Anda di halaman 1dari 12

UNIVERSITAS INDONESIA

PERJANJIAN INTERNASIONAL YANG TELAH DIRATIFIKASI DAN UNDANG-


UNDANG YANG TIDAK SESUAI DENGAN PASAL 28I AYAT (1) UNDANG-
UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Tugas Mata Kuliah Hukum dan HAM

DISUSUN OLEH

NATARINA SYAHPUTRI SIDHARTA

(1706026166)

Paralel

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI SARJANA PARALEL
DEPOK
FEBRUARI 2020
A. Perjanjian Internasional yang Telah Diratifikasi oleh Indonesia menjadi Peraturan
Perundang-undangan
1. UU Nomor 2 Tahun 1976 Tentang Pengesahan Konvensi Tokyo 1963, Konvensi The
Hague 1970, dan Konvensi Montreal 1971
Konvensi Tokyo 1963, Konvensi The Hague 1970, dan Konvensi Montreal
1971 merupakan usaha bersama antar Negara untuk mencegah dan memberantas
kejahatan penerbangan dan tindak pidana lainnya yang dilakukan di dalam pesawat
udara.

2. UU Nomor 1 Tahun 1982 Tentang Pengesahan Konvensi Wina Mengenai Hubungan


Diplomatik Beserta Protokol Opsionalnya Mengenai Hal Memperoleh
Kewarganegaraan dan Konvensi Wina mengenai Hubungan Konsuler Beserta Protokol
Opsionalnya Mengenaai Hal Memperoleh Kewarganegaraan
Konvensi menetapkan antara lain maksud pemberian hak-hak istimewa dari
kekebalan diplomatik tersebuttidaklah untuk kepentingan perseorangan, melainkan
guna menjamin kelancaran pelaksanaan fungsi perwakilan diplomatik sebagai wakil
negara. Konvensi ini pun mengatur mengenai hubungan konsuler, hak-hak istimewa
dan kekebalan-kekebalannya akan meningkatkan hubungan persahabatan antara
bangsa-bangsa tanpa membedakan ideologi sistem politik atau sistem sosialnya. Hak
istimewa dan kekebalan tersebut diberikan hanyalah guna menjamin pelaksanaan
fungsi perwakilan konsuler secara efisien. Konvensi mengatur antara lain hubungan-
hubungan konsuler pada umumnya, fasilitas, hak-hak istimewa dan kekebalan kantor
perwakilan konsuler, pejabat konsuler dan anggota perwakilan konsuler lainnya serta
tentang pejabat-pejabat konsul kehormatan dan konsulat-konsulat kehormatan. Kedua
konvensi ini pun masing-masing dilengkapi dengan Protokol Opsional mengenai hal
Memperoleh Kewarganegaraan dan ProtokolOpsional mengenai hal Penyelesaian
Sengketa Secara Wajib.

3. UU Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan


segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
Dengan diratifikasinya Konvensi Wanita tersebut oleh Pemerintah Indonesia,
maka segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin harus
dihapus. Konvensi ini berisikan hak dan kewajiban wanita berdasarkan persamaan hak
dengan pria.
4. UU Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan
atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Marabat
Manusia
Kovensi ini mengatur lebih lanjut mengenai apa yang terdapat dalam Kovenan
tentang Hak Sipil dan Politik. Konvensi ini mewajibkan negara untuk mengambil
langkah-langkah legislatif, administrasi, hukum, atau langkah-langkah efektif lainnya.

5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan


Konvensi Tentang Hak-Hak Anak
Dalam konvensi ini diatur mengenai beberapa prinsip dasar anak yakni prinsip
non diskriminasi, prinsip kepentingan terbaik bagi anak (best interest for children),
prinsip atas hak hidup, keberlangsungan dan perkembangan serta prinsip atas
penghargaan terhadap pendapat anak.

6. UU Nomor 29 Tahun 1999 Tentang Pengesahan International Convention on the


Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965 (Konvensi Internasional
Tentang Penghapus Segala Bentuk Diskriminasi 1965)
Konvensi yang merupakan kesepakatan internasional tentang penghapusan
segala bentuk diskriminasi rasial ini terdiri atas pembukaan dengan 12 paragraf dan
batang tubuh dengan 3 bab, yang terdiri atas 25 pasal. Tujuan Konvensi adalah untuk
mengambil semua langkah yang diperlukan guna penghapusan dengan segera
diskriminasi rasial dalam segala bentuk dan manifestasinya, serta mencegah dan
memerangi doktrin-doktrin dan praktek-praktek rasis guna memajukan saling
pengertian antar ras serta membangun masyarakat internasional yang bebas dari segala
bentuk pengucilan dan diskriminasi rasial.

7. UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-


Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
Indonesia mengaksesi Kovenan ini melalui UU Nomor 11 Tahun 2005.
Kovenan ini mengukuhkan dan menjabarkan pokok-pokok HAM di bidang ekonomi,
sosial dan budaya dari DUHAM dalam ketentuan-ketentuan yang mengikat secara
hukum. Kovenan terdiri dari pembukaan dan pasal- pasal yang mencakup 31 pasal.
8. UU Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-
Hak Sipil dan Politik
Hak-hak yang tercantum dalam Deklarasi Universal HAM diatur secara lebih
jelas dan rinci dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik dimana
kovenann tersebut mulai berlaku secara internasional sejak Maret 1976. Kovenan
tersebut mengatur mengenai beberapa hal, antara lain:
a. Hak hidup;
b. Pelarangan penyiksaan, perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi atau merendahkan martabat;
c. Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi;
d. Pelarangan pemenjaraan semata-mata atas dasar ketidakmampuan memenuhi
kewajiban kontraktual;
e. Persamaan kedudukan di depan pengadilan dan badan peradilan; dan
f. Pelarangan berlaku surut dalam penerapan hukum pidana.

9. UU Nomor 5 Tahun 2006 tentang Pengesahan International Convention for the


Suppression of Terrorist Bombings 1997 (Konvensi Internasional Pemberantasan
Pengeboman oleh Teroris 1997)
Konvensi ini mengatur ketentuan tindak pidana dan penanganannya yang
terdapat dalam paragraf operasional Konvensi, kewajiban negara untuk mengambil
tindakan hukum dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku tindak pidana serta mengatur
kerja sama internasional dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
terorisme.

10. UU Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengesahan International Convention for the
Suppression of the Financing of Terrorism 1999 (Konvensi Internasional
Pemberantasan Pendanaan Terorisme)
Tindak pidana terorisme merupakan kejahatan internasional yang menimbulkan
bahaya terhadap keamanan dan perdamaian dunia serta kemanusiaan dan peradaban
sehingga pencegahan dan pemberantasannya memerlukan kerja sama antarnegara.
Pengesahan konvensi tersebut merupakan wujud Pemerintah Negara Republik
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional yang ikut bertanggung jawab
dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional serta ikut aktif dalam
pemberantasan pendanaan tindak pidana terorisme.
11. UU Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan United Nations Convention Against
Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003)
Tindak pidana korupsi bukan lagi merupakan masalah lokal, akan tetapi
merupakan fenomena transnasional yang mempenganrhi seluruh masyarakat dan
perekonomian sehingga adanya kerja sama internasional untuk pencegahan dan
pemberantasannya termasuk pemulihan atau pengembalian aset-aset hasil tindak
pidana korupsi menjadi penting. Indonesia ikut aktif dalam upaya mnasyarakat
internasional untuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dengan turut
serta menandatangani United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003).

12. UU Nomor 14 Tahun 2009 Tentang Pengesahan Protokol Untuk Mencegah, Menindak,
Dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak,
Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana
Transnasional Yang Terorganisasi
Pengesahan Protokol tersebut merupakan perwujudan komitmen Indonesia
untuk melaksanakan Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum
Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang
Terorganisasi.

13. UU Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Pengesahan Protokol Menentang Penyelundupan


Migran Melalui Darat, Laut, dan Udara, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi
Indonesia, sebagai negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, turut
menandatangani Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional yang
Terorganisasi beserta dua protokolnya, di mana salah satunya adalah Protokol
Menentang Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut, dan Udara, Melengkapi
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang
Terorganisasi. Konvensi ini mengatur mengenai hubungan antara Protokol dan
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang
Terorganisasi. ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Konvensi berlaku sama
terhadap Protokol ini, kecuali dinyatakan lain. Selain itu, tindak pidana yang ditetapkan
dalam Protokol ini juga dianggap sebagai tindak pidana yang ditetapkan dalam
Konvensi. Protokol ini bertujuan untuk mencegah dan memberantas penyelundupan
migran serta memajukan kerja sama di antara Negara-Negara Pihak untuk mencapai
tujuan tersebut, dengan melindungi hak-hak migran yang diselundupkan.

14. UU Nomor 21 Tahun 2009 Tentang Persetujuan Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan


Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Hukum Laut Tanggal 10 Desember
1982 Yang Berkaitan Dengan Konservasi Dan Pengelolaan Sediaan Ikan Yang Beruaya
Terbatas Dan Sediaan Ikan Yang Beruaya Jauh
Tujuan Persetujuan ini adalah untuk menjamin konservasi jangka panjang dan
pemanfaatan secara berkelanjutan atas sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan
ikan yang beruaya jauh melalui pelaksanaan yang efektif atas ketentuan yang terkait
dari UNCLOS 1982.

15. UU Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-hak


Penyandang Disabilitas
Konvensi ini berisikan hak-hak penyandang disabilitas dan menyatakan akan
diambil langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan konvensinya. Tujuan konvensi
ini adalah untuk memajukan, melindungi, dan menjamin kesamaan hak dan kebebasan
yang mendasar bagi semua penyandang disabilitas, serta penghormatan terhadap
martabat penyandang disabilitas sebagai bagian yang tidak terpisahkan (inherent
dignity).

16. UU Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji
Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty)
Tujuan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir adalah untuk
mengurangi senjata nuklir secara global melalui usaha-usaha yang sistematis dan
progresif dengan tujuan menghapuskan senjata nuklir dan perlucutan senjata nuklir
secara umum di bawah pengawasan internasional yang tegas dan efektif. Menurut
Traktat ini, setiap Negara Pihak dilarang melakukan segala uji coba ledakan senjata
nuklir atau ledakan nuklir lainnya dan melarang serta mencegah semua ledakan nuklir
semacamnya yang berada di wilayah yurisdiksi atau pengawasannya.
17. UU Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Konvensi Internasional Mengenai
Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya
Dengan ditandatanganinya Konvensi ini, maka telah menunjukkan komitmen
Indonesia untuk untuk melindungi, menghormati, memajukan dan memenuhi hak-hak
seluruh pekerja migran dan anggota keluarganya, yang pada akhirnya diharapkan dapat
memenuhi kesejahteraan para pekerja migran dan anggota keluarganya. Tujuan
Konvensi ini adalah untuk menetapkan standar-standar yang menciptakan suatu model
bagi hukum serta prosedur administrasi dan peradilan masing-masing negara pihak.
Terobosan utama Konvensi ini adalah bahwa orang-orang yang memenuhi kualifikasi
sebagai pekerja migran dan anggota keluarganya, sesuai ketentuan-ketentuan
Konvensi, berhak untuk menikmati hak asasi manusia, apapun status hukumnya.

18. UU Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak
Anak Mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata
Keterlibatan anak dalam konflik bersenjata merupakan pelanggaran terhadap
hak-hak anak. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan berbagai akibat yang sangat
merugikan anak, masyarakat internasional bersepakat untuk melakukan tindakan-
tindakan yang diperlukan untuk melindungi anak sebagaimana tercantum dalam
Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the Involvement of
Children in Armed Conflict (Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai
Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata). Protokol Opsional ini bertujuan untuk
mencegah dan melindungi anak dari keterlibatan dalam konflik bersenjata.

19. UU Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak
Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak
Sebagai wujud komitmen Indonesia dalam upaya mencegah, memberantas, dan
menghukum pelaku tindak pidana penjualan anak, prostitusi anak, dan pornografi anak,
Pemerintah Indonesia telah menandatangani Optional Protocol to the Convention on
the Rights of the Child on the Sale of Children, Child Prostitution and Child
Pornography (Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Penjualan Anak,
Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak) pada tanggal 24 September 2001. Protokol
Opsional ini bertujuan melindungi anak agar tidak menjadi korban dari tindak pidana
penjualan anak, prostitusi anak, dan pornografi anak. Protokol ini mengatur mengenai
upaya-upaya mencegah, memberantas, dan menghukum pelaku tindak pidana
penjualan anak, prostitusi anak, dan pornografi anak, baik di dalam negeri maupun
antarnegara.

20. Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Konvensi Internasional
dan Pencarian dan Pertolongan Maritim
Konvensi tersebut bertujuan untuk membentuk satu perangkat hukum yang
berlaku secara internasional dalam rangka meningkatkan pelayanan jasa Search and
Rescue di bidang pelayaran baik di wilayah perairan Indonesia maupun di luar wilayah
perairan Indonesia.

21. UU Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Pengesahan Maritime Labour Convention, 2006
(Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006)
Konvensi Ketenagakerjaan Maritim 2006 menitikberatkan pada upaya Negara
Anggota Organisasi Ketenagakerjaan Internasional untuk memberikan perlindungan
bagi awak kapal serta industri pelayaran. UU No. 15 Tahun 2006 mengesahkan
Maritime Labour Convention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006) yang
salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris dan bahasa Perancis serta terjemahannya
dalam bahasa Indonesia yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-
Undang ini. Undang-undang ini disahkan dan diundangkan pada 6 Oktober 2016.

22. UU Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations
Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi
Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim)
Dalam hal perubahan iklim, Pemerintah Indonesia telah mengadopsi Paris
Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change
(Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengenai Perubahan Iklim). Hal tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan
penandatanganan Persetujuan dimaksud pada tanggal 22 April 2016 di New York,
Amerika Serikat. Persetujuan Paris mengamanatkan peningkatan kerja sama bilateral
dan multilateral yang lebih efektif dan efisien untuk melaksanakan aksi mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim dengan dukungan pendanaan, alih teknologi, peningkatan
kapasitas yang didukung dengan mekanisme transparansi serta tata kelola yang
berkelanjutan.
B. Undang-Undang yang Tidak Sesuai dengan Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945
Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 berbunyi: "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun". Ketentuan dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, tepatnya dalam Pasal 2 ayat (2), berbunyi: "Dalam hal tindak
pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu,
pidana mati dapat dijatuhkan". Pasal tersebut jelas telah melanggar salah satu hak yang
tercantum dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945, tepatnyaa hak untuk hidup.
Selain ketentuan dalam UU Nomor 31 Tahun 1999, terdapat pula ketentuan lain yang
mengandung hukuman pidana mati, seperti UU 15 Tahun 2003 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang yang kemudian diubah
dengan UU Nomor 5 Tahun 2018. Dalam UU Nomor 5 Tahun 2018, hukuman mati terdapat
pada pasal 6 yang berbunyi: "Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Kekerasan
atau Ancaman Kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang
secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas
kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan
kerusakan atau kehancuran terhadap Objek Vital yang Strategis, lingkungan hidup atau
Fasilitas Publik atau fasilitas internasional dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur
hidup, atau pidana mati" serta pada Pasal 10A ayat (1) yang berbunyi: "Setiap Orang yang
secara melawan hukum memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
membuat, menerima, memperoleh, menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai
persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,
menyembunyikan, atau mengeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
senjata kimia, senjata biologi, radiologi, mikroorganisme, nuklir, radioaktif atau
komponennya, dengan maksud untuk melakukan Tindak Pidana Terorisme dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puiuh) tahun,
pidana penjara seumur hidup, atau pidana mati".
DAFTAR REFERENSI

Indonesia. Undang-Undang Pengesahan Konvensi Tokyo, UU Nomor 2 Tahun 1976. LN


No. 18 Tahun 1976, TLN No. 3076.

Indonesia. Undang-Undang Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik


beserta Protokol Opsionalnya mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan, UU
Nomor 1 Tahun 1982.

Indonesia. Undang-Undang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk


Diskriminasi Terhadap Wanita, UU Nomor 7 Tahun 1984, LN No. 29 Tahun 1984,
TLN No. 3277.

Indonesia. Undang-Undang Pengesahan Convention Againts Torture and Other Cruel,


Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan
dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau
Merendahkan Martabat Manusia, UU Nomor 5 Tahun 1998, LN No. 164 Tahun 1998,
TLN No. 3783.

Indonesia. Undang-Undang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan


Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, UU Nomor 29 Tahun 1999, LN No. 83 Tahun
1999, TLN No. 3852.

Indonesia. Undang-Undang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and


Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya), UU Nomor 11 Tahun 2005, LN No. 118 Tahun 2005, TLN No. 4557.

Indonesia. Undang-Undang Pengesahan International Convenant On Civil and Political


Rights (Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. UU Nomor 12
Tahun 2005, LN No. 119 Tahun 2005, TLN No. 4558.

Indonesia. Undang-Undang Pengesahan International Convention for the Suppression of


Terrorist Bombings 1997 (Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman oleh
Teroris 1997), UU Nomor 5 Tahun 2006, LN No. 28 Tahun 2006, TLN No. 4616
Indonesia. Undang-Undang Pengesahan International Convention for the Suppression of
the Financing of Terrorism 1999 (Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan
Terorisme), UU Nomor 6 Tahun 2006, LN No. 29 Tahun 2006, TLN No. 4617.

Indonesia. Undang-Undang Pengesahan United Nations Convention Againts Corruption,


2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003), UU Nomor 7
Tahun 2006, LN No. 32 Tahun 2006, TLN No. 4620.

Indonesia. UU Pengesahan Protokol Untuk Mencegah, Menindak, Dan Menghukum


Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang
Terorganisasi, UU Nomor 14 Tahun 2009, LN No. 53 Tahun 2009, TLN No. 4990.

Indonesia. Undang-Undang Pengesahan Protokol Menentang Penyelundupan Migran


Melalui Darat, Laut, dan Udara, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi. UU Nomor 15 Tahun
2009, LN No. 54 Tahun 2009, TLN No. 4991.

Indonesia. Undang-Undang Persetujuan Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan Konvensi


Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Hukum Laut Tanggal 10 Desember 1982 Yang
Berkaitan Dengan Konservasi Dan Pengelolaan Sediaan Ikan Yang Beruaya Terbatas
Dan Sediaan Ikan Yang Beruaya Jauh, UU Nomor 21 Tahun 2009, LN No. 95 Tahun
2009, TLN No. 5024.

Indonesia. Undang-Undang Pengesahan Convention on the Rights of Persons With


Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas), UU Nomor 19
Tahun 2011, LN No. 107 Tahun 2011, TLN No. 5251.

Indonesia. UU Pengesahan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir


(Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty), UU Nomor 1 Tahun 2012, LN No. 1 Tahun
2012, TLN No. 5269.
Indonesia. Undang-Undang Pengesahan International Convention on the Protection of
Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families (Konvensi Internasional
mengenai Perlindungan Hak-Hak seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya,
UU Nomor 6 Tahun 2012, LN No. 115 Tahun 2012, TLN No. 5314.

Indonesia. Undang-Undang Pengesahan Optional Protocol to the Convention On the


Rights of the Child on the Involvement of Children in Armed Conflict (Protokol
Opsional Konvensi Hak- Hak Anak mengenai keterlibatan anak dalam konflik
besenjata), UU Nomor 9 Tahun 2012, LN No. 148 Tahun 2012, TLN No. 5239.

Indonesia. UU Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai


Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak, UU Nomor 10 Tahun 2012,
LN No. 149 Tahun 2012, TLN No. 5330.

Indonesia. Undang-Undang Pengesahan Maritime Labour Convention, 2006 (Konvensi


Ketenagakerjaan Maritim, 2006), UU Nomor 15 Tahun 2016, LN No. 193 Tahun 2016,
TLN No. 5931.

Indonesia. Undang-Undang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations


Framework Convention On Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi
Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim), UU Nomor
16 Tahun 2016, LN No. 204 Tahun 2016, TLN No. 5939.

Indonesia. Keputusan Presiden Pengesahan Convention on the Rights of the Child,


Keppres Nomor 36 Tahun 1990, LN No. 57 Tahun 1990.

Indonesia. Peraturan Presiden Pengesahan Konvensi Internasional Pencarian dan


Pertolongan Maritim, Perpres Nomor 30 Tahun 2012, LN No. 79 Tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai