Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Farmakologi membantu kita untuk memberikan obat-obatan yang benar kepada
pasien sehingga tidak terjadi kesalahan. Kita perlu mempelajari tentang farmakologi
khususnya farmakokinetika untuk membantu kesembuhan pasien. Kita harus dapat
mengkaji apakah sudah benar pemberian obat yang diberikan oleh dokter merupakan obat
yang benar sesuai dosis dan lain-lain ataukah tidak.
Dalam arti luas, obat ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup, maka
farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun untuk tenaga medis, ilmu ini
dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan
pengobatan penyakit. Selain itu agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan
berbagai gejala penyakit.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang penulis buat yaitu:
A. Apa itu farmakokinetik?
B. Bagaimana pengaruh tubuh terhadap obat ?
C. Apa saja proses farmakokinetik?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan dalam pembuatan makalah ini, yaitu:
A. Untuk mengetahui Farmakokinetik
B. Untuk mengetahui proses farmakokinetik

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Farmakokinetik

Mencakup studi tentang penyerapan dan distribusi obat , studi tentang perubahan
kimiawi obat dalam tubuh , dan studi sarana penyimpanan obat di dalam tubuh dan
penghapusannya.
Farmakokinetik dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh
terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Dalam arti sempit,
farmakokinetik khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan
metabolitnya da dalam darah dan jarigan sebagai fungsi dari waktu.
Dalam fase farmakokinetik termasuk bagian proses invasi dan proses eliminasi (evasi).
Yang dimaksud dengan invasi ialah proses-proses yang berlangsung pada pengambilan
suatu bahan obat ke dalam organisme (absorpsi, distribusi), sedangkan eliminasi merupakan
proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam organisme
(metabolisme, ekskresi).
Farmakokinetik merupakan ilmu yang mempelajari kinetika absorbs, distribusi dan
eliminasi/penghilangan obat dari dalam tubuh( ekskresi dan metabolism) obat pada manusia
atau hewan dan menggunakan informasi ini untuk meramalkan efek perubahan perubahan
dalam takaran, rejjimen takaran, rute pemberian, dan keadaan fisiologi pada penimbunan
dan disposisi obat atau secara singkat nya pengaruh tubuh terhadap obat.
Absorbsi, distribusi, biotransformasi, dan eliminasi suatu obat suatu tubuh merupakan
proses dinamis yang kontinu dari saat suatu obat dimakan sampai semua obat tersebut
hilang dari tubuh. Laju terjadinya proses-proses ini memengaharuhi onset, intensitas, dan
lama nya kerja obat di dalam tubuh.

2
B. Absorpsi penyerapan obat dari tempat pemberian ke pembuluh darah
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah.
Bergantunng pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna ( mulut
sampai dengan rectum ), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara
pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat absopsi utama adalah usus halus karena
memiliki permukaan absorpsi yanng sangat luas, yakni 200 m2
(panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan villi dan mikrovilli ).
Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif, karena itu
absorpsi mudah terjadi bila obatdalam bentuk non-ion dan mudah larut dalam lemak.
Absorpsi secara transpor aktif terjadi teutama di dalam usus halus untuk zat-zat makanan :
glokusa dan gula lain, asam amino, basa purin, dan pirimidin, mineral, dan beberapa
vitamin. Cara ini juga terjadi untuk obat-obat yang struktur kimianya mirip struktur zat
makanan tersebut. Misalnya levodopa, metildopa, 6-merkaptopurin, dan 5-flourourasil.
Kebanyakan obat merupakan electrolit lemah, yakni asam lemah atau basa lemah. Dalam
air, elektrolit lemah ini akan terionisasi menjadi bentuk ionnya. Untuk asam lemah, pH
yang tinggi (suasana basa ) akan meningkatkan ionisasinya dan mengurangi bentuk
nonionnya. Sebaliknya untuk basa lemah, pH yang rendah (suasana asam ) yang akan
meningkatkan ionisasinya dan mengurangi nonionnya. Hanya bentuk nonion yang
mempunyai kelarutan lemak, sehingga hanya bentuk nonion dan bentuk ion berada dalam
kesetimbangan, maka setelah bentuk nonion diabsopsi, kesetimbangan akan bergeser
kearah bentuk nonion sehingga absorpsi akan berjalan terus sampai habis.Zat-zat makanan
dan oabt0obat yanng strukturnya mirip makanan, yang tidak dapat / sukar berdifusi pasif
memerlikan membran agar dapat dapat diabsorpsi dari saluran cerna maupun direabsopsi
dari lumen tubulus ginjal.

 Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi:

3
-Derajat ionisasi
-Dosis dan waktu pemberian obat
-pH dan pK
-pelarut obat dan bentuk obat
-luas permukaan absorpsi
-aliran darah
-kondisi usus dan kecepatan pengosongan lambung
-interaksi dengan obat lain

Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari saluran gastrointestinal ke dalam


cairan tubuh melalui absorpsi pasif, absorpsi aktif atau pinositosis. Kebanyakan obat oral
diabsorpsi di usus halus melalui kerja permukaan vili mukosa yang luas. Jika sebagian dari
vili ini berkurang, karena pengangkatan sebagian dari usus halus, maka absorpsi juga
berkurang. Obat-obat yang mempunyai dasar protein, seperti insulin dan hormone
pertumbuhan, dirusak di dalam usus halus oleh enzim-enzim pencernaan.
Absorpsi pasif umumnya terjadi melalui difusi (pergerakan dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah ). Dengan proses difusi,0 obat tidak memerlukan energy untuk
menembus membrane.
Absorpsi aktif membutuhkan karier (pembawa) untuk bergerak melawan perbedaan
konsentrasi. Sebuah enzim atau protein dapat membawa obat-obat menembus membrane
dengan proses menelan. Membrane gastrointestinal terutama terdiri dari lipid (lemak) dan
protein, sehingga obat-obat yang larut dalam lemak cepat menembus memmbran
gastronintestinal. Obat-obat yang larut dalam air membutuhkan karier, baik berupa enzim
maupun protein, untuk melalui membrane. Partikel-partikel besar menembus membrane
jika telah menjadi tidak bermuatan (nonionized, tidak bermuatan positif ata negative).
Obat-obat asam lemah, seperti aspirin, menjadi kurang bermuatan di dalam lambung, dan
aspirin melewati lambung dengan mudah dan cepat. Asam hidroklorida merusak bebrapa

4
obat, seperti penisilin G, oleh karena itu, penisilin oral diperlukan dalam dosis besar karena
sebagian hilang akibat cairan lambung.
INGAT: Obat-obat yang larut dalam lemak dan tidak bermuatan diabsorpsi lebih cepat dari
pada obat-obat yang larut dalam air dan bermuatan.
Absorpsi obat dipengaruhi oleh aliran darah , rasa nyeri, stress, kelaparan , makanan dan
pH. Srkulasi yang buruk akibat syok, obat obat vasokonstiktor, atau penyakit yang
merintangi absorpsi. Rasa nyeri, stres dan makanan yang padat, pedas dan berlemak dapat
memperlambat masa pengosongan lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam
lambung. Latihan dapat mengurangi aliran darah dengan mengalihkan darah lebih banyak
mengalir ke otot, sehingga menurunkan sirkulasi ke saluran gastrointestinal. Obat-obat
yang diberikan secara intramuscular dapat diabsorpsi lebih cepat di otot-otot yang memiliki
banyak pembuluh darah, seperti deltoid, daripada otot-otot yang memiliki lebih sedikit
pembuluh darah, sehingga absorpsi lebih lambat pada jaringan yang demikian.beberapa
obat tidak langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik setelah absorpsi tetapi melewati
lumen usus masuk kedalam hati, melalui vena porta. Di dalam hati, kebanyakan obat
dimetabolissasi menjadi bentuk yang tidak aktif untuk diekskresikan, sehingga mengurangi
jumlah obat yang aktif. Proses ini dimana obat melewati hati terlebih dahulu disebut
sebagai efek first-pass, atau first-pass hepatic. Contoh-contoh obat-obat dengan metabolism
first-pass adalah warfarin (Coumadin) dan morfm. Lidokain dan nitrogliserin tidak
diberikan secara oral, karena kedua obat ini mengalami metabolism first-pass yang luas,
sehingga sebagian besar dari dosis yang diberikan akan dihancurkan.

C. Distribusi
Distribusi adalah proses dimana obat menjadi berada dalam cairan tubuh dan jaringan
tubuh. Distribusi obat ini dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas (kekuatan penggabungan)
terhadap jaringan, dan efek pengikatan dengan protein. Distribusi adalah proses suatu obat
yang secara reversible meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan

5
ekstrasel) dan/atau ke sel-sel jaringan. Pengiriman obat dari plasma ke interstinum terutama
tergantung pada aliran darah, permeabilitas kapiler, derajat ikatan ion obat tersebut dengan
protein plasma atau jaringan dan hidrofobisitas dari obat tersebut. distribusi meliputi
transport (pengangkutan) molekul obat di dalam tubuh. Setiap kali obat disuntikan atau
diabsorbsi ke dalam aliran darah, obat di bawa oleh darah dan cairan jaringan ke tempat
aksi obat (aksi farmakologi), tempat metabolisme, dan tempat ekskresi. Kebanyakan obat
masuk dan meninggalkan aliran darah di tingkat kapiler, melewati celah antara sel yang
membentuk dinding kapiler. Distribusi bergantung besarnya kecukupan sirkulasi darah.
Obat di distribusikan cepat kepada organ yang menerima suplai darah dalam jumlah banyak
seperti jantung, hati dan ginjal. Distribusi ke organ dalam lainnya seperti lemak otot, dan
kulit biasanya lebih lambat. Sebuah faktor penting dalam distribusi obat adalah ikatan
protein. Banyak obat membentuk ikatan komplek dengan plasma.
Ketika obat didistribusi di dalam plasma, kebanyakan berikatan dengan protein (terutama
albumin) dalam derajat (persentase) yang berbeda-beda. Obat-obat yang lebih besar dari
80% berikatan dengan protein dikenal sebagai obat-obat yang berikatan dengan tinggi
protein. Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi dengan protein adalah diazepam
(Valium): yaitu 98% berikatan dengan protein. Aspirin 49% berikatan dengan protein dan
termasuk obat yang berikatan sedang dengan protein. Bagian obat yang berikatan bersifat
inaktif, dan bagian obat selebihnya yang tidak berikatan dapat bekerja bebas. Hanya obat-
obat yang bebas atau yang tidak berikatan dengan protein yang bersifat aktif dan dapat
menimbulkan respon farmakologik. Dengan menurunnya kadar obat bebas dalam jaringan,
maka lebih banyak obat yang berada dalam ikatan dibebaskan dari ikatannya dengan
protein untuk menjaga keseimbangan dari obat yang dalam bentuk bebas.
Jika ada obat yang berikatan tinggi dengan protein diberikan besama-sama maka terjadi
persaingan untuk mendapatkan tempat pengikatan dengan protein, sehingga lebih banyak
obat bebas yang dilepaskan ke dalam sirkulasi. Demikian pula kadar protein yang rendah
menurunkan jumlah tempat pengikatan dengan protein, sehingga meningkatkan jumlah obat

6
bebas dalam plasma. Dengan demikian dalam hal ini dapat terjadi kelebihan dosis, karena
dosis obat yang diresepkan dibuat berdasarkan presentasi dimana obat itu berikatan dengan
protein.
Protein utama adalah albumin yang bertindak sebagai pembawa obat. Molekul obat yang
berikatan dengan protein plasma adalah farmakologi inaktif karena ukuran kompleknya
(ikatan albumin+obat) yang besar, mencegah obat meninggalkan aliran darah melalui
lubang kecil di dinding kapiler dan mencapai tempat aksi, metabolisme, dan ekskresi.
Hanya bagian obat yang bebas atau tidak terikat yang dapat beraksi di dalam tubuh sel.
Sebagai obat yang bebas obat beraksi di dalam sel, terjadi penurunan tingkat plasma obat
karena beberapa ikatan obat terlepas.
Ikatan protein membolehkan bagian dari dosis obat untuk disimpan dan dilepaskan jika
dibutuhkan. Beberapa obat juga disimpan di jaringan otot, lemak, dan jaringan tubuh
lainnya. dan dilepaskan sedikit-demi sedikit ketika tingkat plasma obat menurun.
Mekanisme penyimpanan ini memelihara tingkat obat rendah didalam darah dan
mengurangi resiko keracunan. Obat yang diikat kuat oleh plasma protein atau disimpan
dalam jumlah besar di jaringan tubuh memiliki aksi obat yang panjang.
Distribusi obat ke dalam Sistem Saraf Pusat (central nervous system) dibatasi karena
terdapat sawar darah otak (blood–brain barrier), yang terdiri dari pembuluh darah kapiler
dengan dinding tebal, membatasi pergerakan molekul obat masuk ke dalam jaringan otak.
Sawar (penghalang) ini juga bertindak sebagai membran selektif permeabel yang menjaga
Sistem Saraf Pusat (SSP). Namun hal ini juga menyebabkan terapi obat untuk gangguan
sistem saraf sangat sulit diberikan karena harus melewati sel dari dinding kapiler dan lebih
jarang antara sel. Sebagai hasilnya, hanya obat yang larut dalam lemak atau memiliki
sistem transportasi yang dapat melewati sawar-darah otak dan mencapai kosentrasi
terapeutik di dalam jaringan otak.
Distribusi obat selama kehamilan dan menyususi juga unik. Selama kehamilan, sebagian
besar obat melewati plasenta dan dapat mempengaruhi bayi. Selama laktasi, banyak obat

7
masuk ke dalam air susu dan dapat mempengaruhi bayi.
Obat disampaikan ke reseptor melalui sistem sirkulasi dan mencapai target reseptor yang
dipengaruhi oleh aliran darah dan konsentrasi jumlah darah di reseptor tersebut.
Konsentrasi obat di suatu sel dipengaruhi oleh kemampuan obat berpenetrasi ke dalam
kapiler endotelium (tergantung ikatan obat dengan protein plasma) dan difusi melalui
membran sel. Distribusi obat di darah, organ dan sel tergantung dosis dan rute pemberian,
lipid solubilin obat, kemampuan berikatan dari protein plasma dan jumlah aliran darah ke
organ dan sel.
Senyawa yang terdapat pada sebuah sediaan obat, selain zat aktif yang digunakan untuk
pengobatan, juga ada senyawa-senyawa yang membantu proses distribusi zat aktif. Oleh
sebab itu tidak dianjurkan kepada pasien atau tenaga medis merubah bentuk sediaan tanpa
berkonsultasi dengan apoteker. Misalnya merubah tablet menjadi puyer, apabila dalam
bentuk puyer ketersediaan hayati obat tersebut menjadi berkurang.
Jadi penting sekali untuk memeriksa persentasi pengikatan dengan protein dari semua obat-
obat yang diberikan kepada klien untuk menghindari kemungkinan toksisitas obat. Harus
memeriksa kadar protein plasma dan albumin plasma klien karena penurunan protein
(albumin) plasma akan menurunkan tempat pengikatan dengan protein, sehingga
memungkinkan lebih banyak obat bebas dalam sirkulasi. Tergantung dari obat (obat-obat)
yang diberikan, akibat dari hal ini dapat mengancam nyawa.
Abses, eksudat, kelenjar, dan tumor juga mengganggu distribusi obat. Antibiotik tidak
dapat didistribusi dengan baik pada tempat abses dan eksudat. Selain itu, beberapa obat
dapat menumpuk dalam jaringan tertentu, seperti lemak, tulang, hati, mata, dan otot.
Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor:
a. Aliran darah
Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ berdasarkan jumlah aliran
darahnya. Organ dengan aliran darah terbesar adalah Jantung, Hepar, dan Ginjal.
Sedangkan distribusi ke organ lain seperti kulit, lemak dan otot lebih lambat

8
b. Permeabilitas kapiler
Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat
c. Ikatan protein
Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat terikat atau bebas.
Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja. Hanya obat bebas yang dapat
memberikan efek. Obat dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein.

Interaksi yang terjadi pada proses distribusi.


Mekanisme interaksi yang melibatkan proses distribusi terjadi karena pergeseran ikatan
protein plasma. Interaksi obat yang melibatkan proses distribusi akan bermakna klinik jika:
(1) obat indeks memiliki ikatan protein sebesar > 85%, volume distribusi (Vd) obat < 0,15
I/kg dan memiliki batas keamanan sempit;
(2) obat presipitan berikatan dengan albumin pada tempat ikatan (finding site) yang sama
dengan obat indeks,
serta kadarnya cukup tinggi untuk menempati dan menjenuhkan binding-site nya.
Contohnya, fenilbutazon dapat menggeser warfarin (ikatan protein 99%; Vd = 0,14 I/kg)
dan tolbutamid (ikatan protein 96%, Vd = 0,12 I/kg) sehingga kadar plasma warfarin dan
tolbutamid bebas meningkat. Selain itu, fenilbutazon juga menghambat metabolisme
warfarin dan tolbutamid.

Mekanisme Distribusi Obat


Obat setelah diabsorbsi akan tersebar melalui sirkulasi darah keseluruh badan. Dalam
peredarannya, kebanyakan obat-obat di distribusikan melalui membrane badan dengan cara
yang relative lebih mudah dan lebih cepat dibanding dengan eliminasi atau pengeluaran
obat.

9
D. Metabolisme
Karena senyawa lifofil sebagian besar di reabsorbsi kembali kedalam tubuli ginjal setelah
filtrasi glomerulus, maka senyawa ini hanya dapat di ekskresi dengan lambat melalu ginjal.
Karena itu seandainya semyawa ini tisak diubah secara kimia, mungkin berbahaya karena
bahan bahan demikian menetap dalam tubuh dan terakumulasi terutama pada jaringan
lemak. Karena itu tidak lah mengherankan organisme memiliki system enzim yang dapat
mengubah xenobiotika lifopil menjadi bahan yang lebih hidrofil dan lebih mudah dapat di
ekskresi. Laju eliminasi bahan yang larut dalam lemak bergantung, sebgian besar kepada
berapa cepat senyawa ini di metabolism menjadi senyawa-senyawa yang lebih larut dalam
air dalam organisme. Proses perubahan senyawa asing di sebut biotransformasi.
Biotransformasi terjadi terutama dalam hati dan hanya dalam jumlah yang sangat rendah
terjadi dalam organ lain (misalnya dalam usus, ginjal, paru-paru, limpa, otot, kulit, atau
dalam darah). Enzim yang terlibat dalam biotransformasi terdapat terikat pada struktur dan
di samping itu tak erikat pada struktur. Enzim yang terikat pada struktur, terlokalisasi
terutama dalam membrane retkulum endoplasma dan sebagian juga dalam mitokondria.
Enzim yang tak terkat pada struktur terdapat sebgai enzim yang larut (misalnya esterase,
emidase). Enzim-enzim ini sebagian tak spesifik terhadap subtract. Ini berarti bahwa enzim
mampu mengubah substrat dengan struktur kimia yang sangat berbeda. Disamping organ
organ tubuh sendiri, flora usus juga membantu dalam biotransformasi.
1. Reaksi fase 1
Reaksi biotransformasi yang mengubah molekul obat secara oksidasi, reduksi atau
hidrolisis disebut fase 1. Sedangkan pada reaksi pase 2 terjadi penggabungan (konjugasi)
molekul-l=molekul obat dan juga metabolit-metabolit yang terjadi pada fase 1 dengan
senyawa tubuh sendiri. Dalam banyak hal diperlukan reaksi fase 1 sebagai persyaratan
reaksi konjugasi.
a. Reaksi oksidasi
Yang sangat penting untuk biotransformasi ialah reaksi oksidasi yang melibatkan oksidase,

10
monooksigenase, dan dioksigenase. Oksidase mengoksidasi melalui penarikan hydrogen
atau electron. Oleh monooksigenase, satu atom iksigen dari molekul oksigen diikat pada
bahan asing dan atom oksigen lain direduksi menjadi air. Sebaliknya dioksigenase
memasukkan ke dua atomdari 1 molekul oksigen kedalam xenobiotika. Monooksigenase
yang mengandung sitokrom P-450 dan juga P-448 yang merupakan protein hem memiliki
makna terbesar untuk biotransformasi oksidasi obat. Mikrosom sdalah bagian pecahan
dariretikulum endoplasma yang terjadi pada sentrifugasi terfraksinasi dari homogenate sel
hati. Enzim yang terikat pada mikrosom disebut enzim mikrosom. Enzim pengoksidasi
yang penting lainnya adalah :
• Alkoholdehidrogenase yang mendehidrasi alcohol, khususnya etanol menjadi dehida.
• Monoaminoksidase yang umumnya bekerja secara oksidasi pada amina biogenic.
• Aldehida-oksidase, yang mengubah aldehida menjadi asam
• N-oksidase, yang tidak mngandung sitokrom P-450 melainkan FAD dan mengubah
amina sekunder menjadi hidroksilamina, amina tersier menjadi N-oksida.
b. Reaksi reduksi
Dibandingkan dengan oksidasi, reduksi hanya memegang peranan kecil pada
biotransformasi. Yang masih belum diketahui seluruhnya ialah enzim yang terlibat dalam
reduksi senyawa nitro menjadi amina yang sesuai. Secara toksikologik berarti ialah
dehalogenisasi reduktif, misalnya pada karbromal serta dari karbontetraklorida menjadi
kloropom.
c. Biohidrolisis
Reaksi biohidrolisis penting :
• Penguraian ester dan amida menjadi asam dan alcohol serta amina oleh esterase.
• Pengubahan epoksida menjadi diol berdampingan oleh epoksidahidratase.
• Hidrolisis glikosida oleh glikosidase.
Sesungguhanya ester lebih cepat di hidrolisis di bandingkan emida. Enzim ini terdapat baik
intrasel maupun juga ekstrasel, terikat pada mikrosom dan dalam bentuk terlarut.

11
2. Reaksi fase 2
Reaksi konjugasi berlangsung melibatkan transferase yang kebanyakan spesifik.reaksi
konjugasi mencakup:
a. Reaksi antar senyawa yang mempunyai gugus hidroksil alcohol atau fenol, gugus
amino, gugussulfhidril dan sebagian juga gugus karboksil dengan senyawa tubuh sendiri
yan kaya akan energi
b. Reaksi penggabungan antara senyawa asing, setelah diaktivasi dengan senyawa tubuh
sendiri (tidak teraktivasi). Reaksi fase II terpenting adalah konjugasi dengan :
• Asam glukuronat aktif
• Asam amino (terutama glisin)
• Asam asetat aktif
• Sulfat aktif
• S-adenosilmetionin
• Serta pembentukan turunan asam merkapturat.
Metabolit fase II yang masih aktif secara biologi adalah ester asam sulfattriamteren,
diuretika penyimpanan kalium.

E. Ekskresi
Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air
seni disebut ekskresi. Selain itu ada pula beberapacara lain, yaitu:
a. Kulit : bersama keringat, misalnya paraldehida dan bromida (sebagian).
b. Paru-paru : melalui pernapasan, biasanya hanya zat-zat terbang, seperti alkohol,
paraldehida dan anestetika (kloroform, halotan, siklopropan).
c. Empedu : ada obat yang dikeluarkan secara aktif oleh hati dengan empedu, misalnya
fenoftalein (pencahar). Setelah tiba kembali dalam usus dengan empedu, obat diresorpsi
lagi. Siklus enterohepatis ini memperpanjang eksistensi obat dan lama kerjanya, tetapi
akhirnya dengan induksi enzim diubah menjadi metabolit yang mudah diekskresi ginjal.

12
Adakalanya obat di dalam usus diionisasi hingga tidak diresorpsi kembali dan dikeluarkan
dengan tinja. Contoh lain adalah zat-zat asam (asam empedu, asam organik iod, yang
digunakan sebagai obat diagnostik saluran empedu) dan antibiotika penisilin, eritromisin
serta rifampisin, yang melarut baik di dalam empedu dan digunakan pada penyakit infeksi
saluran empedu. Pada umumnya tubuh condong mengeliminasi melalui empedu obat
dengan berat molekul di atas 600 Dalton.
• Air susu ibu. Cara ekskresi ini hanya penting diperhatikan untuk bayi, karena dapat
menimbulkan keracunan. Misanya alkohol, obat-obat tidur, nikotin (rokok) dan alka loida
lain (berhubung pH air susu adalah lebih kurang 6,7 dan lebih rendah dari pH darah). Yang
sangat berbahaya adalah obat yang diekskresi dalam jumlah agak besar melalui air susu,
seperti penisilin (sensitasi), kloramfenikol, INH, ergotamin, antikoagulansia dan antitiroida,
karena sistem enzim hati pada neonati belum berkembang sempurna.
• Usus. Zat-zat yang tidak atau tak lengkap diresorpsi usus dikeluarkan dengan tinja,
misalnya sulfasuksidin, neomisin dan sediaan-sediaan besi.
Ginjal. Kebanyakan obat dikeluarkan melalui air seni dan lazimnya tiap obat diekskresi
berupa metabolitnya dan hanya sebagian kecil dalam keadaan asli yang utuh mialnya,
penisilin, tetrasiklin,digoksin dan salisilat. Zat-zat dalam keadaan ion yng mudah larut di
air seni diekskresi dengan mudah. Zat-zat lipofil dan zat-zat tak terionisasi lebih lambat
ekskresinya, untuk meningkatkan sifat hidrofilnya, maka pada biotransformasi dimasukkan
gugus –OH dan atau –COOH ke dalam molekulya. Dengan jalam oksidasi rantai-samping
dan konyugasi keasaman asam-asam lemak dinaikkan agar disosiasi dan demikian pula
ekskresinya diperkuat. Ginjal memiliki beberapa mekanisme ekskresi obat, yang pada
hakikatnya tidak berbeda dengan mekanisme transpor umumyang berlaku bagi membran-
membran lain, yakni transpor secara pasif atau aktif.
a. Filtrasi glomeruli (pasif) . obat dan metabolitnya yang terlarut dalam plasma melintasi
dinding glomeruli secara pasif dengan ultrafiltrat . selama filtrat ini dipekatkan dalam tubuli
zat-zat lipofil berdifusi kembali secara pasif pula melalui membran selnya ke dalam darah

13
dan dengan demikian menghindari ekskresi. Zat-zat hidrofil hampir tidak didifusi kembali
dan langsung dikeluarkan lewat urin. Ekskresi dapat diperlancar dengan memperkuat
disosiasi obat yang kebanyakan bersifat asam atau basa lemah dengan derajat ionisasi agak
ringan. Misalnya untuk asam seperti barbital dapat diberikan natrium bikarbonat hingga air
seni bereaksi basa. Untuk alkaloida pemberian amonium klorida akan meningkatkan
keasaman air seni, sehingga obat tersebut lebih banyak ionisasinya.
b. Transpor aktif Tubuli dapat mensekresi secara aktif zat-zat tertentu, misalnya ion asam
organis seperti penisilin, vitamin C, asam salisilat, juga probenesid. Sekresi berlangsung
dengan bantuan enzim pengangkut dan kadang-kadang terjadi persaingan antara beberapa
ion untuk enzim ini. Misalnya probenesid menyaingi penisilin untuk enzim pengangkutnya
hingga ekskresi antibiotic.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari pergerakan obat dalam tubuh.
2. Farmakokinetik obat meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.
3. Masuk ketarget obat sifat nya lipofil dan saat keluar sifatnya hidrofilik
4. Absorpsi penyerapan obat dari tempat pemberian ke pembuluh darah
5. Jarak dari tempat pemberian ke pembuluh darah, semakin dekat semakin cepat untuk di
absorsbsi
6. INTRAVENA tidak mengalami absorbs dan langsung menuju distribusi.

3.2 Saran
Karena kurangnya buku pegangan yang kami miliki maupun keterbatasan kemampuan,
kami menyadari bahwa makalah ini masih perlu diperbaiki lagi. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sangat kami butuhkan demi penulisan yang lebih
baik untuk kedepannya.

15

Anda mungkin juga menyukai