Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KEBUDAYAAN AGAMA HINDU


DIBALI PADA MASA POSTMODERN

Oleh :
I Putu Sudharma Yoga (1705541002)
I Putu Agus Surya Adi Pratama (1705541003)
I Gusti Ngurah Arya Tri Andhika (1705541022)
Gede Krisna Andika Putra (1705541043)

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….i
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………...1
A. Latar Belakang………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………2
C. Tujuan…………………………………………………………………...2
D. Manfaat…………………………………………………………………3
BAB II. PEMBAHSAN…………………………………………………………...4
A. Gebogan………………………………………………………………...4
B. Ngaben………………………………………………………………….5
C. Tajen……………………………………………………………………6
BAB III. PENUTUP…………………………………………………………....…8
A. Kesimpulan……...……………………………………………………...8
B. Kritik dan Saran………………………………………………………...8

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Era post modern merupakan era yang merujuk pada berakhirnya era modern
.Era modern adalah era yang memandang rasio sebagai kekuatan tunggal yang
menentukan segalanya. Era modern dikuasai oleh pemikiran-pemikiran yang
bersifat rasional. Rasio menjadi kunci kebenaran pengetahuan dan kebudayaan
modern, era ini memberikan kebebasan masyarakat dari pengaruh mitologi,
irrasional, agama dan takhyul.
Era postmodern lahir ditandai dengan dominasi kecanggihan teknologi
dan ilmu pengetahuan. Bagi Habermas, postmodern merupakan satu tahap dari
modernism yang belum selesai. Postmodern mendekonstruksi pemikiran
modernism yang mengutamakan kekuatan rasionalitas yang menjebak dan
cenderung represif dan menganut kebenarann yang bersifat absolute. Postmodern
memghargai nilai-nilai keberagaman yang berasal dari aneka sumber, setiap
komunitas memiliki kebenarannya sendiri . Hal ini tentunya memunculkan
berbagai dampak perubahan pada manusia ,baik dalam perilaku maupun mengenai
nilai dan etika kehidupan secara sosial maupun budaya. Era ini berusaha
memberikan kehidupan yang lebih baik dan mampu memberikan solusi atas
permasalahan – permasalahan yang tidak terselesaikan di era modern.
Namun dalam penerapannya era postmondern cenderung kebanyakan
bertentangan dengan adanya adat istiadat suatu keyakinan dalam beragama hindu,
walaupun agama hindu bersifat fleksibel namun implementasinya kurang tepat
sasaran. Hal tersebut terjadi karena manusia cenderung mengadopsi berbagai
kebudayaan, mengambil sedikit dari berbagai keberagaman kebudayaan yang ada,
yang dirasa cocok untuk dirinya tanpa harus mengalami kesulitan untuk bertahan
diera postmodern. Perubahan tersebut dikenal sebagai perubahan sosial atau social
change. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya, namun
perubahannya hanya mencakup kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat,
kecuali organisasi sosial masyarakatnya. Perubahan sosial tersebut bardampak pada
munculnya semangat-semangat untuk menciptakan produk baru yang bermutu

1
tinggi dan hal inilah yang menjadi dasar terjadinya revolusi industri, serta
kemunculan semangat asketisme intelektual.
Pandangan postmodern tersebut mempengaruhi kehidupan manusia dalam
bertingkah laku. Penghayatan atas nilai dan moral menjadi terpecah karena manusia
bebas menafsir dan memberi penilaian tentang kebenaran sesuai keinginannya.
Nilai agama seolah tidak memiliki kelebihan dari nilai-nilai kehidupan lainnya.
Agama tidak berhak untuk menjadi satu-satunya sumber nilai karena dipersamakan
dengan filasafat yang merupakan buah karya pemikiran manusia.
Terdapat beberapa contoh penyimpangan yang terjadi pada kebudayaan
khususnya kebudayaan agama hindu yang ada di bali contohnya pada Gebongan
yang pada umumnya digunakan sebagai sesajen yang harus tulus dari hati, yang
pada masa postmodern ada yang menggunakan sesajen yang instan, lalu terdapat
pada upacara pengabenan yang dimana bade yang biasanya diarak oleh orang orang
sekarang pada masanya postmodern terdapat kasus yang dimana bade tersebut
menggunakan mobil, selanjutnya pada upacara melasti yang biasanya diiringi oleh
orang orang dan pada sesuhunan atau pretimanya di”suun” oleh orang yang terpilih
dan jalan menuju tempat prosesi upakara sedangkan pada masa sekarang digotong
menggunakan mobil truck. Berbagai contoh berikut mencerminkan kebudayaan
masyarakat yang tergerus arus teknologi tanpa mengkaji kembali apakah baik atau
tidak.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, beberapa permasalahan yang muncut
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa saja penyimpangan yang terjadi pada kebudayaan hindu di Bali di era
postmodern?
2. Bagaimana cara mengatasi penyimpangan yang terjadi?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini merupakan dapatnya terjalin kebudayaan hindu
dengan era postmodern yang sesuai dengan etika dan ketentuan yang ada tanpa
adanya penyimpangan.

2
D. Manfaat
Penulisan makalah ini bermanfaat untuk memberikan pengetahuan dan
infomasi kepada masyarakat terkait penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan
dapat mengingatkan masyarakat untuk tidak lagi melakukan penyimpangan yang
secara tidak langsung maupun tidak sadar.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gebogan
1. Pengertian Gebogan
Gebogan atau juga disebut Pajegan adalah suatu bentuk persembahan
berupa sesenan dan rangkaian buah buahan dan bunga. Umumnya gebogan dibawa
ke pura untuk rangkaian upacara panca yadnya. Arti kata Gebogan itu sendiri dalam
Bahasa Bali sebenarnya berarti “jumlah”. Gebogan ini terdiri atas beragam buah
aneka warna dan berbagai penganan yang diolah dari hasil bumi
Tinggi rendahnya Gebogan/ Pajegan tergantung dari keiklasan dan
kemampuan dari masing masing individu membuat Gebogan, Karena nilai dari
sebuah Gebogan/ Pajegan tidak diukur dari tinggi atau rendahnya akan tetapi dari
keiklasan hati dalam menunjukan rasa syukur. Dan selebihnya merupakan bentuk
pengapresasian seni.
Tidak dibenarkan jika berlomba lomba membuat Gebogan/Pajegan hanya
untuk dipamerkan kepada orang lain apalagi sampai dipaksakan dengan mencari
hutang dan akhirnya mengkambing hitamkan agama. Tapi ironisnya sebagian orang
masig belum memahami tentang apa makna sebenarnya dari Gebogan atau
persembahan itu sendiri.
Pada masa postmodern tidak sedikit terdapat penyimpangan dari gebogan
yang dimana penyimpangan tersebut terjadi akibat kurangnya pemahaman individu
yang contohnya merupakan gebogan dengan isi berupa beer. Tentunya gebogan
beer tersebut sudah termasuk kedalam penyimpangan kebudayaan hindu karena
beer merupakan suatu minuman yang identik dengan alcohol dan juga didalamnya
individu tersebut biasanya ada rasa pamer atau kesombongan atau kesannya
mencari sensasi di lingkungannya., seharusnya gebogan tersebut terdiri atas buah
buahan ataupun olahan bumi, walaupun beer juga olahan bumi namun kesannya
kurang masuk kedalam kebudayaan hindu di Bali.

4
B. Ngaben
1. Pengertian Ngaben
Ngaben merupakan upacara kremasi atau pembakaran jenazah di Bali,
Indonesia. Upacara adat Ngaben merupakan sebuah ritual yang dilakukan untuk
mengirim jenazah pada kehidupan mendatang. Dalam upacara ini, jenazah
diletakkan dengan posisi seperti orang tidur. Keluarga yang ditinggalkan pun akan
beranggapan bahwa orang yang meninggal tersebut sedang tertidur. Dalam upacara
ini, tidak ada air mata karena mereka menganggap bahwa jenazah hanya tidak ada
untuk sementara waktu dan menjalani reinkarnasi atau akan menemukan
peristirahatan terakhir di Moksha yaitu suatu keadaan dimana jiwa telah bebas dari
reinkarnasi dan roda kematian. Upacara ngaben ini juga menjadi simbol untuk
menyucikan roh orang yang telah meninggal.
Dalam ajaran agama Hindu, jasad manusia terdiri dari badan halus (roh atau
atma) dan badan kasar (fisik). Badan kasar dibentuk oleh lima unsur yang dikenal
dengan Panca Maha Bhuta. Kelima unsur ini terddiri dari pertiwi (tanah), teja (api),
apah (air), bayu (angin), dan akasa (ruang hampa). Lima unsur ini menyatu
membentuk fisik dan kemudian digerakkan oleh roh. Jika seseorang meninggal,
yang mati sebenarnya hanya jasad kasarnya saja sedangkan rohnya tidak. Oleh
karena itu, untuk menyucikan roh tersebut, perlu dilakukan upacara Ngaben untuk
memisahkan roh dengan jasad kasarnya.
Secara garis besarnya Ngaben adalah untuk memproses kembalinya Panca
Mahabhuta di alam besar ini dan mendampingi Atma (Roh) ke alam Pitra dengan
memutuskan keterikatannya dengan badan duniawi itu. Dengan memutuskan
kecintaan Atma (Roh) dengan dunianya, Ia bakal bisa kembali pada alamnya, yakni
alam Pitra. Kemudian yang menjadi tujuan upacara ngaben adalah supaya ragha
sarira (badan / Tubuh) cepat bisa kembali terhadap asalnya, yaitu Panca Maha
Bhuta di alam ini dan Atma bisa selamat bisa berangkat ke alam pitra. Dalam
prosesinya, selain menggunakan Wadah, Bade, juga disertai Lembu. Wadah, Bade,
dan Lembu umumnya memiliki fungsi yang sama sebagai perlengkapan untuk
melaksanakan ritual Ngaben di Bali. Namun, penggunaan Wadah biasanya
digunakan oleh seseorang yang tidak berkasta. Sedangkan Bade dan Lembu

5
digunakan oleh mereka yang memiliki kasta lebih tinggi. Dalam filosofinya, Wadah
dan Bade merupakan simbol dari bagian bawah dari Gunung Maliawan.
Belakangan ini ada kecenderungan untuk melaksanakan pangabenan secara
berlebihan, bahkan dianggap sudah menyalahi makna Ngaben itu sendiri. Adanya
fenomena melaksanakan pangabenan secara mewah dan besar – besaran ini, dengan
membeli Wadah yang lengkap dan besar dengan tujuan agar atman dapat lebih
mudah tiba di Nirwana merupakan stigma yang keliru. Wadah, Bade, dan Lembu
hanya sarana pangabenan, bukan penentu seseorang itu akan mudah masuk surga
atau tidak. Atman dimudahkan menuju Suargan atau Nirwana, bukan karena Wadah
yang digunakan, tapi tergantung seperti apa karma sang atman itu. Pada umumnya
orang sering salah kaprah. ketika orang tuanya telah tiada mereka seolah membayar
utang mereka dengan menyelenggarakan upacara Ngaben secara jor – joran.
Fenomena Ngaben di jaman Post-Modern lainnya ialah, dimana
Wadah/Badenya diarak dengan menggunakan mobil pickup. Hal ini terjadi pada
umumnya karena jauhnya letak setra (kuburan) dari tempat tinggalnya. Sehingga
Wadah/Bade harus diarak menggunakan pickup agar efisiensi waktu dan mencegah
hal hal yang buruk terjadi.

C. Tajen
Tajen adalah sebutan dari kegiatan Tabuh Rah, dimana kata Tajen ini
diperkirakan berasal dari kata "Tajian", Taji merupakan sejenis pisau tajam yang
memiliki 2 sisi mata pisau, yang panjangnya kira-kira sejari telunjuk orang dewasa
yang dipasang di kaki ayam jago. tujuan dari pemasangan "Taji" ini agar ayam jago
yang diadu tersebut dapat melukai lawannya sehingga ada darah yang menetes ke
tanah. nah, tetesan darah inilah yang disebut "Tabuh Rah" yang artinya ritual
menebarkan darah suci.
“Tajen” merupakan bagian dari acara ritual keagamaan tabuh rah atau prang
sata dalam masyarakat Hindu Bali. Yang mana tabuh rah ini mempersyaratkan
adanya darah yang menetes sebagai simbol / syarat menyucikan umat manusia dari
ketamakan/ keserakahan terhadap nilai-nilai materialistis dan duniawi. Tabuh rah
juga bermakna sebagai upacara ritual buta yadnya yang mana darah yang menetes

6
ke bumi disimbolkan sebagai permohonan umat manusia kepada Sang Hyang
Widhi Wasa agar terhindar dari marabahaya.
Di Indonesia hanya kepulauan Bali yang mendapatkan izin dari pemerintahan
untuk diperbolehkan melakukan sabung ayam karena berhubungan dengan acara
adat sekaligus ritual keagamaan di Bali.Sabung ayam sudah ada sejak jaman
majapahit. Konon sabung ayam lekat dengan tradisi tabuh rah yaitu salah satu
upacara dalam masyarakat Hindu di Bali. Sabung ayam sudah melekat dan susah
untuk ditinggalkan terutama untuk kaum lelaki. Pada tahun 1981 adanya larangan
karena dikaitkan dengan judi. acara sambung ayam kemudian dilakukan secara
sembunyi – sembunyi oleh masyarakat Bali. Namun sekarang sabung ayam disetiap
desa di Bali memiliki tatacara tersendiri. Dalam acara sabung ayam atau tajen hanya
dijadikan hiburan semata, bukan menang atau kalah. Meski demikian sebelum acara
di sabung ayam mulai kepala desa adat terlebih dahulu mengadakan upacara kepada
Dewa Tajen agar tidak terjadi perselihan selama acara berlangsung. Dan tradisi
sabung ayam ini menjadi atraksi menarik bagi wisatawan.Tradisi sabung ayam
merupakan tradisi kuno yang ada di Bali. Sabung ayam dipentaskan dalam berbagai
acara seperti upacara keagamaan, sebagai persembahan kepada para dewa.
Bali sebagai tujuan wisata, banyak tamu asing yang kebetulan lewat dan
melihat aktifitas Tabuh Rah Tajen, ini mungkin perlu mendapatkan penjelasan yang
benar dari pemandu wisatanya, agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap tradisi
Tabuh Rah Tajen ini. Maraknya sabung ayam Tajen alias gocekan di seluruh
pelosok Bali disebabkan bukanlah karena umat Hindu di Bali tidak taat beragama,
tetapi karena belum memahami bahwa Tajen yang dibarengi judi itu dilarang dalam
Agama.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan berkembangnya pola piker masyarakat di masa postmodern,
perkembangan budaya hindu di Bali harus kembali kepada aturan, etika dan
moralisme yang berlaku dikarenakan sudah banyak kasus kasus penyimpangan
terhadap kebudayaan yang telah diwariskan secara turun temurun.
Perkembangan teknologi tidak dapat dibendung, agama hindu yang
fleksibel haruslah diimbangi dengan masyarakat yang lebih kritis terhadap
fleksibelitas ini, kesinambungan antara teknologi dan kebudayaan hindu tidak harus
di telan secara mentah mentah, jika hal itu terjadi maka akan menimbulkan berbagai
macam kekeliruan yang ada dimasyarakat yang seharusnya salah, tetapi ditanggapi
dengan benar oleh masyarakat.

B. Kritik dan Saran

Masih banyak kekeliruan yang terjadi dimasyarakat khususnya hindu dibali


yang harus segera diperbaiki, sehingga tidak terjadi penyimpangan terhadap etika
dan moral yang ada dimasyarakat.

Makalah yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna, masih banyak hal
hal yang perlu dibahas, teknologi semakin hari semakin pesat perkembangannya,
jangan terlalu gagap dengan teknologi, jangan pula terlalu mengikuti trend yang
berlangsung tanpa memikirkan apakah sesuai dengan kebudayaan yang ada di
daerah tempat tinggal khususnya di Bali. Semoga masyarakat Bali kedepannya
lebih sadar akan etika berkebudayaan yang benar

Anda mungkin juga menyukai