A. Pengertian
B. Klasifikasi
C. Etiologi
Penyebab pasti BPH belum diketahui. Namun, IAUI (2003) menjelakan bahwa terdapat
banyak faktor yang berperan dalam hiperplasia prostat, seperti usia, adanya peradangan, diet,
serta pengaruh hormonal. Faktor tersebut selanjutnya mempengaruhi prostat untuk mensintesis
protein growth factor, yang kemudian memicu proliferasi sel prostat. Selain itu, pembesaran
prostat juga dapat disebabkan karena berkurangnya proses apoptosis. Roehrborn (2011)
menjelaskan bahwa suatu organ dapat membesar bukan hanya karena meningkatnya proliferasi
sel, tetapi juga karena berkurangnya kematian sel.
BPH jarang mengancam jiwa. Namun, keluhan yang disebabkan BPH dapat menimbulkan
ketidaknyamanan. BPH dapat menyebabkan timbulnya gejala LUTS (lower urinary tract
symptoms) pada lansia pria. LUTS terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi
(storage symptom) yang meliputi: frekuensi berkemih meningkat, urgensi, nokturia, pancaran
berkemih lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis
berkemih, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin (IAUI, 2003).
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab prostat
hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan
D. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior
buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat
normal pada orang dewasa ± 20 gram. Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya
Purnomo (2000), membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona
sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Purnomo, 2000).
Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan
keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi
tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan
bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-
sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan
enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada
traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan
pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat,
tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor
dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem
simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang
bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi
keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat
detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut
trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan
mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan
detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut
maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala
yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup
lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi
terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala
iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan
merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau
dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit
ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi
menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi
sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan
refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal
ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen
yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan
membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin
dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
E. Tanda dan gejala
Gambaran tanda dan gejala secara klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda
gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan
cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas
sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining)
kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi
retensio urin dan inkontinen karena overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat
akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau
dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering
miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang
mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000)
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium :
a) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis.
b) Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak
sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK atau
disuria dan menjadi nocturia.
c) Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara
periodik (over flow inkontinen).
Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa Tanda dan gejala dari BPH
adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan,
abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak
lancar, dribbing (urine terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut.
Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :
a) Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
Grade 0 : Penonjolan prosrar 0-1 cm ke dalam rectum.
Grade 1 : Penonjolan prosrar 1-2 cm ke dalam rectum.
Grade 2 : Penonjolan prosrar 2-3 cm ke dalam rectum.
Grade 3 : Penonjolan prosrar 3-4 cm ke dalam rectum.
Grade 4 : Penonjolan prosrar 4-5 cm ke dalam rectum.
b) Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh kencing
dahulu kemudian dipasang kateter.
Normal : Tidak ada sisa
Grade I : sisa 0-50 cc
Grade II : sisa 50-150 cc
Grade III : sisa > 150 cc
Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit, sedimen,
eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan adanya etiologi lain
seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri
dapat menyebabkan hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi
ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu
biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen density (PSAD)
yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi
prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml
2. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua defek
pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya menyertai penderita
BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT,
golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan sitoskopi.
Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi buli, dan volume
residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran
ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari
keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat
dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter
berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat,
memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat bayangan
radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi ginjal apakah ada
hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya
dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi kencing
(viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin. Sesudah kencing adalah untuk
menilai residual urin.
G. Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada
stadium-stadium dari gambaran klinis
a) Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan
terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak
mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini
tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
b) Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
c) Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya
dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans
vesika, retropubik dan perineal.
d) Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi
urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau
pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan
pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat
penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan
obat anti androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat
dilakukan dengan:
a) Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi,
hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.
b) Medikamentosa
Mengharnbat adrenoreseptor α
Obat anti androgen
Penghambat enzim α -2 reduktase
Fisioterapi
c) Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal,
infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis
jenis pembedahan:
TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui
sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.
Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada
kandung kemih.
Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian
bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara
skrotum dan rektum.
Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis
dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian
bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.
H. Pengkajian keperawatan
Pengkajian pada pasien BPH dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan. Menurut
Doenges (1999) fokus pengkajian pasien dengan BPH adalah sebagai berikut :
1. Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada kasus preoperasi
dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh karena efek
pembesaran ginjal. Penurunan tekanan darah; peningkatan nadi sering dijumpai pada.
kasus postoperasi BPH yang terjadi karena kekurangan volume cairan.
2. Integritas Ego
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas egonya karena
memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang dapat dilihat dari tanda-tanda
seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku.
3. Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami oleh pasien
dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai aliran urin, aliran urin
berkurang, pengosongan kandung kemih inkomplit, frekuensi berkemih, nokturia, disuria
dan hematuria. Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi karena tindakan invasif serta
prosedur pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase kateter untuk mengetahui
adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin, contoh : merah
terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan tidak ada bekuan, peningkatan viskositas,
warna keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada
kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada preoperasi BPH hal tersebut terjadi karena protrusi
prostat ke dalam rektum, sedangkan pada postoperasi BPH, karena perubahan pola makan
dan makanan.
4. Makanan dan cairan
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek penekanan/nyeri
pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari anastesi pada postoperasi BPH,
sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, tindakan yang
perlu dikaji adalah awasi masukan dan pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya.
5. Nyeri dan kenyamanan
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan dasar yang
utama. Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada pasien
postoperasi biasanya ditemukan adanya nyeri suprapubik, pinggul tajam dan kuat, nyeri
punggung bawah.
6. Keselamatan/ keamanan
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor keselamatan tidak luput
dari pengkajian perawat karena hal ini sangat penting untuk menghindari segala jenis
tuntutan akibat kelalaian paramedik, tindakan yang perlu dilakukan adalah kaji adanya
tanda-tanda infeksi saluran perkemihan seperti adanya demam (pada preoperasi), sedang
pada postoperasi perlu adanya inspeksi balutan dan juga adanya tanda-tanda infeksi baik
pada luka bedah maupun pada saluran perkemihannya.
7. Seksualitas
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami masalah
tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya, takut inkontinensia/menetes
selama hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau
nyeri tekan pada prostat.
8. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi maupun postoperasi BPH.
Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin analisa, kultur urin, urologi., urin,
BUN/kreatinin, asam fosfat serum, SDP/sel darah putih. Sedangkan pada postoperasinya
perlu dikaji kadar hemoglobin dan hematokrit karena imbas dari perdarahan. Dan kadar
leukosit untuk mengetahui ada tidaknya infeksi
I. Penyimpangan KDM
J. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kasus Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) adalah sebagai berikut :
1. Pre operasi
Nyeri akut
Cemas
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Kerusakan eleminasi urin
2. Post operasi
Nyeri akut
Resiko infeksi
Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan
Defisit perawatan diri
K. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
Faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis
atau ekonomi.
Post Operasi
1.
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nyeri
keperawatan selama ….x 24 jam, Definisi : perubahan atau pengurangan nyeri ke tingkat
Definisi : Sensori dan klien dapat: kenyamanan yang dapat diterima pasien
pengalaman emosional 1. Mengontol nyeri
yang tidak menyenangkan Intervensi:
Definisi : tindakan seseorang untuk
yang timbul dari mengontrol nyeri. 1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi,
kerusakan jaringan aktual Indikator: karakteristik,waktu kejadian, lama, frekuensi, kualitas,
atau potensial, muncul Mengenal faktor-faktor penyebab intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus
tiba-tiba atau lambat Mengenal onset/waktu kejadian 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
dengan intensitas ringan nyeri khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
sampai berat dengan Tindakan pertolongan non- efektif
akhir yang bisa analgetik 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
diantisipasi atau diduga Menggunakan analgetik 4. Gunakan komunkasi terapeutik agar klien dapat
dan berlangsung kurang Melaporkan gejala-gejala kepada mengekspresikan nyeri
dari 6 bulan. tim kesehatan (dokter, perawat) 5. Kaji latar belakang budaya klien
Batasan karakteristik : Nyeri terkontrol 6. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas
Laporan secara verbal hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas mood, hubungan,
atau non verbal adanya pekerjaan, tanggungjawab peran
Keterangan:
nyeri 7. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan
1 = tidak pernah dilakukan
Fakta dari observasi nyeri kronis
2 = jarang dilakukan 8. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
Posisi untuk
3 = kadang-kadang dilakukan yang telah digunakan
menghindari nyeri
Gerakan melindungi 4 = sering dilakukan 9. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
Tingkah laku berhati- 5 = selalu dilakukan 10. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa
hati lama terjadi, dan tindakan pencegahan
Muka topeng 11. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
Gangguan tidur (mata 2. Menunjukkan tingkat nyeri respon klien terhadap ketidaknyamanan (contoh :
sayu, tampak capek, Definisi : tingkat keparahan dari temperatur ruangan, penyinaran, dll)
sulit atau gerakan nyeri yang dilaporkan atau 12. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
kacau, menyeringai) ditunjukan 13. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (ex: relaksasi,
Terfokus pada diri Indikator: guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-
sendiri Melaporkan nyeri dingin, massase)
Fokus menyempit Frekuensi nyeri 14. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang
(penurunan persepsi Lamanya episode nyeri telah digunakan
waktu, kerusakan Ekspresi nyeri: wajah 15. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
proses berpikir, Posisi melindungi tubuh 16. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa
penurunan interaksi Kegelisahan lama terjadi, dan tindakan pencegahan
dengan orang dan Perubahan Respirasirate 17. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
lingkungan) Perubahan Heart Rate respon klien terhadap ketidaknyamanan (contoh :
Tingkah laku distraksi, Perubahan tekanan Darah temperatur ruangan, penyinaran, dll)
contoh : jalan-jalan, Perubahan ukuran Pupil 18. Anjurkan klien untuk memonitor sendiri nyeri
menemui orang lain Perspirasi 19. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (ex: relaksasi,
dan/atau aktivitas, Kehilangan nafsu makan guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-
aktivitas berulang- dingin, massase)
ulang) Keterangan: 20. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
Respon autonom 1 : berat 21. Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon
(seperti diaphoresis, 2 : agak berat klien
perubahan tekanan 22. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
3 : sedang
darah, perubahan 23. Anjurkan klien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri
nafas, nadi dan dilatasi 4 : sedikit secara tepat
pupil) 5 : tidak ada 24. Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi
Perubahan autonomic keluhan
dalam tonus otot 25. Informasikan kepada tim kesehatan lainnya/anggota
(mungkin dalam keluarga saat tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk
rentang dari lemah ke pendekatan preventif
kaku) 26. monitor kenyamanan klien terhadap manajemen nyeri
Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, 2. Pemberian Analgetik
merintih, menangis, Definisi : penggunaan agen
farmakologi untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri.
Intervensi:
Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas,dan
keparahan sebelum pengobatan
Berikan obat dengan prinsip 5 benar
Cek riwayat alergi obat
Libatkan klien dalam pemilhan analgetik yang akan
digunakan
Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih dari satu
analgetik jika telah diresepkan
Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non narkotik,
NSAID) berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
Dokumentasikan respon dari analgetik dan efek-efek yang
tidak diinginkan
Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek
analgetik (konstipasi/iritasi lambung)
Intervensi :
Pilihlah ruangan dengan lingkungan yang tepat
Batasi pengunjung
Tentukan hal-hal yang menyebabkan ketidaknyamanan
seperti pakaian lembab
Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
Tentukan temperatur ruangan yang paling nyaman
Sediakan lingkungan yang tenang
Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan
Atur posisi pasien yang membuat nyaman.
Setelah dilakukan asuhan 1. Kontrol Infeksi
2 Resiko infeksi keperawatan selama … x 24 jam, Definisi : Meminimalkan mendapatkan infeksi dan trasmisi agen
klien menunjukan infeksi
Definisi : Peningkatan 1. Pengetahuan klien tentang
Intervensi :
resiko masuknya kontrol infeksi meningkat
1. Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh
organisme patogen Definisi : Tindakan untuk
klien
mengurangi ancaman kesehatan
2. Ganti peralatan klien setiap selesai tindakan
secara aktual dan potensial
Faktor-faktor resiko : 3. Batasi jumlah pengunjung
Indikator:
Prosedur Invasif 4. Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
Menerangkan cara-cara 5. Anjurkan klien untuk cuci tangan dengan tepat
Ketidakcukupan penyebaran
pengetahuan untuk 6. Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
Menerangkan factor-faktor yang 7. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan
menghindari paparan berkontribusi dengan penyebaran
patogen setelah meninggalkan ruangan klien
Menjelaskan tanda-tanda dan 8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien
Trauma gejala
Kerusakan jaringan 9. Lakukan universal precautions
Menjelaskan aktivitas yang dapat 10. Gunakan sarung tangan steril
dan peningkatan meningkatkan resistensi terhadap
paparan lingkungan 11. Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur IV
infeksi 12. Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
Ruptur membran
amnion 13. Tingkatkan asupan nutrisi
Keterangan: 14. Anjurkan asupan cairan
Agen farmasi
(imunosupresan) 1 : Tidak pernah menunjukkan 15. Anjurkan istirahat
Malnutrisi 2 : Jarang menunjukkan 16. Berikan terapi antibiotik
Peningkatan paparan 3 : Kadang-kadang menunjukkan 17. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala
lingkungan patogen 4 : Sering menunjukkan dari infeksi
Imonusupresi 18. Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana mencegah
5 : Selalu menunjukkan
Ketidakadekuatan infeksi
imum buatan
Tidak adekuat
pertahanan sekunder
(penurunan Hb,
Leukopenia,
penekanan respon
inflamasi) 2. Pengetahuan tentang 2. Proteksi infeksi
Tidak adekuat deteksi resiko meningkat Definisi : Meminimalkan mendapatkan infeksi dan trasmisi agen
pertahanan tubuh Definisi : Tindakan untuk infeksi
primer (kulit tidak mengidentifikasi ancaman kesehatan
utuh, trauma Indikator : Intervensi :
jaringan, penurunan Mengenali tanda dan gejala 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
kerja silia, cairan yang mengindikasikan resiko 2. Pertahankan teknik isolasi
tubuh statis, Mengidentifikasi resiko 3. Batasi pengunjung bila perlu
perubahan sekresi kesehatan potensial 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
pH, perubahan Mencari pembenaran resiko berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
peristaltik) yang dirasakan 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Penyakit kronik Memeriksakan diri pada interval 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
waktu yang ditentukan 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Berpartisipasi dalam screening 8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
pada interval waktu yang 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai
ditentukan dengan petunjuk umum
Mengetahui keadaan kesehatan 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
keluarga saat ini kandung kencing
Selalu mengetahui / memonitor 11. Tingktkan intake nutrisi
keadaan kesehatan keluarga 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Selalu mengetahui / memonitor
kesehatan diri
Menggunakan sumber-sumber
informasi untuk tetap
mendapatkan informasi tentang
resiko potensial
Menggunakan sarana pelayanan
kesehatan sesuai kebutuhan
Keterangan:
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang-kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
Keterangan:
3. Ajarkan : pengobatan
1 : Tidak pernah
2 : Terbatas Intervensi :
3 : Sedang 1. Jelaskan klien utk mengenal karakteristik obat
4 : Luas 2. Informasikan nama generik dan nama dagang
5 : Sangat luas 3. Jelaskan tujuan dan kerja obat
4. Jelaskan dosis, rute dan durasi obat
5. Evaluasi kemampuan klien menggunakan obat
3. Pengobatan, dengan
6. Ajarkan klien untuk melakukan prosedur sebelum
indikator:
minum obat
Menggambarkan metode
7. Informasikan apa yang dilakukan jika dosis obat
pengobatan yang tepat
hilang
Menggambarkan tindakan-
tindakan dalam pengobatan 8. Informasikan akibat tidak minum obat
Menggambarkan efek samping 9. Informasikan efek samping obat
dalam pengobatan 10. Jelaskan tanda dan gejala over dosis obat
Menyebutkan interakasi obat 11. Jelaskan cara menyimpan obat
dengan agen yang lainnya 12. Jelaskan interaksi obat
Menyebutkan rute pemberian 13. Jelaskan cara mencegah atau mengurangi efek
obat yang tepat samping obat
14. Berikan informasi tertulis tentang aksi, tujuan, efek
Keterangan : samping obat, dll
1 : Tidak pernah
2 : Terbatas
3 : Sedang
4 : Luas
5 : Sangat luas
4 Defisit Perawatan Diri Setelah dilakukan asuhan 1. Bantu dalam perawatan diri (mandi, berpakaian,
(kurang perawatan diri : keperawatan selama … x 24 jam, berhias, makan, toileting)
mandi, berpakaian, klien mampu melakukan perawatan Definisi : membantu pasien untuk memenuhi ADL
makan, dan toileting) diri: Activities of Daily Living (ADL),
Intervensi :
Definisi : Gangguan dengan indikator: 1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
kemampuan untuk makan mandiri.
melakukan ADL pada diri berpakaian 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
toileting kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
mandi 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
Batasan karakteristik :
berhias untuk melakukan self-care.
ketidakmampuan untuk
hygiene 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
mandi, ketidakmampuan oral hygiene normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
untuk berpakaian, ambulasi: berjalan 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
ketidakmampuan untuk ambulasi: wheelchair bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
makan, ketidakmampuan transfer performance 6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
untuk toileting untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak
Keterangan: mampu untuk melakukannya.
Faktor yang 1: bergantung total 7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
berhubungan : 2 : dibantu orang dan alat
aktivitas sehari-hari.
kelemahan, kerusakan 3 ; dibantu orang
kognitif atau perceptual, 4 : dibantu alat
kerusakan 5: mandiri
neuromuskular/ otot-otot
saraf.