk menyelesaikan masalah
lain, (2) siswa mudah lupa, dan (3) siswa sering mengalami
kesalahan dalam memahami konsep dan menyelesaikan
masalah. Siswa yang sudah terampil mengerjakan soal yang
diberikan oleh gurunya masih tidak bisa (atau sering
mengalami kesulitan) apabila soalnya diubah dalam bentuk
lain, meskipun perubahannya hanya “sedikit”. Ketika guru
menyampaikan bahwa luas daerah segitiga rumusnya
“setengah alas dikalikan tinggi” biasa ditulis L = ½ a x t. Guru
memberikan gambar dan menekankan bahwa sisi bagian
bawah (horisontal) sebagai alas dan sisi vertikal sebagai
tinggi.

Guru: anak-anak segitiga diperoleh dari persegi panjang yang


dipotong melalui diagonalnya. Misalkan suatu persegi
panjang, panjangnya disebut alas (a) dan lebarnya disebut
tinggi (t), maka segitiga yang terbentuk merupakan separoh
dari persegi panjang. Sehingga luasnya setengah alas dikali
32 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

tinggi. anak-anak diingat ya, luas daerah segitiga adalah


setengah alas dikalikan tinggi.

Setelah memberikan penjelasan sedikit, guru langsung


memberikan beberapa contoh soal.

Soal:
Tentukan luas daerah segitiga berikut!
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 33

G: untuk menjawab soal-soal tersebut, kita bisa melakukan dengan


memasukkan bilangan-bilangan itu ke rumus L = ½ a x t.
Nomor 1, luasnya L = ½ x 6 x 4 = 12. Nomor 2, L = ½ x 5 x 4
= 10. Nomor 3 luasnya L = ½ x 8 x 5 = 20.

Dalam pembelajaran yang berorientasi pada mastery,


mungkin murid akan mudah menyelesaikan luas daerah
segitiga yang mirip dengan gambar yang diberikan oleh
gurunya. Namun akan menjadi masalah apabila siswa
dihadapkan pada soal yang melibatkan segitiga tidak siku-
siku seperti berikut.

Kelemahan kedua adalah siswa mudah lupa. Setelah


selesai belajar luas daerah segitiga dengan menghafal rumus
L = ½ a x t. Guru melanjutkan menjelaskan rumus luas daerah
trapesium L = ½ (a+b) x t dan memberikan banyak latihan.
Seringkali siswa menjadi lupa konsep luas daerah segitiga
yang sudah pernah dipelajari. Kesalahan ketiga, siswa sering
kesulitan memahami dan menyelesaikan masalah. Apabila
segitinya seperti gambar di bawah ini, masih banyak siswa
yang memahaminya alasnya 8 cm dan tingginya 5 cm.

Orientasi pembelajaran understanding adalah


mengembangkan kemampuan siswa bernalar, menggunakan
bukti dan logika. Dalam understanding, dikembangkan rasa
34 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

ingin tahu siswa (curiosity), sehingga bisa menggunakan


logika untuk berdebat dan menemukan berdasarkan ide-ide
yang dipelajari . Bentuk kegiatan yang mengarah ke
understanding, antara lain: membaca dengan pemahaman,
debat, project, belajar mandiri, dan membuat argument.
Kekuatan dari understanding adalah siswa tertantang untuk
berpikir dan menjelaskan ide-idenya.
Sebagai contoh, pembelajaran yang mengarah pada
understanding bisa digambarkan sebagai berikut. Seorang
guru ingin menanamkan konsep “bilangan negatif dikalikan
bilangan negatif hasilnya bilangan positif”. Guru
membangun pemahaman siswa melalui pola.

Guru: anak-anak perhatikan pola bilangan berikut.

Setiap turun satu baris hasil kalinya berkurang 4, pikirkan berapa


hasil perkalian 4 x -1 = ...; 4 x -2 = ...; dan 4 x -3 = ...?
Siswa akan berpikir bahwa dari nol “berkurang 4” akan
menghasilkan -4; dari -4 “berkurang 4” menjadi -8; dan dari -
8 “berkurang 4” menjadi -12. Sehingga diperoleh hasil 4 x -1 =
-4; 4 x -2 = -8; dan 4 x – 3 = -12.

Guru: Dengan memperhatikan pola, selesaikan perkalian berikut.


Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 35

Siswa akan berpikir bahwa setiap turun satu, hasil


perkalian berkurang 3, sehingga dari 6 “berkurang 3” akan
menghasilkan 3; dari 3 “berkurang 3” menjadi 0; dari 0
“berkurang 3” menjadi -3; dari -3 “berkurang 3” menjadi -6;
dan dari -6 “berkurang 3” menjadi -9. Sehingga diperoleh
hasil 3 x 1 = 3; 3 x 0 = 0; 3 x -1 = -3; 3 x -2 = -6; dan 3 x – 3 = -9.
Kegiatan guru bisa dilanjutkan dengan mengingatkan
kembali “hukum komutatif”, bahwa 4 x 3 = 3 x 4 dan
dilanjutkan dengan menanyakan kepada siswa bagaimana
penerapan hukum komutatif pada perkalian -3 x 4 = .... dan -
3 x 3 = ...
Dengan menggunakan pola yang sudah dibahas, siswa akan
tahu bahwa -3 x 4 = -12 dan -3 x 3 = -9.
Guru: anak-anak lanjutkan perkalian berikut dengan memanfaatkan
pola bilangan berikut.

Setiap turun satu baris hasil kalinya bertambah 3, pikirkan berapa


hasil perkalian -3 x -1 = ... dan -3 x -2 = ...?
36 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

Dengan pola tersebut akan diperoleh -3 x -1 = 3 dan -3 x -2 =


6. Dengan kata lain “bilangan negatif dikalikan bilangan
negatif menghasilkan bilangan positif”.
Orientasi pembelajaran interpersonal adalah
menumbuhkan hubungan (relationship) siswa dengan siswa
lain (atau masyarakat) dengan membentuk kelompok,
persekutuan, latihan bersama. Dalam interpersonal, siswa
dikondisikan untuk belajar dalam kehidupan masyarakat.
Bentuk kegiatan yang mengarah ke interpersonal antara lain:
diskusi, aktifitas kooperatif, dan role playing.
Orientasi pembelajaran self-expressive adalah
mengembangkan kemampuan siswa untuk berimajinasi dan
mencipta sesuatu yang baru (originality). Siswa didorong
untuk mengembangkan abstraksi dan menggunakannya
untuk eksplorasi ide-ide baru. Bentuk kegiatan yang
mencerminkan self-expressive antara lain: aktifitas kreatif,
open ended, non rutin problems, berpikir alternative, dan
problem posing.
Dalam membelajarkan siswa tentang sifat bangun datar
(segi empat) , bisa dilakukan dengan praktik. Siswa diberikan
beberapa potongan kawat/lidi dengan panjang ada yang
sama dan ada yang berbeda. Pembelajaran dilakukan dalam
beberapa langkah:
Langkah 1:
Siswa diminta mengambil 4 (empat) lidi yang panjangnya
berbeda dan membentuknya menjadi segiempat.

G: Buat segiempat sebanyak-banyaknya dari empat lidi tersebut dan


hasilnya gambarkan di kertas yang disediakan!
Dalam tugas ini, siswa bisa membentuk bangun segiempat
yang berbeda-beda.
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 37

Guru bisa melanjutkan dengan memberi nama bangun yang


terbentuk, bahwa bangun yang dibentuk dari 4 sisi, disebut
segi empat.

Langkah 2:
Siswa diminta mengambil 4 (empat) lidi dan guru meminta
siswa membuat segiempat sebanyak-banyaknya dari empat lidi
tersebut dengan HANYA SEPASANG SISINYA dibuat sejajar dan
hasilnya gambarkan di kertas yang disediakan!
Dalam tugas ini, siswa bisa membentuk bangun segiempat
secara berbeda-beda.

G: Cari sifat yang sama dan yang berbeda dari ketiga gambar
tersebut!
Siswa akan mengidentifikasi sifat yang sama bahwa ketiga
bangun tersebut memiliki empat sisi dan hanya memiliki
sepasang sisi yang sejajar.
Bangun yang memiliki empat sisi dan HANYA memiliki
sepasang sisi sejajar disebut TRAPESIUM.

Langkah 3:
Siswa diminta mengambil 4 (empat) lidi, sepasang-sepasang
lidi (2 lidi panjangnya sama dan 2 lidi yang lain panjangnya
sama).
G: Buat segiempat sebanyak-banyaknya dari empat lidi tersebut dan
hasilnya gambarkan di kertas yang disediakan!
38 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

Dalam tugas ini, siswa bisa membentuk bangun segiempat


secara berbeda-beda, antara lain:

Selanjutnya guru bisa meminta siswa untuk mencari


kesamaan dan perbedaan ketiga bangun tersebut. Hasil
kesamaan dan perbedaan dapat dituliskan dalam tabel:

Unsur (a) (b) (c)


Sisi Memiliki dua Memiliki dua Memiliki dua
pasang sisi pasang sisi pasang sisi
sama sama panjang sama panjang
panjang
Dua pasang Dua pasang sisi Sisi berdekatan
sisinya sejajar sama panjang
sejajar
Sudut Sudut-sudut-
Memiliki dua Memiliki
nya siku-siku
pasang sudut sepasang sudut
sama besar sama besar
Bangun datar (a) disebut persegi panjang. Bangun
datar (b) disebut jajar genjang. Bangun datar (c) disebut
layang-layang.
Kegiatan tersebut bisa dilanjutkan untuk membangun
sifat-sifat bangun datar yang lain, seperti belah ketupat dan
persegi.
Keempat kecenderungan tersebut digambarkan oleh Silver
dalam bidang berbentuk kuadran seperti berikut.
Bab I: Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran | 39

Lebih jauh Silver dkk (2007) menegaskan bahwa setiap


pembelajaran memiliki kecenderungan ke salah satu kuadran,
namun tidak ada pembelajaran yang mengembangkan hanya
pada satu kuadran saja. Sebagai contoh pembelajaran
langsung dengan sintaks: (1) guru menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan siswa, (2) mendemonstrasikan pengetahuan
atau keterampilan, (3) membimbing latihan soal, (4)
mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, dan (5)
memberikan latihan soal lanjutan dan penerapannya. Dari
kegiatan pembelajaran langsung ini, memiliki
kecenderungan ke mastery. Namun dalam
mendemonstrasikan mungkin juga ada understanding. Karena
itu kecenderungan pembelajaran langsung bisa digambarkan
seperti berikut.
40 | Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif

Pembelajaran Student Teams Achievement Divisions


(STAD) dikembangkan oleh Slavin (1995) dengan langkah-
langkah: (1) siswa dibentuk kelompok yang anggotanya 4
orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis
kelamin, suku, dan sebagainya); (2) guru menyajikan materi
pelajaran; (3) guru memberikan tugas kepada kelompok; (4)
anggota yang sudah mengerti diminta untuk menjelaskan
kepada anggota yang lain sampai semua anggota mengerti;
(5) guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa
secara individu; (6) guru mengoreksi hasil kuis; (7) guru
mengumumkan hasil kuis dan pemenangnya; dan (8) guru
bersama siswa membuat kesimpulan. Langkah-langkah
STAD tersebut memiliki kecenderungan ke kuadran
interpersonal dan mastery, sedangkan understanding dan self
expressive relatif sedikit. Karena itu bisa digambar seperti
berikut.

Mastery Interpersonal
p
Relationshi
Succes
Curiosity

Originality

Understanding Self-Expressive

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai