Anda di halaman 1dari 16

Metode Ceramah

Agar metode ceramah berhasil maksimal, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan, baik
pada tahap persiapan maupun pada tahap pelaksanaan.

(1) Tahap Persiapan


(a) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai.
(b) Menentukan pokok-pokok materi yang akan diceramahkan.
(c) Mempersiapkan alat bantu.

(2) Tahap Pelaksanaan


(a) Langkah Pembukaan
Langkah pembukaan dalam metode ceramah merupakan langkah yang menentukan.
Keberhasilan pelaksanaan ceramah sangat ditentukan oleh langkah ini. Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam langkah pembukaan, yaitu:
1. yakinkan bahwa siswa memahami tujuan yang akan dicapai,
2. lakukan langkah apersepsi, yaitu langkah menghubungkan materi pelajaran yang lalu dengan
materi pelajaran yang akan disampaikan.
(b) Langkah Penyajian
Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pembelajaran dengan cara bertutur. Agar
ceramah berkualitas sebagai metode pembelajaran, maka guru harus menjaga perhatian siswa
agar tetap terarah pada materi pembelajaran yang sedang disampaikan. Untuk menjaga perhatian
ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:
1. menjaga kontak mata secara terus menerus dengan siswa,
2. gunakan bahasa komunikatif dan mudah dicerna siswa,
3. sajikan materi pembelajaran secara sistematis, tidak meloncat-loncat, agar mudah ditangkap
oleh siswa,
4. tanggapilah respon siswa dengan segera,
5. jagalah agar kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk belajar.
(c) Langkah Mengakhiri atau Menutup Ceramah
Ceramah harus ditutup agar materi pelajaran yang sudah dipahami dan dikuasai siswa tidak
terbang kembali. Ciptakanlah kegiatan yang memungkinkan siswa tetap mengingat materi
pembelajaran. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk keperluan tersebut adalah:
1. membimbing siswa untuk menarik kesimpulan atau merangkum materi pelajaran yang baru
saja disampaikan,
2. merangsang siswa untuk dapat menanggapi atau memberi semacam ulasan tentang materi
pembelajaran yang telah disampaikan,
3. melakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa menguasai materi pembelajaran
yang baru saja disampaikan.

A. Pengertian Haji
Haji berasal dari Bahasa Arab : ‫( حج‬Hajj) adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima
setelah mengucap dua kalimat syahadat, salat 5 waktu, mengeluarkan zakat dan puasa di bulan
Ramadhon. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan
kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan
melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang
dikenal sebagai musim haji (bulan Zulhijah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa
dilaksanakan sewaktu-waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Zulhijah ketika umat Islam bermalam
di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Zulhijah, dan berakhir setelah
melempar jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Zulhijah. Masyarakat
Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan
dengan perayaan ibadah haji ini.
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju, mengunjungi, atau berziarah. Menurut
etimologi (bahasa) kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja.
Menurut istilah syara’, haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk
memenuhi panggilan Allah dan mengharapkan rida – Nya yang telah ditentukan syarat dan
waktunya serta melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan
temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka’bah dan Mas’a(tempat sa’i), juga Arafah,
Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang
dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Adapun amal ibadah tertentu
ialah thawaf, sa’i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.
Apabila seorang muslim menjalankan ibadah haji maka ia akan di beri gelar haji, haji adalah
sebutan atau gelar untuk pria muslim yang telah berhasil menjalankan ibadah haji. Umum
digunakan sebagai tambahan di depan nama dan sering disingkat dengan “H”. Dalam hal ini
biasanya para Haji membubuhkan gelarnya dianggap oleh mayoritas masyarakat sebagai
tauladan maupun contoh di daerah mereka. Bisa dikatakan sebagai guru atau panutan untuk
memberikan contoh sikap secara lahiriah dan batiniah dalam segi Islam sehari-hari.

B. Hukum Haji
Hukum menunaikan ibadah haji adalah wajib bagi setiap muslim yang mampu dan
berkewajiban itu hanya sekali seumur hidup. Apabila melakukannya lebih dari satu kali, maka
haji yang kedua dan seterusnya hukumnya sunnah.
1. Sesuai dengan firman Allah dalam Surah Ali – Imran (3) : 97.
Artinya : Dan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke
Baitullah, yaitu bagi orang – orang yang mampu mengadakan perjalanan kesana.
Adapun yang dimaksud istita’ah (mampu dan kuasa) dalam melaksanakan ibadah haji adalah
sebagai berikut.
1. Menguasai tata cara pelaksanaan haji
2. Syarat mampu bagi laki-laki dan perempuan adalah:
(a) mampu dari sisi bekal dan kendaraan,
(b) sehat jasmani , artinya tidak dalam keadaan sakit atau mengidap penyakit yang dapat
membahayakan dirinya atau jemaah lain. Selain itu juga adanya persiapan mental dengan cara
menyucikan hati seperti berdoa, berzikir atau bersedekah,
(c) jalan penuh rasa aman,
(d) mampu melakukan perjalanan.
3. Mampu dari sisi bekal mencakup kelebihan dari tiga kebutuhan:
(a) nafkah bagi keluarga yang ditinggal dan yang diberi nafkah
(b) kebutuhan keluarga berupa tempat tinggal dan pakaian,
(c) penunaian utang.
4. Syarat mampu yang khusus bagi perempuan adalah:
(a) ditemani suami atau mahrom,
(b) tidak berada dalam masa ‘iddah.
5. Memiliki biaya untuk perjalanan ke tempat haji.
2. Dalil As Sunnah
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ‫ضان‬ َ ‫ َو‬، ِ‫ َو ْال َح ِّج‬، ِ‫الزكَاة‬
َ ‫ص ْو ِم َر َم‬ َّ ‫ َوإِيت َِاء‬، ِ‫صالَة‬
َّ ‫ َوإِقَ ِام ال‬، ِ‫َّللا‬ ُ ‫َّللاُ َوأ َ َّن ُم َح َّمدًا َر‬
َّ ‫سو ُل‬ َّ َّ‫ش َهادَةِ أ َ ْن الَ إِلَهَ إِال‬
َ ‫اإل ْسالَ ُم َعلَى خ َْم ٍس‬
ِ ‫ى‬ َ ِ‫بُن‬
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah
selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16).
Hadits ini menunjukkan bahwa haji adalah bagian dari rukun Islam. Ini berarti menunjukkan
wajibnya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
ُ ‫س َكتَ َحتَّى قَالَ َها ثَالَثًا فَقَا َل َر‬
َّ ‫سو ُل‬
‫صلى‬- ِ‫َّللا‬ َ َ‫َّللاِ ف‬
َّ ‫سو َل‬ َ ‫ فَقَا َل َر ُج ٌل أ َ ُك َّل‬.» ‫َّللاُ َعلَ ْي ُك ُم ْال َح َّج فَ ُح ُّجوا‬
ُ ‫ع ٍام يَا َر‬ َّ ‫ض‬ ُ َّ‫« أَيُّ َها الن‬
َ ‫اس قَدْ فَ َر‬
ْ َ‫ « لَ ْو قُ ْلتُ نَ َع ْم لَ َو َجب‬-‫هللا عليه وسلم‬
َ َ‫ت َولَ َما ا ْست‬
‫ط ْعت ُ ْم‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah di tengah-tengah kami. Beliau
bersabda, “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah.”
Lantas ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)?”
Beliau lantas diam, sampai orang tadi bertanya hingga tiga kali. Rasulullahshallallahu ‘alaihi
wa sallam lantas bersabda, “Seandainya aku mengatakan ‘iya’, maka tentu haji akan
diwajibkan bagi kalian setiap tahun, dan belum tentu kalian sanggup” (HR. Muslim no. 1337).
Sungguh banyak sekali hadits yang menyebutkan wajibnya haji hingga mencapai derajat
mutawatir (jalur yang amat banyak) sehingga kita dapat memastikan hukum haji itu wajib.

B. Latar Belakang Ibadah Haji


Orang-orang Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji ini yang mereka warisi
dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan perubahan disana-sini. Akan tetapi, bentuk
umum pelaksanaannya masih tetap ada, seperti thawaf, sa’i, wukuf, dan melontar jumrah. Hanya
saja pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat yang sebenarnya. Untuk itu,
Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang salah dan tetap menjalankan apa-apa yang telah
sesuai dengan petunjuk syara’ (syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Qur’an dan sunnah
rasul. Latar belakang ibadah haji ini juga didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh
nabi-nabi dalam agama Islam, terutama nabi Ibrahim (nabinya agama Tauhid).
Ritual thawaf didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh umat-umat sebelum nabi
Ibarahim. Ritual sa’i, yakni berlari antara bukit Shafa dan Marwah (daerah agak tinggi di sekitar
Ka’bah yang sudah menjadi satu kesatuan Masjid Al Haram, Makkah), juga didasarkan untuk
mengenang ritual istri kedua nabi Ibrahim ketika mencari susu untuk anaknya nabi Ismail.
Sementara wukuf di Arafah adalah ritual untuk mengenang tempat bertemunya nabi Adam dan
Siti Hawa di muka bumi, yaitu asal mula dari kelahiran seluruh umat manusia.

C. Jenis Ibadah Haji


Setiap jamaah bebas untuk memilih jenis ibadah haji yang ingin dilaksanakannya. Rasulullah
SAW memberi kebebasan dalam hal itu, sebagaimana terlihat dalam hadis berikut.
Aisyah RA berkata: Kami berangkat beribadah bersama Rasulullah SAW dalam tahun hajjatul
wada. Di antara kami ada yang berihram, untuk haji dan umrah dan ada pula yang berihram
untuk haji. Orang yang berihram untuk umrah ber-tahallul ketika telah berada di Baitullah.
Sedang orang yang berihram untuk haji jika ia mengumpulkan haji dan umrah. Maka ia tidak
melakukan tahallul sampai dengan selesai dari nahar.
Berikut adalah jenis dan pengertian haji yang dimaksud.
 Haji ifrad, berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad bila sesorang bermaksud
menyendirikan, baik menyendirikan haji maupun menyendirikan umrah. Dalam hal ini, yang
didahulukan adalah ibadah haji. Artinya, ketika mengenakan pakaian ihram di miqat-nya,
orang tersebut berniat melaksanakan ibadah haji dahulu. Apabila ibadah haji sudah selesai,
maka orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakan umrah.
 Haji tamattu’, mempunyai arti bersenang-senang atau bersantai-santai dengan melakukan
umrah terlebih dahulu di bulan-bulah haji, lain bertahallul. Kemudian mengenakan pakaian
ihram lagi untuk melaksanakan ibadah haji, ditahun yang sama. Tamattu’ dapat juga berarti
melaksanakan ibadah di dalam bulan-bulan serta di dalam tahun yang sama, tanpa terlebih
dahulu pulang ke negeri asal.
 Haji qiran, mengandung arti menggabungkan, menyatukan atau menyekaliguskan. Yang
dimaksud disini adalah menyatukan atau menyekaliguskan berihram untuk melaksanakan
ibadah haji dan umrah. Haji qiran dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat
makani dan melaksanakan semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipun mungkin
akan memakan waktu lama. Menurut Abu Hanifah, melaksanakan haji qiran, berarti
melakukan dua thawaf dan dua sa’i.
D. Syarat Wajib Haji
Syarat hai adalah ketentuan yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan melaksanakan
Ibadah haji. Syarat tersebut sebagai berikut.
1) Beragama islam
2) Telah dewasa (baligh)
3) Berakal sehat
4) Merdeka (bukan budak atau hamba)
5) Mampu (istita’ah).
Catatan :
Anak yang belum dewasa apabila menunaikan ibadah haji maka hukumnya sunnah sehingga ia
harus mengulang menunaikan ibadah haji karena hukumnya masih wajib baginya apabila sudah
dewasa.

E. Syarat Sah Haji


1) Islam
2)Berakal
3) Miqot zamani, artinya haji dilakukan di waktu tertentu (pada bulan-bulan haji), tidak di waktu
lainnya. ‘Abullah bin ‘Umar, mayoritas sahabat dan ulama sesudahnya berkata bahwa waktu
tersebut adalah bulan Syawwal, Dzulqo’dah, dan sepuluh hari (pertama) dari bulan
Dzulhijja
4) Miqot makani, artinya haji (penunaian rukun dan wajib haji) dilakukan di tempat tertentu yang
telah ditetapkan, tidak sah dilakukan tempat lainnya. Wukuf dilakukan di daerah Arofah. Thowaf
dilakukan di sekeliling Ka’bah. Sa’i dilakukan di jalan antara Shofa dan Marwah. Dan
seterusnya.

F. Rukun Haji
Rukun haji adalah rangjaian amalan haji yang harus dikerjakan. Apabila amalan tersebut tidak
dikerjakan. Apabila amalan tersebut tidak dikerjakan maka ibadah hajinya tidak sah atau batal
dan tidak boleh diganti dengan dam atau denda. Akan tetapi, harus mengulang hajinya pada
waktu yang lain.
Adapun yang termasuk rukun haji adalah sebagai berikut.
1. Ihram
2. Wukuf di Arafah
3. Thowaf ifadhoh
4. Sa’i
5. Tahalul (bercukur)
6. Tertib dan berurutan.
Jika salah satu dari rukun ini tidak ada, maka haji yang dilakukan tidak sah.
Rukun pertama: Ihram
Yang dimaksud dengan ihram adalah niatan untuk masuk dalam manasik haji. Siapa yang
meninggalkan niat ini, hajinya tidak sah. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
ِ ‫ِإنَّ َما األ َ ْع َما ُل ِبالنِِّيَّا‬
ٍ ‫ َو ِإنَّ َما ِل ُك ِِّل ا ْم ِر‬، ‫ت‬
‫ئ َما ن ََوى‬
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat dan setiap orang akan mendapatkan apa
yang ia niatkan.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Wajib ihram mencakup:
1. Ihram dari miqot.
2. Tidak memakai pakaian berjahit (yang menunjukkan lekuk badan atau anggota tubuh). Laki-
laki tidak diperkenankan memakai baju, jubah, mantel, imamah, penutup kepala, khuf atau
sepatu (kecuali jika tidak mendapati khuf). Wanita tidak diperkenankan memakai niqob
(penutup wajah) dan sarung tangan.
3. Bertalbiyah.
Mengucapkan niat haji atau umroh atau kedua-duanya, sebaiknya dilakukan setelah shalat,
setelah berniat untuk manasik. Namun jika berniat ketika telah naik kendaraan, maka itu juga
boleh sebelum sampai di miqot. Jika telah sampai miqot namun belum berniat, berarti dianggap
telah melewati miqot tanpa berihram.
Lafazh talbiyah:
َ‫الَ ش َِريْكَ لَك‬. ُ‫إِ َّن ال َح ْمدَ َوالنِِّ ْع َمةَ لَكَ َوال ُم ْلك‬. َ‫لَبَّيْكَ َال ش َِريْكَ لَكَ لَبَّيْك‬. َ‫لَبَّيْكَ اللَّ ُه َّم لَبَّيْك‬
“Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syariika laka labbaik. Innalhamda wan ni’mata, laka
wal mulk, laa syariika lak”. (Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab panggilan-
Mu, aku menjawab panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku menjawab panggilan-Mu.
Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu).
Ketika bertalbiyah, laki-laki disunnahkan mengeraskan suara.
Rukun kedua: Wukuf di Arafah
Wukuf di Arafah adalah rukun haji yang paling penting. Siapa yang luput dari wukuf di Arafah,
hajinya tidak sah. Ibnu Rusyd berkata, “Para ulama sepakat bahwa wukuf di Arafah adalah
bagian dari rukun haji dan siapa yang luput, maka harus ada haji pengganti (di tahun yang lain).”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ ‫ْال َح ُّج‬
ُ‫ع َرفَة‬
“Haji adalah wukuf di Arafah.” (HR. An Nasai no. 3016, Tirmidzi no. 889, Ibnu Majah no. 3015.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Yang dimaksud wukuf adalah hadir dan berada di daerah mana saja di Arafah, walaupun dalam
keadaan tidur, sadar, berkendaraan, duduk, berbaring atau berjalan, baik pula dalam keadaan suci
atau tidak suci (seperti haidh, nifas atau junub) (Fiqih Sunnah, 1: 494). Waktu dikatakan wukuf
di Arafah adalah waktu mulai dari matahari tergelincir (waktu zawal) pada hari Arafah (9
Dzulhijjah) hingga waktu terbit fajar Shubuh (masuk waktu Shubuh) pada hari nahr (10
Dzulhijjah). Jika seseorang wukuf di Arafah selain waktu tersebut, wukufnya tidak sah
berdasarkan kesepakatan para ulama (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 17: 49-50).
Jika seseorang wukuf di waktu mana saja dari waktu tadi, baik di sebagian siang atau malam,
maka itu sudah cukup. Namun jika ia wukuf di siang hari, maka ia wajib wukuf hingga matahari
telah tenggelam. Jika ia wukuf di malam hari, ia tidak punya keharusan apa-apa. Madzab Imam
Syafi’i berpendapat bahwa wukuf di Arafah hingga malam adalah sunnah (Fiqih Sunnah, 1:
494).
Sayid Sabiq mengatakan, “Naik ke Jabal Rahmah dan meyakini wukuf di situ afdhol (lebih
utama), itu keliru, itu bukan termasuk ajaran Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (Fiqih
Sunnah, 1: 495)
Rukun ketiga: Thowaf Ifadhoh (Thowaf Ziyaroh)
Thowaf adalah mengitari Ka’bah sebanyak tujuh kali. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
ِ ‫ت ْالعَتِي‬
‫ق‬ ِ ‫ط َّوفُوا بِ ْالبَ ْي‬
َّ َ‫َو ْلي‬
“Dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu
(Baitullah).” (QS. Al Hajj: 29)
Syarat-syarat thowaf:
1. Berniat ketika melakukan thowaf.
2. Suci dari hadats (menurut pendapat mayoritas ulama).
3. Menutup aurat karena thowaf itu seperti shalat.
4. Thowaf dilakukan di dalam masjid walau jauh dari Ka’bah.
5. Ka’bah berada di sebelah kiri orang yang berthowaf.
6. Thowaf dilakukan sebanyak tujuh kali putaran.
7. Thowaf dilakukan berturut-turut tanpa ada selang jika tidak ada hajat.
8. Memulai thowaf dari Hajar Aswad.
Catatan:
1. Ulama Syafi’iyah berkata, “Jika idh-tibaa’ dan roml dilakukan saat thowaf qudum kemudian
melakukan sa’i setelah itu, maka idh-tibaa’ dan roml tidak perlu diulangi lagi dalam thowaf
ifadhoh. Namun jika sa’i (haji) diakhirkan hingga thowaf ifadhoh, maka disunnahkan
melakukan idh-tibaa’ dan roml ketika itu (Fiqih Sunnah, 1: 480).
2. Tidak ada bacaan dzikir atau do’a tertentu untuk setiap putaran saat thowaf. Sebagian
jama’ah menganjurkan demikian, namun tidak ada dalil pendukung dalam hal ini, bahkan
sering memberatkan.
Rukun keempat: Sa’i
Sa’i adalah berjalan antara Shofa dan Marwah dalam rangka ibadah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
‫ى‬ َّ ‫َب َعلَ ْي ُك ُم ال‬
َ ‫س ْع‬ َّ ‫ا ْسعَ ْوا إِ َّن‬
َ ‫َّللاَ َكت‬
“Lakukanlah sa’i karena Allah mewajibkan kepada kalian untuk melakukannya.” (HR. Ahmad 6:
421. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits tersebut hasan).
Syarat sa’i:
1. Niat.
2. Berurutan antara thowaf, lalu sa’i.
3. Dilakukan berturut-turut antara setiap putaran. Namun jika ada sela waktu sebentar antara
putaran, maka tidak mengapa, apalagi jika benar-benar butuh.
4. Menyempurnakan hingga tujuh kali putaran.
5. Dilakukan setelah melakukan thowaf yang shahih.
Rukun kelima : Tahallul
Tahalul (bercukur), yaitu menggunting rambut sebagai tanda mengakhiri rangkaian ibadah haji /
umrah dengan kadar minimal 3 helai rambut. Tahalul termasuk salah satu rukun haji sebagai
penghalal terhadap beberapa hal yang diharamkan dalam haji
Rukun keenam : Tertib dan berurutan
Yaitu melaksanakan semua amalan haji yang termasuk rukun Islam secara berurutan dari
awal sampai akhir.
F. Wajib Haji
Rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji sebagai pelengkap Rukun Haji,
yang jika tidak dikerjakan harus membayar dam (denda).
Yang termasuk wajib haji adalah ;
1. Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah berpakaian ihram
2. Mabit (bermalam) di Muzdalifah pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan dari Arafah ke
Mina)
3. Melontar Jumrah Aqabah tanggal 10 Zulhijah
4. Mabit di Mina pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
5. Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13
Zulhijah).
6. Tawaf Wada’, Yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Mekah.
7. Meninggalkan perbuatan yang dilarang waktu ihram.

G. Sunah Haji
a.sunah-sunahihrom
1.Mandiketikaihram
Berdasarkan hadits Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengganti pakaiannya untuk ihram lalu mandi.
2.Memakai minyak wangi di badan sebelum ihram Berdasarkan hadits ‘Aisyah ia berkata, “Aku
pernah memberi wewangian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk ihramnya sebelum
berihram dan untuk tahallulnya sebelum melakukan thawaf di Ka’bah.”
3. Berihram dengan kain ihram (baik yang atas maupun yang bawah) yang berwarna putih
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat
dari Madinah setelah beliau menyisir rambut dan memakai minyak, lalu beliau dan para Sahabat
memakai rida’ dan izar (kain ihram yang atas dan yang bawah).
Adapun disunnahkannya yang berwarna putih berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ِّ ِ َ‫س ْوا ِم ْن ثِيَابِ ُك ُم ْالبَي‬
‫اض فَإ ِ َّن َها ِم ْن َخي ِْر ثِيَا ِب ُك ْم َو َك ِِّفنُ ْوا فِ ْي َها َم ْوتَا ُك ْم‬ ُ َ‫ا ِْلب‬.
“Pakailah pakaianmu yang putih, sesungguhnya pakaian yang putih adalah pakaianmu yang
terbaik dan kafankanlah orang-orang yang wafat di antara kalian dengannya.”
4.Shalatdi lembah ‘Aqiq bagi orang yang melewatinya Berdasarkan hadits ‘Umar, ia berkata,
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di lembah ‘Aqiq:
ُ :‫َوقُ ْل‬
‫ع ْم َرة ٌ فِي َح َّج ٍة‬ َ َ‫ص ِِّل فِي َهذَا ْال َوادِي ْال ُمب‬
،‫ار ِك‬ ٍ ‫أَت َانِي اللَّ ْيلَةَ آ‬
َ :َ‫ت ِم ْن َربِِّي فَقَال‬
“Tadi malam, telah datang kepadaku utusan Rabb-ku dan berkata, ‘Shalatlah di lembah yang
diberkahi ini dan katakan (niatkan) umrah dalam haji.’”
5. Mengangkat suara ketika membaca talbiyah. Berdasarkan hadits as-Saib bin Khalladi, ia
berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ص َواتَ ُه ْم بِا ْ ِإل ْهالَ ِل أَ ِو التَّ ْلبِيَ ِة‬
ْ َ‫ص َحابِي أ َ ْن يَ ْرفَعُ ْوا أ‬
ْ َ ‫أَت َانِي ِجب ِْر ْي ُل فَأ َ َم َرنِي أ َ ْن آ ُم َر أ‬.
“Telah datang kepadaku Jibril dan memerintahkan kepadaku agar aku memerintahkan para
Sahabatku supaya mereka mengeraskan suara mereka ketika membaca talbiyah.”
Oleh karena itu, dulu para Sahabat Rasulullah berteriak. Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Dulu
ketika Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berihram suara mereka telah parau
sebelum mencapai Rauha.”
6.Bertahmid, bertasbih dan bertakbir sebelum mulai ihram. Berdasarkan hadits Anas, ia berkata,
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Zhuhur empat raka’at di Madinah sedangkan
kami bersama beliau, dan beliau shalat ‘Ashar di Dzul Hulaifah dua raka’at, beliau menginap di
sana sampai pagi, lalu menaiki kendaraan hingga sampai di Baidha, kemudian beliau memuji
Allah bertasbih dan bertakbir, lalu beliau berihram untuk haji dan umrah.”
7.Berihram menghadap Kiblat Berdasarkan hadits Nafi’, ia berkata, “Dahulu ketika Ibnu ‘Umar
selesai melaksanakan shalat Shubuh di Dzul Hulaifah, ia memerintahkan agar rombongan mulai
berjalan. Maka rombongan pun berjalan, lalu ia naik ke kendaraan.
b. sunah-sunah ketika masuk kota mekah
8, 9, 10. Menginap di Dzu Thuwa, mandi untuk memasuki kota Makkah dan masuk kota Makkah
pada siang hari Dari Nafi’, ia berkata, “Dahulu ketika Ibnu ‘Umar telah dekat dengan kota
Makkah, ia menghentikan talbiyah, kemudian beliau menginap di Dzu Thuwa, shalat Subuh di
sana dan mandi. Beliau mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengerjakan hal ini.”
11.Memasuki kota Makkah dari ats-Tsaniyah al-‘Ulya (jalan atas) Berdasarkan hadits Ibnu
‘Umar, ia berkata, “Dulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki kota Makkah dari
ats-Tsaniyah al-‘ulya (jalan atas) dan keluar dari ats-Tsaniyah as-Sufla (jalan bawah).”
12. Mendahulukan kaki kanan ketika masuk ke dalam masjid haram dan membaca:
َ ‫ اَللَّ ُه َّم ا ْفتَحْ ِلي أَب َْو‬،‫س ِ ِّل ْم‬
‫اب‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬،ِ‫ ِبس ِْم هللا‬،‫الر ِجي ِْم‬
َ ‫ص ِِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو‬ َّ ‫ان‬ َّ ‫طا ِن ِه ْالقَ ِدي ِْم ِمنَ ال‬
َ ‫ش ْي‬
ِ ‫ط‬ َ ‫س ْل‬
ُ ‫أَع ُْوذ ُ ِباهللِ ْال َع ِظي ِْم َو ِب َوجْ ِه ِه ْالك َِري ِْم َو‬
َ‫رحْ َمتِك‬.
َ
“Aku berlindung kepada Allah Yang Mahaagung, dengan wajah-Nya Yang Mahamulia dan
kekuasaan-Nya yang abadi, dari syaitan yang terkutuk. Dengan Nama Allah dan semoga
shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Muhammad, Ya Allah, bukalah pintu-pintu
rahmat-Mu untukku.”
13. Mengangkat tangan ketika melihat Ka’bah Apabila ia melihat Ka’bah, mengangkat tangan
jika mau, karena hal ini benar shahih dari Ibnu ‘Abbas. Kemudian berdo’a dengan do’a yang
mudah dan apabila ia mau berdoa dengan do’anya Umar juga baik, sebab do’a ini pun shahih
dari ‘Umar.
c.sunah-thawaf
14. Al-Idhthiba’Yaitu memasukkan tengah-tengah kain ihram di bawah ketiak kanan dan
menyelempangkan ujungnya di pundak kiri sehingga pundak kanan terbuka, berdasarkan hadits
Ya’la bin Umayyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam thawaf dengan
idhthiba’.”
15. Mengusap Hajar Aswad, Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata:
“Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika tiba di Makkah mengusap Hajar
Aswad di awal thawaf, beliau thawaf sambil berlari-lari kecil di tiga putaran pertama dari tujuh
putaran thawaf.”
16. Mencium Hajar Aswad, Berdasarkan hadits Zaid bin Aslam dari ayahnya, ia berkata, “Aku
melihat ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu mencium Hajar As-wad dan berkata,
“Seandainya aku tidak melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, niscaya
aku tidak akan menciummu.”
17. Sujud di atas Hajar Aswad, Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku melihat ‘Umar
bin al-Khaththab mencium Hajar Aswad lalu sujud di atasnya kemudian ia kembali menciumnya
dan sujud di atasnya, kemudian ia berkata, ‘Beginilah aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.’”
18. Bertakbir setiap melewati Hajar Aswad, Berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam thawaf mengelilingi Ka’bah di atas untanya, setiap beliau melewati
Hajar Aswad beliau memberi isyarat dengan sesuatu yang ada pada beliau kemudian bertakbir.”
19. Berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama thawaf yang pertama kali (thawaf qudum)
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, “Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
thawaf mengitari Ka’bah, thawaf yang pertama kali, beliau berlari-lari kecil tiga putaran dan
berjalan empat putaran, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir kembali di Hajar Aswad.”
20. Mengusap rukun Yamani, Berdasarkan hadits Ibnu Umar, ia berkata, “Aku tidak pernah
melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap Ka’bah kecuali dua rukun Yamani
(rukun Yamani dan Hajar Aswad).”
21. Berdo’a di antara dua rukun (rukun Yamani dan Hajar Aswad) dengan do’a sebagai berikut:
َ َ‫سنَةً َوقِنَا َعذ‬
ِ َّ‫اب الن‬
‫ار‬ ِ ْ‫سنَةً َوفِي ا‬
َ ‫آلخ َرةِ َح‬ َ ‫ َربَّنَآ آتِنَا فِي الدُّ ْنيَا َح‬.
“Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami
dari siksa Neraka.”
22.Shalat dua raka’at di belakang maqam Ibrahim setelah thawaf, Berdasarkan hadits Ibnu
‘Umar, ia berkata, “Setelah tiba, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam thawaf mengelilingi
Ka’bah tujuh kali, kemudian beliau shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim dan sa’i antara
Shafa dan Marwah.” Selanjutnya beliau berkata:
َ ‫س ْو ِل هللاِ أُس َْوة ٌ َح‬
ٌ‫سنَة‬ ُ ‫لَقَدْ َكانَ لَ ُك ْم فِي َر‬.
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu terdapat contoh yang baik bagimu.”
23. Sebelum shalat di belakang Maqam Ibrahim membaca:
‫صلًّى‬ َ ‫واتَّ ِخذُ ْوا ِم ْن َمقَ ِام إِب َْراه‬.
َ ‫ِيم ُم‬ َ
“Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim itu tempat shalat.”
Kemudian membaca dalam shalat dua raka’at itu surat al-Ikhlash dan surat al-Kaafirun,
berdasarkan hadits Jabir bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau
sampai di maqam Ibrahim Alaihissallam beliau membaca:
‫صلًّى‬
َ ‫ َواتَّ ِخذُ ْوا ِم ْن َمقَ ِام إِب َْرا ِهي َْم ُم‬.
“Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim itu tempat shalat.”
Lalu beliau shalat dua raka’at, beliau membaca dalam shalat dua raka’at itu { ٌ ‫َّللاُ أ َ َحد‬
ِّ ‫ }قُ ْل ه َُو‬dan{ ‫قُ ْل‬
َ‫}يا أَيُّ َها ْالكَافِ ُرون‬.
24. Iltizam tempat di antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah dengan cara menempelkan dada,
wajah dan lengannya pada Ka’bah, Berdasarkan hadits ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari
kakeknya, ia berkata, “Aku pernah thawaf bersama ‘Abdullah bin ‘Amr, ketika kami telah selesai
dari tujuh putaran tersebut kami shalat di belakang Ka’bah. Lalu aku bertanya, ‘Apakah engkau
tidak memohon perlindungan kepada Allah?’ Ia menjawab, ‘Aku berlindung kepada Allah dari
api Neraka.’”
Berkata (perawi), “Setelah itu ia pergi dan mengusap Hajar Aswad. Lalu beliau berdiri di antara
Hajar Aswad dan pintu Ka’bah, beliau menempelkan dada, tangannya dan pipinya ke dinding
Ka’bah, kemudian berkata, ‘Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal
ini.’”
25.Minum air zamzam dan mencuci kepala dengannya,Berdasarkan hadits Jabir bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan hal tersebut.
d.Sunnah-SunnahSa’i:
26.mengusaphajaraswad
27. Membaca:
َّ ‫ع خَ ي ًْرا فَإِ َّن‬
‫َّللاَ شَا ِك ٌر‬ َ َ ‫ف ِب ِه َما ۚ َو َمن ت‬
َ ‫ط َّو‬ َّ ‫َّللاِ ۖ فَ َم ْن َح َّج ْال َبيْتَ أ َ ِو ا ْعت َ َم َر فَ َال ُجنَا َح َعلَ ْي ِه أَن َي‬
َ ‫ط َّو‬ َ ‫صفَا َو ْال َم ْر َوة َ ِمن‬
َّ ‫ش َعا ِئ ِر‬ َّ ‫ِإ َّن ال‬
‫َع ِلي ٌم‬
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang
beribadah haji ke Baitullaah atau ber’umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i di
antara keduanya.
28. Berdo’a di Shafa, Ketika berada di Shafa, menghadap Kiblat dan membaca:
،ُ‫ الَ ِإلهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ دَه‬،‫ِير‬
ٌ ‫ش ْيءٍ قَد‬ َ ‫ لَهُ ْال ُم ْلكُ َولَهُ ا ْل َح ْمد ُ َوه َُو َع َلى ُك ِِّل‬،ُ‫ الَ ِإلهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ دَهُ الَ ش َِريْكَ لَه‬،‫ اَهللُ أ َ ْك َب ُر‬،‫ اَهللُ أ َ ْك َب ُر‬،‫اَهللُ أ َ ْك َب ُر‬
ُ‫اب َوحْ دَه‬َ َ‫ َوهَزَ َم اْألَحْ ز‬،ُ‫ص َر َع ْبدَه‬َ َ‫ َون‬،ُ‫أ َ ْن َجزَ َو ْعدَه‬.
“Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah Yang Mahaesa, tiada sekutu
bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan, bagi-Nya segala puji dan Dia Mahakuasa atas segala
sesuatu. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah semata. Yang
melaksanakan janji-Nya, membela hamba-Nya (Muhammad) dan mengalahkan golongan musuh
sendirian.”
29.Berlari-lari kecil dengan sungguh-sungguh antara dua tanda hijau
30. Ketika berada di Marwah mengerjakan seperti apa yang dilakukan di Shafa, baik menghadap
Kiblat, bertakbir maupun berdo’a
H. Larangan Dalam Haji
Bagi jemaah haji atau umrah terdapat larangan yang tidak boleh diabaikan. Larangan
tersebut adalah sebagai berikut.
1) Larangan bagi jemaah haji laki – laki memakai pakaian yang dijahit dan memakai
tutup kepala.
2) Larangan bagi jemaah perempuan memakai tutup muka dan sarung tangan.
Larangan bagi jemaah haji laki – laki dan perempuan antara lain memakai wewangian, mencabut
dan mencukur rambut dan bulu badan, memotong kuku, menikah atau menjadi wali nikah,
berhubungan suami istri, memburu, membunuh binatang, berkata yang tidak senonoh, dan
berbuat maksiat.
I. Pengertian dan Jenis Dam
Pengertian Dam dari segi bahasa ialah darah, yakni denda yang dikenakan oleh jemaah haji yang
melanggar larangan atau meninggalkan wajib haji atau umroh.
Ada beberapa hal wajib saat melakukan ibadah haji yang bisa digantikan dengan Dam sebagai
berikut ini:
1. Dam Hadyu.
Yaitu dam yang diwajibkan bagi mereka yang melaksanakan haji Tamattu’ atau haji Qiran, dan
jika tidak mampu membeli binatang hadyu, maka wajib melaksanakan puasa selama 10 hari.
Tiga hari dilakukan pada masa haji dan yang tujuh hari dilakukan setelah kembali ke kampung
halaman.
2. Dam Fidyah (tebusan).
Yaitu dam yang diwajibkan atas orang yang sedang dalam ihram, lalu mencukur rambutnya
karena sakit atau sesuatu yang mengganggu kepalanya, seperti kutu dan lain sebagainya,
“Bahwasanya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam melewatinya pada masa Hudaibiyyah, lalu
berkata: ‘Sungguh kutu kepalamu telah menggang-gumu?, Ia berkata: ‘Ya!’Maka beliaupun
bersabda: ‘Cukurlah kemudian sembelih-lah seekor kambing atau berpuasalah tiga hari atau
berilah makan berupa tiga sha’ kurma yang dibagikan kepada enam orang miskin.'”
3. Dam Jazaa’.
Yaitu dam yang wajib dibayar oleh orang yang sedang berihram bila membu-nuh binatang
buruan darat. Adapun bina-tang buruan laut, maka tidak ada dendanya.
4. Dam Ihshar.
Dam yang wajib dibayar oleh jama’ah haji yang tertahan atau terkepung sehingga tidak dapat
menyempurnakan manasik hajinya, baik tertahannya disebabkan karena sakit, terhalang oleh
musuh atau sebab-sebab lainnya, sementara dia tidak mengucapkan persyaratannya pada awal
ihramnya.
5.Damjima
Yaitu dam yang diwajibkan kepada jama’ah haji yang dengan sengaja mengum-puli isterinya
ditengah pelaksanaan iba-dah haji.
I. Fungsi Haji
Diantara fungsi haji adalah sebagai berikut.
a. Hikmah Haji Secara Umum
1) Pernyataan ketaatan seorang kepada Tuhannya.
2) Ibadah haji merupakan sarana untuk menunjukkan kebesaran Allah.
3) Ibadah haji merupakan ujian iman
4) Ibadah haji merupakan kongres akbar
5) Ibadah haji memberikan jaminan yang besar dari Allah berupa ampunan dari dosa dan surga.
6) Mempererat ukuwah Islamiyah antarsesama muslim dari berbagai penjuru dunia.
7) Perwujudan solidaritas Islam yang tidak terbatas oleh suku, bangsa, ras, kulit, dan negara.
b. Hikmah Haji Bagi Pelakunya
1) Memperteguh iman dan takwa kepada Allah swt.
2) Dapat mengambil pelajaran dari segal penderitaan yang dirasakan selama mengerjakan ibadah
haji.
3) Memperkuat fisik dan mental
4) Menumbuhkan semangat berkorban karena ibadah haji memerlukan pengorbanan yang besar,
baik tenaga, waktu, maupun biaya.
5) Mengenal tempat – tempat bersejarah, seperti Ka’bah, Bukit Safa dan Marwah, sumur zam -
zam, dan Hajar Aswad.

Anda mungkin juga menyukai