Anda di halaman 1dari 12

Bab I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Emulsifikasi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik


yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, satu
diantaranya didispersikan sebagai globula dalam fase cair lain. Fase yang
didispersikan disebut sebagai fase terdispersi dan fase yang mendispersikan
disebut sebagai fase kontinu (Hisprastin, 2019).

Sistem dispersi ini umumnya distabilkan oleh emulgator. Dalam


pembuatan suatu emulsi, pemilihan emugator merupakan faktor penting untuk
diperhatikan karena emulgator merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi mutu dan kestabilan suatu emulsi. Emulgator yang biasa
digunakan dalam bidang farmasi salah satunya emulgator golongan surfaktan.
Surfaktan menstabilkan emulsi dengan cara membentuk lapisan
monomolekuler pada permukaan globul fase terdispersi sehingga tegangan
permukaan antara fase terdispersi dan pendispersi menurun ( Rachmawati,
2016).

Aplikasi dalam bidang farmasi, yaitu seorang farmasis dapat mengetahui


cara pembuatan suatu sediaan dalam bidang farmasi yaitu emulsi, dimana
sediaan ini dibuat dari dua campuean yang tidak saling bercampur dan untuk
menyatukannya digunakan sebuah emulgator yang membuatnya saling
bercampur. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan ini.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud Percobaan


1. Memahami cara menghitung jumlah emulgator pada golongan
surfaktan yang digunakan dalam pembentukan emulsi.
2. Memahami cara membuat emulsi menggunakan emulgator
golongan surfaktan.
3. Memahami cara mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi.
4. Memahami cara menentukan HLB butuh.

I.2.2 Tujuan Percobaan

1. Mengetahui cara menghitung jumlah emulgator pada golongan


surfaktan yang digunakan dalam pembentukan emulsi.
2. Mengetahui cara membuat emulsi menggunakan emulgator golongan
surfaktan.
3. Mengetahui cara mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi.
4. Mengetahui cara menentukan HLB butuh.

I.3 Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan yang digunakan yaitu dengan menghitung jumlah


emulgator yang dibutuhkan pada pembuatan emulsi dengan konsentrasu 4%,
5%, 6%, 7%, dan 8%. Dimana pada fase minyak digunakan emulgator span
80 dan parafin cair sedangkan pada fase cair digunakan emulgator tween 80
dan aquadest. Kedua fase yang terbentuk kemudian dicampurkan dan
dihomogenkan menggunakan homogenizer lalu diamati emulsi selama 3 hari
berturut-turut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori

Disolusi merupakan proses kinetik, sehingga untuk mengetahui prosesnya


dilakukan pengamatan terhadapan jumlah zat yang aktif yang terlarut
kedalam medium sekaligus fungsi waktu. Disolusi invitro diakui sebagai
suatu elemen yang sangat penting dalam pengalaman obat. Uji disolusi
dilakukan sebagai tahap awal untuk mengetahui ketersediaan hayati suatu
bentuk sediaan sebelum uji pelepasan obat secara invivo dilakukan.korelasi
antara in vitro dan in vivo sering digunakan selama pengembangan bentuk
sediaan dengan tujuan untuk efisiensi waktu dan mendapaykan formula.
Simulasi dalam uji disolusi in vitro dapat membantu menemukan metode uji
yang tepat untuk menggambarkan profil pelepasan obat (Azizah, 2012).

Proses disolusi tergantung dari disintegrasi dan deagregasi membentuk


partikel halus. Disintegrasi tablet dipengaruhi oleh penambahan zat pengikut
waktu granulasi basah. Dalam beberapa hal, pengikut polimer seperti
polivim-loporlidon dan natrium karboksi-metilselulosa dapat meningkatkan
laju disolusi partikel obat hidrofobik. Kemungkinan terjadinya efek
pembasahan (wetting) partikel. Penambahan bahan pengisi seperti pati dan
laktosa meningkatkan laju disolusi obat hidrofobik dari tablet dan kapsul.
Sebaliknya bahan pelincir seperti Asam stearat dan Magnesium stearat
mengurangi laju disolusi obat dengan menciptakan lapisan hidrofobik yang
akan mencegah interaksi dengan medium (Sopyan, 2018).

Obat akan berinteraksi dalam tubuh lewat organ, di dalam organ obat
berinteraksi di jaringan, dalam jaringan bekerja di sel secara molekuler.
Masuknya obat ke dalam tubuh melalui tiga fase, yaitu fase farmasetika,
farmakokinetik, dan farmakodinamik. Dalam fase farmasetik, obat akan
terdisintegrasi oleh pelarut dalam tubuh .sehingga peran disolusi obat dalam
pelarut dalam tubuh, sehinga peran disolusi obat dalam pelarut dalam tubuh
sangat penting (Muchtaridi, 2018).

Pada pembuatan suatu emulsi, pemilihan bahan pengemulsi merupakan


faktor penting karena mutu dan kestabilan suatu emulsi dipengaruhi oleh
bahan pengemulsi yang digunakan. Pemilihan bahan pengemulsi harus
memenuhi beberapa syarat, yaitu: harus dapat bercampur dengan komponen-
komponen lain tidak boleh mempengaruhi stabilitas bahan awal, stabil, tidak
boleh terurai, tidak bersifat toksik, mempunyai bau,warna dan rasa yang yang
lemah sehingga tidak mempengaruhi karakteristik bahan (Syafi’i, 2016).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan emulsi diantaranya suhu,


waktu pengadukan, dan kecepatan pengadukan. Peningkatan kecepatan dan
lama waktu pengadukan berperan dalam pembentukan emulsi dan tingkat
kestabilan emulsi. Semakin lama waktu pengadukan dan meningkatnya
kecepatan pengadukan dapat menurunkan viskositas dari emulsi namun juga
dapat memperlama waktu pemisahan dari emulsi minyak dalam air.
Pengadukan dapat memperluas bidang kontak (Sari, 2015).
II. 3 Uraian Bahan
1. Aquadest ( FI Edisi III: 1979;96):
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air Suling/Aquades
RM/BM : H2O/18,02
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih , tidak berwarna , tidak


berbau, tidak mempunyai rasa
Kelarutan :-
Kegunaan :Sebagai pelarut
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup baik
Persyaratan kadar :-

2. Parafin (FI Edisi III: 1997;474):


Nama Rsmi : PARAFINUM LIQUIDUM
Nama Lain : Parafin Cair
RM/BM :-
Rumus Struktur :-
Pemerian
:cairan kental, transparan, tidak ber
warna, hampir tidak berbau, hampir tidak
mempunyai rasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam
etanol ( 95% ) P, larut dalam kloroform P
dan dalam eter P.
Kasiat : Laksativum
Kegunaan : Sebagai emulgator pada fase minyak
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung
dari cahaya
Persyaratan kadar :-

3. Tween 80 ( FI Edisi III :1979;509):


Nama Resmi : Polysorbatum-80
Nama Lain : Poliforbat-80 / Tween 80
RM/BM :-
Rumus Struktur :-
Pemerian : Cairan kental seperti minyak, jernih kuning
bau asam lemak khas
Kelarutan : Mudah larit dalam air, dalam etanol (95%)
P, dalam etil asetat P, dan dalam metanol
P, dan dalam minyak biji kapas P.
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai emulgator dalam fase air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan Kadar :-

4. Span 80 (FI III 1979, hal: 367)


Nama resmi. : SORBATIN MONOKAL
Nama lain. : Span
RM/BM. :-
Rumus struktur. :

Pemerian. : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau


karakteristik dan asam lemak.
Kelarutan. : Praktis tidak larut, tetapi terdispersi dalam
minyak.
Khasiat. : Zat tambahan
Kegunaan. : Sebagai emulgator
Penyimpanan. : Dalam wadah tertutup baik
Persyaratan kadar :-

II.4 Prosedur Kerja (Tim Dosen, 2019)

A. Penentuan HLB butuh minyak dengan jarak HLB besar

R/ Parafin 20

Emulgator ( tween dan span) ?

Air ad 100

Konsentrasi emulgator divariasikan yaitu 4%, 5%, 6%

a. Hitung jumlah tween dan span yang dibutuhkan


b. Timbang air, minyak, tween dan span sesuai kebutuhan
c. Campurkan minyak dan span dan air dengan tween lalu panaskan di
atas penangas air sampai suhu 60oC.
d. Tambahkan campuran minyak kedalam campuran air dan segera di
aduk dengan kecepatan dan waktu pengadukan yang sama.
a. Masukan kedalam tabung sedimentasi dan diberi tanda
b. Amati kestabilannya selama 1 Minggu dan catat harga HLB beberapa
emulsi yang relatif paling stabil.

B. Penentuan harga HLB minyak dengan jarak HLB kecil

Dari hasil percobaan pada (a) didapatkan harga HLB butuh relatif
paling stabil. Untuk mendapatkan harga HLB butuh yang lebih tepat, maka
di buat satu seri emulsi dengan masing-masing 0.25 dari harga HLB yang
relatif paling stabil tersebut. Setelah itu dilakukan kerja dengan prosedur
kerja sepertipada (a).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 HASIL PENGAMATAN

No Konsentrasi Hari Fase Fase F air F minyak


ke- air minyak
1. 4% 0 - - Putih susu Putih susu
1 40 ml 10 ml Keruh Putih susu
2 40 ml 10 ml Keruh Putih susu

2. 5% 0 - - Putih susu Putihsusu


1 30 ml 12 ml Keruh Putihsusu
2 30 ml 12 ml Keruh Putihsusu
3. 6% 0 10 ml 40 ml Keruh Putih susu
1 33 ml 17 ml Keruh Putih susu
2 34 ml 16 ml Keruh Putih susu
4. 7% 0 - - Putih susu Putih susu
1 38 ml 12 ml Putih susu Putih susu
2 38 ml 12 ml Putih susu Putih susu
5. 8% 0 - - Putih susu Putih susu
1 50 ml 0 Keruh Putihsusu
2 49 ml 0 Keruh Putih susu
IV.2 Pembahasan

Emulsi adalah sistem koloid yang fase terdispersi dan medium


terdispersinya berupa cairan yang tidak dapat bercampur. Misalnya benzene
dalam air, minyak dalam air dan air susu. Meningkatkan kedua fase tidak
dapatber campur keduanya akan segera memisahkan, untuk menjaga agar
emulsi tersebut mantap atau stabil perlu di tambahkan zat ketiga yang di
sebut emulgator atau zat pengemulsi (Sumardjo, D, 2009).

Tujuan dari percobaan ini untuk mengetahui jumlah emulgator golongan


surfaktan yang di gunakan dalam pembentukan emulsi, mengetahui
pembuatan emulsi menggunakan emulgator golongan surfaktan, mengetahui
caraevaluasi. Ketidak stabilan emulsi dan mengetahui cara menentukan
HLB butuh.

Cara kerja pada praktikum ini yaitu di siapkan alat dan bahan, lalu di
hitung jumlah emulgator yang akan di gunakan pada 3 konsentrasi 4%, 5%,
dan 6%, lalu di lebihkan 10% agar dalam pengukur di gelas ukur dapat
menutupi udara yang ada di gelas ukur tertinggal ( khusus emulgator ). Lalu
diukur setiap bahan yang di hitung parafin dan span 80 di dalam gelas kimia
sementara pada fase cair di campurkan air dan tween 80 di dalam gelas
kimia. Kemudian di letakkan pada gelas kimia di atas penangas air di mana
masing-masing suhu berada yaitu pada fase 60oC sementara fase cair 70oC.
Hal tersebut dapat di titik lebur emulgator yang di gunakan dengan produk
dengan batang pengaduk yang telah di dilebur, tidak boleh menyentuh
dinding gelas kimia dapat menyebabkan keracunan pada alat-alat.
Selanjutnya di ukur suatu suhu larutan agar mencapai suhu yang di
tentukan, lalu di pertahankan suhunya, lalu di campurkan fase air dan fase
minyak dalam gelas kimia dan di campurkan dengan menggunakan alat
homogenizer selama 2 menit di ulang sebanyak 5 kali dengan waktu jeda 10
detik dengan kecepatan tidak lebih dari 700 rpm dan tidak kurang dari 600
Rpm. Lalu di tutup dengan alumunium foil agar dapat menghindari kontak
langsung cairan dengan udara yang dapat menyebabkan kerusakan pada
emulsi lalu di amati warna dan di ukur volume air dan minyak pada setiap
24 jam selama 3 hari.

Alasan penggunaan tween 80 dan span 80 adalah karena kedua bahan


tersebut merupakan bahan pengemulsi (emulgator). Alasan tween 80 dan air
di campur untuk menjadikannya fase air. Sedangkan untuk fase minyaknya
yaitu span 80 dan parafin. Alasannya tween 80 dan air sertan span 80 dan
parafin di panaskan pada suhu berbeda adalah untuk mempercepat kelarutan
dari bahan tween 80 dan span dan paraffin dengan adalah untuk membentuk
emulsi di antara kedua fase tersebut. Alasan pencampuran selama 2 menit
dengan jeda 10 detik dilakukan sebanyak 3 kali adalah untuk mengamati
pembentukan emulsi yang terjadi setiap-setiap 2 menit dengan melihat
perbandingan sebanyak 3x. Alasan penggunaan alumunium foil untuk
menutupi emulsi adalah agar tidak ada serangga atau benda asing lainnya
yang masuk kedalam gelas ukur yang berisi emulsi tersebut.

Menurut Yusita, (2015) bila tween 80 dan span 80 dalam komposisi yang
sesuai dan dalam pembentukannya fase cair terdispersi dalam fase minyak
massa span 80 dan tween 80 arah tersusun secara berseling-seling pada
antarmuka fase minyak dan air membentuk lapisan sehingga menghasilkan
emulgator yang baik dan membentuk emulsi tipe A/M yang stabil.

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan yaitu pada emulgator


konsentrasi 4% pada hari pertama tidak terjadi pemisahan antara fase air dan
fase minyak. Pada hari kedua fase air keruh dan fase minyak putih susu.
Pada hari ketiga volume fase air dan minyak sama dengan hari kedua. Pada
emulgator 5% pada hari pertama tidak terjadi pemisahan antara fase air dan
fase minyak warna emulsi putih susu. Pada hari kedua terjadi pemisahan
antara fase air dan faseminyak, pada fase air sebanyak 38 ml dan pada fase
minyak 12 ml, warna emulsi pada fase air keruh dan fase minyak putih.
Pada hari ketiga sama seperti hari kedua. Pada emulgator konsentrasi 6%
pada hari pertama fase air 10 ml dan fase minyak 40 ml dengan warna
emulsi denganfase air keruh dan fase minyak putih susu. Pada hari ketiga
fase air 34 ml dan fase minyak 16 ml. warna emulsi fase air keruh dan fase
minyak putih susu. Pada konsentrasi 7% sama seperti pada konsentrasi
5%dankonsentrasi 8% pada hari pertama tidak terjadi pemisahan dan warna
emulsi putih susu. Pada hari kedua tidak terjadi pemisahan dan warna
emulsi tetap putih susu. Pada hari ketiga pada fase minyak ½ ml dan fase air
1 ml warna emulsi fase air keruh dan fase minyak putih susu. Berdasarkan
hasil perlakuan yang paling stabil adalah emulsi konsentrasi 8%, menurut
Sari dalam jurnalnya menyatakan bahwa emulsi paling stabil ialah emulsi
yang berkonsentrasi 7% dan 8%. Berdasarkan literatur dan percobaan yang
kami laksanakan adalah sesuai.

Menurut Syamsuni, (2013) kestabilan emulsi di katakana tidak stabil jika


mengalami hal-hal seperti di bawah ini :
1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi jadi 2 lapisan, yaitu satu bagian
mengandung fase disperse lebih banyak dan pada lapisan creaming
lain bersifat reversible.
2. Koalensi atau breaking adalah pecahnya karena film yang mampu
melipat partikel rusak dan butir minyak beremulsi atau minyak
menjadi fase tunggal yang memisah. Emulsi ini dapat bersifat
reversible, dapat di perbaiki kembali.
3. Inversi fase adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi
w/o secara tiba-tiba atau sebaliknya.

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu untuk menguji dan menentukan HLB
butuh minyakdi gunakan dalam pembuatan emulsi mengamati kestabilan,
mengamati perpisahan waktu terdispersi serta penentuan waktu terdispersi
serta penentuan o/w atau w/o.

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Emulsi adalah suatu dispensi atau suspensi suatu cairan dalam cairan
yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur
tapiberlawanan
2. Fase air dan fase minyak dapat bercampur dengan penggunaan bahan
pengemulsi (emulgator) yang dimana bahan aktif ini menurunkan
tegangan antarmuka antara minyak dan air
3. Berdasarkan hasil yang diperoleh terjadi pemisahan fase air dan
minyak pada konsentrasi 4%, 5%, 6%, 7%.
4. Dari hasil percobaan emulsi yang paling stabil ialah konsentrasi 8%
karena hampir tidak terjadi pemisahan fase air dan fase minyak.

Anda mungkin juga menyukai