BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Abses serebri atau abses otak adalah suatu proses infeksi dengan
pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh
berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa (Hakim, 2005).
Abses otak juga merupakan kumpulan bahan supuratif pada parenkim otak
yang disebabkan oleh bakteri piogenik dan dapat terjadi pada semua umur dimana
pria terkena 2 kali lebih sering dibanding wanita dengan insiden 1 per 100.000
penduduk (Gilrey, 1992; Johnson, 1997).
Abses serebri dapat juga didefinisikan sebagai infeksi intraserebral fokal
yang dimulai sebagai serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi
kumpulan pus yang dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam
variasi bakteri, fungus dan protozoa (Sudewi, 2011).
2.2 Etiologi
bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot
(abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak)
(Garfield, 1977).
Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai
dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama
lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak (Britt, 1985;. Garfield, 1977)
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti
AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh (Britt, 1985; Fischbein, et al., 1974;
Keogh, 1977).
Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis,
erysipelas wajah, abses tonsil, pustula kulit, luka tembus pada tengkorak
kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septicemia (Keogh, 1977).
Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus
otak (Yang, 1981; Fischbein, et al., 1974; Choudhury, et al., 1977)
Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograd thrombophlebitis
melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal Bentuk
absesnya biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber
infeksinya.
Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior
lobus frontalis.
Sinusitis sphenoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis atau
temporalis.
Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis.
Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis.
Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis.
Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan
seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh
kolesteoma dapat menyebar kedalam cerebellum.
Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba, Fungus (Actinomycosis, Candida
5
albicans) dapat menimbulkan abses, tetapi hal ini sangat jarang terjadi.
2.3 Patofisiologi
Pada stadium awal gambaran klinik abses serebri tidak khas, terdapat
gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian
tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin
besarnya abses serebri gejala menjadi khas berupa trias abses serebri yang terdiri
dari gejala infeksi (demam, leukositosis), peninggian tekanan intracranial (sakit
kepala, muntah proyektil, papil edema) dan gejala neurologik fokal (kejang,
paresis, ataksia, afaksia) (Robert, 2004).
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala
neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai
8
2.5 Diagnosa
gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan
sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali
bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel (Mardjono, et al., 2008).
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial,
dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan
pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG
terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG
memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan
frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama
untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi
abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah
digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning
otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah
abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal
dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi
abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance
Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat
juga lebih akurat (Robert,2004).
Gambar CT Scan Normal (Robert,2004).
Penatalaksanaan awal dari abses serebri meliputi diagnosis yang tepat dan
pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang
memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat
digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole. Jika
terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan kepala, maka dapat digunakan
kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga
dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur
dan tes sentivitas telah tersedia (Adams & Victor, 1993).
Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis
dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime
atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengna meropenem yang
terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan
streptokokkus dan menjadi pilihan alternatif. Sementara itu pada abses yang
terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan
metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi
dengan vancomycin dan ceptazidine.Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits
yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus
pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang
merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi
ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada
pasien dengan immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas
dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids (Adams & Victor, 1993).
Tabel 2.1 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses serebri
Drug Dose Frekwensi dan rute
Cefotaxime 2-3 kali per hari,
(Claforan) 50-100
IV
mg/KgBBt/Hari
Ceftriaxone (Rocephin) 2-3 kali per hari,
13
50-100 mg/KgBBt/Hari IV
Metronidazole (Flagyl) 3 kali per hari,
35-50 mg/KgBB/Hari IV
Nafcillin (Unipen, Nafcil) setiap 4 jam,
2 grams IV
Vancomycin setiap 12 jam,
15 mg/KgBB/Hari IV