Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia

1. Pengertian Lansia

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia (Keliat, 2006). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2),

(3), (4) UU No.13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa lansia

adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu

proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade

(Notoatmodjo, 2011). Menurut Nugroho (2008), menua atau menjadi tua

adalah suatu keadaan yang akan terjadi di dalam kehidupan manusia.

2. Proses Penuaan

Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari,

berjalan secara terus menerus, dan berkesinambungan, selanjutnya akan

menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh

sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara

keseluruhan (Depkes RI tahun 2001 dalam Maryam, 2012).

Menjadi tua (Menua) adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manuasia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup

yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak

permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti

12
13

seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupannya yaitu neonates, balita,

pra school, school, remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai

baik secara biologis maupun psikologis (Padila, 2013).

Menurut pendapat Constantinides (1994) pada Maryam (2008),

penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya

secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak

dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang

diderita. Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami

berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit

degeneratif.

Menua bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses

yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif,

merupakan proses menurunya daya tahan tubuh dalam menghadapi

rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian.

Proses penuaan terjadi karena adanya proses pembelahan sel yang

merupakan faktor endogenik dan tidak bisa dihentikan (Bangun, 2005).

3. Klasifikasi Lansia

Batasan usia lanjut di dalam Keliat (2011), didasarkan atas

Undang-Undang No. 13 tahun 1998 adalah 60 tahun. Berdasarkan

beberapa pendapat para ahli dalam program kesehatan usia lanjut,

Departemen Kesehatan membuat pengelompokan seperti di bawah ini :


14

a. Kelompok Pertengahan Umur

Kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut

yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54).

b. Kelompok Usia Lanjut Dini

Kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai

memasuki usia lanjut (55-64).

c. Kelompok Usia Lanjut

Kelompok dalam masa senium (65 tahun ke atas).

d. Kelompok Usia Lanjut dengan Risiko Tinggi

Kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut

yang hidup sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau cacat.

Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO lanjut usia

meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) : 60-70 tahun

c. Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun

B. Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Tekanan darah tinggi merupakan gangguan asimptomatik yang sering

terjadi ditandai dengan peningkatan tekanan darah secara persisten (Potter

dan Perry, 2005). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah

persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan


15

diastoliknya diatas 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama

gagal jantung, stroke dan gagal jantung (Brunner dan Suddarth, 2002).

Joint National comitte on Prevention, Detection, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure / JNC VII yang dikutip dari

(Dalimarta, dkk, 2008) mengatakan tekanan darah normal adalah <130

mmHg tekanan sistolik dan <85 mmHg tekanan diastolik.

2. Hipertensi pada lansia

Meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia, dapat diperkirakan

insidensi penyakit degeneratif akan semakin meningkat. Salah satu

penyakit degeneratif yang memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas

tinggi adalah hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut berbeda dengan

hipertensi yang dialami oleh dewasa muda.

Patogenesis hipertensi pada usia lanjut sedikit berbeda dengan hipertensi

yang terjadi pada usia dewasa muda. Faktor-faktor yang berperan dalam

hipertensi pada lanjut usia adalah:(Hadi & Martono, 2010)

a. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Semakin usia

bertambah makin sensitif terhadap peningkatan dan penurunan kadar

natrium.

b. Penurunan elasitisitas pembuluh darah perifer akibat proses penuaan

yang akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada

akhirnya akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja.

c. Perubahan ateromatous akibat proses penuaan yang menyebabkan

disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin-


16

sitokin dan substansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan

resorbsi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis

pembuluh darah perifer dan keadaan lain yang berakibat pada

kenaikan tekanan darah.

d. Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat

proses penuaan. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus:

hipertensi-glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus

menerus.

3. Etiologi

Sudarmoko, 2010 menyatakan bahwa hipertensi berdasarkan penyebabnya

dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu:

a. Hipertensi Primer (hipertensi esensial) yaitu hipertensi yang tidak

diketahui penyebabnya

Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90% penderita hipertensi,

meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti

penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor

yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor resiko tersebut

adalah sebagai berikut:

1) Faktor tidak dapat dikontrol

a) Faktor Genetik

Penyakit darah tinggi dapat diwariskan kepada keturunan

melalui gen, namun belum tentu selalu diwariskan.Seseorang

dengan orang tua yang menderita hipertensi mempunyai


17

resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari

pada yang tidak mempunyai riwayat keluarga hipertensi

(Nisa, 2012).

b) Jenis Kelamin

Hasil penelitian menyebutkan bahwa pria lebih mudah

terserang hipertensi daripada wanita. Ini dikarenakan gaya

hidup pria rata-rata lebih tidak terkontrol dibandingkan wanita

sepertti kebiasaan merokok, stress kerja hingga pola makan

yang tidak teratur, sedangkan wanita rata-rata akan

mengalami peningkatan resiko hipertensi setelah mengalami

masa menopause (sekitar 45 tahun)

c) Usia

Penambahan usia tekanan darah pun akan semakin meningkat.

Akan tetapi, saat ini penyakit darah tinggi banyak menyerang

usia muda. Hal ini terjadi karena pola hidup yang tidak sehat

(Nisa, 2012). Usia mempengaruhi terhadap tekanan darah ,

dengan bertambahnya usia menyebabkan elastisitas arteri

berkurang. Arteri tidak dapat lentur dan cenderung kaku,

sehingga volume darah yang mengalir sedikit dan kurang

lancar. Agar kebutuhan darah dijaringan tercukupi, maka

jantung harus memompa darah lebih kuat lagi. Sehingga

tekanan di pembuluh darah meningkat.


18

2) Faktor yang dapat dikontrol

a) Obesitas

Kandungan lemak yang berlebih dalam darah menyebabkan

timbulnya timbunan kolesterol dalam pembuluh darah

sehingga pembuluh darah menyempit, lalu terjadilah penyakit

darah tinggi. Orang yang menderita obesitas akan memiliki

kemungkinan terjadinya penyakit darah tinggi lebih besar

dibandingkan dengan orang yang bertubuh ideal (Nisa, 2012).

b) Konsumsi minuman beralkohol

Alkohol dapat meningkatkan keasaman darah.Kekentalan

darah ini memaksa jantung memompa darah lebih kuat lagi

agar darah dapat sampai ke jaringan yang membutuhkan

dengan cukup sehingga tekanan darah meningkat.

c) Kebiasaan Merokok

Merokok dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, hal ini

disebabkan karena rokok banyak mengandung zat kimia yang

berbahaya bagi tubuh seperti tar, nikotin, dan gas karbon

monoksida.Nikotin yang terkandung bisa mengakibatkan

pengapuran pada dinding pembuluh darah.

d) Konsumsi garam berlebih

Mengonsumsi garam yang berlebih dapat meningkatkan

tekanan darah. Garam akan terkumpul dalam darah yang

mengakibatkan darah menjadi kental. Garam berlebih pun


19

akan menyebabkan banyak cairan dalam tubuh yang tertahan,

hal ini dapat mengakibatkan peningkatan volume darah. Hal

inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra

karena adanya peningkatan tekanan darah dalam dinding

pembuluh darah.Konsumsi garam perhari sebaiknya tidak

lebih dari 2400 mg (Nisa, 2012).

e) Pola makan sembarangan

Banyaknya mengkonsumsi makanan tinggi kalori, tinggi

lemak dan tinggi garam tetapi rendah serat, dapat

mengakibatkan obesitas yang pada ujungnya memperbesar

resiko berkembangnya penyakit metabolik dan degeneratif.

f) Stres

Pada saat keadaan stres, saraf simpatis merangsang

pengeluaran hormon adrenalin.Hormon ini menyebabkan

jantung berdenyut lebih cepat dan menyebabkan penyempitan

kapiler darah tepi.Hal ini bisa mengakibatkan terjadinya

peningkatan tekanan darah.

b. Hipertensi Sekunder yaitu hipertensi yang telah diketahui penyebabnya

atau sebagai akibat dari adanya penyakit lain

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:

1) Penyakit Ginjal

a) Stenosis arteri renalis

b) Pielenofritis
20

c) Glomerulunefritis

d) Tumor-tumor ginjal

e) Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)

f) Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)

g) Terapi penyinaran yang mengenai ginjal

2) Kelainan Hormonal

a) Hiperaldosteronisme

b) Sindroma chasing

c) Feokrositoma

3) Obat-obatan

a) Pil KB

b) Kortikosteroid

c) Siklosporin

d) Eritropoletin

e) Kokain

f) Penyalahgunaan alkohol

g) Kayu manis (dalam jumlah besar)

4) Penyebab lainnya

a) Koartasio aorta

b) Preeklamsi pada kehamilan

c) Porfiria intermiten akut

(Brunner & Suddarth, 2010).


21

4. Klasifikasi hipertensi pada lansia

Klasifikasi hipertensi pada lansia menurut WHO dalam Rohaendi 2008

adalah :

e. Tekanan darah normal, yakni tekanan sistolik kurang atau sama

dengan 140 mmHg dan tekanan diastoliknya kurang atau sama dengan

90 mmHg.

f. Tekanan darah borderline (perbatasan) yakni tekanan sistolik 140-159

mmHg dan tekanan diastoliknya 90-94 mmHg.

g. Tekanan darah tinggi atau hipertensi yaitu sistolik lebih besar atau

sama dengan 160 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih besar atau

sama dengan 95 mmHg.

Berdasarkan klasifikasi dari JNC VI hipertensi pada usia lanjut

diklasifikasikan:(Hadi & Martono, 2010)

a. Hipertensi sistolik (isolated sydtolic hypertension), terdapat pada 6-

12% penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada wanita. Insidensi

meningkat dengan bertambahnya umur. Pada hipertensi sistolik,

tekanan sistolik yang terukur biasanya meningkat (lebih dari 140

mmHg, sementara diastoliknya berada dibawah 90 mmHg. Perbedaan

atau selisih tekanan sistolik dan diastolik yang jauh pada lansia

menggambarkan kekakuan dari aorta atau pembuluh darah besar di

jantung akibat proses atherosklerosis atau penumpukan lemak pada

pembuluh darah. Kekakuan ini menyebabkan tampungan yang kurang


22

mencukupi saat mengisi jantung, sehingga tekanan darah diastolik

pada lansia akan cendrung rendah.

b. Hipertensi diastolik (Diatolic Hypertension), terdapat antara 12-14%

penderita diatas 60 tahun, terutama pada pria. Insidensi menurun

dengan bertambahnya umur. Hipertensi diastolik yaitu peningkatan

tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Penyebab

dari hipertensi diastolik diantaranya obesitas, diet yang buruk dan

stres. Penyebab tekanan darah diastolik tinggi termasuk ke dalam

penuaan jantung. Ketika seseorang menjadi tua, otot jantungnya

menjadi lelah dan akhirnya kaku sehingga sulit bagi jantung untuk

mengisi darah dengan tepat.

c. Hipertensi sistolik-diastolik, terdapat pada 6-8% penderita usia >60

tahun, lebih banyak pada wanita. Meningkat dengan bertambahnya

umur. Hipertensi sistolik-diastolik merupakan peningkatan tekanan

darah pada sistolik dan diastolik.

5. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak dipusat vasomotor pada medulla di otak.Dari pusat

vasomotor ini bermula dari saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke

korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia

simpatis di toraks dan abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan

dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui saraf simpatis ke

ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetikolin


23

yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepasnya norepinefrin mengakibatkan kontriksi

pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan

vasokonstriktor.Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut

bisa terjadi.

System saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai

respon rangsang emosi, yang mengakibatkan kelenjer adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.Medulla

adrenal mengekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks

adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat

respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan

renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, pada gilirannya

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung

mencetus keadaan hipertensi.

(Brunner dan Suddart, 2010).


24

6. Gejala

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan

gejala sampai bertahun-tahun. Pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai

kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula

ditemukan pada retina, seperti pendarahan, eksudat (kumpulan cairan),

penyempitan pembuluh darah dan pada kasus berat edema pupil (edema

pada diskus optikus) (Brunner dan Suddart, 2010).

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa

timbul gejala berikut : Sakit kepala, Sesak nafas, Mimisan, Gelisah,

Denyut jantung cepat, Kelelahan, Mual dan muntah, Pandangan menjadi

kabur, terjadi akibat adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal

(Nisa, 2012)

7. Komplikasi

Beberapa komplikasi dan penyakit penyerta yang ditimbulkan akibat dari

semakin lamanya tekanan yang berlebihan pada dinding arteri menurut

Dalimartha, dkk, (2008) antara lain:

a. Komplikasi Hipertensi

1) Pada jantung: penyakit jantung koroner, gagal jantung

2) Pada otak: stroke, akibat dari kerusakan pembuluh darah otak

3) Pada ginjal: gagal ginjal

4) Pada mata: retinopati, hipertensi

b. Penyakit penyerta pada hipertensi

1) Kencing manis (Diabetes Mellitus)


25

2) Resistensi insulin

3) Hiperfungsi kelenjer tiroid (hipertiroid)

4) Rematik

5) Asam urat (gout)

6) Kadar lemak darah tinggi (hiperlipidenia)

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertensi menurut Dalimartha, dkk (2008) dapat dibagi

berdasarkan jenis yaitu:

a. Pengobatan Farmakologis

1) Diuretik

Jenis obat ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh

(lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang

mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Dikenal

sebagai “pil air”, tidak hanya garam yang dikeluarkan tapi juga

kalium.

2) Penghambat Simpatetik

Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf

simpatis (saraf yang bekerja pada saat beraktivitas).

3) Alpha, Beta dan Alpha Beta Adrenergik Bloker

Bekerja dengan menghalangi pengaruh bahan-bahan kimia tertentu

dalam tubuh dan memicu penurunan aktivitas pompa jantung.

4) Vasodilator
26

Golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan

relaksasi otot polos pembuluh darah.

5) Penghambat Enzim Konversi Angiotensin

Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat

Angiotensin II yaitu zat yang dapat menyebabkan peningkatan

tekanan darah.

6) Antagonis Kalsium

Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung. Kerja

antagonis kalsium hampir sama dengan vasodilator.

7) Penghambat Reseptor Angiotensin II

Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat

Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya

daya kerja jantung.

b. Pengobatan Nonfarmakologis

1) Diet rendah garam

Mengurangi asupan garam kedalam tubuh bertujuan untuk

membantu menghilangkan retensi garam/air dalam jaringan

tubuh, mencegah edema dan menurunkan tekanan darah.

2) Diet rendah kolesterol atau lemak jenuh

Mengurangi/menghindari makanan berminyak seperti gorengan,

daging berlemak, susu fullcream, kuning telur dan lain-lain.

3) Perbanyak mengkonsumsi buah dan sayur


27

Sayuran yang dimasak dan diawetkan dengan garam dapur

seperti acar, sayuran dalam kaleng, sawi asin, asinan. Buah-

buahan yang diawetkan dengan garam dapur seperti buah

kaleng.

4) Melakukan olah raga secara teratur, dengan memilih olahaga

yang kita senangi dan kuasai. Minimal olahraga dilakukan satu

kali dalam seminggu selama 30-40 menit. Jenis olahraga yang

murah dan mudah diantaranya berjalan kaki, jogging, lari,

bersepeda dan senam.

5) Mengurangi berat badan bagi penderita diabetes

Agar mengurangi kerja jantung sehingga kecepatan denyut

jantung dan volume sekuncup juga berkurang.

6) Menghindari stress

Buatlah hari-hari menjadi menyenangkan dan membahagiakan.

Hal ini baik untuk kesehatan karena akan memberi efek

ketenangan sehingga organ-organ tubuh dapat berfungsi lebih

baik.

7) Berhenti merokok, kopi dan menghindari konsumsi alkohol.

Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka

panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan

aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja

jantung.
28

8) Terapi komplementer termasuk penanganan secara non

farmakologis, bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya

menurut Sustrani, dkk (2005) adalah dengan terapi herbal, terapi

nutrisi yaitu makanan yang kaya akan potasium, magnesium,

kalsium, asam lemak esensial, vitamin C, relaksasi progresif,

meditasi, yoga, hipnotis, terapi tawa, akupuntur yaitu cara

penyembuhan Tiongkok kuno dengan cara menusukkan jarum

ke titik-titik tertentu ditubuh pasien, akupresur yaitu: cara

penyembuhan dari Tiongkok yang mengaktifkan neuron pada

system saraf yang merangsang kelenjer-kelenjer endokrin,

homeopati, aromaterapi yaitu: cara penyembuhan dengan

menggunakan konsentrasi minyak esensial yang sangat aromatik

dan diekstrasi terdiri dari 38 tumbuhan dan bunga yang

digunakan untuk mengobati gangguan emosi yang berbeda-beda

dan refleksiologi yaitu cara pengobatan dengan merangsang

berbagai daerah reflek (zona atau mikrosistem) dikaki, tangan

dan telinga yang ada hubungannya dengan kelenjer, organ dan

bagian tubuh lainnya.

C. Bunga Rosella (Hisbiscus Sabdariffa Linn)

1. Morfologi Rosella

Dalam taksonomi tumbuhan, rosella masih berkerabat dekat

dengan kembang sepatu. Klasifikasi dari rosella yaitu termasuk dalam

divisi: spermatophyta (menghasilkan biji), sub-divisi: angiospermae,


29

kelas: dicotyledonae, bangsa: malvales, suku: malvaceae, marga: hibiscus,

jenis: hisbiscus sabdariffa (Nelistya dan Suryaatmaja P, 2009).

Tanaman rosella berupa semak yang berdiri tegak dengan tinggi

0,5–5m. Ketika masih muda, batang dan daunnya berwarna hijau.Ketika

beranjak dewasa dan sudah berbunga, batangnya berwarna merah cokelat

kemerahan.Batang berbentuk silindris dan berkayu, serta memiliki banyak

percabangan. Pada batang melekat daun-daun yang tersusun berseling,

berwarna hijau, berbentuk telur dengan pertulangan menjari dan tepi

beringgit.Ujung daun ada yang runcing dan tulang daunnya berwarna

merah.P anjang daunnya dapat mencapai 6-15 cm dan lebar 5–8 cm. Akar

yang menompang batangnya berupa akar tunggang (Nelistya dan

Suryaatmaja P, 2009).

Bunga muncul pada ketiak daun.Mahkota bunganya berbentuk

corong yang tersusun dari 5 helai daun mahkota. Kelopak bunga sangat

menarik dengan bentuk yang menguncup indah dan dibentuk dari 5 helai

daun kelopak. Selain mahkota dan kelopak, bunga juga dilengkapi 8–12

kelopak tambahan. Bunga muncul saat tanaman berumur 2,5–3 bulan

setelah tanam. Awalnya bunga berwarna merah muda dan belum

menyerupai bunga yang sudah matang. Dua minggu kemudian bunga

rosella muda berbentuk bulat kecil berwarna hijau dengan jari-jari tipis

berwarna merah. Selama pertumbuhan tanaman, kelopak ini akan semakin

besar, kaku dan menebal, serta berubah warna menjadi merah cerah. Pada

bunga terdapat putik dan benang sari sekaligus (berumah satu). Bunga
30

yang berhasil dibuahi akan menjadi buah. Buah rosella berbentuk kerucut

dengan bulu-bulu halus menempel dipermukaan kulit buah. Buah terbagi

menjadi lima ruang. Disetiap ruang terdapat 3-4 biji yang juga berbulu dan

menyerupai bentuk ginjal.Biji yang masih muda berwarna putih,

sedangkan jika sudah tua berwarna coklat (Nelistya dan Suryaatmaja P,

2009).

Gambar 2.1 Bunga Rosella

2. Kandungan

Berbagai kandungan yang terdapat dalam tanaman rosella

membuatnya populer sebagai tanaman obat tradisional.Kandungan vitamin

dalam bunga rosella cukup lengkap, yaitu vitamin A, C, D, B1 dan B2.

Bahkan, kandungan vitamin C-nya (asam askorbat) diketahui 3 kali lebih

banyak daripada anggur hitam, 9 kali dari jeruk sitrus, 10 kali dari buah

belimbing dan 2,5 kali dari jambu biji. Vitamin C merupakan salah satu

antioksidan penting. (Nelistya dan Suryaatmaja P, 2009).

Kelopak bunga rosella juga mengandung flavonoid, gossypetine,

hibiscetine, dan sabdaretine, kalsium, magnesium, beta-karoten, fosfor, zat

besi, asam organic, asam amino essensial (lisin dan arginin), polisakarida,

dan Omega-3. Kandungan Omega-3 ini bermanfaat untuk pertumbuhan

dan kecerdasan otak anak (Nelistya dan Suryaatmaja P, 2009).


31

3. Rosella dan Tekanan Darah

Beragam efek menurunkan tekanan darah dari rosella telah

banyak diteliti. Beberapa diantaranya pemberian ekstrak methanol kelopak

bunga rosella dengan dosis 10 µg- 1 mg/ml menunjukkan efek vasodilatasi

(pelebaran pembuluh darah) sehingga peredaran darah menjadi lebih

lancar pada aorta tikus hipertensif spontan. Penelitian lainnya adalah

injeksi intravena ekstrak air rosella pada kucing dan tikus yang dianestesi

dapat menurunkan tekanan darah hewan uji tersebut dengan tingkatan efek

berdasarkan pada dosisnya. Percobaan pada anjing yang diberi 10%

ekstrak air bunga rosella secara intravena memperlihatkan penurunan yang

cepat pada tekanan darah (Junaedi, dkk, 2013). Uji klinis lainnya juga

menyebutkan bahwa eksrak kelopak bunga rosella dapat menurunkan

tekanan sistolik dan diastolik pada pasien dengan hipertensi ringan sampai

sedang (Mun’in, A & E. Hanani, 2011).

Kandungan Rosella yang mempengaruhi tekanan darah dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Flavonoid

Manfaat flavonoid dalam tubuh manusia adalah sebagai antioksidan

sehingga sangat baik digunakan untuk pengobatan hipertensi,

melindungi struktur sel, meningkatkan efektifitas vitamin C, dan

antiinflamasi (Subroto dan Saputro, 2006). Flavonoid dapat

menghilangkan penyakit hipertensi dengan bertindak sebagai quencher

atau penstabil oksigen.Flavonoid beraktifitas dengan melepaskan atau


32

menyumbangkan ion hydrogen kepada radikal bebas peroksi agar

menjadi lebih stabil.Aktifitas tersebut dapat menghalangi reaksi

oksidasi kolesterol jahat (LDL) yang menyebabkan darah mengental,

sehingga mencegah pengendapan lemak pada pembuluh darah (Asprey

& Thornton, 2000).

b. Gossypetin, Antosianin dan Glucoside hibiscin

Zat aktif yang berperan yang dipercaya sebagai diuretik (peluruh air

seni), menurunkan kekentalan darah, menurunkan tekanan darah, dan

menstimulasi gerakan usus (Nelistya dan Suryaatmaja P,

2009).Diuretika merupakan golongan antihipertensi yang merangsang

pengeluaran garam dan air. Dengan mengkonsumsi diuretika akan

terjadi pengurangan jumlah cairan dalam pembuluh darah dan

menurunkan tekanan pada dinding pembuluh darah (Junaedi, dkk,

2013).

4. Efek Samping

Beberapa kasus yang menunjukkan efek samping dari penggunaan

seduhan bunga rosella antara lain sering ditemukan nausea dan nyeri perut.

Ini diduga terjadi karena seduhan bunga rosella yang ber-pH rendah dan

bersifat asam sehingga mampu mengiritasi mukosa lambung (Larasati

Yeni, 2010).
33

4. Kerangka teoritis

Secara garis besar pengobatan hipertensi dibagi dalam dua

kategori yaitu pengobatan non farmakologi dan farmakologi. Pengobatan

non farmakologi merupakan tanpa obat-obatan yang diterapkan pada

hipertensi. Dengan cara ini penurunan tekanan darah diupayakan melalui

pencegahan dengan menjalani pola hidup sehat dan bahan-bahan alami.

Langkah awal untuk mengatasi hipertensi adalah dengan diet rendah

garam atau kolesterol, mengurangi berat badan yang berlebih, mengurangi

asupan garam kedalam tubuh, menciptakan keadaan rileks, melakukan

olahraga, berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol. Terapi

herbal yang baik dalam mengobati pasien hipertensi salah satunya adalah

seduhan rosella (Junaedi, dkk, 2013).


34

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Pemberian seduhan rosella

(memiliki efek flavonoid)

Produksi renin Mempengaruhi kerja ACE


menurun (angiotensin converting enzim)

Menghambat perubahan
Vasodilatasi angiotensin I menjadi angiotensin
pembuluh darah II

Penurunan sekresi aldestoren

Menurunkan SVR
(systemic vascular Penurunan sekresi Na dan air
resistance) menyebabkan penurunan volume
intravaskuler

Penurunan tekanan darah

(Tortora dan Derrickson, 2009)

Anda mungkin juga menyukai