Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis

1. Konsep PPOK

a. Pengertian

PPOK merupakan klasifikasi luas dari gangguan yang

mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma.

PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea

saat aktifitas dan penurunan aliran masuk dan keluar paru-paru

(Smeltzer & Bare, 2012).

Sedangkan menurut Global Initiative For Chronic

Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2016, menyatakan bahwa

PPOK adalah penyakit kronik yang ditandai oleh hambatan aliran

udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara

ini berhubungan dengan respon inflamasi abnormal dan progresif

terhadap gas atau partikel gas yang berbahaya.

b. Proses Fisiologi Pernapasan

Dalam sistem pernapasan pemasukan O2 dan pembuangan

CO2 luar tubuh melibatkan sistem pernapasan dan sistem

kardiovaskuler, jantung memompa darah yang banyak mengandung

O2 melalui pembuluh arteri ke seluruh tubuh untuk keperluan sel dan

memompa darah dari seluruh tubuh yang banyak mengandung CO 2

ke paru-paru untuk dikeluarkan ke atmosfer (Andarmoyo, 2012)

Menurut Haskas (2016), suatu proses pernapasan adalah

kegiatan kompleks berbagai organ tubuh yaitu paru sebagai organ

utama, sistem saraf sebagai activator diafragma, dan rongga toraks

sebagai fasilitator.Dalam buku Asuhan Keperawatan Pada Gangguan

Sistem Respirasi, Wahid (2013) menjelaskan bahwa proses

7
8

pernafasan meliputi dua proses, yaitu menarik napas atau inspirasi

serta mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu menarik napas,

otot diafragma berkontraksi, dari posisi melengkung ke atas menjadi

lurus. Bersamaan dengan itu, otot-otot tulang rusuk pun berkontraksi.

Akibat dari berkontraksinya ke dua jenis otot tersebut adalah

mengembangnya rongga dada sehingga tekanan dalam rongga dada

berkurang dan udara masuk. Saat mengeluarkan napas, otot

diafragma dan otot-otot melemas. Akibatnya, rongga dada mengecil

dan tekanan udara di dalam paru-paru naik sehingga udara keluar.

Jadi, udara mengalir dari tempat yang bertekanan besar ke tempat

yang bertekanan kecil.

Jenis pernapasan berdasarkan organ yang terlibat dalam

peristiwa inspirasi dan ekspirasi, orang sering menyebut pernapasan

dada dan pernapasan perut. Sebenarnya pernapasan dada dan

pernapasan perut terjadi secara bersamaan. Pernapasan dada terjadi

karena kontraksi otot antar tulang rusuk, sehingga tulang rusuk, costa

menurun, volume kecil, tekanan membesar (ekshalasi). Pernapasan

perut terjadi karena kontraksi/relaksasi otot diafragma

(datar/melengkung), volume rongga dada membesar, paru-paru

mengembang tekanan mengecil (inhalasi). Melengkung volume

rongga dada mengecil, paru-paru mengecil, tekanan besar/ ekshalasi

c. Etiologi PPOK

Menurut Oemiati (2013) faktor resiko penyebab PPOK adalah

1) Pajanan dari partikel lain :

a) Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95%

kasus) di negara berkembang. Perokok aktif dapat

mengalami hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas


9

kronik. Dilaporkan ada hubungan antara penurunan volume

ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dengan jumlah, jenis

dan lamanya merokok. Perokok pasif juga menyumbang

terhadap symptomp saluran napas dan PPOK dengan

peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel

dan gas-gas berbahaya. Merokok pada saat hamil juga akan

meningkatkan risiko terhadap janin dan mempengaruhi

pertumbuhan paru-parunya.

b) Polusi indoor: memasak dengan bahan biomass dengan

ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan asap bahan

bakar kayu dan asap bahan bakar minyak diperkirakan

memberi kontribusi sampai 35%. Manusia banyak

menghabiskan waktunya pada lingkungan rumah (indoor)

seperti rumah, tempat kerja, perpustakaan, ruang kelas,

mall, dan kendaraan. Polutan indoor yang penting antara lain

SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan

kegiatan pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap

dari cat, karpet, dan mebelair, bahan percetakan dan alergi

dari gas dan hewan peliharaan serta perokok pasif. Kajian

Epidemiologi WHO, melaporkan bahwa polusi indoor

bertanggung jawab terhadap kematian dari 1,6 juta orang

setiap tahunnya.

c) Polusi outdoor: polusi udara mempunyai pengaruh buruk

pada VEP1, inhalan yang paling kuat menyebabkan PPOK

adalah Cadmium, Zinc dan debu. Bahan asap

pembakaran/pabrik/tambang. Bagaimanapun peningkatan

relatif kendaraan sepeda motor di jalan raya pada dekade


10

terakhir ini telah mengkhawatirkan sebagai masalah polusi

udara pada banyak kota metropolitan seluruh dunia. Pada

negara dengan income rendah dimana sebagian besar

rumah tangga di masyarakat menggunakan cara masak

tradisional dengan minyak tanah dan kayu bakar, polusi

indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi

kontribusi untuk PPOK dan penyakit kardio respiratory,

khususnya pada perempuan yang tidak merokok PPOK

adalah hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan

pajanan lingkungan dari bahan beracun, seperti asap rokok,

polusi indoor dan out door. Beberapa penelitian menemukan

bahwa pajanan kronik di kota dan polusi udara menurunkan

laju fungsi pertumbuhan paru-paru pada anak-anak.

d) Polusi di tempat kerja: polusi dari tempat kerja misalnya

debu-debu organik (debu sayuran dan bakteri atau racun-

racun dari jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan

lingkungan industri (pertambangan, industri besi dan baja,

industri kayu, pembangunan gedung), bahan kimia pabrik

cat, tinta, sebagainya diperkirakan mencapai 19%.

2) Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin): Faktor risiko dari genetik

memberikan kontribusi 1 – 3% pada pasien PPOK.

3) Riwayat infeksi saluran napas berulang :Infeksi saliran napas

akut adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran

pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Infeksi saluran

napas akut adalah suatu penyakit terbanyak diderita anak-anak.

Penyakit saluran pernafasan pada bayi dan anak-anak dapat


11

pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa, dimana

ada hubungan dengan terjadinya PPOK.

4) Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik: Studi

pada orang dewasa di Cina didapatkan risiko relative pria

terkena lebih banyak daripada wanita.

5) Faktor sosial ekonomi

Kematian pada PPOK ternyata lebih banyak pada golongan

sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan

dan ekonomi yang buruk.

d. Patofisiologi PPOK

Pada pasien PPOK terjadi penyempitan saluran nafas yang

diakibatkan oleh menumpuknya secret. Proses peradangan dari

proses penyakit PPOK ini mengakibatkan produksi secret meningkat

sampai menimbulkan manifestasi klinis yang ada sehingga muncul

masalah dan salah satu masalah tersebut adalah ketidakefektifan

bersihan jalan nafas. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

merupakan keadaan dimana individu tidak mampu mengeluarkan

secret dari saluran nafas untuk mempertahankan kepatenan jalan

nafas, Karakteristik ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah

batuk, sesak, suara nafas abnormal (Ronchi), Penggunan otot bantu

nafas, persafasan cuping hidung (NANDA NIC NOC). Apabila

masalah bersihan jalan nafas ini tidak ditangani secara cepat maka

bias menimbulkan masalah yang lebih berat seperti pasien akan

mengalami sesak hebat bahkan bias menimbulkan kematian.

e. Tanda dan Gejala PPOK

Gejala yang sering muncul pada pasien dengan PPOK antara lain

sesak napas, produksi sputum meningkat dan keterbatasan aktifitas.


12

Produksi sputum yang berlebihan menyebabkan proses pembersihan

silia tidak berjalan lancar sehingga sputum tertimbun dan

menyebabkan kebersihan jalan napas tidak efektif (Supraba, 2016).

Ketidakefektifan bersihan jalan napas merupakan

ketidakmampuan membersihkan sekresi benda asing dalam jalan

napas atau obstruksi dari saluran jalan napas untuk

mempertahankan bersihan jalan napas yang ditandai dengan

perubahan frekuensi napas, perubahan pola, dispnea dan suara

napas tambahan (Keliat, 2015).

f. Klasifikasi PPOK

Berdasarkan kesepakatan para pakar PDPI tahun 2006 maka

PPOK dikelompokkan ke dalam :

1) PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan

atau tanpa produksi sputum dan dengan sesak napas derajad

nol sampai satu. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya

menunjukkan VEP1 ≥ 80% prediksi (normal) dan VEP1/KVP < 70

%.

2) PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau

batuk. Dengan atau produksi sputum dan sesak napas dengan

derajad dua. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya

menunjukkan VEP1 ≥ 70% dan VEP1/KVP < 80% prediksi.

3) PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas

derajat tiga atau empat dengan gagal napas kronik. Eksaserbasi

lebih sering terjadi, disertai komplikasi kor pulmonum atau gagal

jantung kanan. Adapun hasil spirometri menunjukkan VEP1/KVP

< 70 %, VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 % dengan gagal

napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan


13

analisa gas darah dengan kriteria hipoksemia dengan

normokapnia atau hipoksemia dengan hiperkapnia.

g. Penatalaksanaan keperawatan PPOK

Penatalaksaan yang diberikan pada pasien PPOK, memiliki

tujuan penatalaksanaan yakni mengurangi gejala, mencegah

eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal

paru, dan meningkatkan kualitas hidup penderita. Di bawah ini

diuraikan beberapa penatalaksaan yang dilakukan untuk pasien

PPOK.

Penatalaksanaan yang bisa dilakukan menurut Wahid (2013)

meliputi dua tindakan, yaitu:

1) Tindakan Suportif

Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :

a) Menghindari merokok.

b) Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.

c) Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.

d) Nutrisi yang baik.

e) Hidrasi yang adekuat.

2) Terapi Khusus (Pengobatan)

a) Bronchodilator: Salbutamol, aminhophilin.

b) Antimikroba : Amoxilin

c) Kortikosteroid : Dexametason, prednison.

d) Terapi pernapasan

e) Terapi aerosol

f) Terapi Oksigen

g) Latihan Relaksasi

h) Meditasi
14

i) Rehabilitasi.

Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2012) penatalaksanaan

keperawatan pasien PPOK meliputi :

1) Memperbaiki Pertukaran gas

Bronko spasme yang timbul pada penyakit paru,

mengurangi diameter dan bronki kecil, mengakibatkan statis

sekresi dan infeksi. Bronkospasme dideteksi ketika mengi saat

diauskultasi dengan stetoskop. Peningkatan pembentukan

mukus sejalan dengan penurunan aksi mukosiliaris menunjang

penurunan aliran udara serta penurunan pertukaran gas, yang

diperburuk oleh kehilangan elastisitas paru.

Perubahan dalam jalan napas ini mengharuskan pasien

dipantau terhadap dispnea dan hipoksia. Jika diresepkan

bronkodilator atau kortikosteroid, perawat harus memberikan

obat-obat tersebut dengan tepat dan waspada terhadap

kemungkinan efek sampingnya. Hilangnya bronkospasme

dikuatkan dengan mengukur perbaikan dalam laju aliran

ekspirasi (berapa lama diperlukan untuk ekshalasi dan jumlah

udara yang dihembuskan) dan mengkaji apakah pasien

mengalami lebih sedikit dispnea.

Terapi aerosol membantu mengencerkan sekresi

sehingga dapat dibuang. Bronkodilator yang dihirup seringkali

ditambahkan ke dalam nebuliizer untuk memberikan aksi

bronkodilator langsung pada jalan napas, dengan demikian

memperbaiki pertukaran gas. Tindakan inhalasi atau aerosol

harus diberikan sebelum waktu makan untuk memperbaiki

ventilasi paru dan dengan demikian mengurangi keletihan yang


15

menyertai aktivitas makan. Setelah inhalasi nebulizer, pasien

disarankan untuk menghirup moisture untuk lebih

mengencerkan sekresi. Kemudian membatukkan dengan

ekspulsif atau drainase postural akan membantu dalam

pengeluaran sekresi. Pasien dibantu untuk melakukan hal ini

dengan cara yang tidak membuatnya keletihan.

Oksigen diresepkan ketika terjadi hipoksemia. Karena

hipoksia merupakan stimulus bagi pernapasan pada pasien

PPOM lama dan retensi CO2 meningkatkan laju aliran oksigen

dapat meningkatkan kadar oksigen dalam darah pasien dan

menyingkirkan stimulus pernapasan.

2) Fisioterapi dada.

Tujuan utama dalam pengobatan PPOM adalah untuk

menghilangkan kuantitas dan viskositas sputum atau

memperbaiki ventilasi paru dan pertukaran gas. Semua iritan

paru harus disingkirkan, terutama merokok, yang merupakan

sumber persisten iritan paru. Masukan cairan yang banyak (6-8

gelas) sehari sangat dianjurkann untuk mengencerkan sekresi.

Alasan lain untuk memperbanyak masukan cairan adalah

kecenderungan pasien untuk bernapas melalui mulut, yang

meningkatkan kehilangan air. Menghirup air yang diuapkan juga

membantu karena uap ini dapat melembabkan percabangan

bronkial, menambahkan air ke dalam sputum dan menurunkan

viskositasnya, sehingga dapat lebih mudah untuk dibatukkan.

Drainase postural dengan perkusi dan vibrasi menggunakan

bantuan gaya gravitasi untuk membantu menaikkan sekresi

sehingga dapat dikeluarkan atau diisap dengan mudah. Terapi


16

yang dapat mendilatasi bronkiolus seperti terapi aerosol,

bronkodilator aerosolisasi, atau tindakan pernapasan tekanan

positif intermitten (IPPB), harus diberikan sebelum drainase

postural karena sekresi akan mengalir lebih mudah setelah

percabangan trakeobronkial berdilatasi. Pasien diinstrusikan

bernapas dan batuk efektif untuk mengeluarkan sekresi.

Drainase postural biasanya dilakukan ketika pasien bangun,

untuk membuang sekresi yang telah terkumpul sepanjang

malam, dan sebelum istirahat, untuk meningkatkan tidur.

Frekuensi tindakan ini sepanjang hari akan ditentukan oleh

kebutuhan pasien.

3) Mencegah Infeksi Bronkopulmonal.

Infeksi bronkopulmonal harus dikendalikan untuk

menghilangkan edema inflamasi dan untuk memungkinakan

penyembuhan aksiliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang

tidak memberikan dampak pada individu yang memiliki paru-paru

normal, dapat berbahaya bagi individu dengan PPOM. Batuk

yang berkaitan dengan infeksi bronkial memulai siklus yang

ganas dengan trauma dan kerusakan pada paru lebih lanjut,

kemajuan gejala, peningkatan bronkospasme, dan peningkatan

lebih lanjut terhadap kerentanan infeksi bronkial. Infeksi

mengganggu fungsi paru dan merupakan penyebab umum gagal

napas pada individu dengan PPOM.

Pasien dengan PPOM rentan terhadap infeksi

pernapasan dan harus mendapat imunisasi terhadap influenza

dan S. Pneumonia. Selama musim semi ketika jumlah serbuk

(pollen) sangat banyak atau di daerah dengan polusi udara yang


17

signifikan, individu ini harus menghindari keluar rumah karena

aktivitas ini dapat meninngkatkan bronkospasme. Periode ke luar

rumah pada suhu tinggi dengan kelembaban tinggi juga harus

dihindari.

4) Latihan bernapas dan training pernapasan

Latihan bernapas. Sebagian besar individu dengan PPOM

bernapas dengan dalam dari dada bagian atas dengan cara yang

ceepat dan tidak efisien. Jenis bernapas dengan dada atas ini

dapat diubah menjadi bernapas diafragmatik dengan latihan.

Training pernapasan diafragmatik mengurangi frekuensi

pernapasan, meningkatkan ventilasi alveolar, dan kadang

membantumengeluarkan udara sebanyak mungkin selama

ekspirasi.

Bernapas dengan bibir dirapatkan atau Pursed Lip

Breathing (PLB) melambatkan ekspirasi, mencegah kolaps unit

paru, dan membantu pasien untuk mengendalikan frekuensi

pernapasan, serta meningkatkan saturasi oksigen. Manakala

pasien telah mempelajari pernapasan pursed lip breathing suatu

program pelatihan otot-otot pernapasan mungkin diresepkan untuk

membantu menguatkan otot-otot dalam bernapas. Program ini

diharuskan dilakukan pasien selama 10-15 menit setiap hari.

Resisten secara bertahap ditingkatkan dan otot-otot

menjadi terkondisi lebih baik. Mengkondisikan otot-otot

pernapasan membutuhkan waktu yang lama, dan pasien

diinstruksikan untuk melakukan dirumah.

5) Meningkatkan kondisi fisik.


18

Teknik pengkondisian fisik termasuk latihan pernapasan

dan latihan pengkondisian fisik secara umum yang dimaksudkan

untuk memulihkan dan meningkatkan ventilasi paru. Terdapat

hubungan yang erat antara kebugaran fisik dan kebugaran

pernapasan. Program latihan dan pengkondisian fisik secara

bertahap mencakup, treadmill, sepeda status dan tingkat berjalan

yang diukur telah menunjukkan manfaat perbaikan gejala dan

meningkatkan kapsitas kerja serta toleransi aktivitas. Aktivitas

fisisk yang dapat dilakukan pada jadwal teratur yang menetap

sangat membantu.

6) Peningkatan tindakan koping.

Segala faktor yang mengganggu bernapas normal secara

alamiah dapat mencetuskan ansietas, depresi, dan perubahan

perilaku. Banyak pasien mendapati mudah mengalami kelelehan

dengan aktivitas ringan. Napas pendek yang konstan dan

keletihan dapat membuat pasien mudah terangsang dan gelisah

mengarah pada panik. Aktivitas yang dibatasi (dan pertukaran

peran keluarga karena kehilangan pekerjaan), frustasi karena

harus bersusah payah untuk bernapas dan realisasi bahwa

penyakit yang diderita berkepanjangan dan tidak kunjung

menyembuh, dapat menyebabkan pasien untuk bereaksi marah,

depresi dan perilaku yang terlalu menuntut. Fungsi seksual dapat

terganggu, yang juga menghilangkan harga diri.

Penting artinya dimana perawat dan tenaga perawatan

kesehatan lainnya memberikan dorongan pada pasien untuk tetap

seaktif mungkin tanpa harus menjadi keletihan. Penekanan harus

diletakkan pada pengendalian gejala dan peningkatan harga diri


19

serta perasaan kemahiran dan kesejahteraan. Asuhan

keperawatan dan medis suportif, penyuluhan pasien yang

berkelanjutan, latihan pengkondisian, dan kemungkinan terapi

kelompok dapat sedikit membantu untuk menghilangkan emosi

pasien. Pasien juga diarahkan pada kelompok-kelompok

pendukung, pada program-program rehabilitasi paru, pada

program-program penghentian merokok (jika masih merokok) dan

pada kelompok-kelompok ini senior citizen untuk interaksi sosial.

Kelompok ini akan membantu meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan pasien dalam mengatasi PPOM, dan akan

meningkatkan perasaan dirinya berharga.

7) Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah

Menetapkan tujuan yang realistik. Pasien dengan PPOM

dapat memperbaiki kualitas hidupnya dengan mengetahui tentang

poses penyakit yang dialaminya. Salah satu faktor penyuluhan

utama adalah penjelasan tentang pentingnya penetapan dan

penerimaan tujuan jangka panjang yang realistik. Pendidikan

pasien di rumah meliputi :

a) Menghindari suhu yang ekstrim. Pasien diinstruksikan untuk

menghindari panas atau dingin yang ekstrim. Panas

meningkatkan suhu tubuh, karenanya meningkatkan

kebutuhan oksigen tubuh; dingin cenderung meningkatkan

bronkospasme. Bronkospasme dapat juga dicetuskan oleh

polutan udara seperti asap, asap rokok, debu bahkan oleh

bedak tabur, kain tirras, sprei aerosol. Tempat ketinggian

memperburuk hipoksia.
20

b) Merokok. Proteksi paru adalah hal yang mendasari untuk

pemulihan fungsi paru. Pasien dengan PPOM harus

diinformasikan dengan jelas dan tegas bahwa merokok dapat

menekan aktivitas sel-sel pemangsa dan mempengaruhi

mekanisme pembersihan siliaris dari traktus respiratorius,

yaitu fungsi untuk menjaga saluran pernapasan bebas dari

iritan, bakteri, dan benda asing lainnya yang terhirup. Fungsi

ini merupakan fungsi utama tubuh. Jika mekanisme

pembersihan ini dirusak oleh merokok, aliran udara menjadi

tersumbat dan udara menjadi terjebak dibalik jalan napas

yang tersumbat. Distensi alveoli sangat melebar dan

kapasitas paru menghilang. Merokok juga mengiritasi sel- sel

goblet dan kelenjar mukosa sehingga menyebabkan

peningkatan akumulasi lendir. Akumulasi lendir menyebabka

iritasi lebih lanjut, infeksi dan kerusakan pada paru.

c) Perubahan gaya hidup. Sangat dianjurkan pada pasien

dengan PPOM agar mengadopsi gaya hidup dengan aktivitas

sedang,

8) Pemantauan dan penanganan potensial komplikasi.

Pasien PPOM komplikasinya dapat beragam, tergantung

pada gangguan yang mendasarinya. Insufisisensi dan gagal

pernapasan adalah komplikasi yang utama mengancam pasien

PPOM. Ketajaman awitan dan keparahan dari gagal napas

tergantung dari fungsi dasar dari paru-paru pasien.

Hipoksia kronik karena komplikasi dapat mengarah pada

gejala-gejala dan perubahan kepribadian. Pasien dikaji terhadap

kebutuhan akan oksigen. Oksigen digunakan secara hati-hati.


21

Pasien dipantau dan diajarkan tentang tanda-tanda dan gejala

infeksi pernapasan.

2. Konsep Fisioterapi Dada

Adapun konsep fisioterapi dada menurut Ratna Hidayati 2014

a. Pengertian

Fisioterapi dada merupakan kumpulan teknik terapi atau

tindakan pengeluaran sekret yang dapat digunakan, baik secara

mandiri maupun kombinasi agar tidak terjadi penumpukan sekret

yang mengakibatkan tersumbatnya jalan nafas dan komplikasi

penyakit lain sehingga menurunkan fungsi ventilasi paru-paru.

b. Indikasi

Pasien dengan gangguan paru-paru yang menunjukkan peningkatan

produksi lendir (bronkitis, emfisema, fibrosis kistik, bronkitis kronis )

c. Kontraindikasi

Pasien yang mengalami abses paru atau tumor, pneumotoraks,

penyakit-penyakit pada dinding dada (fraktur), efusi pleura, dan

tuberculosis.

d. Tujuan

1. Mempertahankan ventilasi yang adekuat dan mencegah infeksi.

2. Melepaskan dan mengeluarkan sekret dari bronkus dan

bronkiolus.

3. Mencegah kolaps dari paru- paru yang disebabkan oleh

tersumbatnya sekret yang keluar.

e. Cara melaksanakan fisioterapi dada(Potter & perry, 2006).

1. Dilakukan sebelum makan untuk mencegah mual atau muntah

dan dilaksanakan menjelang tidur malam untuk meningkatkan

kenyamanan tidur.
22

2. Dapat dilakukan dua kali sehari,bila dilakukan pada beberapa

posisi tidak lebih dari 40-60 menit, tiap satu posisi 3-10 menit.

3. Posisi pasien selama tindakan fisioterapi dada disesuaikan

dengan daerah yang mengalami sumbatan oleh sekret atau

lendir.

4. Postural drainase dapat dihentikan bila suara pernafasan normal,

klien mampu bernafas secara efektif, dan hasil rontgen tidak

terdapat penumpukan sekret.

f. Jenis Fisioterapi dada.

1. Postural drainage

Postural drainase (PD) merupakan salah satu intervensi

untuk melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru dengan

menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Mengingat kelainan

pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi maka Postural

drainage dilakukan pada berbagai posisi disesuaikan dengan

kelainan parunya. Postural drainage harus sering dilakukan jika

lendir klien berubah warna menjadi kehijauan dan kental atau

ketika klien menderita demam. Postural drainage dapat dilakukan

untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran nafas tetapi

juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi

atelektasis. Pada penderita dengan produksi sputum yang

banyak Postural drainase lebih efektif bila disertai dengan

clapping dan vibrating.

1) Indikasi untuk Postural Drainase :

a) Profilaksis untuk mencegah penumpukan sekret yaitu

pada :

1) Pasien yang memakai ventilasi


23

2) Pasien yang melakukan tirah baring yang lama

3) Pasien yang produksi sputum meningkat seperti

pada fibrosis kistik atau bronkiektasis

4) Pasien dengan batuk yang tidak efektif

b) Mobilisasi sekret yang tertahan :

1) Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh

secret

2) Pasien dengan abses paru

3) Pasien dengan pneumonia

4) Pasien pre dan post operatif

5) Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan

gangguan menelan atau batuk

2) Kontra indikasi untuk postural drainase :

a) Tension pneumotoraks

b) Hemoptisis

c) Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi,

hipertensi, infark miokard akutrd infark dan aritmia.

d) Edema paru

e) Efusi pleura yang luas

3) Persiapan pasien untuk postural drainase:

a) Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan

pinggang.

b) Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas

tetapi lengkap.

c) Memeriksa vital sign pasien sebelum dilakukan tindakan

d) Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan

suction untuk mengeluarkan sekret.


24

4) Alat dan Bahan

a) Bantal 2-3

b) Tisu wajah

c) Segelas air hangat

d) Masker

e) Sputum pot

5) Prosedur Kerja

a) Jelaskan prosedur

b) Kaji area paru, data klinis, foto x-ray

c) Cuci tangan

d) Pakai masker

e) Dekatkan sputum pot

f) Berikan minum air hangat

g) Atur posisi pasien sesuai dengan area paru yang akan

didrainage

h) Minta pasien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15

menit. Sambil PD bisa dilakukan clapping dan vibrating

i) Berikan tisu untuk membersihkan sputum

j) Minta pasien untuk duduk, nafas dalam dan batuk efektif

k) Evaluasi respon pasien (pola nafas, sputum: warna, volume,

suara pernafasan)

l) Cuci tangan

m) Dokumentasi (jam, hari, tanggal, respon pasien)

n) Jika sputum masih belum bisa keluar, maka prosedur dapat

diulangi kembali dengan memperhatikan kondisi pasien.


25

6) Posisi Postural Drainase

1. Bronkus Apikal Anterior Lobus Atas

Untuk menguras lendir dari segmen apikal lobus atas,

minta pasien duduk di posisi yang nyaman ditempat tidur

atau permukaan datar dan bersandar pada bantal terhadap

kepala tempat tidur atau pemberi perawatan. Perawat

menepuk dan menggetarkan diatas area otot antara tulang

selangka dan bagian atas tulang blikat di kedua sisi selama

3 sampai 5 menit .anjurkan pasien untukmengambil napas

dalam-dalam dan batuk selama perkusi untuk membantu

membersihkan saluran udara

1
3
2

Gambar. 1 Bronkus Apikal Anterior Lobus Atas

Ket :

1. Kepala menghadap ke bawah


2. Posisi tangan didekat kepala
3. Kaki diluruskan

2. Bronkus Apikal Posterior Lobus Kanan

Minta pasien duduk dengan nyaman di kursi atau sisi

tempat tidur dan membungkuk, lengan menggantung,

menghadap bantal.Perawat menepuk dan menggetarkan

dengan kedua tangan diatas punggung atas pada kedua sisi

kanan dan kiri.


26

Gambar.2 Bronkus Apikal Posterior Lobus Kanan

1. Posisi kepala bersandar dan


pandangan lurus kedepan
2. Posisi kaki ditekuk

3. Bronkus Lobus atas anterior

Minta pasien berbaring datar ditempat tidur atau meja

dengan bantal dibawah kepala dan kakinya untuk

kenyamanan. Perawat menepuk dan menggetarkan sisi

kanan dan kiri bagian depan dada, antara tulang selangka

dan putting.

1
2

Gambar .3 Bronkus Lobus atas anterior

1. Posisi kepala menghadapke atas dengan


bantal dibawah kepala
2. Posisi kaki lurus dengan bantal dibawah
kaki

4. Bronkus lingual lobus atas kiri


27

Minta pasien berbaring miring ke kanan dan posisi

trendelenburg, dengan kaki di tempat tidur ditinggikan 30

cm. Tempatkan bantal dibelakang punggung dan gulingkan

pasien seperempat putaran ke bantal. Perawat menepuk

dan menggetarkan daerah luar putting.

2
1

Gambar .4 Bronkus lingual lobus atas kiri

1. Posisi kepala menghadap samping


kanan
2. Kaki sedikit ditekuk dan lebih tinggi 30
cm

5. Bronkus lobus tengah kanan

Minta pasien berbaring miring kiri dan tinggikan kaki

tempat tidur 30 cm. Tempatkan bantal dibelakang punggung

pasien dan gulingkan pasien seperempat putaran

bantal.Perawat menepuk dan menggetarkan diluar daerah

puting yang tepat.

2
1

Gambar .5 Bronkus lobus tengah kanan


28

ket :

1. Posisi kepala menghadap kekiri


2. Kaki ditinggikan 30 cm

6. Bronkus lobus bawah anterior kanan dan kiri

Minta pasien berbaring terlentang dengan posisi

trendelenburg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 45

sampai 50 cm. Biarkan lutut menekuk pada bantal, perawat

menepuk dan menggetarkan dan menggetarkan diatas

tulang rusuk yang lebih rendah di sisi kiri dan kemudian

harus diulang pada sisi yang berlawanan dengan perkusi

dan getaran diatas tulang rusuk yang lebih rendah di sisi

kanan dada.

2
1

Gambar .6 Bronkus lobus bawah anterior kanan dan kiri

Ket :

1. Posisi kepala lurus


2. Posisi kaki sedikit ditekuk dan
ditinggikan 45-50 cm

7. Bronkus basal posterior kanan dan kiri

Minta pasien berbaring tengkurap dalam posisi

trendelenburg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 45


29

sampai 50 cm. Perawat menepuk dan menggetarkan bagian

bawah punggung, diatas sisi kiri dan kanan tulang belakang.

1 2

Gambar .7 Bronkus basal posterior kanan dan kiri

Ket :

1. Posisi kepala menghadap ke tempat


tidur
2. Posisi kaki lebih tinggi 45-50 cm

8. Bronkus lateral lobus bawah kanan dan kiri

Minta pasien berbaring miring ke kanan dan ke kiri pada

posisi trendelenburg dengan kaki tempat tidur ditinggikan 45

sampai 50 cm. Perawat menepuk dan menggetarkan diatas

bagian paling atas dari bagian bawah tulang rusuk kiri,

kemudian harus diulang pada sisi yang berlawanan, dengan

perkusi dan getaran selama bagian paling atas dari sisi

kanan tulang rusuk yang lebih rendah.

1 2
30

Gambar .8 Bronkus lateral lobus bawah kanan dan kiri

Ket :

1. Posisi kepala menghadap ke


kanan
2. Dan kaki ditinggikan 45-50 cm

9. Bronkus superior lobus bawah kanan dan kiri

Minta pasien berbaring telungkup dengan bantal dibawah

lambung.Perawat menepuk dan menggetarkan pada bagian

bawah tulang belikat, dikedua sisi kanan dan kiri tulang

belakang, hindari perkusi/tepukan langsung atau getaran

diatas tulang belakang itu sendiri.

1 2

Gambar .9 Bronkus superior lobus bawah kanan dan kiri

Ket :

1. Posisi kepala menghadap ke tempat


tidur
2. Posisi kaki diluruskan

2. Clapping / perkusi

Perkusi adalah tepukan dilakukan pada dinding dada atau

punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkok. Tujuannya

adalah untuk melepaskan sekret yang tertahan atau melekat pada


31

bronkhus. Perkusi dada merupakan energi mekanik pada dada yang

diteruskan pada saluran nafas paru. Perkusi dapat dilakukan dengan

membentuk kedua tangan deperti mangkok. Perkusi secara rutin

dilakukan pada pasien yang mendapat postural drainase, jadi semua

indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.

Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :

a. Patah tulang rusuk

b. Emfisema subkutan daerah leher dan dada

c. Luka bakar, infeksi kulit

d. Emboli paru

e. Pneumotoraks tension yang tidak diobati

1) Alat dan Bahan

a) Handuk kecil

2) Prosedur Kerja

a) Tutup area yang akan dilakukan clapping dengan handuk

untuk mengurangi ketidaknyamanan

b) Anjurkan pasien untuk rileks, napas dalam dengan Purse lips

breathing

c) Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit dengan

kedua tangan membentuk mangkok

3. Vibrating

Vibrasi secara umum dilakukan bersamaan dengan clapping.

Sesama postural drainase terapis biasanya secara umum memilih

cara perkusi atau vibrasi untuk mengeluarkan sekret. Vibrasi dengan

kompresi dada menggerakkan sekret ke jalan nafas yang besar

sedangkan perkusi melepaskan/melonggarkan sekret. Vibrasi

dilakukan hanya pada waktu pasien mengeluarkan nafas. Pasien


32

disuruh bernafas dalam dan kompresi dada dan vibrasi dilaksanakan

pada puncak inspirasi dan dilanjutkan sampai akhir ekspirasi. Vibrasi

dilakukan dengan cara meletakkan tangan bertumpang tindih pada

dada kemudian dengan dorongan bergetar. Kontra indikasinya

adalah patah tulang dan hemoptisis.

1) Tujuan Vibrating

a) Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru

b) Memperkuat otot pernapasan

c) Mengeluarkan secret dari saluran pernapasan

d) Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan

oksigen yang cukup.

2) Prosedur Kerja

a) Meletakkan kedua telapak tangan tumpang tindih diatas area

paru yang akan dilakukan vibrasi dengan posisi tangan terkuat

berada di luar

b) Anjurkan pasien napas dalam dengan Purse lips breathing

c) Lakukan vibrasi atau menggetarkan tangan dengan tumpuan

pada pergelangan tangan saat pasien ekspirasi dan hentikan

saat pasien inspirasi

d) Istirahatkan pasien

e) Ulangi vibrasi hingga 3X, minta pasien untuk batuk

3. Bersihan jalan napas

Bersihan jalan nafas yaitu ketidakmampuan untuk membersihkan

sekresi atau obstruksi saluran pernapasan guna mempertahankan jalan

napas yang bersih (Nanda, 2015).


33

Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan keadaan dimana

individu tidak mampu mengeluarkan secret dari saluran napas untuk

mempertahankan kepatenan jalan napas (.Lynda Juall, 2012)

1) Proses terjadinya

Bersihan jalan napas tidak efektif adalah kemampuan

untuk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernapasan

guna mempertahankan jalan napas yang bersih (Nanda, 2015).

Obstruksi jalan napas merupakan kondisi pernapasan

yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif,

dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat

penyakit infeksi, imobilisasi. Hipersekresi mukosa saluran

pernapasan yang menghasilkan lendir sehinga partikel partikel

kecil yang masuk bersama udara akan mudah menempel

didinding saluran pernapasan hal ini akan mengakibatkan terjadi

sumbatan sehingga ada udara yang menjebak dibagian distal

saluran napas, maka individu akan berusaha lebih keras untuk

mengeluarkan udara tersebut sehinga pada fase ekspirasi yang

panjang akan muncul bunyi-bunyi abnormal seperti mengi dan

ronchi.(Lynda Juall, 2012).

Kriteria bersihan jalan napas menurut Nanda (2015),

antara lain:

a) Tidak ada suara nafas tambahan.

Suatu keadan dimana suara nafas pasien

terdengar bersih seperti :

1) Suara nafas normal : Vesikuler

2) Suara nafas abnormal : wheezing, Ronchi, krekels,

gargling dan snoring


34

b) Mampu mengeluarkan secret

Dimana pasien dapat mengeluarkan secret dengan

mandiri yaitu dengan cara batuk efektif sehingga tidak

terdapat secret di saluran nafas

Kuantitas secret yang baik menurut kemenkes RI

(2012) :

a) Baik : 3- 5 ml

b) Tidak baik : kurang dari 3 ml

c) Pernapasan klien normal

1. Pernafasan normal (16-20x permenit)

2. Tadipnea ( lebih dari 20x permenit )

3. Bradipnea (kurang 16x permenit )

2) Pemeriksaan diagnostik

a) Rontgen dada

Merupakan pemeriksaan yang dilakukan misalnya untuk

melihat lesi paru pada penyakit TB, adanya tumor, benda

asing, pembengkakan paru, penyakit jantung dan untuk

melihat struktur abnormal.

b) Flouroskopi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui mekanisme

kardiopulmonum, misalnya kerja jantung, diafragma dan

kontraksi paru

c) Bronkografi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat secara visual

bronkus sampai dengan cabang bronkus pada penyakit

gangguan bronkus.

3) Penatalaksanaan medis
35

a) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan.

Pemberian oksigen pada pasien merupakan tindakan

keperawatan dengan cara memberikan oksigen kedalam

paru, melalui saluran pernapasan dengan menggunakan alat

bantu oksigen.

4) Penatalaksanaan keperawatan

a) Latihan pernapasan

Latihan pernapasan merupakan cara bernapas untuk

memperbaiki ventilasi alveoli atau memelihara pertukaran gas

meningkatkan efisiensi, batuk dan mengurangi stress.

b) Latihan batuk efektif

Merupakan cara untuk melihat pasien yang tidak memiliki

kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk

membersihkan laring, trakea dan bronkiolus, dari secret atau

benda asing di jalan napas.

c) Fisioterapi dada

Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang

terdiri dari postural drainase, perkusi dan vibrasi


36

B. Kerangka Konsep

Penyebab PPOK

1. Pajanan dari partikel lain


2. Genetik
3. Riwayat infeksi saluran
napas berulang
4. Gender,
5. Faktor sosial ekonomi Keefektifan bersihan
PPOK
jalan nafas
Penatalaksanaan PPOK

1. Memperbaiki Pertukaran gas


Kriteria bersihan jalan napas
2. Fisioterapi dada. menurut Nanda (2015), antara
a. Postural drainase lain:
b. Perkusi/ clapping a) Tidak ada suara nafas
c. vibrasi tambahan.
b) Mampu mengeluarkan secret
3. Mencegah Infeksi c) Pernapasan klien normal 16-
Bronkopulmonal. 20 kali permenit
4. Latihan bernapas dan training
pernapasan
5. Meningkatkan kondisi fisik
6. Peningkatan tindakan koping.
7. Pendidikan pasien dan
pertimbangan perawatan di
rumah
8. Pemantauan dan
penanganan potensial
komplikasi.

Keterangan : : Diteliti

: Tidak Diteliti

Gambar 11 : Kerangka Konsep Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan


Jalan Napas Pasien PPOK. Sumber: Modifikasi kerangka konsep
model Barbara (2010), Suprapto (2013)

Anda mungkin juga menyukai