Asuhan Keperawatan Epilepsi
Asuhan Keperawatan Epilepsi
PENDAHULUAN
1
pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan
psikososial yang merugikan baik bagi penderita maupun keluarganya.
Di Indonesia belum ada data epidermiologis yang pasti tetapi
diperkirakan ada 900.000- 1.800.000 penderita, sedangkan penanggulangan
penyakit ini belum merupakan prioritas dalam sistem kesehatan Nasional.
Oleh karena pentingnya pengetahuan untuk mengobati dan mencegah
terjadinya penyakit ini sejak dini serta masih melekatnya faktor kebudayaan
yang salah pada penderita epilepsi, maka perlu dibahas asuhan keperawatan
pada kasus epilepsi lebih dalam. Gangguan ini sangat penting untuk dibahas
karena sangat dekat sekali dengan kehidupan sehari-hari. Gangguan ini tentu
bisa merusak aspek psikologi dan psikososial penderita dan diperlukan
asuhan keperawatan yang holistik sebagai sarana promotif, prevetif dan
kuratif yang efektif sehingga dapat menurunkan risiko gangguan sistem
saraf.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan siswa dan siswi dapat
mengerti dan memahami tentang penyakit epilepsy
1.2.2Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan ini siswa dan siswi dapat :
1. Memahami Pengertian epilepsy
2. Memahami penyebab epilepsy
3. Memahami tanda dan gejala epilepsy
4. Memahami komplikasi epilepsy
5. Memahami penanganan epilepsi
2
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN
2.2 Strategi
c. Penyaji menjelaskan kelainan tanda dan gejala apa saja yang terjadi pada
penderita epilepsy
2.3 Metode
1. Ceramah
2. Diskusi dan tanya jawab
2.4 Media/alat
a. Alat pembelajaran
1. LCD
2. Laptop
b. Media pembelajaran
1. powerpoint
2. Leaflet
3. Vidio
3
2.5 Waktu Dan Tangal
Hari : Jum’at
Tanggal : 12 April 2019
Waktu : 08.00-10.30
Moderator : iyassalwani
Peserta Penyuluhan
Peserta Penyuluhan
4
Sub Pokok Bahasan : epilepsi
D. Kegiatan Penyuluhan
5
No Waktu Kegiatan Sasaran
Penyajian Masyarakat
6
materi yang pasien tentang materi berdialog
didiskusikan penyuluhan untuk tentang materi
d. Mengakhiri kegiatan mengetahui feed back. penyuluhan.
dengan salam Misalnya dengan Bersama
memberikan studi kasus penyaji
dan hadiah kepada peserta menyimpulkan
yang bisa menjawab materi.
dengan benar. Mengerti dan
Menyampaikan mempunyai
kesimpulan dengan pengetahuan
singkat dan jelas. baru tentang
Menyampaikan salam materi
penutup dan ucapan penyuluhan
terimakasih dengan sopan ditandai
dan jelas. dengan hampir
keseluruhan
peserta dapat
menjawab
studi kasus.
Menjawab
salam.
BAB III
7
Tinjauan Teoritis
3.1 Definisi
Epilepsy adalah sindrom klinis yang ditandai dengan dua atau lebih
bangkitan. Sebagai besar timbul tanpa provokasi akibat kelainan abnormal
primer diotak dan bukan sekunder oleh sebab sistemik. Penyakit epilepsi
telah dikenal lama di masyarakat (terbukti dengan adanya istilah-istilah
bahasa daerah untuk penyakit tersebut seperti sawam, ayan, sekalor, dan
celengan), tapi pengertian akan penyakit tersebut masih kurang bahkan
salah sehingga penderita digolongkan dalam penyakit gila, kutukan dan
turunan akibatnya penderita tidak diobati atau bahkan disembunyikan.
Harsono (2007) menambahkan bahwa hal tersebut mengakibatnya banyak
penderita epilepsi tidak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang tidak
tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang merugikan
baik bagi penderita maupun keluarganya.
8
gangguan sensorik (subyektif), gangguan motorik atau kejang (obyektif),
gangguan otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku (psikologis).
Semuanya itu tergantung dari letak fokus epileptogenesis atau sarang
epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenallah bermacam jenis epilepsi
9
saja atau klonik-tonik-klonik. Segera sesudah sawan berhenti kesadaran
belum pulih dan penderita tertidur. Kadang-kadang sebelum sawan ada
gejala prodromal berupa kecemasan yang tidak menentu atau rasa tidak
nyaman.
Serangan tonik-klonik umum dapat terjadi pada segala usia, namun
paling sering terjadi pada umur 0-20 tahun. Serangan berlangsung
selama 2-5 menit. Pascaserangan, penderita tampak mengantuk sekali
selama beberapa menit sampai beberapa jam. Setelah sadar pernapasan
kembali normal secara berangsur-angsur, penderita mengalami amnesia
parsial dan kadang-kadang ada keluhan nyeri kepala. Penderita serangan
tonik-klonik umum primer maka serangan epilepsi biasanya muncul
pada saat tidak tidur (Harsono, 2001).
3.2 Etiologi
1. Factor fisiologis
2. Factor biokimiawi
3. Factor anatomis
4. Gabungan factor-faktor diatas
5. Penyakit yang pernah diterima (trauma lahir, trauma kapitis, radang
otak, tumor otak, gangguan peredaran darah, hipoksia, anomaly
kongenital otak, degenerasi susunan saraf pusat, gangguan
metabolism, gangguan elektrolit, keracunan obat atau zat kimia,
jaringan parut factor herediter).
10
simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, misalnya West
syndrome dan Lennox Gastaut syndrome. Bila salah satu orang tua epilepsi
(epilepsyi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan
bila kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi
menjadi 20%-30%. Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan
epilepsi seperti hormon estrogen, hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid)
meningkatkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi, sebaliknya hormon
progesteron, ACTH, kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan
kepekaan terjadinya serangan epilepsi. Kita ketahui bahwa setiap wanita di
dalam kehidupannya mengalami perubahan keadaan hormon (estrogen dan
progesteron), misalnya dalam masa haid, kehamilan dan menopause.
Perubahan kadar hormon ini dapat mempengaruhi frekwensi serangan
epilepsi.
11
3. Gejala putus obat dan alcohol
4. Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) 1. Trauma
2. Alkoholisme
3. Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) 1. Tumor otak
2. Penyakit serebrovaskular
3. Gangguan metabolik (uremia,
gagal hepatik, dll )
4. Alkoholisme
3.3 Patofisiologi
Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada sistem
listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak akan menjadikan sel-
sel tersebut memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara
berulang, dan tidak terkontrol (disritmia). Aktivitas serangan epilepsi
dapat terjadi sesudah gangguan pada otak dan sebagian ditentukan oleh
derajat dan lokasi dari lesi. Lesi pada mesenfalon, talamus, dan korteks
serebri kemungkinan besar bersifat epiloptogenik, sedangkan lesi pada
serebelum dan batang otak biasanya tidak menimbulkan serangan epilepsi.
Pada tingkat membran sel, neuron epileptik ditandai oleh fenomena
biokimia tertentu. Beberapa diantaranya adalah ketidakstabilan membran
sel saraf sehingga sel lebih mudah diaktifkan. Neuron hipersensitif
dengan ambang yang menurun, sehingga mudah terangsang, dan
terangsang secara berlebihan.
Situasi ini akan menyebabkan kondisi yang tidak terkontrol,
pelepasan abnormal terjadi dengan cepat, dan seseorang dikatakan menuju
ke arah epilepsi. Gerakan-gerakan fisik yang tidak teratur disebut kejang.
Akibat adanya disritmia muatan listrik pada bagian otak tertentu ini
mmemberikan manifestasi pada serangan awal kejang sederhana sampai
gerakan konvulsif memanjang dengan penurunan kesadaran.
12
Status epilepsi menimbulkan kebutuhan metabolik besar dan dapat
mempengaruhi pernapasan.. terdapat beberapa kejadian henti napas pada
puncak setiap kejang yang menimbulkan kongesti vena dan hipoksia otak.
Episode berulng anoksia dan pembengkakan serebral dapat menimbulkan
kerusakan otak janin yang tak reversibel dan fatal. Faktor-faktor pencetus
epilepsi meliputi gejala putus obat antikonvulsan, demam, dan infeksi
penyerta.
Secara patologi, fenomena biokimia sel saraf yang menandai
epilepsi:
1. Ketidakstabilan membran sel saraf.
2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3. Polarisasi abnormal.
4. Ketidakseimbangan ion.
13
3 .4 Pathway
faktor predisposisi
gangguan dari sistem listrik dari sel-sel sarsf pusat pada suatu
bagian otak
14
kejang parsial kejang umum gangguan perilaku, alam
perasaan, sensasi, dan
persepsi
peka rangsang
respon pasca
kejang (postikal )
kejang berulang
respons fisikologis
respons fisik: ketakutan
5. resiko tinggi respons
konfusi dan sulit
injury penolakan
bangun
keluhan sakit penurunan
kepala dan sakit nafsu makan
penurunan depresi
otot
kesadaran menarik diri
3. nyeri akut
1. Sawan parsial, yang berasal dari daerah tertentu dalam otak. Sawan
ini dibagi menjadi:
Sawan parsial sederhana
15
Sawan parsial kompleks
Sawan umum sekunder
2. Sawan umum primer, yang sejak awal seluruh otak terlibat secara
bersamaan. Sawan ini dibagi menjadi :
Sawan tonik-klonik
Sawan lena
Sawan mioklinik
Sawan tonik saja
Sawan klonik saja
Sawan atonik.
3. Sawan yang tidak terklaisfikasikan.
Sawan parsial sederhana ditandai dengan kesadaran yang tetap baik
dan dapat berupa:
a. motorik fokal yang menjalar atau tapa menajalar
b. grakan versif, dengan kepala dan leher menengok ke satu sisi, atau
c. dapat pula sebagai gejala sensorik fokal menlar atau sensorik
khusus berupa halusinasi sederhana.
Pada sawan parsial kompleks didapat adanya gangguan kesadaran
dan gejala psikis atau gangguan fungsi lpuhur, umpamanya disfasia, deja-
vu, jarnalis-vu, keadaan seperti mimpi. Ilusi, halusinasi, sederhana atau
kompleks. Otomatisme bukan manifestasi khusus pada sawan parsial
kompleks. Tapi dapat terjadi karena sawan lena, dan pada pasca sawan
tonik klonik. Penderita sering menjadi bingung, disorientasi, selama
beberapa menit pasca sawan parsial kompleks ini.
Sawan parsial dapat beubah menjadi sawan jenis lain melalui beberapa
tingkatan, hal ini menunjukkan adanya penyebaran lepasan listrik ke
berbagai bagian otak. Suatu sawan parsial dapat dimulai sebagai sawan
parsial sederhana beruba menjadi sawan parsial kompleks dulu disusul
oleh sawan umum tonik-klonik sekuder. Sawan parsial merupakan yang
paling sering gijumpai, dan lebih dari 60% sawan kategori ini. Sawan ini
dikenal sebagai epileps psikomotor.
16
Sawan umum tonik klonik primer yang dulu dikenal sebagai epilepsi
grand-mal. Awalnya dimulai dengan kehilangan kesadaran dan disusul
dengan gejala motorik secara bilateral, ini dapat berupa ekstensi tonik dari
semua ekstremitas selama beberapa menit. Disusul oleh gerakan-gerakan
klonik
3.5 Penatalaksanaan
17
Jika bangkitan timbul selama atau sesudah penghentian pengobatan, OAE
harus diberikan lagi sekurang-kurangnya 1-2 tahun.
Memulai pengobatan.
Pengobatan OAE dapat dimulai bila terjadi kedua kali bangkitan dalam
selang waktu yang tidak lama (maksimum 1 tahun)
Pada umumnya bangkitan tunggal tidak memerlukan terapi OAE, kecuali
bila terdapat kemungkinan berulang yang tinggi.
Bangkitan parsial sederhana tipe sensorik/psikis biasanya tidak perlu
OAE, kecuali mengganggu penderita.
18
kemungkinan terjadiautoinduksi metabolisme, sehingga
dosis perlu ditingkatkan.
Dosis: rumatan untuk dewasa: 600-1600 mg/hari, maksimal
2400 mg/hari.
b. Anak-anak: dosis awal 5-10 mg/kg/hari. Pemberian: 2 kali
sehari. Kadar terapeutik : 4-12 µg/L
Efek samping
a. Berkaitan dengan dosis : pusng, diplopia, mual, muntah,
sedasi, leukopenia ringan, hiponatremia, dan bradiaritmia
(pada oang tua)
b. Idosinkratk : ruam (termasuk sindrom steven-john-son),
agranulositis, gagal hati, pankreatitis, dan lupus-like
syndrome.
c. Kronis : ostopnia (mungkin dapat dicegah dengan
pemberian vitamin D dan kalsium).
d. Teratogenik
Interaksi
a. Karbamezepin mengurangi efektifitas klonazepam,
etosuksimid, primidon, valproat, topiromat, fenitonin,
fenobarbitalkontraseps oral, disopyramide, rifampin,
ketoconozale, meperidine, warfarin, tacrolimus, proteas
inhibitor, trazodone, and quinidine.
b. Kadar karmazepin diturunkka oleh fermobital dan
fenitonin.
c. Kadar karmazepin ditingkatkan oleh eritromisin dan
propoxyphne hydrochloride
2. Fenitonin. Efektif untuk epilepsi parsial dan tonik klonik tidak efektif
untuk absens dan epilepsi mioklonik. Mekanisme kerjanya mirip
dengna karbamazepin.
Dosis pemberian :
a. Dewasa : loading dose oral 2 dd 500 mg atau 3 dd 300 mg.
Rumatan : 300-400 mg/hari dibagi 2.
19
b. Anak-anak. 4-5 mg/kg/hari, makslam 8 mg/kg.
Pemberian : biasanya 2 kali sehari, tetapi dapat juga 1 kali
sehari.
Kadar terapeutik : 10-20 µg
Efek samping :
Berkaitan dengan dosis : pusing, ataksia, diplopia, dan mual.
Idionsinkratik
Kronis : hiperplasi gusi, hisrutisme, ostpnea, dan
pseudolimfoma.
Teratogenik.
3. Benzodiazepin:
a. Diazepam. jarang digunakan per oral, tetapi sering diguanakan
secara intravena atau per rektal untuk pengobatan status
epileptikus. Apabila diberikan secara intravena, onset kerjanya
seitar 1-2 menit, tetapi masa kerjanya hanya 15-20 menit.
Dosis dan pemberian :
Dewasa : 5-20 mg/hari
Anak-anak : 0,3-0,5 mg/kg/hari.
Efek samping : mengantuk kelemahan otot, depresi pernafasan,
konfusi, konstipasi, depresi, diplopia, disartria, nyeri kepala,
hipotensi, mual, inkontinensia, vertigo, dan pandangan kabur.
4. Klonazepam : merupakan terapi tambahan untuk epilepsi mioklonik
atau atonik. Dan kadang-kadang untuk epilepsi parsial. Waktu
paruhnya 20-40 jam, mungkin lebih ;pendek apabila diberikan bersama
penginduksi enzim.
5. Fenorbital : fenorbital dapat diberikan pada epilepsi umu, tetapi
bukan merupakan obat pilihan pertama sebab efek sampingnya berupa
penurunan fungsi kognitif.
6. Valporat : dikenal dengan OAE spektrum luas, efektif untuk epilepsi
tipe lena, epilepsi mioklinik, epilepsi umum tonik maupun tonik-
klonik.
20
Efek samping : berkaitan dengan dosis gangguan pencernaan,
anoreksa, tremor, dan trombositopeni. Idiosinkiratik. Kenaikan berat
badan, kerontoka rambut dan perubahan struktur kulit. Teratogenik.
21
Mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
Menilai fungsi hati dan ginjal
Menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi).
Pungsi lumbal untuk mengetahui apakah terjadi infeksi otak
3.6 Komplikasi
1. Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul
akibat kejang berulang ulang.
2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
3. Komplikasi utama yang berkaitan dengan kejang umum.
4. Kejang disebabkan oleh kontak neuro serebral yang beraturan, cepat
dan tiba-tiba.
3.7 Prognosis
1. Prognosis umumnya baik, 70 – 80% pasien yang mengalami epilepsy
akan sembuh, dan kurang lebih separo pasien akan bisa lepas obat
22
Penyebab status ini karena penderita tidak minum obat dengan teratur atau
adanya kelainan sistemik misalnya hipoglikemia. Bahaya status ini ialah
terjadinya aritmia kordis, kegagalan respirasi, edema paru, asidosis
metabolik, dan hiperpireksia.
Urutan penatalaksanaan penderita dewasa denganstatus epileptikus
sebagai berikut:
1. 0-5 menit
Evaluasi fungsi kardiorespiratorik, anamnesis, pemeriksaan fisik dan
neurologik, periksa kadar glukosa, BUN, elektrolit, PaO2, beri
oksigen.
2. 6-9 menit
Pasang infus dengan dekstrosa 5%, beri 50 ml glukosa 40% intravena
3. 10-30 menit
Diazepam 10 mg intravena dan dapat diulang ½-1 jam kemudian bila
masih ada sawan, atau difenilhidantoin 20 mg/kg dengan kecepatan
tidak lebih dari 50 mg/menit intravena. Selama pemberian
difenilhidantoin dilakukan pemantauan EKG dan tekanan darah.
23
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Epilepsi adalah kelompok sindrom yang ditandai dengan
gangguan otak sementara yang bersifat paroksimal yang
dimanefestasikan berupa gangguan atau penurunan kesadaran
yang episodic, fenomena motorik yang opnormal, gangguan psikis,
sensorik, dan system otonom, gejala-gejalanya disebabkan oleh
aktifitas listrik otak. Epilepsi dapat disebabkan oleh:
1. Factor fisiologis
2. Factor biokimiawi
3. Factor anatomis
4. Gabungan factor-faktor diatas
5. Penyakit yang pernah diterima
4.2 Saran
setelah disusun makalah ini, diharapkan mahasiswa dan
masyarakat mengetahui apa itu penyakit epilepsi dan bagaimana
asuhan keperawatannya, karena melihat bahwa penyakit epilepsi
adalah penyakit yang dipandang sebelah mata di masyarakat
sehingga berdampak buruk bagi penderitanya. Dengan mengetahui
tentang konsep keperawatan pada penyakit epilepsi, diharapkan
dapat meningkatkan kehidupan sosial bagi penderita.
24
DAFTAR PUSTAKA
Sloane, ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula: Jakarta. EGC
Wade, Carole dan Travis carol. 2001. Psikologi edisi 9: Jakarta. Erlangga
Dewanto, George & Budi, Riyanto dkk. 2007. Diagnosis & Tata laksana penyakit
saraf: Jakarta. EGC
Carpenito, Lynda Jual-Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.
Jakarta : EGC.
Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A.C. 2000. Rencana asuhan
keperawatan. (Edisi 3). Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
25
26