Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (ISPA)

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK II

1. NOVA CHRISTIANTI 6. RACHMAT HIDAYAT SAMSU


2. WULANDARI BASIR 7. RAJIF SASTRO SUSANTO
3. MUHAMMAD RIDWAN 8. . HESRIYANTI
4. MUH. BASTIAN 9. ASIS
5. DEWIYANA 10. NYOMAN MARDI PRIYANTNA

PROGRAM STUDY NERS


STIKES MANDALA WALUYA KENDARI
TAHUN 2019
A. PENGANTAR

Materi : Infeksi Saluran Pernapasan Atas


Pokok Bahasan : Kenali gejala dan penatalaksanaanya
Hari/tanggal : Jumat, 27 Desember 2019
Waktu pertemuan : 25 menit
Tempat : Poli Klinik Anak Puskesmas Puuwatu
Sasaran : Orang Tua anak

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan Orang tua Anak dapat melakukan perawatan
pada penyakit ISPA
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1x25 menit, Orang tua Anak dapat
menjelaskan kembali tentang :
a. Pengertian ISPA
b. Penyebab ISPA
c. Tanda dan gejala ISPA
d. Penatalaksanaan
e. Komplikasi

C. MATERI
(Terlampir)

D. MEDIA
 Materi SAP
 Leafleat
 Poster

E. METODE
 Ceramah
 Tanya jawab
 Diskusi
F. KEGIATAN PENYULUHAN

No Kegiatan Penyuluh Respon Peserta Waktu


1 Pembukaan 5 menit
 Memberi salam Menjawab salam
 Memberi pertanyaan apersepsi Memberi salam
 Menjelaskan tujuan penyuluhan Menyimak
 Menyebutkan materi/pokok
bahasan yang akan disampaikan
2 Pelaksanaan 10 menit
Menjelaskan materi penyuluhan secara Menyimak dan
berurutan dan teratur. Memperhatikan
Materi :
 Pengertian ISPA
 Penyebab ISPA
 Klasifikasi ISPA
 Tanda dan gejala ISPA
 Penatalaksanaan ISPA
3 Evaluasi 5 menit
 Menyimpulkan inti penyuluhan *
 Menyampaikan secara singkat Memperhatikan
materi penyuluhan * menjawab
 Memberi kesempatan kepada ibu-
ibu untuk bertanya
 Memberi kesempatan kepada ibu-
ibu untuk menjawab pertanyaan
yang dilontarkan

4 Penutup :
 Menyimpulkan materi penyuluhan Menyimak dan 5 menit
yang telah disampaikan Mendengarkan
 Menyampaikan terima kasih atas Menjawab
perhatian dan waktu yang telah di
berikan kepada peserta
 Mengucapkan salam Menjawab salam

G. REFERENSI
1. .Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
2. C long Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah 2 (Suatu Proses Pendekatan
Keperawatan). Bandung.
3. DEPKES RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular, 1993. Buku
Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA Untuk Kader.
4. Ronald. 2006. Obat-obatan Ramuan Tradisional. Bandung : Yrama Widya
5. Soeparman dkk, 1987, Ilmu Penyakit dalam, Jilid 1, edisi 2. UI Press, Jakarta
Lampiran Materi
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

A. Pengertian
Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang
menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari,
ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai
bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003)
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) adalah penurunan kemampuan pertahanan
alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing yang terjadi secara tiba-tiba,
menyerang hidung, tenggorokan, telinga bagian tengah serta saluran napas bagian dalam
sampai ke paru-paru. Biasanya menyerang anak usia 2 bulan-5 tahun. (Whaley and
Wong; 1991; 1418).

B. Penyebab
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya
infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama
yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae,b
clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian
pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu.
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam
derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan
adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi
antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung
mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim,
tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).
C. Tanda dan Gejala
Menurut WHO (2007), penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini
timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena
kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal
dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan
ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan
membengkak. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di
hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5
hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah,
infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru). Secara
umum gejala ISPA meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza
(pilek), sesak napas, mengi atau kesulitan bernapas).
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya
obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan,
bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel
& Ian Roberts; 1990; 451).
Tanda dan gejala yang muncul ialah:
1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika
anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam
muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,50 C-
40,5 0 C.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri
kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan
brudzinski.
3. Anoreksia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi
tersebut mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan
akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih
mudahtersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin
tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara
pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

D. Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam
(chest indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam,
tanpatarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan
tonsilitis tergolong bukan pneumonia.

E. Faktor-faktor yang menyebabkan kejadian ISPA


Pada anak menurut (Depkes, 2002) adalah sebagai berikut:
1. Usia / Umur
Kebanyakan infeksi saluran pernapasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA dari
pada usia yang lebih lanjut.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) banyak menyerang balita batasan 0-5
tahun, sebagian besar kematian Balita di Indonesia karena ISPA. Balita merupakan
faktor resiko yang meningkatkan morbidibitas da mortalitas infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA). Khususnya pnemonia karena pada usia balita daya tahan
tubuh mereka belum terlalu kuat (Santoso, 2007).
2. Jenis kelamin
Meskipun cara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia masalah ini tidak terlalu di perhatikan, namun banyak penelitian yang
menunjukan perbedaan prevalensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
3. Status Gizi
Setatus gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak
yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga
didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara
kebutuhan dan masukan nutriaen. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang
didasarkan pada dayta antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000).
Dengan makanan bergizi, tubuh manusia tumbuh dan dipelihara. Semua organ
tubuh dapat berfungsi dengan baik. Bagian tubuh yang rusak diganti. Kulit dan
rambut terus berganti, sel – sel tubuh terus bertumbuh. Sel-sel tubuh memasak dan
mengolah zat makanan yang masak agar zat makanan dapat dipakai untuk pekerjaan
tubuh (Nadesul, 2001).
4. Status Imunisasi
Pemberian imunisasi adalah suatu cara dengan sengaja memberikan kekebalan
terhadap penyakit secara aktif sehingga anak dapat terhindar dari suatu penyakit.
Oleh sebab itu anak yang tidak mendapat imunisasi lengkap akan lebih berisiko
terkena ISPA dibandingkan dengan anak yang mendapat imunisasi lengkap (Nelson,
1992).
Tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-11 bulan), ibu hamil,
wanita usia subur dan anak sekolah tingkat dasar. Imunisasi dasar lengkap pada bayi
meliputi: 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B, 1 dosis
Campak. Pada ibu hamil dan wanita usia subur meliputi 2 dosis TT. Untuk
anaksekolah tingkat dasarr neliputi 1 dosis DT, I dosis campak dan 2 dosis TT
(Dinkes, 2009).
5. Status Pemberian ASI Eksklusif
Kolostrum (dari bahasa latin colostrum) adalah susu yang dihasilkan oleh
kelenjar susu dalam tahap akhir kehamilan dan beberapa hari setelah kelahiran bayi
(Wikipedia, 2008).
6. FaktorLingkungan
Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap kejadian penyakit ISPA.
Faktor lingkungan tersebut dapat berasal dari dalam maupun luar rumah. Untuk
faktor yang berasal dari dalam rumah sangat dipengaruhi oleh kualitas sanitasi dari
rumah itu sendiri, seperti :
a. Kelembaban ruangan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011
tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah menetapkan bahwa
kelembaban yang sesuai untuk rumah sehat adalah 40- 60%. Kelembaban yang
terlalu tinggi maupun rendah dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan
mikrorganisme, termasuk mikroorganisme penyebab ISPA (Kemenkes RI,
2011a).
b. Suhu ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18-
300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah di bawah 180C atau di atas
300C, keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat (Kemenkes RI, 2011).
c. Penerangan alami
Rumah yang sehat adalah rumah yang tersedia cahaya yang cukup. Suatu rumah
atau ruangan yang tidak mempunyai cahaya, dapat menimbulkan perasaan
kurang nyaman, juga dapat mendatangkan penyakit. Sebaliknya suatu ruangan
yang terlalu banyak mendapatkan cahaya akan menimbulkan rasa silau,
sehingga ruangan menjadi tidak sehat.
d. Ventilasi
Ventilasi sangat penting untuk suatu tempat tinggal, hal ini karena ventilasi
mempunyai fungsi ganda. Fungsi pertama sebagai lubang masuk dan keluar
angin sekaligus udara dari luar ke dalam dan sebaliknya. Dengan adanya jendela
sebagai lubang ventilasi, maka ruangan tidak akan terasa pengap asalkan jendela
selalu dibuka. Untuk lebih memberikan kesejukan, sebaiknya jendela dan
lubang angin menghadap ke arah datangnya angin, diusahakan juga aliran angin
tidak terhalang sehingga terjadi ventilasi silang (cross ventilation). Fungsi ke
dua dari jendela adalah sebagai lubang masuknya cahaya dari luar (cahaya
alam/matahari). Suatu ruangan yang tidak mempunyai sistem ventilasi yang
baik akan menimbulkan beberapa keadaan seperti berkurangnya kadar oksigen,
bertambahnya kadar karbon dioksida, bau pengap, suhu dan kelembaban udara
meningkat. Keadaan yang demikian dapat merugikan kesehatan dan atau
kehidupan dari penghuninya, bukti yang nyata pada kesehatan menunjukkan
terjadinya penyakit pernapasan, alergi, iritasi membrane mucus dan kanker paru.
Sirkulasi udara dalam rumah akan baik dan mendapatkan suhu yang optimum
harus mempunyai ventilasi minimal 10% dari luas lantai (Depkes RI, 1999).
e. Kepadatan hunian rumah
Kepadatan penghuni rumah merupakan perbandingan luas lantai dalam rumah
dengan jumlah anggota keluarga penghuni rumah tersebut. Kepadatan hunian
ruang tidur menurut Permenkes RI Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 adalah
minimal 8 m2, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam
satu ruang tidur, kecuali anak di bawah umur lima tahun (Depkes RI, 1999).
f. Penggunaan anti nyamuk
Pemakaian obat nyamuk bakar merupakan salah satu penghasil bahanpencemar
dalam ruang. Obat nyamuk bakar menggunakan bahan aktifoctachloroprophyl
eter yang apabila dibakar maka bahan tersebutmenghasilkan bischloromethyl
eter (BCME) yang diketahui menjadipemicu penyakit kanker, juga bisa
menyebabkan iritasi pada kulit, mata tenggorokan dan paru-paru (Kemenkes RI,
2011a).
g. Bahan bakar untuk memasak
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan
kualitas udara menjadi rusak, terutama akibat penggunaan energi yang tidak
ramah lingkungan, serta penggunaan sumber energi yang relatif murah seperti
batubara dan biomasa (kayu, kotoran kering dari hewan ternak, residu pertanian)
(Kemenkes RI, 2011a).
h. Keberadaan perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap
rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 di antaranya merupakan racun antara
lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan
lain-lain (Kemenkes RI, 2011a). Berdasarkan hasil penelitian Nasution et al.
(2009) serta Winarni et al. (2010), didapatkan hubungan yang bermakna antara
pajanan asap rokok dengan kejadian ISPA pada Balita.
i. Debu rumah
Menurut Kemenkes RI (2011a), partikel debu diameter 2,5μ (PM2,5) dan
Partikel debu diameter 10μ (PM10) dapat menyebabkan pneumonia, gangguan
system pernapasan, iritasi mata, alergi, bronchitis kronis. PM2,5 dapat masuk ke
dalam paru yang berakibat timbulnya emfisema paru, asma bronchial, dan
kanker paru-paru serta gangguan kardiovaskular atau kardiovascular (KVS).
Secara umum PM2,5 dan PM10 timbul dari pengaruh udara luar (kegiatan
manusia akibat pembakaran dan aktivitas industri). Sumber dari dalam rumah
antara lain dapat berasal dari perilaku merokok, penggunaan energi masak dari
bahan bakar biomasa, dan penggunaan obat nyamuk bakar.
j. Dinding rumah
Fungsi dari dinding selain sebagai pendukung atau penyangga atap juga untuk
melindungi rumah dari gangguan panas, hujan dan angin dari luar dan juga
sebagai pembatas antara dalam dan luar rumah. Dinding berguna untuk
mempertahankan suhu dalam ruangan, merupakan media bagi proses rising
damp (kelembaban yang naik dari tanah) yang merupakan salah satu faktor
penyebab kelembaban dalam rumah. Bahan dinding yang baik adalah dinding
yang terbuat dari bahan yang tahan api seperti batu bata atau yang sering disebut
tembok. Dinding dari tembok akan dapat mencegah naiknya kelembaban dari
tanah (rising damp) Dinding dari anyaman bambu yang tahan terhadap segala
cuaca sebenarnya cocok untuk daerah pedesaan, tetapi mudah terbakar dan tidak
dapat menahan lembab, sehingga kelembabannya tinggi (Depkes RI,1999).

F. Cara penularan penyakit ISPA


Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit
penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA
ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah
cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda
terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui
kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah
karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme
penyebab (WHO, 2007)

G. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
1. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau
terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan
mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah
raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan
kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan
semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan
masuk ke tubuh kita.
2. Immunisasi.
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang
dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak
mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi
polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat mencegah
seseorang menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA.
Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap
segar dan sehat bagi manusia
4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang
ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang
tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus /
bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang melayang di
udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran
pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara), yang
kedua duet (campuran antara bibit penyakit)

H. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Suportif :
Meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yangadekuat, pemberian
multivitamin dll.
b. Antibiotik :
1) Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab utama ditujukan pada S.
pneumonia, H. influensa dan S. aureus.
2) Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin,
3) Ampisillin, Penisillin Prokain, Pnemonia berat : Benzil penicillin,
klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.
4) Antibiotik baru lain : Sefalosforin, quinolon dll.
2. Keperawatan
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi
telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase
sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigendan sebagainya.
b. Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain
yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan
dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.
Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening
dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan
harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau
anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan
selanjutnya

Prinsip perawatan ISPA antara lain :


1) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari.
2) Meningkatkan makanan bergizi.
3) Bila demam beri kompres dan banyak minum.
4) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu
tangan yang bersih.
5) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
6) Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut
masih menetek.
I. Pengobatan
a. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres,
Bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4
kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
b. Mengatasi batuk
1) Tarik napas dalam dan batuk efektif.
Cara napas dalam dan batuk efektif :
 Ambil napas dalam (melalui hidung)
 Tahan sejenak ± 5-10 detik, lalu hembuskan pelan-pelan melalui mulut
 Ulangi cara (1) dan (2) sebanyak 3 X
 Setelah itu, batukkan dengan keras
 Jika ada cairan/lendir/sekret yang keluar, langsung buang ke tempat yang
sudah disediakan (Sputum Pot atau jika tidak ada boleh menggunakan botol
/kaleng /wadah berisi pasir).
 Berkumur-kumur.
 Lakukan dengan teratur (minimal 3 x sehari).
2) Larutan jeruk nipis dan kecap
Cara pembuatan larutan jeruk nipis-kecap, yaitu :
a) Alat dan bahan
 Beberapa buah jeruk nipis yang masih segar.
 Setengah sendok teh kecap manis.
 Satu buah gelas minum ukuran belimbing.
b) Langkah-langkah :
 Peras jeruk nipis dan tempatkan dalam gelas.
 Campurkan dengan ½ - 1 sendok kecap manis, aduk rata.
 Diminum sekali habis, lakukan secara rutin, agar batuknya hilang.
c) Aturan pakai larutan jeruk nipis – kecap adalah:
 Bagi orang dewasa, minum 3 x 1 sdm larutan tanpa dicampur air.
 Bagi anak-anak, minumkan larutan 3 x ½ sdm larutan tanpa dicampur
air.
 Bila ingin minum air setelah minum larutan, minumlah air matang yang
masihhangat.
 Bila batuk tidak berkurang, segera periksakan diri ke pusat pelayanan
kesehatanterdekat
c. Mengatasi pilek bisa dengan cara inhalasi uap/penguapan sederhana (tradisional)
1) Persiapkan alat dan bahan (baskom berisi air panas, minyak kayu putih,
kain/handuk kering).
2) Campurkan minyak kayu putih dengan air panas dalam baskom dengan
perbandingan 2-3 tetes minyak kayu putih untuk 250 ml (1 gelas) air hangat.
3) Tempatkan penderita dan campuran tersebut di ruangan tertutup supaya uap
tidaktercampur dengan udara bebas (bisa ditutupi dengan kain/handuk kering).
4) Hirup uap dari campuran tersebut selama ± 5-10 menit atau penderita sudah
merasa lega dengan pernafasannya.
5) Kontra indikasi : pada balita karena bau minyak penghangat terlalu kuat serta
risiko kecelakaan terkena tumpahan air panas.

Anda mungkin juga menyukai