Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Leukimia limfasitik akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas


limfoblas. Paling sering terjadi pada anak – anak dengan puncak insideasi pada
usia 4 tahun. Setelah usia 15, LLA jarang terjadi (Brunner, 2002). Penelitian
yang dilakukan pada ALL menunjukkan bahwa ALL mempunyai homogenitas
pada fenotip permukaan sel blas dari setiap pasien. Hal ini memberi dugaan
bahwa populasi sel leukimia itu berasal sari sel tunggal.
Pada pasien LLA terjadi proliferasi patologis sel – sel limfoid muda di
sumsum tulang. Ia akan mendesak sistem hemopoietik normal lainnya, seperti
eritropoietik, trombopoietik dan granulopoietik, sehingga sumsum tulang
didominasi sel blast dan sel – sel leukemia hingga mereka menyebar
(berinfiltrasi) sampai ke darah tepi dan organ tubuh lainnya dan akan terlihat
tanda – tanda anemia seperti pucat, lelah, lesu, kemudian anoreksia,
osteoartritis akibat infiltrasi sel leukemi ke sumsum tulang, demam, infeksi
akibat penurunan daya tahan tubuh akibat aktifitas sel limfosit yang tidak
normal, perdarahan kulit, gusi, hematuria, perdarahan saluran cerna, hingga
perdarahan otak. Selain itu ditemukan juga hepatomegali, splenomegali,
limfadenopati dan massa di mediastinum.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Latar Belakang

Leukimia limfasitik akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas


limfoblas. Paling sering terjadi pada anak – anak dengan puncak insideasi
pada usia 4 tahun. Setelah usia 15, LLA jarang terjadi (Brunner, 2002).
Penelitian yang dilakukan pada ALL menunjukkan bahwa ALL mempunyai
homogenitas pada fenotip permukaan sel blas dari setiap pasien. Hal ini
memberi dugaan bahwa populasi sel leukimia itu berasal sari sel tunggal.
Pada pasien LLA terjadi proliferasi patologis sel – sel limfoid muda di
sumsum tulang. Ia akan mendesak sistem hemopoietik normal lainnya, seperti
eritropoietik, trombopoietik dan granulopoietik, sehingga sumsum tulang
didominasi sel blast dan sel – sel leukemia hingga mereka menyebar
(berinfiltrasi) sampai ke darah tepi dan organ tubuh lainnya dan akan terlihat
tanda – tanda anemia seperti pucat, lelah, lesu, kemudian anoreksia,
osteoartritis akibat infiltrasi sel leukemi ke sumsum tulang, demam, infeksi
akibat penurunan daya tahan tubuh akibat aktifitas sel limfosit yang tidak
normal, perdarahan kulit, gusi, hematuria, perdarahan saluran cerna, hingga
perdarahan otak. Selain itu ditemukan juga hepatomegali, splenomegali,
limfadenopati dan massa di mediastinum.

2.2 Etiologi
1. Faktor Prediposisi
a. Genetik
1. Keturunan
a. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan
kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi
gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola
kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
b. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar
identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun
pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan
insidensi leukemia yang sangat tinggi
2. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut,
khususnya ALL ,
b. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada
manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-
sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini
berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan
leukemia pada hewan. Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia
yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia.
c. Bahan Kimia dan Obat-obatan
1. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal: benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang
sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain
dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain: produk –
produk minyak, cat, ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang
elektromagnetik
2. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal: alkilator dan inhibitor topoisomere
II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang
menyebabkan ALL. Loramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen
dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun
menjadi ALL
d. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada
pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan
pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk
Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko
leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal:
pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para
radiologis.
e. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related
leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma,
dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang
digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat
menyebabkan kerusakan DNA .
f. Faktor lain
Menurut Ngastiyah (2005) penyebab ALL sampai sekarang belum
diketahui dengan jelas, diduga kemungkinan besar karena virus (virus
onkologik), faktor lain yang turut berperan adalah:
1. Faktor eksterogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan
kimia (bentol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri).
2. Faktor endogen seperti Ras (orang Yahudi mudah menderita).
2.3 Klasifikasi
1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal
(blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia
akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita
akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi
dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang
mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan
kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur
dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7
tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan
setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum
tulang.
Klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk lebih memudahkan
pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
1. L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin
homogen, nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
2. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya
bervariasi, kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti
3. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin
berbecak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang
basofilik dan bervakuolisasi
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang
akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia
Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa
(85%) dibandingkan anak-anak (15%). Permulaannya mendadak dan
progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang
singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.
2. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena
keganasan hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif
yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang
individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1
untuk laki-laki.
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan
produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang.
LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada
orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik
yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95%
penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki
fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel
muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi
neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat kurang.

2.4 Tanda Dan Gejala


Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan
tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal
(kegagalan sumsum tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia.
Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsumtulang menyebabkan
berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa
infeksi, perdarahan, dan anemia.
Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel
leukemia), biasanya terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari (hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering
adalah gramnegatif usus stafilokokus, streptokokus, serta jamur
6. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
7. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
8. Massa di mediastinum (T-ALL)
9. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial
naik, muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik
fokal, dan perubahan statusmental.

2.5 Patofisiologi
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan
leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel
darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh
sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang
darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang
terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai
hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang
belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-
tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan
lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum
tulang. Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda
dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi
sel normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk
menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi
ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang
leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula
kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya
menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari
sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B
intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga
berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel
timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T
helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat
ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan
hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan
pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah, “seizures” dan
gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah
yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk
sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit
imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga
mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis
normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah
merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan
pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri
tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia,
penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan
(echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga
mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel
kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan.
(Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001,
Betz & Sowden, 2002).
2.6 Pathway

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan Leukemia
Limfositik Akut adalah:
1. Pemeriksaan sumsum tulang Leukemia Limfositik Akut (BMP/Bone
Marrow Punction):
a. Ditemukan sel blast yang berlebihan
b. Peningkatan protein
2. Pemeriksaan darah tepi Leukemia Limfositik Akut
a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b. Peningkatan asam urat serum
c. Peningkatan tembaga (Cu) serum
d. Penurunan kadar Zink (Zn)
e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000/µl) tetapi dalam
bentuk sel blast/sel primitif
3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan/infiltrasi sel
kanker ke organ tersebut
4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
5. Sitogenik: 50-60% dari pasien ALL mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a),
hiperploid (2n+a)
b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis
bukan komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar
sampai yang sangat kecil

2.8 Penatalaksanaan
a. Transfusi darah, jika kadar Hb kurang dari 69%. Pada trombositopenia
yang berat dan pendarahan pasif dapat diberikan transfusi trombosit dan
bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
b. Kortosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya). Setelah
dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.
c. Sitostatika, selain sitistatika yang lama (6-merkaptispurin atau 6 mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
paten seperti obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dalam
kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan
ini sering terdapat akibat samping berupa alopsia (botak), stomatitis,
leucopenia, infeksi sekunder atau kadidiasis. Bila jumlah leukosit kurang
dari 2000 / mm3 pemberiannya harus hati-hati.
d. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci
hama).
Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah dicapai remisi
dan jumlah sel leukimia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan
(mengani cara pengobatan yang terbaru masih dalam perkembangan).
2.9 Komplikasi
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang
rendah ditandai dengan :
a. Memar (ekimosis)
b. Petchekie (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung
jarum dipermukaan kulit)
c. Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam
dan infeksi dapat memperberat perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat
netropenia dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan
kadar asam urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. Mual
b. Muntah
c. Anoreksia
d. Diare
e. Lesi mukosa mulut
Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain akibat
kemoterapi.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Anak
1. Umur: ALL lebih sering terjadi pada umur kurang dari 5 tahun. Angka
kejadian tertinggi adalah pada umur 3 tahun.
2. Jenis kelamin: leukemia limpfositik akut paling sering terjadi pada
laki-laki dibandingkan perempuan.
b. Identitas Orang Tua
1. Pendidikan: Pendidikan yang rendah pada orang tua mengakibatkan
kurangnya pengetahuan terhadapa penyakit anaknya.
2. Pekerjaan: Pekerjaan orang tua yang berhubungan dengan bahan
kimia, radiasi sinar X, sinar radioaktif, berpengaruh kepada anaknya.
Selain itu sejauh mana orang tua mempengaruhi pengobatan penyakit
anaknya.
2. Keluhan Utama
Nyeri sendi dan tulang sering terjadi, lemah, nafsu makan menurun,
demam (jika disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala, purpura,
penurunan berat badan dan sering ditemukan suatu yang abnormal.
Kelelahan dan petekie berhubungan dengan trombositopenia juga
merupakan gejala-gejala umum terjadi
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan bahan
pengawet dan penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan dapat
meningkatkan resiko Saat hamil ibu sering mengkomsumsi makanan dengan
bahan pengawet dan penyedap rasa. Radiasi pada ibu selama kehamilan
dapat meningkatkan resiko pada janinnya. Lebih sering pada saudara
sekandung, terutama pada kembar.
4. Riwayat Keluarga
Insiden ALL lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang
terserang terlebih pada kembar monozigot (identik).
5. Riwayat Tumbuh Kembang
Pada penderita ALL pertumbuhan dan perkembangannya mengalami
keterlambatan akibat nutrisi yang didapat kurang karena penurunan nafsu
makan, pertumbuhan fisiknya terganggu, terutama pada berat badan anak
tersebut. Anak keliatan kurus, kecil dan tidak sesuai dengan usia anak.
a. Riwayat Perkembangan
1. Motorik Kasar
Pada anak dengan penyakit ALL pada umumnya dapat melakukan
aktivitas secara normal, tapi mereka cepat merasa lelah saat
melakukan aktivitas yang terlalu berat (membutuhkan banyak
energi).
2. Motorik Halus
Pada umumnya anak dengan ALL masih dapat melakukan aktivitas
ringan seperti halnya anak-anak normal. Karena aktivitas ringan
tidak membutuhkan energi yang banyak dan anak tidak mudah lelah
6. Data Psikososio Spiritual
a. Psikologi
Anak belum tahu tentang penyakitnya, sehingga anak tidak merasa
memiliki penyakit. Orang tua mengalami kecemasan mengenai penyakit
yang dialami anak, kondisinya apakah bisa sembuh atau tidak, serta
masalah financial keluarga.
b. Sosial
Anak jarang bermain dengan teman-temannya, karena kondisi anak
lemah sehingga orangtua tidak mengizinkan anak untuk beraktivitas yang
berat. Dirumah anak bermain dengan orang tua dan saudaranya, tetapi
bermain yang ringan.
c. Spiritual
Sebelum tidur anak diingatkan oleh orang tua untuk berdoa. Saat anak
melihat orang tuanya berdoa anak mengikuti cara orang tuanya berdoa.
7. ADL
a. Nutrisi
Anak makan 2 kali sehari, pada ALL terjadi penurunan nafsu makan.
Anak suka makan makanan siap saji maupun jajan diluar rumah. Anak
tidak suka makan sayur-sayuran, makan buah kadang-kadang sehingga
zat besi yang diperlukan berkurang. Selain itu pengaruh ibu yang suka
masak menggunakan penyedap rasa dan sering menyediakan makanan
siap saji dirumah.
b. Aktivitas istirahat dan tidur
Saat beraktivitas anak cepat kelelahan. Anak kebanyakan istirahat dan
tidur karena kelemahan yang dialaminya. Sebagaian aktivitas biasanya
dibantu oleh keluarga. Saat tidur anak ditemani oleh ibunya. Tidur anak
terganggu karena nyeri sendi yang sering dialami oleh leukemia.
c. Eliminasi
Anak gangguan ALL pada umumnya mengalami diare, dan penurunan
haluran urin. BAB 3-5x sehari, dengan konsistensi cair. Haluan urin
sedikit yang disebabkan susahnya masukan cairan pada anak, warna
urine kuning keruh. Saat BAK anak merasa nyeri karena nyeri tekan
diperianal.
d. Personal hygiene
Anak mandi 2x sehari, gosok gigi 2x setelah makan dan mau tidur.
Sebagaian aktivitas hygiene personal sebagaian dibantu oleh orang tua.
8. Keadaan Umum
Pada anak –anak tampak pucat, demam, lemah, sianosis
9. Pemeriksaan TTV
a. RR: Pada penderita ALL, manifestasi kliniknya pada umumnya anak
sesak nafas, tachypnea (Pernafasan >70x/menit)
b. Nadi: Pada penderita ALL, terdapat manifestasi klinik nadi teraba kuat
dan cepat (takikardia)
c. TD: pada penderita ALL, tekanan darahnya tinggi disebabkan oleh
hiperviskositas darah (Aziz, 2005)
d. Suhu: Pada penderita ALL yang terjadi infeksi l suhu akan naik
(hipertermi, >37,50C) (Weni K, 2010)
10. Pemeriksaan Fisik head to toe
a. Kepala dan Leher
1. Rongga mulut: apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau
bakteri), perdarahan gusi, pertumbuhan gigi apakah sudah lengkap,
ada atau tidaknya karies gigi.
2. Mata: Konjungtiva (anemis atau tidak), sclera (kemerahan, ikterik)
3. Telinga : ketulian
4. Leher: distensi vena jugularis
5. Perdarahan otak: Leukemia system saraf pusat: nyeri kepala,
muntah (gejala tekanan tinggi intrakranial), perubahan dalam status
mental, kelumpuhan saraf otak, terutama saraf VI dan VII, kelainan
neurologic fokal.
b. Pemeriksaan Dada dan Thorax
1. Inspeksi: bentuk thorax, kesimetrisan, adanya retraksi dada,
penggunaan otot bantu pernapasan
2. Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
3. Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
4. Auskultasi: suara nafas, adakah ada suara napas tambahan: ronchi
(terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I,
II, dan III jika ada
c. Pemeriksaan Abdomen
1. Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran pada kelenjar
limfe, ginjal, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltik usus,
palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa
2. Perkusi adanya asites atau tidak.
d. Pemeriksaan Genetalia
e. Pemeriksaan integument
1. Perdarahan kulit (pruritus, pucat, sianosis, ikterik, eritema, petekie,
ekimosis, ruam)
2. nodul subkutan, infiltrat, lesi yg tidak sembuh, luka bernanah,
diaforesis (gejala hipermetabolisme).
3. peningkatan suhu tubuh
4. Kuku : rapuh, bentuk sendok / kuku tabuh, sianosis perifer.
f. Pemeriksaan Ekstremitas
1. Adakah sianosis, kekuatan otot
2. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel
leukemia
3.2 Diagnosa
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera: perdarahan yang berhubungan dengan penurunan
jumlah trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
berlebihan seperti muntah, dan penurunan intake
5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi
dan atau stomatitis
6. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens
kemoterapi, radioterapi, imobilitas.
3.3 Rencana Keperawatan
1. Resiko infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan: Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi dan TTV.
Intervensi Rasional
1. Pantau suhu, RR, nadi 1. Untuk mendeteksi kemungkinan
2. Anjurkan keluarga untuk infeksi dan menentukan intervensi
mencuci tangan sebelum selanjutnya
menyentuh pasien 2. untuk meminimalkan pajanan pada
3. Berikan periode istirahat tanpa organisme infektif
gangguan 3. menambah energi untuk
4. Melakukan kolaborasi dalam penyembuhan dan regenerasi seluler
pemberian obat sesuai 4. diberikan sebagai profilaktik atau
ketentuan mengobati infeksi khusus

2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan akibat anemia


Tujuan: terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi Rasional
1. Evaluasi laporan kelemahan, 1. Menentukan derajat dan efek
perhatikan ketidakmampuan ketidakmampuan untuk menentukan
untuk berpartisipasi dala intervensi selanjutnya
aktifitas sehari-hari 2. Menghemat energi untuk aktifitas
2. Berikan lingkungan tenang dan dan regenerasi seluler atau
perlu istirahat tanpa gangguan penyambungan jaringan
3. Kaji kemampuan untuk 3. Mengidentifikasi kebutuhan
berpartisipasi pada aktifitas individual dan membantu pemilihan
yang diinginkan atau intervensi
dibutuhkan 4. Memaksimalkan sediaan energi
4. Berikan bantuan dalam aktifitas untuk tugas perawatan diri
sehari-hari dan ambulasi

3. Resiko terhadap perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah


trombosit
Tujuan: klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda perdarahan 1. Mengetahui tanda-tanda perdarahan
2. Anjurkan keluarga untuk 2. Membantu pasien mendapatkan
memberitaukan apabila ada penanganan sedini mungkin
tanda perdarahan 3. Keterlibatan keluarga dapat
3. Anjurkan keluarga untuk membantu untuk mencegah
memantau pergerakan pasien terjadinya perdarahan lebih lanjut
4. Kolaborasi dalam monitor 4. Penurunan trombosit merupakan
trombosit tanda kebocoran pembuluh darah
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan
melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual)
Tujuan:
a. Tidak terjadi kekurangan cairan melalui feses
b. Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda dehidrasi 1. Untuk mengetahui tindakan yang
2. Berikan cairan oral dan akan dilakukan
parinteral 2. Sebagai upaya untuk mengatasi
3. Pantau intake dan output cairan yang keluar
4. Kolaborasi Pemberian obat 3. Dapat mengetahui keseimbangan
anti diare cairan
4. Menghentikan diare

5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,


malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan: pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi Rasional
1. Dorong masukan nutrisi dengan Mempertahankan asupan nutrisi
jumlah sedikit tapi sering 2. Karena jumlah yang kecil biasanya
2. Timbang berat badan pasien ditoleransi dengan baik
3. Kolaborasi dengan tim 3. Membantu dalam mengidentifikasi
kesehatan dalam pemberian malnutrisi protein kalori.
nutrisi 4. Membantu proses penyembuhan
dalam kebutuhan nutrisi
6. Nyeri yang b.d efek fisiologis dari leukemia
Tujuan: pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat
yang dapat diterima anak.
Intervensi Rasional
1. Mengkaji tingkat nyeri dengan 1. informasi memberikan data dasar
skala 0 sampai 5 (PQRST) untuk mengevaluasi kebutuhan atau
2. Evaluasi efektifitas penghilang keefektifan intervensi
nyeri dengan derajat kesadaran 2. untuk menentukan kebutuhan
dan sedasi perubahan dosis. Waktu pemberian
3. Lakukan teknik pengurangan atau obat
nyeri non farmakologis yang 3. sebagai analgetik tambahan dan
tepat klien merasa rileks
4. Berikan obat-obat anti nyeri 4. untuk mencegah kambuhnya nyeri
secara teratur

7. Kerusakan integritas kulit b.d pemberian agens kemoterapi, radioterapi,


imobilitas.
Tujuan: pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi Rasional
1. Berikan perawatan kulit yang 1. Karena area ini cenderung
cemat, terutama di dalam mulut mengalami ulserasi
dan daerah perianal. 2. Untuk merangsang sirkulasi dan
2. Ubah posisi dengan sering mencegah tekanan pada kulit
3. Mandikan dengan air hangat dan 3. Mempertahankan kebersihan tanpa
sabun ringan mengiritasi kulit
4. Anjurkan pasien untuk tidak 4. Membantu mencegah friksi atau
menggaruk dan menepuk kulit trauma kulit
yang kering 5. Untuk mencegah keseimbangan
5. Dorong masukan kalori protein nitrogen yang negative
yang adekuat 6. Untuk meminimalkan iritasi
6. Pilih pakaian yang longgar dan tambahan
lembut diatas area yang teradiasi
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1 . Salemba Medika
Jakarta
Betz, Cecily, L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s Pediatric
Nursing Reference). Edisi 3. Jakarta:EGC
Herdman, T. Hether. 2012. Dignosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC
Landier, W. 2001. Childhood Acute Lymphoblastic Leukimia. Current
Perspectives. Oncol Nurs Forum.
Kristyanasari, Weni. 2010. Gizi Ibu Hamil. Jakarta: Nuha Medika
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Nuraruf, Huda Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan nanda Nic-Noc Eisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta:
MediAction
Wong, Donna, L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta:
EGC
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN ALL (LEUKIMIA LIMFASITIK AKUT)

Di Ruang 7B Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang

DISUSUN OLEH

NITA FEBRILIA ROBI

NIM : 19.30.034

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN MALANG

TAHUN AKADEMIK

2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan pada pasien anak dengan ALL (Leukimia Limfasitik


Akut) di Ruang 7B Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang yang Dilakukan Oleh :
Nama : Nita Febrilia Robi
NIM : 15.20.024
Prodi : Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners
Departemen Keperawatan Anak, yang dilaksanakan pada tanggal 09 – 13 Februari
2020 yang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal :

Malang, Februari 2020

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(.............................................) (.............................................)

Anda mungkin juga menyukai