Anda di halaman 1dari 26

2015

Materi Olimpiade Kebumian


Astronomi

Misbahudin
WWW.HUJUNGDESTINASI.WORDPRESS.COM
MELJAMEEL@GMAIL.COM
MATERI: PEMBENTUKAN JAGAT RAYA DAN TATA SURYA

Orang-orang Yunani saat itu menyadari bahwa Matahari, Bumi, dan Planet merupakan
bagian dari sistem yang berbeda. Awalnya mereka memperkirakan Bumi dan Matahari
berbentuk pipih tapi Phytagoras (572-492 BC) menyatakan semua benda langit berbentuk
bola (bundar). Sampai dengan tahun 1960, perkembangan teori pembentukan Tata Surya
dibagi dalam dua kelompok besar yakni masa sebelum Newton dan masa sesudah Newton.

TEORI PEMBENTUKAN TATA SURYA SEBELUM NEWTON

Ptolemy dan Teori Geosentrik

Ptolemy (c 150AD) menyatakan bahwa semua objek bergerak relatif terhadap bumi. Tapi
teori geosentrik mempunyai kelemahan, yaitu Matahari dan Bulan bergerak dalam jejak
lingkaran mengitari Bumi, sementara planet bergerak tidak teratur dalam serangkaian
simpul ke arah timur.

Teori Heliosentrik dan Gereja

Nicolaus Copernicus (1473-1543) merupakan orang pertama yang secara terang-terangan


menyatakan bahwa Matahari merupakan pusat sistem Tata Surya, dan Bumi bergerak
mengeliinginya dalam orbit lingkaran. Teori heliosentrik disampaikan Copernicus dalam
publikasinya yang berjudul De Revolutionibus Orbium Coelestium kepada Paus Pope III
dan diterima oleh gereja.

Tapi dikemudian hari setelah kematian Copernicus pandangan gereja berubah ketika pada
akhir abad ke-16 filsuf Italia, Giordano Bruno, menyatakan semua bintang mirip dengan
Matahari dan masing-masing memiliki sistem planetnya yang dihuni oleh jenis manusia
yang berbeda. Pandangan inilah yang menyebabkan ia dibakar dan teori Heliosentrik
dianggap berbahaya karena bertentangan dengan pandangan gereja yang menganggap
manusialah yang menjadi sentral di alam semesta.

Lahirnya Hukum Kepler

Walaupun Copernicus telah menerbitkan tulisannya tentang Teori Heliosentrik, tidak


semua orang setuju dengannya. Salah satunya, Tycho Brahe (1546-1601) dari Denmark
yang mendukung teori matahari dan bulan mengelilingi bumi sementara planet lainnya
mengelilingi matahari. Tahun 1576, Brahe membangun sebuah observatorium di pulau
Hven, di laut Baltic dan melakukan penelitian disana sampai kemudian ia pindah ke Prague
pada tahun 1596.

Di Prague, Brahe menghabiskan sisa hidupnya menyelesaikan tabel gerak planet dengan
bantuan asistennya Johannes Kepler (1571-1630). Setelah kematian Brahe, Kepler
menelaah data yang ditinggalkan Brahe dan menemukan bahwa orbit planet tidak sirkular
melainkan elliptik.

Kepler kemudian mengeluarkan tiga hukum gerak orbit yang dikenal sampai saat ini yaitu:
- Planet bergerak dalam orbit ellips mengelilingi matahari sebagai pusat
sistem.

1
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
- Radius vektor menyapu luas yang sama dalam interval waktu yang sama.
- Kuadrat kala edar planet mengelilingi matahari sebanding dengan pangkat tiga
jarak rata-rata dari matahari.

TEORI PEMBENTUKAN TATA SURYA SESUDAH NEWTON

Kemunculan Newton dengan teori gravitasinya menjadi dasar yang kuat dalam
menciptakan teori ilmiah pembentukan Tata Surya. Perkembangan teori pembentukan Tata
Surya sampai dengan tahun 1960 terbagi dalam dua kelompok pemikiran, yaitu teori
monistik dan teori dualistik.

Teori Komet Buffon

George comte de Buffon (1701-1788) dari Perancis mempostulatkan teori dualistik dan
katastrofi yang menyatakan bahwa tabrakan komet dengan permukaan matahari
menyebabkan materi matahari terlontar dan membentuk planet pada jarak yang berbeda.
Kelemahannya Buffon tidak bisa menjelaskan asal komet. Ia hanya mengasumsikan bahwa
komet jauh lebih masif dari kenyataannya.

Teori Nebula Laplace

Ada beberapa teori yang menginspirasi terbentuknya teori Laplace, dimulai dari filsuf
Perancis, Renè Descartes (1596-1650) yang percaya bahwa angkasa terisi oleh “fluida alam
semesta” dan planet terbentuk dalam pusaran air. Sayangnya teori ini tidak didukung dasar
ilmiah.

Perkembangan teori pembentukan Tata Surya pada dekade terakhir abad ke-19 dan dekade
pertama abad ke-20, didominasi oleh 2 orang Amerika yakni Thomas Chamberlin (1843-
1928) dan Forest Moulton (1872-1952). Pada tahun 1890-an, Chamberlin menawarkan
solusi untuk teori nebula Laplace.

Ia menawarkan adanya satu akumulasi yang membentuk planet atau inti planet (objek kecil
terkondensasi diluar materi nebula) yang kemudian dikenal sebagai planetesimal.

Menurut Chamberlin, planetesimal akan bergabung membentuk proto planet. Namun


karena adanya perbedaan kecepatan partikel dalam dan partikel luar, dimana partikel dalam
bergerak lebih cepat dari partikel luar, maka objek yang terbentuk akan memiliki spin
retrograde.

Proses Terbentuknya Bumi

Berdasarkan Teori Big Bang, proses terbentuknya bumi berawal dari puluhan miliar tahun
yang lalu. Pada awalnya terdapat gumpalan kabut raksasa yang berputar pada porosnya.
Putaran yang dilakukannya tersebut memungkinkan bagian-bagian kecil dan ringan
terlempar ke luar dan bagian besar berkumpul di pusat, membentuk cakram raksasa.
Suatu saat, gumpalan kabut raksasa itu meledak dengan dahsyat di luar angkasa yang
kemudian membentuk galaksi dan nebula-nebula. Selama jangka waktu lebih kurang 4,6
milyar tahun, nebula-nebula tersebut membeku dan membentuk suatu galaksi yang disebut
dengan nama Galaksi Bima Sakti, kemudian membentuk sistem tata surya.

2
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
Sementara itu, bagian ringan yang terlempar ke luar tadi mengalami kondensasi sehingga
membentuk gumpalan-gumpalan yang mendingin dan memadat. Kemudian, gumpalan-
gumpalan itu membentuk planet-planet, termasuk planet bumi.

Dalam perkembangannya, planet bumi terus mengalami proses secara bertahap hingga
terbentuk seperti sekarang ini. Ada tiga tahap dalam proses pembentukan bumi:
- Awalnya, bumi masih merupakan planet homogeny dan belum mengalami
perlapisan atau perbedaan unsur.
- Pembentukan perlapisan struktur bumi yang diawali dengan terjadinya
diferensiasi. Material besi yang berat jenisnya lebih besar akan tenggelam,
sedangkan yang berat jenisnya lebih ringan akan bergerak ke permukaan.

Pembentukan alam semesta

3
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
MATERI: BINTANG

HUKUM PANCARAN

Sifat-sifat pemancaran cahaya bintang ternyata mendekati sifat-sifat pancaran benda hitam
(benda ideal yang menyerap semua energi cahaya yang diterimanya), yaitu bintang
memancarkan cahaya pada seluruh panjang gelombang, mulai dari sinar gamma hingga
gelombang radio, namun intensitas (kekuatan) pancarannya tidak merata untuk semua
panjang gelombang, artinya ada panjang gelombang tertentu dimana bintang akan paling
kuat memancarkan cahaya. Secara matematis, panjang gelombang dimana intensitas
mencapai maksimum berbanding terbalik dengan suhu efektif benda. Hal tersebut
dinyatakan oleh hukum pergeseran Wien,

Dimana λ dinyatakan dalam cm, dan temperatur dalam Kelvin.


TERANG BINTANG/ MAGNITUDO

Tingkat keterangan suatu bintang di langit ditentukan oleh seberapa besar energi cahaya
yang kita terima dari bintang tersebut. Namun apakah bintang yang memiliki luminositas
paling besar akan tampak paling terang di langit? Jawabannya tentu saja tidak, apabila
bintang tersebut terletak sangat jauh, tentu cahaya yang datang akan redup. Hal ini
menegaskan faktor lain yang mempengarhi keterangan bintang, yaitu jarak.

Untuk menyatakan terang suatu bintang, astronom biasa menggunakan satuan magnitudo,
yang merupakan logaritma dari jumlah energi yang diterima. Hipparchos (astronom yunani
kuno) membagi bintang-bintang menjadi enam satuan magnitude dimana bintang paling
terang memiliki magnitudo 1 dan yang paling redup 6.

Magnitudo semu suatu bintang gagal menunjukan terang asli (luminositas) suatu bintang,
karena ada satu faktor yang mempengaruhi yaitu jarak bintang. Sebagai contoh, bintang
yang luminositasnya tinggi namun jarak dari pengamat sangat jauh akan memiliki
magnitudo semu besar (redup di langit). Untuk menghapus pengaruh faktor jarak bintang,
maka dibuat sistem magnitudo yang meletakkan semua bintang pada jarak yang sama, yaitu
10 parsec dan disebut magnitudo mutlak. Secara sederhana, magnitudo mutlak ialah
magnitudo semu yang akan diamati apabila bintang berada pada jarak 10 parsec dari
pengamat.

KELAS SPEKTRUM BINTANG

Astronom membentuk suatu sistem klasifikasi bintang yang didasari atas karakteristik garis
absorpsi spektrum bintang tersebut. Klasifikasi awal ialah bintang diurutkan berdasarkan
kekuatan / ketebalan garis-garis hidrogen (Antonia Maury). Bintang yang paling kuat garis
hidrogennya dikelompokkan dalam kelas A, berurut abjad hingga kelas Q yang memiliki
garis hidrogen paling lemah.

Klasifikasi Maury disempurnakan oleh Annie Cannon, rekannya di Observatorium


Harvard. Cannon mengklasifikasikan bintang berdasarkan temperatur permukaannya. Hal
ini dapat dilakukan dengan melihat panjang gelombang dimana terdapat intensitas pancaran

4
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
terbesar, dan menerapkan hukum pergeseran Wien. Intensitas maksimum ditunjukkan oleh
bagian paling terang dari spektrum, dan panjang gelombangnya dapat diukur. Karena ke
kanan panjang gelombang naik, maka bintang yang sebelah kiri tentu lebih panas (hukum
Wien).

Namun, untuk bintang yang jauh, perbedaan antara intensitas maksimum dan sekitarnya
akan menjadi tidak jelas, sehingga sulit untuk diamati. Alternatif lain penentuan kelas
bintang ialah dengan mengamati garis hidrogen, berdasarkan pengetahuan bahwa
kekuatan garis hidrogen berhubungan dengan suhu bintang. Pada suhu tertentu, garis
hidrogen akan paling jelas, untuk suhu di atas atau di bawahnya, garis akan semakin tidak
jelas. Suhu ideal tersebut dicapai oleh bintang kelas A. Lalu diamati dari kelas A sampai
Q, bahwa ada beberapa kelas yang sama dan berulang, sehingga beberapa dihapus dan
digabung, sehingga membentuk klasifikasi bintang modern sebagai berikut.

DIAGRAM H-R

Apabila kita membuat grafik kartesius dengan kelas spektrum bintang sebagai absis
(sumbu-x) dan luminositas bintang sebagai ordinat (sumbu-y), lalu kita memplot bintang-
bintang yang telah kita ketahui karakter fisisnya ke dalam grafik tersebut, kita akan
mendapati bahwa bintang-bintang memiliki kecenderungan untuk mengisi daerah tertentu
dalam grafik tersebut.

Grafik tersebut dibuat pertama kali oleh Ejnar Hertzprung dan Henry Russell pada 1910,
dan dinamakan Diagram Hertaprung-Russell atau Diagram H-R, dan merupakan lompatan
besar dalam pemahaman manusia terhadap evolusi bintang.

Skema diagram H-R:

5
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
Kelas spektrum bintang berhubungan dengan temperaturnya, maka akan lebih akurat
apabila kita memplot diagram H-R dengan absis logaritma temperatur, atau grafik y
terhadap log x, yang berbeda dengan grafik y terhadap x biasa, dimana temperatur tertinggi
terletak di sebelah kiri.

Secara umum, bintang dengan temperatur semakin tinggi akan terletak semakin ke kiri, dan
bintang dengan daya pancar semakin besar akan terletak makin ke atas. Di daerah kiri
bawah, kita akan menemui bintang-bintang dengan temperatur tinggi, namun memiliki
daya pancar rendah, sehingga pasti ukurannya kecil dan disebut katai putih. Begitu pula
dengan daerah kanan atas, yang pasti memiliki ukuran besar, sehingga disebut raksasa atau
maharaksasa.
Banyak bintang yang teramati berada pada daerah V dimana luminositas bintang seimbang
dengan temperaturnya, sehingga mengindikasikan ukuran yang proporsional. Bintang-
bintang ini disebut deret utama.

EVOLUSI BINTANG

Awal Kehidupan Bintang

Semua bintang berawal dari awan gas antarbintang. Sebagian memiliki kandungan materi-
materi berat seperti oksigen atau silikon dalam beberapa persen massa, namun kebanyakan
hanya mengandung zat paling sederhana di alam semesta, hidrogen. Adanya gangguan dari
lingkungan, membuat awan gas tersebut menjadi tidak stabil dan terbentuk kumpulan-
kumpulan massa yang masing-masing berotasi dan mengerut akibat gravitasi penyusunnya.
Saat itu terbentuklah protobintang, yang boleh disebut sebagai “janin” bintang.

Seiring dengan menyusutnya protobintang, suhu, dan tekanan di pusat menjadi semakin
tinggi. Apabila kedua variabel tersebut mencapai suatu nilai tertentu, maka terpiculah
reaksi inti berantai yang mengubah hidrogen menjadi deuterium lalu menjadi helium.
Tekanan radiasi ke arah luar tersebut mampu melawan tekanan gravitasi ke arah dalam,
sehingga mencegah keruntuhan gravitasi lebih lanjut. Saat pertama kali terjadi reaksi inti
tersebut boleh disebut sebagai momen kelahiran bintang, dimana untuk pertama kali dia
bisa memancarkan energinya sendiri untuk menerangi alam semesta yang gelap. Apabila
awan antarbintang memiliki massa yang terlalu sedikit, maka panas dan tekanan di inti
tidak akan cukup untuk memicu reaksi inti hidrogen-deuterium-helium, dengan kata lain ia
adalah bintang yang gagal terbentuk. Benda seperti ini disebut sebagai katai coklat. Ada
beberapa katai coklat yang mampu menghasilkan reaksi inti hidrogen-deutrium, namun
semua katai coklat akan tampak sangat redup, dan akan “berpendar” dalam waktu yang
sangat lama. Kita dapat membayangkan katai coklat akan tampak serupa dengan planet
Jupiter yang diterangi matahari, namun memiliki massa dan ukuran yang jauh lebih besar.

Tempat banyak bintang baru terbentuk di Eagle Nebula

6
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
Masa Stabil Bintang

Evolusi bintang, sesungguhnya adalah pertarungan antara dua gaya, yaitu gaya gravitasi ke
arah pusat bintang melawan gaya tekan radiasi ke luar. Ukuran bintang akan stabil apabila
besarnya kedua gaya tersebut sama. Keadaan tersebut tidak tercapai segera setelah
pembakaran pertama, namun bintang harus melewati masa “remaja” yang tidak stabil
terlebih dahulu meskipun sangat singkat.

Setelah dalam tahap sebelumnya kedudukan bintang dalam diagram H-R berubah-ubah
secara cepat, pada saat bintang telah mencapai keadaan stabil barulah dia akan mencapai
titik yang tetap di diagram tersebut, yaitu di daerah deret utama, dimana dia akan
menghabiskan waktu paling lama dalam hidupnya, yang juga merupakan masa “dewasa”
suatu bintang. Letak setiap bintang di deret utama tidak sama dan bergantung pada massa
awal bintang, dimana bintang bermassa lebih besar akan terletak lebih ke atas (pada sabuk
deret utama), memenuhi hubungan luminositas bintang pangkat tiga sebanding dengan
massa bintang. Bintang bermassa besar akan memiliki gaya gravitasi ke dalam yang juga
besar, sehingga membutuhkan energi dalam jumlah besar untuk mengimbanginya, yang
akhirnya mengakibatkan proses pembakaran yang lebih boros pula. Akibatnya, semakin
besar massa bintang, semakin cepat dia “kehabisan” bahan bakar dan meninggalkan deret
utama. Bintang berukuran sedang seperti matahari akan menghabiskan 10 miliar tahun
bumi untuk berada di deret utama, dan saat ini sedang berada kira-kira di tengah-tengah
masa tersebut. Bintang-bintang bermassa 20 kali massa matahari hanya akan memiliki
waktu sekitar beberapa juta tahun saja, dan berlaku sebaliknya untuk bintang bermassa
kecil.

Perjalanan hidup bintang bermassa sama dengan matahari di dalam


diagram H-R, dimulai dari awan antar bintang (titik 1), lalu tahap
protobintang (2), mencapai kestabilan di deret utama (3), mengembang
menjadi raksasa merah (4) dan pensiun sebagai katai putih (5)

7
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
Pasca Deret Utama

Akibat pembakaran terus menerus jumlah hidrogen di pusat semakin kecil, sementara
terjadi tumpukan “abu” sisa pembakaran berupa helium. Pada akhirnya hidrogen di pusat
akan habis dan pusat bintang akan mengalami keruntuhan gravitasi. Bagi bintang yang
memiliki massa sedang atau besar (>0,5 massa matahari), mengerutnya inti akan
menyebabkan suhu dan tekanan di inti begitu besar, sehingga memicu terjadinya reaksi
termonuklir kedua, yang mengubah helium menjadi karbon. Akibatnya bintang akan
mempunyai dua reaksi pembakaran, yaitu fusi helium di inti, dan fusi hidrogen di kulit inti.
Meningkatnya Laju pembakaran hidrogen dan adanya tambahan energi dari fusi helium
akan menyebabkan bintang mengembang, bagi bintang bermassa sedang akan menjadi
raksasa merah, dan bintang bermassa besar akan menjadi maharaksasa. Proses ini juga
menyebabkan suhu permukaan bintang turun, sehingga warnanya akan menjadi lebih
merah dari saat dia di deret utama. Awal terjadinya fusi helium biasanya ditandai oleh
peristiwa helium flash, yaitu peningkatan kecerlangan secara tiba-tiba suatu bintang akibat
fusi kedua tersebut.

Pembakaran helium hanya akan terjadi apabila massa bintang cukup besar untuk
memberikan suhu dan tekanan tertentu di pusat. Maka bintang bermassa kecil tidak akan
berkembang menjadi raksasa atau maharaksasa, tetapi melewati masa yang sangat lama
dan ukuran yang relatif stabil hingga akhirnya kehabisan hidrogen di inti untuk dibakar.

Akhir Hidup Bintang

Bagi bintang dengan massa sedang hingga besar, proses fusi tidak hanya berhenti pada
reaksi helium menjadi karbon. Pada akhirnya proses yang sama yang menyebabkan
pembakaran helium akan terulang lagi, sehingga memaksa terjadinya reaksi fusi ketiga,
karbon menjadi neon yang terjadi di inti. Sementara itu di kulit inti masih terjadi
pembakaran helium, dan diatas lapisan helium masih terjadi fusi hidrogen. Proses diatas
terus berlanjut hingga berturut-turut terjadi reaksi fusi neon menjadi oksigen, neon-
magnesium, oksigen-silikon, dan proses lain yang semuanya membutuhkan suhu dan
tekanan yang semakin tinggi untuk dapat terjadi, sehingga hanya bintang bermassa sangat
besarlah yang bisa mencapai tahap reaksi akhir: pembentukan inti besi, yang merupakan
unsur paling berat yang bisa dibentuk di inti bintang.

Hasilnya di akhir hidupnya, bintang akan dalam keadaan berlapis-lapis seperti bawang,
yang terdiri dari zat-zat yang pernah dibentuknya mulai dari hidrogen yang paling luar, lalu
helium dibawahnya, dan seterusnya. Lapisan terdalam ditentukan oleh massa bintang. Di
pusat bintang bermassa seperti matahari akan diisi oleh karbon, karena tidak akan mampu
membentuk inti Neon. Sementara pada bintang yang lebih besar bisa ditemui Oksigen. Dan
pada bintang bermassa sangat besar baru akan ditemui pusat besi. Setelah bintang tidak
mampu lagi membakar materi di inti, maka saat itulah bintang akan mendekati keruntuhan
gravitasi. Yaitu dimana energi yang dihasilkan tidak mampu menahan gaya gravitasinya
sendiri, akibatnya bintang akan menyusut. Seiring menyusutnya ukuran bintang, tekanan
degenerasi elektron semakin besar karena elektron-elektronnya akan semakin rapat. Bagi
bintang bermassa kurang dari 1,44 massa matahari (batas ini dirumuskan oleh ilmuwan
India-Amerika Subramaniyan Chandrasekhar) tekanan tersebut akan cukup untuk
menghentikan keruntuhan gravitasi, dan bintang akan berhenti mengerut saat berukuran
tidak jauh dari ukuran bumi, dan disebut bintang katai putih.

8
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
Katai putih akan menjadi akhir dari kehidupan matahari, setelah sebelumnya akan
membentuk nebula planeter, yaitu awan gas yang terbentuk ketika terjadi pembakaran
helium, dimana lapisan terluar bintang akan “lepas” dan meninggalkan bintang. Kabut
tersebut biasa terbentuk pada bintang semassa matahari. Meskipun telah “pensiun”, bintang
katai putih masih akan melakukan reaksi fusi dan akan menghabiskan bahan bakarnya
secara perlahan selama sisa hidupnya, hingga akhirnya berhenti memproduksi energi, dan
“mati” sebagai bintang katai gelap. Masa hidup bintang-bintang bermassa kecil ini sangat
lama, sehingga umur alam semesta saat ini belum cukup untuk membentuk bahkan satu
katai gelap pun.

Lapisan-lapisan bintang bermassa


sangat besar, di akhir hidupnya sesaat
sebelum terjadi keruntuhan gravitasi

Bagi bintang yang memiliki massa diatas batas Chandrasekhar, tekanan degenerasi elektron
tidak kuasa menahan laju keruntuhan bintang. Sementara dia terus menyusut, suhu dan
tekanan akan meningkat secara drastis, hingga akhirnya mencapai suatu titik dimana
seluruh permukaannya, yang pada dasarnya merupakan bahan bakar, dari mulai hidrogen
hingga yang terdalam, akan terpicu oleh suatu reaksi berantai yang tiba - tiba, layaknya
satu gedung penuh bubuk mesiu yang diledakkan secara serentak dan tiba-tiba. Hasilnya
adalah suatu ledakan mahadashyat yang disebut supernova. Kecerlangan bintang bisa
meningkat jutaan kali lipat akibat supernova, bahkan sekitar 1000 tahun yang lalu, terdapat
catatan dari astronom Cina yang mengamati adanya bintang yang tiba-tiba menjadi sangat
terang sehingga dapat dilihat di siang hari. Setelah diamati posisinya saat ini, yang tampak
disana ialah nebula sisa supernova yang disebut crab nebula. Dapat disimpulkan bahwa
bintang yang tampak di siang hari tersebut adalah suatu bintang yang mengalami
supernova. Supernova melepaskan energi yang luar biasa besar dan sebagian materi bintang
dimuntahkan dari permukaannya. Bahkan supernova adalah salah satu sumber “pengotor”
awan gas antarbintang, sehingga memiliki unsur berat seperti oksigen, besi, dan silikon
yang terbentuk di inti bintang. Keberadaan unsur-unsur berat tersebut di bumi dan bahkan
di dalam tubuh kita mengindikasikan awan gas antarbintang yang membentuk matahari,
dahulu setidaknya telah terpengaruh oleh supernova.

9
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
Setelah supernova, jalan hidup bintang bergantung pada massanya. Bagi bintang yang
massanya dibawah 3 massa matahari (batasnya sendiri masih berupa perkiraan), materi
yang tersisa dari supernova akan terus menyusut hingga ukuran sangat kecil (hanya
beradius sekitar 10 km saja), dimana tekanan neutron mampu menolak keruntuhan lebih
lanjut. Saat itu gaya elektromagnet yang memisahkan dua inti atom telah terkalahkan,
sehingga atom-atom menjadi sangat rapat dan dekat sehingga tampak seperti bola-bola
neutron. Bintang seperti ini disebut bintang neutron. Dapat dibayangkan bagaimana
kerapatan bintang neutron ini, dimana satu sendok teh permukaanya bisa memiliki massa
hingga 20 ton!

Crab Nebula (M1) yang merupakan


sisa supernova, dimana ditengahnya
ditemui sebuah pulsar.

Bintang neutron adalah pemancar gelombang radio yang sangat kuat, dan akibat rotasinya,
dan arah sumbu rotasinya terhadap bumi, gelombang radio yang diterima oleh bumi tampak
seperti denyutan-denyutan dengan periode tertentu. Semula diduga denyutan tersebut
adalah sinyal dari makhluk dari luar angkasa. Namun setelah diteliti lebih lanjut dapat
dipastikan gelombang tersebut berasal dari bintang neutron yang berputar cepat, dan
disebut PULSAR (Pulsating Radio Source). Semakin kecil radius bintang neutron,
rotasinya semakin cepat karena kekekalan momentum sudut. Bagi bintang-bintang yang
massanya melebihi 3 massa matahari, setelah supernova, bahkan tekanan neutron pun
sudah tidak mampu lagi mencegah keruntuhan bintang. Akibatnya tidak ada lagi gaya
apapun yang bisa melawan gaya gravitasi. Akibatnya bintang akan menyusut hingga satu
titik singularitas dimana bahkan cahaya tidak lagi bisa melepaskan diri dari permukaannya
(karena massa yang besar dan radius yang luar biasa kecil) kerana kecepatan lepas di
permukaannya melebihi kecepatan cahaya. Benda seperti ini disebut sebagai lubang hitam
atau black hole.

Keberadaan lubang hitam sendiri diprediksikan secara teori dan telah dibuktikan secara
observasi. Meskipun cahaya tidak bisa meninggalkan permukaan black hole (otomatis kita
tidak bisa mendeteksi black hole tersebut), namun apabila black hole tersebut adalah
anggota dari sistem bintang ganda (sistem dua bintang yang mengitari pusat massa sistem)
dia akan dapat dideteksi. Bila di dekatnya ada sebuah bintang lain yang masih “hidup” dan
jaraknya cukup dekat maka akan terjadi perpindahan materi dari bintang ke black hole

10
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
membentuk suatu piringan akresi (piringan yang berupa materi yang berpindah dan
bergerak mengitari benda tujuan secara spiral dengan radius yang semakin lama semakin
mengecil). Jumlah black hole di alam semesta ini diperkirakan cukup banyak.
Kemungkinan benda yang ada di pusat galaksi-galaksi adalah Black Hole, sebab
dibutuhkan massa yang sangat besar untuk bisa menggerakkan satu galaksi agar tunduk
pada dirinya.

RASI BINTANG

Titik-titik yang berkelap-kelip di langit yang disebut bintang sebenarnya masing - masing
adalah sebuah benda serupa Matahari kita. Karena jaraknya yang sangat jauh cahayanya
tampak sangat redup dibandingkan dengan cahaya Matahari kita. Bahkan pada zaman
dahulu orang membedakan antara Matahari dengan bintang. Padahal sesungguhnya
matahari bukan suatu bintang yang spesial.

Menurut imajinasi manusia, bintang-bintang di langit nampak membentuk pola – pola yang
menggambarkan bentuk khusus. Oleh karena itu bintang-bintang yang dekat arah datang
cahayanya dikelompokan dan dinamai berdasarkan figur yang terbentuk olehnya (rasi
bintang), yang kebanyakan berdasarkan mitos dan legenda setempat.

Namun, akibatnya penamaan menjadi berbeda-beda bergantung pada tempat. Misalnya rasi
Scorpio (kalajengking) oleh bangsa Yunani, namun oleh orang Jawa disebut rasi Kelapa
Doyong, karena dinilai mirip pohon kelapa yang miring.

Di zaman modern ini, rasi bintang digunakan bukan hanya untuk menamai bentuk, namun
juga untuk membagi daerah. Seluruh bola langit dibagi ke dalam 88 daerah rasi bintang,
yang dinamakan berdasarkan tata penamaan orang Yunani. Tiga belas diantara rasi-rasi
bintang itu dilintasi oleh matahari sepanjang tahun, dan 12 di antaranya dinamakan rasi
zodiak. Seseorang dikatakan memiliki rasi Aries bila saat dia lahir matahari berada di rasi
tersebut. Satu rasi lagi Ophiucus (sang pemegang ular) tidak diikutsertakan dalam zodiak
namun letaknya berada diantara rasi scorpio dan Sagittarius.

Bintang paling terang dalam satu rasi dinamakan bintang Alpha (misal Alpha cygnii adalah
bintang paling terang dari rasi cygnus), kedua Beta, ketiga Gamma, dan seterusnya menurut
abjad Yunani. Bintang-bintang dalam satu rasi tidak harus dekat dalam kenyataannya,
namun hanya tampak dekat dilihat dari bumi. Sebagai contoh bintang Alpha Centauri yang
merupakan bintang terdekat dengan matahari, berjarak 4,26 tahun cahaya, sementara Beta

11
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
Centauri berjarak 360 tahun cahaya, namun keduanya Nampak bersebelahan dilihat dari
bumi.

Berikut adalah daftar beberapa rasi, dan kapan dia bisa dilihat di meridian pengamat
(lingkaran besar yang melalui KLU, Zenith, dan KLS) saat tengah malam waktu lokal.

15 bintang paling terang di langit dan magnitudo tampak (skala keterangan) masing –
masing ialah:
1. Sirius (-1,46) 5. Vega (0,03) 9. Achernar (0,46) 13. Aldebaran (0,85)
2. Canopus (-0,72) 6. Capella (0,08) 10. Betelgeuse (0,50) 14. Acrux (0,87)
3. Rigil Kent (-0,27) 7. Rigel (0,12) 11. Agena (0,60) 15. Antares (0,96)
4. Arcturus (-0,04) 8. Procyon (0,34) 12. Altair (0,77)

12
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
MATERI: PLANET

Resolusi 5A (IAU, 14-26 Agustus 2006): International Astronomical Union (IAU) telah
menetapkan bahwa "planet" dan benda lainnya di dalam Tata Surya didefinisikan dalam
tiga kategori berikut :
a. Planet adalah benda langit yang :
- Mempunyai cukup massa sehingga gaya gravitasinya mampu mempertahankan
bentuknya mendekati bundar dan ada dalam keseimbangan hidrostatik.
- Bebas dari tetangga disekitar orbitnya.
- Mengorbit di sekeliling Matahari, tidak memotong orbit planet yang lain.

b. Planet kerdil adalah benda langit dengan sifat:


- Lintasannya mengelilingi Matahari.
- Mempunyai cukup massa, sehingga mempunyai gravitasi sendiri, dalam
keseimbangan hidrostatik bentuknya bundar.
- Tidak mempunyai tetangga disekitar orbitnya dan ia bukan suatu satelit.

c. Seluruh objek kecuali satelit yang bergerak mengelilingi Matahari disebut “Benda
Kecil Sistim Tata Surya”.

Di langit, planet-planet dapat dibedakan dari bintang, karena cahayanya yang tidak
berkelap-kelip. Hal tersebut disebabkan oleh dekatnya jarak planet dengan bumi. Selain
itu, diameter sudut planet akan jauh lebih besar dari diameter sudut bintang (yang berupa
benda titik) dan dari teleskop akan tampak seperti piringan.

Planet-planet tidak akan ditemui terlalu jauh dari ekliptika bumi sebab bidang orbit semua
planet hanya membentuk sudut kecil terhadap ekliptika. Maka planet-planet bisasanya
ditemui berada pada rasi zodiak.

Planet-planet yang dapat dilihat oleh mata telanjang hanya Merkurius, Venus, Mars,
Jupiter, dan Saturnus. Astronom terlatih dan beberapa orang dengan kemampuan khusus
dapat melihat planet Uranus, yang sangat redup dan berada pada batas penglihatan manusia
normal.

Planet-planet dapat dikelompokkan menjadi dua:


a. Planet terrestrial (= seperti Bumi) (Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars).
b. Planet Jovian (= seperti Jupiter) (Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus).

Jika dibandingkan dengan planet Jovian, planet terrestrial lebih kecil, lebih padat, lebih
banyak mengandung material batuan, kecepatan rotasi yang lambat, dan atmosfernya tipis.

13
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
Merkurius

Merupakan planet yang kecil, padat, tidak memiliki atmosfer, dan planet yang memiliki
temperatur paling ekstrim.

Venus

Planet paling cerah di langit, memiliki atmosfer yang tebal, 97%-nya merupakan CO2,
permukaannya lunak dan vulkanik yang tidak aktif, tekanan permukaan atmosfer 90 kali
lebih tinggi daripada Bumi, dan temperatur permukaannya 475°C.

14
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
Merkurius Venus

Mars

Planet merah, memiliki CO2 dalam atmosfer hanya 1% seperti Bumi, ada badai debu yang
besar, banyak sekali vulkanik yang tidak aktif, banyak tebing yang besar, dan beberapa
lembah yang masih diperdebatkan apakah itu bekas dilalui oleh sungai sebagaimana di
Bumi.

Mars (kiri) dan bukti keberadaan air di Mars (kanan)

Jupiter

Planet terbesar, berotasi sangat cepat, nampak memiliki sabuk yang disebabkan oleh arus
konveksi yang besar yang dikontrol oleh panas dari dalam planet, memiliki Great Red Spot
yang ukurannya bervariasi, memiliki cincin yang tipis, dan sedikitnya 63 bulan yang
berotasi mengelilinginya (salah satunya Io, yang mungkin objek tata surya yang paling aktif
vulkaniknya).

15
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
Jupiter dan Great Red Spot

Bulan-bulan terbesar Jupiter (Io, Europa, Ganymede, dan Callisto).

Saturnus
Dikenal dengan sangat baik karena sistem cincinnya. Memiliki atmosfer yang dinamis
dengan angin yang mencapai kecepatan 930 mil/jam, dan badai yang mirip dengan Great
Red Spot di Jupiter.

Wahana Cassini mendekati Saturnus (kiri) dan cincin Saturnus (kanan).

16
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
Uranus dan Neptunus

Sering disebut planet kembar karena kemiripan struktur dan komposisinya. Ciri yang unik
dari Uranus ialah cara berotasinya yang miring. Neptunus, memiliki awan berwarna putih
seperti cirrus di atas awan utamanya, memiliki Great Dark Spot yang seukuran Bumi,
diasumsikan merupakan badai besar yang berotasi, mirip dengan Great Red Spot di Jupiter.

Uranus Neptunus

Komposisi planet, jarak ke matahari, dan titik leleh.

17
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
Besaran Planet-Planet Dalam Planet-Planet Luar

Persentase H dan He rendah (banyak lepas) tinggi (lebih terikat)


dibandingkan Surya

Persentase oksigen lebih tinggi lebih rendah


dibandingkan Surya
Sifat kimiawi atmosfer mengoksidasi mereduksi
Atmosfer Atom volatil berat Volatil ringan H2 + He
Inti Batuan; logam Batuan; es
Komposisi terhadap telah ber-evolusi akan ber-evolusi
kabut (nebula) asal (telah berubah) (kurang berubah)

18
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
MATERI: BENDA-BENDA LANGIT

GALAKSI, NEBULA, KLUSTER BOLA

Apabila kita mengamati langit di tempat yang jauh dari polusi cahaya kota, dan di malam
tanpa Bulan, maka kita akan mendapati di langit terdapat kabut putih tipis yang
membentang luas seperti sungai di angkasa, namun bentuknya tidak berubah, dan tampak
bergerak mengikuti bola langit. Sebenarnya itu adalah bagian galaksi bima sakti (milky
way) galaksi dimana matahari berada. Terlihat seperti kabut karena terlalu jauhnya bintang-
bintang tersebut sehingga mata kita tidak bisa membedakan satu sama lain, dan hanya
menangkap energi cahaya redup gabungannya. Arah pusat galaksi bima sakti kira-kira
sekitar arah rasi Sagittarius, dan arah berlawanan arah pusat galaksi ialah arah rasi Auriga.
Sehingga kita bisa melihat kabut putih tersebut sangat pekat di daerah dekat Sagittarius.
Galaksi di luar Bima Sakti karena jaraknya yang sangat jauh tidak akan tampak oleh mata
telanjang kecuali 4 galaksi: Awan Magellan besar di rasi Dorado, Awan Magellan kecil di
rasi Tucana, Galaksi Andromeda (M31) di rasi Andromeda, dan galaksi Triangulum (M33)
di rasi Triangulum.

Galaksi, Nebula, dan Globular Cluster didaftar oleh Astronom Perancis Charles Messier
dalam katalog yang dinamakan atas namanya. Benda-benda itu diberi kode M1, M2, M3
dan seterusnya hingga M110. Hingga kini penamaan Messier masih dipakai meskipun
perkembangan teleskop menunjukkan ada lebih dari 110 benda-benda tersebut. Dalam
keperluan pendataan objek redup langit modern dibuat katalog baru misalnya NGC, HIP,
TYC, dan lain lain.

ASTEROID

Kebanyakan asteroid terletak di antara orbit Mars dan Jupiter. Asteroid ialah batuan dan
puing-puing logam dari nebula tata surya yang tidak pernah berakresi menjadi planet.

Orbit asteroid yang tidak beraturan

KOMET

Terbentuk dari es (air, amoniak, metana, karbondioksida, dan karbon monoksida) dengan
potongan-potongan kecil dari material batuan dan logam. Banyak yang mengorbit dalam

19
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
orbit yang memanjang hingga lebih jauh dari Pluto. Komet atau bintang berekor ialah
anggota tata surya yang dari bumi terlihat gerakannya sangat tidak tunduk terhadap gerakan
bola langit, dan terlihat hanya saat tertentu lalu menghilang. Masyarakat zaman dahulu
belum bisa memprediksi dan menghitung gerakan dan posisi komet, ketidaktahuan tersebut
menimbulkan ketakutan pada masyarakat zaman dahulu bahwa komet adalah pembawa
pesan khusus dari langit atau bencana. Barulah setelah ilmu pengetahuan astronomi
berkembang, dan Edmund Halley (teman dari Isaac Newton) berhasil memprediksi
kedatangan komet dan posisinya di langit, masyarakat mulai percaya bahwa komet
hanyalah salah satu anggota tata surya yang mengelilingi matahari dan tunduk pada hukum-
hukum Newton.

Bagi pengamat dengan mata telanjang, beberapa komet akan tampak cemerlang dan
memiliki ekor yang panjang dan selalu melawan arah dari Matahari, dengan magnitudo
bervariasi dan maksimal saat paling dekat dengan matahari. Kebanyakan komet hanya
dapat dilihat dengan bantuan alat. Komet yang memiliki lintasan elips (biasanya memiliki
eksentrisitas elips mendekati 1, artinya sangat lonjong) disebut komet periodik, karena akan
mengitari matahari dengan suatu periode tertentu. Misalnya komet Halley dengan periode
76 tahun bumi. Komet-komet yang memiliki lintasan parabola hanya akan mendekati
Matahari sekali dan tidak akan kembali lagi.

Ekor komet yang menjauh dari matahari

METEOROID

Adalah benda - benda serpihan yang berada di tata surya. Karena massanya kecil,
kadangkala ia tertarik oleh gravitasi suatu planet dan jatuh ke planet tersebut. Saat
memasuki bumi, akibat gesekannya dengan atmosfer ia akan tampak seperti bintang
jatuh/bintang beralih, disebut meteor. Apabila Meteor tidak terbakar habis di atmosfer dan
mencapai permukaan bumi disebut meteorit. Mengapa Meteor akan terlihat paling banyak
di langit setelah tengah malam menjelang pagi?

20
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
Hujan Meteor terjadi ketika Bumi bertemu dengan kumpulan besar Meteoroid, yang
kemungkinan merupakan material yang lepas dari komet.

Hujan meteor yang besar

PLANET KERDIL

Planet kerdil di tata surya ada tiga: Pluto, Ceres, dan Eris. Ketiganya hanya akan terlihat
dengan bantuan teleskop. Begitu pula dengan asteroid dan benda-benda kecil tata surya
lainnya. Pluto dimasukkan ke dalam kelompok baru dalam tata surya, yaitu objek planet
kerdil (dwarf planets).

21
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
MATERI: POSISI BUMI, PLANET, DAN MATAHARI

Planet-planet juga memiliki fase (seperti layaknya bulan) yang tergantung pada posisi
matahari, planet, dan bumi. Akibatnya terang (magnitudo) semu akan berubah-ubah. Sudut
pisah antara suatu planet dengan matahari dilihat dari bumi disebut sudut elongasi.

Diamati dari Bumi dari hari ke hari, planet akan terlihat bergerak dengan latar belakang
bintang-bintang, dengan arah barat ke timur (berlawanan arah bola langit). Gerakan ini
disebut gerak direct dan menggambarkan arah yang benar dari arah revolusi planet
inferior mengitari Matahari. Namun ada kalanya planet tampak bergerak dari timur ke barat
dan disebut gerak retrograd.
Gambar disamping menunjukkan konfigurasi planet
inferior. Gerak retrograd terjadi ketika planet
melintas diantara Bumi dan Matahari (saat bergerak
dari B ke F). Namun karena kebanyakan planet
inferior hanya dapat diamati saat senja/fajar maka
gerak retrograd ini tidak teramati.

Posisi Planet inferior :


C-Elongasi Timur Maksimum (ETM) - senja
D-Konjungsi Inferior
E-Elongasi Barat Maksimum (EBM) - fajar
A-Konjungsi Superior

Perlu diingat bahwa keadaan C dan E terjadi saat sudut Matahari-planet inferior-
Bumi 90°.

Sekarang perhatikan kembali gambar diatas, dan sekarang tukar Bumi menjadi yang di
orbit dalam, sehingga gambar di atas menunjukkan konfigurasi planet superior.

Posisi Planet superior, saat Bumi di posisi:


A – Konjungsi (Elongasi 0° )
C – Kuadratur Barat ( Elongasi 90°)
D – Oposisi (Elongasi 180° – maks)
E – Kuadratur Timur (Elongasi 90°)

Gerak retrograd bagi planet superior terjadi karena semakin


dekat suatu planet ke Matahari, semakin cepat kecepatan
orbitnya, maka akan ada periode ketika Bumi melintas di
antara planet superior dan Matahari, planet akan “tersusul”
oleh bumi, sehingga tampak bergerak mundur, seperti
diilustrasikan gambar disamping. Gerak retrograd selalu
terjadi beberapa waktu sebelum dan sesudah planet superior
mencapai fase oposisi.

Seandainya kita mengetahui waktu antara satu oposisi ke


oposisi berikutnya atau satu fase ke fase yang sama lagi
(Periode Sinodis) yang dapat diamati dengan mudah dari bumi, dapatkah anda menghitung
periode revolusi planet tersebut terhadap matahari ? (Perhitungan ini dipakai Astronom

22
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
purba untuk menghitung secara kasar periode revolusi suatu planet, dan nantinya berujung
pada jarak planet ke Matahari).

Merkurius

Merkurius sangat sulit untuk dilihat, karena sebagai planet inferior dan terdekat dengan
Matahari, sudut elongasi Venus tidak pernah lebih besar dari 28°. Saat terbaik melihat
Merkurius adalah sekitar 40 menit sebelum Matahari terbit atau setelah Matahari terbenam.
Merkurius akan tampak seperti bintang yang sangat terang (magnitudo tampak saat
elongasi maksimal, bervariasi sekitar –0,2), terletak 6 – 18 derajat diatas horizon di daerah
yang terpendarkan oleh cahaya matahari yang tersembunyi.

Merkurius akan mencapai elongasi maksimum timur (tampak senja) berikutnya tanggal 2
Juni 2007, 28 September 2007. Dan akan mencapai elongasi maksimum barat (tampak
pagi) berikutnya tanggal 22 Maret 2007, 21 Juli 2007, 9 November 2007. Dari satu ETM
ke ETM berikutnya dibutuhkan waktu sekitar 4 bulan (periode sinodis 115,88 hari).
Sementara dari ETM ke EBM hanya butuh 45 hari, sementara dari EBM ke ETM butuh
sekitar 75 hari.

Venus

Venus adalah benda paling terang ketiga di langit dengan magnitudo tampak saat elongasi
bervariasi disekitar –4,2 (sekitar 15 kali lebih terang dari Sirius). Seperti halnya Merkurius,
Venus tidak akan jauh dari Matahari. Saat elongasi maksimum (sekitar 46°), untuk mata
telanjang Venus akan tampak seperti bintang, namun dengan binokular/teleskop akan
terlihat seperti sabit.

Venus akan mencapai ETM (saat senja) berikutnya tanggal 10 Juni 2007 dan 14 Januari
2009. Mencapai EBM (saat fajar) berikutnya tanggal 29 Oktober 2007, dan 9 Juni 2009.
Periode Sinodis planet Venus sekitar 19 Bulan (583,92 hari). Dari ETM ke EBM butuh 20
minggu dan dari EBM ke ETM butuh 63 minggu.

Mars

Seperti halnya semua planet superior, 1-2 bulan setelah fase konjungsi, planet akan tampak
mulai pagi hari di sebelah timur, setiap harinya lalu Planet akan terbit lebih awal. Saat
kuadratur barat, planet akan terbit tengah malam dan mencapai meridian saat fajar. Ketika
fase oposisi dimana planet akan mencapai kecerlangan maksimal, (untuk Mars dengan
magnitudo sekitar –1 sampai –2.8), dia akan terbit sekitar saat matahari terbenam (senja),
melintas meridian saat tengah malam, dan tenggelam saat fajar. Mars akan terlihat seperti
bintang berwarna merah yang sangat terang dan sepintas mirip dengan bintang Antares,
yang dinamakan dengan nama dari lawan - lawan dewa perang Yunani/Romawi (Mars =
Ares) yaitu Antares atau anti-Ares.

Dari satu oposisi ke oposisi berikutnya membutuhkan sekitar 780 hari, dan gerak retrograd
akan dimulai sekitar lima minggu sebelum setiap oposisi dan berlangsung 10 minggu,
mencakup jarak 150 di langit. Oposisi Mars berikutnya akan terjadi tanggal 24 Desember
2007, dan 29 Januari 2010.

23
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
Jupiter

Jupiter akan nampak oleh mata telanjang saat oposisi dengan magnitudo sekitar –2,5; akan
lebih terang dari bintang manapun. Dengan teleskop kecil, kita bahkan bisa melihat satelit-
satelit Jupiter yang terbesar (Bulan Galilean) bergerak mengitarinya. Oposisi Jupiter akan
berlangsung sekitar satu bulan lebih lambat setiap tahun, dengan setiap oposisi akan
berlangsung sekitar 30 0 lebih timur dari sebelumnya. Gerak retrograd akan berlangsung
selama 8 minggu sebelum dan sesudah oposisi, dan mencakup jarak 10°. Oposisi Jupiter
berikutnya ialah tanggal 5 Juni 2007 dan 9 Juli 2008.

Saturnus

Magnitudo semu dari Saturnus saat oposisi akan sekitar 0,7; tidak terlalu terang dan akan
tampak seperti bintang biasa namun kita dapat membedakannya dengan mudah. Dengan
teleskop kita dapat mengamati cincin Saturnus yang anggun, dan cincin ini akan berbeda-
beda penampakannya dari bumi tergantung posisi Bumi-Saturnus saat itu. Saturnus akan
kembali ke oposisi dua minggu lebih lambat setiap tahun, dengan setiap oposisi
berlangsung kurang lebih 130 lebih ke timur dari oposisi sebelumnya. Gerak retrograd akan
berlangsung 10 minggu sebelum oposisi, berlangsung selama 20 minggu dan mencakup 70
di langit. Oposisi berikutnya akan berlangsung tanggal 24 Februari 2008 dan 8 Maret 2009.

Uranus dan Neptunus

Bagi pengamat biasa, Uranus tidak akan terlihat lewat mata telanjang. Namun bagi
pengamat yang berpengalaman akan dapat mengamati Uranus saat cuaca bagus dan di
tempat sangat terpencil dari lampu kota. Uranus akan terlihat seperti bintang yang sangat
redup sehingga sulit MATEdibedakan, sehingga lebih mudah dengan bantuan binokuler
dan peta bintang yang akurat, sebab magnitudonya saat oposisi hanya sekitar +5,5 yang
sangat dekat dengan batas penglihatan manusia. Maka tidak heran Uranus adalah planet
pertama yang memiliki “penemu”, yaitu oleh William Herschel tahun 1781. Herschel
adalah orang pertama yang menyatakan cahaya redup Uranus sebagai cahaya sebuah
Planet.

Neptunus akan memiliki magnitudo 7,9 dan jauh dibawah batas penglihatan manusia,
sehingga hanya dapat diamati melalui teleskop.

24
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015
SUMBER:
Earth Science; twelfth edition, Oleh Edward J. Tarbuck, Frederick K. Lutgens, dan Dennis
Tasa, Penerbit: Pearson International Edition; Astronomy principles and practice by A.E
Roy; Astrofisika by Winardi Sutantyo; Diktat Pelatihan Astronomi tingkat Nasional;
Philip’s Pocket Star Atlas by John Cox; Software Starry Night (www.StarryNight.com);
Wikipedia (www.wikipedia.com)

25
www.hujungdestinasi.wordpress.com ©2015

Anda mungkin juga menyukai