A. LATAR BELAKANG
Sejak 1 September 2018 pemerintah telah memberlakukan kebijakan
mandatori perluasan bahan bakar minyak solar dengan campuran 20 persen
minyak sawit alias B20. Program mandatori Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis
biodiesel sebagai campuran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis minyak solar pada
sektor PSO, Non PSO, industri dan komersial, serta pembangkit listrik
merupakan program yang dilaksanakan untuk mendukung percepatan
pengembangan energi baru dan terbarukan. Tidak hanya mengurangi konsumsi
bahan bakar fosil dan memberikan penghematan devisa melalui pengurangan
impor solar, implementasi mandatori BBN diharapkan dapat memperbaiki
kualitas lingkungan, membuka lapangan kerja, serta meningkatkan pemanfaatan
ekonomi sawit.
Melalui optimalisasi dan perluasan pemanfaatan B20 ini, diperkirakan
penyerapan biodiesel untuk sektor PSO dan nonPSO tahun 2018 sebesar 3,92
juta KL dengan proyeksi penghematan sekitar USD 2 miliar pada sisa 4 bulan
terakhir tahun 2018. Pada periode September-Desember 2018 Pemerintah
menetapkan pengadaan B20 sebanyak 940.407 KL
Program B20 tersebut akan diproduksi oleh 19 Badan Usaha (BU)
produsen biodiesel jenis fatty acid methyl ester (FAME), diantaranya adalah PT
Wilmar Nabati Indonesia dan akan disalurkan ke pengguna melalui 11 Badan
Usaha (BU) penyalur BBM, diantaranya, PT Pertamina (persero) dan PT AKR
Corporindo Tbk,
Pemerintah juga menetapkan sanksi bagi BU BBM yang tidak menyalurkan
B20 sebesar Rp 6.000 per liter. Begitu pun dengan BU BBN yang tidak
menyalurkan FAME atau unsur nabati juga bisa dikenai sanksi Rp 6.000 per
liter. Bagi BU BBM dan BBN yang tidak mengikuti ketentuan mandatori
perluasan B20 juga bisa kena sanksi pencabutan izin usaha.
Untuk memayungi kebijakan B20 tersebut pemerintah telah menerbitkan 4
(empat) peraturan:
1. Peraturan Presiden (Perpres) No 66 Tahun 2018 tentang perubahan kedua
atas Perpres No 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan
Dana Perkebunan Kelapa Sawit
2. Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel dalam Rangka
Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa
Sawit
3. Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1935 K/10/MEM/2018 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri ESDM Nomor 1803 K/10/MEM/2018
tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel dan
Alokasi Besaran Volume untuk Pengadaan Bahan Bakar Nabati Jenis
Biodiesel pada PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo Tbk
Periode Mei-Oktober 2018.
4. Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1936 K/10/MEM/2018 tentang
Pengadaan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel untuk Pencampuran Jenis
Bahan Bakar Minyak Umum Periode September-Desember 2018
tertanggal 27 Agustus 2018.
Keempat peraturan tersebut secara lengkap memayungi pelaksanaan
kebijakan perluasan mandatori biodiesel B20, mulai dari aspek penghimpunan
dana sawit yang digunakan untuk membiayainya, hingga teknis pelaksanaan di
lapangan, termasuk mengenai sanksi bagi pihak terkait yang tidak
melaksanakannya.
Namun demikian, dalam implementasinya, program B20 ini terdapat
beberapa kendala, baik produsen FAME maupun penyalur. Ketersediaan
pasokan BBN dan terlambatnya suplai FAME atau atau bahan campuran
biodiesel 20 persen (B20) dari beberapa BU BBN di lokasi-lokasi pencampuran
misalnya di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) BU BBM, seperti PT
Pertamina (Persero) menjadi masalah terbesar. Berdasarkan data PT
Pertamina, hingga 25 September 2018, PT Pertamina baru menerima pasokan
sejumlah 224.607 kiloliter (KL) atau sekitar 62 persen dari target periode 1-25
September 2018 sebesar 359.734 KL. Padahal, PT Pertamina mengklaim
sebanyak 112 TBBM dan penyalur PT AKR Corporindo Tbk yang tersebar di
seluruh Indonesia telah siap menyalurkan biodiesel yang tahun ini diperkirakan
akan mencapai 3,02 juta KL.
Selain itu, hingga kini, pemerintah tidak tegas menjatuhkan sanksi pada BU
penyalur BBM maupun BU BBN tidak memenuhi target pemenuhan
implementasi program B20. Hal ini dikarenakan masalah keterlambatan
pengiriman pasokan FAME ke BU BBM disebabkan oleh beberapa faktor. Salah
satunya, masalah koordinasi dan pengadaan kapal yang membutuhkan waktu.
Kemudian, untuk mengefisienkan waktu pengiriman, pemerintah perlu
melakukan evaluasi alokasi pengadaan FAME ke BU BBM yang telah ditetapkan
sebelumnya. Artinya, pemasok biodiesel ke badan usaha penyalur BBM
diupayakan yang terdekat agar pengiriman pasokan bisa lebih cepat.
Mempertimbangkan sisi pentingnya pengawasan terhadap implementasi
kebijakan mandatori perluasan B20, Komisi VII DPR RI memandang perlu untuk
melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke PT Wilmar Nabati Indonesia di Provinsi
Jawa Timur. Kunjungan ini diharapkan dapat memberikan informasi penting
terkait kendala-kendala yang dihadapai dalam implementasi kebijakan B20
tersebut untuk kemudian ditindaklanjuti oleh Komisi VII DPR RI dalam Rapat
Kerja dan Rapat Dengar Pendapat bersama mitra-mitra terkait sesuai dengan
fungsinya.
Volume
No Bulan Volume (KL)
(MT)
Volume
No Negara Volume (KL)
(MT)