Anda di halaman 1dari 40

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
No. RM : 178*******
Usia : 71 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status marital : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Alamat : Sumowono
Ruang rawat : Asoka
Tanggal masuk : 11 Oktober 2019
Tanggal keluar : 19 Oktober 2019

II. ANAMNESA
II.1 Keluhan Utama
Penurunan kesadaran

II.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa tanggal 11 Oktober 2019 dengan
keluhan penurunan kesadaran mendadak sejak 2 jam sebelum masuk RS.
Kurang lebih 2 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien ditemukan oleh anaknya
terjatuh dalam posisi duduk di kamar mandi. Pasien ditemukan dalam keadaan
kesadarannya telah menurun dan anggota gerak kanannya lemah. Sebelum
ditemukan terjatuh, diakui oleh anak, penderita tidak mengeluh kesemutan,
mual, kejang, sesak, nyeri kepala, dan pusing. Pasien sebelumnya masih
beraktivitas seperti biasa.
Setelah jatuh, pasien mengeluh nyeri kepala, namun tidak sesak, mual,
kejang dan penglihatan kabur. Anggota gerak kanan terasa berat untuk
digerakkan. Bicara pasien menjadi kurang jelas. Tidak disertai dengan keluhan
kejang, pilek, batuk, demam, gangguan pendengaran, kesemutan, pandangan
ganda dan riwayat kepala terbentur sebelum kejadian.

1
Menurut anaknya, penderita tidak pernah mengeluh sakit kepala
sebelumnya dan tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Disangkal adanya riwayat darah tinggi sebelumnya. Disangkal adanya riwayat
tumor. Tidak ada gangguan BAK dan BAB.

II.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat stroke sebelumnya : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat nyeri kepala kronis : disangkal
Riwayat vertigo : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat muntah proyektil : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

II.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

II.5 Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Pribadi


Riwayat merokok disangkal
Riwayat minum minuman alkohol disangkal
Pasien melakukan aktivitas berat dalam kesehariannya yaitu mencari kayu
bakar

II.6 Anamnesa Sistem


Sistem neurologis : kelemahan anggota gerak tubuh bagian kanan
Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan
Sistem respirasi : tidak ada keluhan

2
Sistem gastrointestional : tidak ada keluhan
Sistem integumen : tidak ada keluhan
Sistem urogenital : tidak ada keluhan

II.7 Resume Anamnesa


keluhan penurunan kesadaran mendadak sejak 2 jam sebelum masuk RS.
Kurang lebih 2 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien ditemukan oleh anaknya
terjatuh dalam posisi duduk di kamar mandi. Pasien ditemukan dalam keadaan
kesadarannya telah menurun dan anggota gerak kanannya lemah. Sebelum
ditemukan terjatuh, diakui oleh anak, penderita tidak mengeluh kesemutan,
mual, kejang, sesak, nyeri kepala, dan pusing. Pasien sebelumnya masih
beraktivitas seperti biasa.
Setelah jatuh, pasien mengeluh nyeri kepala, namun tidak sesak, mual,
kejang dan penglihatan kabur. Anggota gerak kanan terasa berat untuk
digerakkan. Bicara pasien menjadi kurang jelas. Tidak disertai dengan keluhan
kejang, pilek, batuk, demam, gangguan pendengaran, kesemutan, pandangan
ganda dan riwayat kepala terbentur sebelum kejadian.

III. DISKUSI I
Dari data anamnesis didapatkan suatu kumpulan gejala berupa
kelemahan anggota gerak kanan, yang sifatnya mendadak setelah
sadarkan diri disertai bicara pelo dan tidak jelas, penurunan kesadaran
dengan onset akut. Pada penderita tidak didapatkan defisit neurologis
yang terjadi secara progresif, berupa kelemahan motorik yang terjadi
akibat suatu proses destruksi lesi otak (Greenberg, 2001). Gejala-gejala
abses serebri berupa nyeri kepala yang cenderung memberat, demam,
defisit neurologi fokal dan kejang juga tidak terdapat pada penderita ini
(Adam et al, 2001; De angelis, 2001).

Defisit neurologis akut yang terjadi secara spontan tanpa adanya faktor
pencetus yang jelas berupa trauma dan gejala infeksi sebelumnya

3
mengarah ke suatu lesi vaskuler karena onsetnya yang mendadak,
sehingga pada penderita mengarah pada diagnosis stroke. Menurut
WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat
akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke juga
didefinisikan oleh Davenport & Davis sebagai gangguan fungsi otak
akut akibat gangguan suplai darah di otak, atau perdarahan yang terjadi
mendadak, berlangsung dalam atau lebih dari 24 jam yang
menyebabkan cacat atau kematian.

Pasien berumur 70 tahun merupakan factor predisposisi terjadinya


stroke. Penelitian Denise Nasissi, 2010 menunjukkan dari 251 penderita
stroke, rata-rata umur penderita adalah 69 tahun (78% berumur lebih
dari 60 tahun). Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk
stroke. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas
55 tahun. (Sotirios, 2000).

IV. STROKE
1. Definisi
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi
otak secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian
atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain
kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi
secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau
iskemik), bila karena trauma maka tidak dimasukkan dalam kategori
stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena
hipertensi, maka dapat disebut stroke.

2. Epidemiologi
Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke,dan
stroke mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat

4
tercatat hampir setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik
terjadi kematian akibat stroke. Selain itu, 11% orang Amerika berusia
55-64 tahun mengalami infark serebral silent; prevalensinya meningkat
sampai 40% pada usia 80 tahun dan 43% pada usia 85 tahun.
Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi
terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi
Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Terjadi
peningkatan prevalensi stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan
jawaban responden yang pernah didiagnosis nakes dan gejala) juga
meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi 12,1 per1000 (2013)
(Riskesdas 2013). Organisasi Stroke Dunia mencatat hampir 85% orang
yang mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari stroke bila
menyadari dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak dini. Badan
kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan
meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker
kurang lebih 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030
(Yastroki, 2012)

3. Faktor Risiko
Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat di klasifikasikan
sebagai berikut (Sjahrir, 2003) :
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetic
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
i. Merokok
ii. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam
urat, kolesterol, low fruit diet
iii. Alkoholik

5
iv. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia,
antiplatelet, obat kontrasepsi hormonal
b. Physiological risk factors
i. Penyakit hipertensi
ii. Penyakit jantung
iii. Diabetes mellitus
iv. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
v. Gangguan ginjal
vi. Kegemukan (obesitas)
vii. Polisitemia, viskositas darah meninggi &
penyakit perdarahan
viii. Kelainan anatomi pembuluh darah, dll

4. Klasifikasi
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis
stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang
berbeda, walaupun patogenesisnya sama (Misbach, 1999).
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
II. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasilar

6
Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007) :
1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)
2. Total Anterior Circulation Infark (TACI)
3. Lacunar Infark (LACI)
4. Posterior Circulation Infark (POCI)

5. Patofisiologi
Patofisiologi Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan di pembuluh
darah otak yang mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap (Sjahrir, 2003).
1. Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energy
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
2. Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
3. Tahap 3 : Inflamasi
4. Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan
melibatkan permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan
energi, hilangnya homeostasis ion sel,asidosis, peningkatan kalsium
ekstraseluler, eksitotoksisitas dan toksisitas yang diperantarai oleh
radikal bebas (Sherki dkk, 2002).
Trombosis (penyakit trombo-oklusif) merupakan penyebab stroke yang
paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi
serebral adalah penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda
trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak
umum. Beberapa pasien mengalami

7
pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum
lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba,
dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada
setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa
jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan
intima arteria besar. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan
berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika
interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi
oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada
percabangan atau tempat-tempat yang melengkung. Trombus juga
dikaitkan dengan tempat-tempat khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh
darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah
sebagai berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan
basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar.
Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga
permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan
melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme
koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk
emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria
itu akan tersumbat dengan sempurna.

Patofisiologi Stroke Hemoragik


Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan
perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih
20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah
perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini
paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak.
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100-
400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh

8
darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya
aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan
tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri
yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek
penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat
pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan
semakin besar (Caplan, 2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di
dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala
neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang
subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh
rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous
malformation (AVM).

6. Manifestasi Klinis
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke).
Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai
1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in
evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu)
diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati
berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang
muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut :
• Perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor, koma)
• Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari
tidur, membungkuk, batuk, dan terjadi secara tiba-tiba
• Muntah

9
• Pandangan ganda
• Kesulitan berbicara atau memahami orang lain
• Kesulitan menelan
• Kesulitan menulis atau membaca
• Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti
kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau
penurunan keterampilan motorik
• Kelemahan pada anggota gerak

7. Diagnosis
Untuk membedakan stroke yang diderita pasien termasuk jenis
hemoragik atau iskemik, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor
stroke, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
riwayat kebiasaan. Menanyakan identitas untuk mengecek kesadaran
pasien apakah ada disorientasi atau penurunan kesadaran dan dapat
digunakan untuk menilai fungsi luhur. Hal-hal yang ditanyakan pada
identitas yaitu nama, usia, alamat, status pernikahan, agama, suku, cekat
tangan. Menanyakan cekat tangan untuk mengetahui pusat bahasa lebih
dominan di hemisfer cerebri kanan atau kiri. Pada kinan (cekat tangan
kanan), 90% pusat bahasa berada di hemisfer kiri sehingga jika ada lesi
di hemisfer kiri dapat mengakibatkan gangguan bicara atau afasia.
Sedangkan pada kidal (cekat tangan kiri), 60% pusat bahasa berada kiri
dan 40% berada di kanan, sehingga gangguan bicara tidak menonjol
karena masih terkompensasi.
Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui termasuk ke
dalam kasus apakah penyakit tersebut. Dalam hal ini, stroke termasuk
ke dalam penyakit vaskular dimana harus terdapat kata kunci yang

10
menandakannya yaitu awitan yang terjadi secara tiba-tiba atau
mendadak. Ada 3 hal yang harus disebutkan dalam keluhan utama, yaitu
defisit neurologi yang terjadi, onset, dan kata kunci yang menandakan
kasus tersebut.
Riwayat penyakit sekarang harus digali sedalam mungkin, karena 90%
anamnesis dapat menegakkan diagnosis. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, terdapat dua jenis stroke yaitu stroke hemoragik dan stroke
iskemik. Gejala stroke hemoragik diawali dengan peningkatan tekanan
intrakranial yaitu nyeri kepala hebat, muntah, pandangan ganda, dan
penurunan kesadaran.
Sedangkan pada stroke iskemik diawali dengan gejala lateralisasi yang
mencakup gangguan motorik, sensorik, dan otonom. Kelemahan pada
anggota gerak menandakan adanya gangguan fungsi motorik. Rasa
kesemutan dan mati rasa / baal berhubungan dengan fungsi sensorik.
Untuk mengetahui adanya gangguan otonom dapat ditanyakan tentang
alvi, uri, dan hidrosis. Adanya inkontinensia menandakan lesi UMN dan
retensi pada lesi LMN. Bicara pelo dan mulut mencong berhubungan
dengan nervus VII. Riwayat tersedak ketika makan atau minum
berhubungan dengan nervus IX, X. Sedangkan bicara cadel
berhubungan dengan nervus XII. Hal-hal tersebut dapat ditanyakan
ketika anamnesis pasien.
Awitan / onset pada pasien stroke terjadi secara mendadak. Maka dari
itu perlu ditanyakan waktu kejadian dan apa yang sedang pasien lakukan
sebelum terjadi serangan. Stroke iskemik dapat disebabkan oleh
trombus atau embolus. Pada pasien stroke iskemik dengan penyebab
trombus, serangan biasanya terjadi saat pasien sedang beristirahat atau
saat aktivitas ringan yang tidak meningkatkan kerja jantung. Kelemahan
anggota gerak yang terjadi bersifat progresif, semakin lama semakin
memburuk. Sedangkan pada pasien stroke iskemik dengan penyebab
embolus umumnya terjadi saat pasien sedang beraktivitas berat yang
meningkatkan kerja jantung, seperti olahraga, menaiki dan menuruni

11
tangga, atau emosi yang meningkat. Kelemahan anggota gerak yang
tidak bersifat progresif.
Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis :
• Perjalanan penyakit ditanyakan sejak muncul gejala
pertama, sampai gejala-gejala yang menyusul berikutnya, secara
berurutan
• Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
• Gejala-gejala yang menyertai serangan (tanda-tanda
lateralisasi, peningkatan TTIK)
• Sifat dan beratnya serangan
• Lokasi dan penyebarannya
• Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya)
• Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah
melakukan aktivitas apa saja)
• Keluhan-keluhan yang menyertai serangan (tidak dapat
melirik ke satu sisi, mulut mencong, tersedak, cadel, pelo, lidah
mencong, mengompol, baal)
• Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali
• Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor
yang memperberat atau meringankan serangan
• Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang
menderita keluhan yang sama
• Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi
komplikasi atau gejala sisa
• Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-
jenis obat yang telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain
yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita

12
ALGORITMA STROKE GADJAH MADA

Siriraj Stroke Score :


(2.5 x tingkat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x pusing) + (0.1 x
tekanan darah diastolik) - (3 x atheroma markers) - 12.
Keterangan :
1. SSS > 1 : stroke hemoragik
2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
3. SSS < -1 : stroke iskemik

13
Pemeriksaan Fisik
 Tanda vital
Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan
untuk mengetahui adanya gangguan aliran darah. Denyut nadi
dan pernapasan berhubungan dengan saraf otonom. Suhu diukur
untuk menyingkirkan adanya keterlibatan infeksi.
 Status Generalis
Menilai pasien secara keseluruhan dari head to toe.
 Status Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi
anamnesis yang telah ditanyakan. Komponen status neurologis
yang dinilai :
o GCS
o Pupil
o Tanda rangsang meningeal
o Nervus cranialis
o Fungsi motoric
o Fungsi sensorik
o Fungsi otonom
o Gait dan koordinasi

Pemeriksaan Penunjang
Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang yaitu untuk diagnosis,
preventif dalam menanggulangi faktor resiko, dan untuk menentukan
prognosis. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri dari
pemeriksaan radiologi dan laboratorium. Pemeriksaan radiologi terdiri
dari CT-scan kepala non kontras dan foto thoraks AP. CT-scan kepala
non kontras merupakan pemeriksaan gold standard yang dilakukan
untuk menyingkirkan perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik,
sedangkan foto thoraks AP untuk melihat ada atau tidaknya hipertrofi
ventrikel kiri yang merupakan salah satu faktor resiko stroke. Foto
thoraks PA merupakan pilihan terbaik, tetapi karena pada pasien stroke

14
yang umumnya mengalami kelemahan anggota gerak, maka dilakukan
foto thoraks AP. EKG dilakukan untuk menyingkirkan faktor resiko
stroke. Perbandingan hasil CT-scan kepala pada stroke hemoragik dan
iskemik.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk tujuan preventif yaitu
Hb, profil lipid darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), gula
darah puasa (GDP), G2PP, HbA1c, asam urat, dan hemostasis lengkap
(aPTT, INR, D- dimer, fibrinogen). Sedangkan pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan untuk menentukan prognosis terdiri dari
pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dan differential count. Semakin
tinggi kadar gula darah sewaktu, prognosis semakin buruk karena
semakin banyak sel neuron otak yang rusak. Hiperglikemia karena stress
yang terjadi pada manusia dapat merupakan suatu keadaan yang
menguntungkan tetapi dapat juga tidak menguntungkan bagi kelanjutan
hidup. Sehingga evaluasi keadaan hiperglikemi pada keadaan seperti ini
harus diputuskan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan.
Terdapat 3 mekanisme yang mungkin dapat menerangkan hubungan
besarnya akibat stroke dan derajat hiperglikemia (Habib, dkk, 2001;
Martin, dkk, 1987) :
a. Keadaan hipoksia yang terjadi pada stroke, glukosa akan
mengalami metabolisme anaerob menjadi asam laktat
dan hasil akhirnya akan menyebabkan asiosis intra dan
ekstraseluler, yang akan menyebabkan terjadinya
kerusakan neuron, jaringan glia, dan jaringan vascular.
Pada keadaan tersebut mungkin produksi asam laktat
pada daerah iskemik akan dibantu oleh perubahan-
perubahan yang terjadi pada sawar darah otak atau pada
membrane sel neuron dan sel glia yang memungkinkan
masuknya glukosa ke dalam sel.
b. Selama proses iskemik akan terjadinya peningkatan
kadar neurotransmitter glutamate dan aspartat, yang
keduanya mempunyai sifat eksitasi dan neurotoksik,

15
pada keadaan normal pelepasan glutamate akan
merangsang saraf pada lokasi pasca reseptor dan
depolarisasi. Dalam keadaan hiperglikemia dan hipoksia
maka kadar asam amino ekstraseluler yang akan
merangsang neuron makin meningkat, karena pelepasan
yang berlebihan bersama kegagalan reuptake yang
biasanya terjadi pada detoksikasi glutamate dan aspartat.
Keadaan ini akan mengakibatkan hiperstimulasi neuron
pasca sinaptik yang kemudian akan menyebabkan
kematian neuron.
c. Dengan adanya iskemik, hiperglikemia, dan
hiperstimulasi neuron akan terjadi peningkatan kalsium
intraseluler, yang akan mengakibatkan terjadinya
kerusakan neural.

Pemeriksaan differential count untuk melihat ada atau tidaknya


leukositosis relatif. Prognosis buruk jika ada leukositosis relatif. Sitokin
yang dilepaskan oleh sel yang iskemik akan memanggil leukosit yang
berada di marginal pool dan leukosit matur di sumsum tulang masuk ke
dalam sirkulasi. Leukosit sendiri dapat mengakibatkan kerusakan yang
lebih luas pada daerah yang mengalami kerusakan tersebut karena
menyumbat mikrovaskularisasi, vasokontriksi, dan infiltrasi ke sel
neuron dan mengeluarkan enzim hidrolitik, pelepasan lipid, dan radikal
bebas. Peningkatan leukosit pada keadaan ini disebut leukositosis
reaktif, yakni terdapat peningkatan kadar leukosit di dalam darah tanpa
disertai dengan adanya pergeseran proporsi ke arah kanan (shift to right)
maupun ke kiri (shift to left).

8. Diagnosis Neurologis
Diagnosis neurologis terdiri dari 4 macam, yaitu :
 Diagnosis klinis

16
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang
ditemukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan. Diagnosis klinis dapat berupa suatu sindrom.
o Gejala Peningkatan TIK
 Nyeri Kepala
 Penurunan Kesadaran
 Muntah Menyemprot
 Pandangan Ganda
o Gejala Lateralisasi
 Kelemahan anggota gerak sesisi
 Baal sesisi
 Otonom (BAB, BAK, keringat)
 Diagnosis topis
Diagnosis topis ditegakkan berdasarkan lokasi kelainan. Pada
stroke iskemik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat berasal
dari korteks atau subkorteks. Jika lesi terdapat di korteks,
kelemahan pada satu sisi anggota gerak berbeda nilainya. Pada
bagian yang dipersarafi oleh daerah yang mengalami kerusakan,
nilai motorik lebih berat dibanding bagian yang lain. Sedangkan
pada subkorteks, nilai motorik pada satu sisi anggota gerak
sama. Pada stroke hemoragik, lokasi kelainan yang ditemukan
dapat berasal dari intraserebral atau subarakhnoid. Untuk
membedakannya dapat diketahui dari anamnesis dan
pemeriksaan neurologis. Dari anamnesis, pasien mengeluhkan
nyeri tengkuk pada pasien stroke perdarahan subarachnoid dan
kaku kuduk positif pada pemeriksaan tanda rangsang meningeal.
Sedangkan pada stroke perdarahan intraserebral tidak ditemukan
kelainan tersebut.
 Diagnosis etiologis
Diagnosis etiologis ditegakkan berdasarkan penyebab. Pada
stroke iskemik, dapat disebabkan oleh trombus atau embolus.
Penyebab tersebut dapat diketahui dari anamnesis yang telah

17
dilakukan. Untuk membedakannya dilihat dari kelemahan
anggota gerak progresif dan hal yang dilakukan pasien sebelum
serangan. Pada stroke hemoragik, penyebabnya yaitu pecah/
ruptur pembuluh darah.
 Diagnosis patologis
Diagnosis patologis ditegakkan berdasarkan keadaan patologis
yang terjadi, yaitu iskemik atau hemoragik.

9. Penatalaksanaan
Sasaran pengobatan stroke ialah menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai
tak mengganggu / mengancam fungsi otak. Pengobatan yang cepat dan
tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan.
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke
otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong
kaskade iskemik.
Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum :
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
b. Stabilisasi hemodinamik
c. Mencegah peningkatan tekanan intracranial
d. Mengendalikan kejang
e. Mengendalikan suhu tubuh
2. Pengelolaan spesifik :
a. Manajemen cairan dan elektrolit
b. Manajemen peningkatan tekanan intracranial
c. Manajemen tekanan darah
d. Manajemen glukosa darah
e. Manajemen kejang
f. Terapi trombolitik
g. Neurosurgical intervention

18
Terapi farmakologi pada stroke iskemik akut :
• Antiagregasi trombosit
• Statin
• Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
• Neuroprotektor
Terapi farmakologi pada stroke hemoragik akut :
• Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
• Neuroprotektor

Pengelolaan berdasarkan penyebabnya :


1. Stroke iskemik
a. Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke
merupakan upaya yang paling ideal, obat trombolisis yang
sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan tissue
plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal
90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam
60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini
mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3
jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan
onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT
Scan kepala dan inform consent yang cepat saja yang dapat
menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan
memperbaiki hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang
yang mengurangi viskositas darah dengan meningkatkan
deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15
mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi
adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah
melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari
iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.
b. Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)

19
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat
dua kelas pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan
anti agregasi trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang
mempunyai risiko untuk terjadi emboli otak seperti pasien
dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non valvular,
thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru &
katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah
heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam
kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3
diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah
(LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari
ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin
dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III
penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang
berrisiko terjadi trombosis vena dalam dan emboli paru
untuk prevensi diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub cutan
atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan
antara lain aspirin dosis 80 – 1.200 mg/hari mekanisme kerja
dengan menghambat jalur siklooksigenase, dipiridamol
dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg + dipiridamol SR
200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur
siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali
adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja
menghambat aktifitas fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x
250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan
thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan
menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.
c. Proteksi neuronal/sitoproteksi

20
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada
kelompok ini karena diharapkan dapat dengan memotong
kaskade iskemik sehingga dapat mencegah kerusakan lebih
lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
i. CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki
membran sel dengan cara menambah sintesa
phospatidylcholine, menghambat terbentuknya
radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin
suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta
analisis Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver
2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan
perdarahan, dosis 500 – 2.000 mg sehari selama 14
hari menunjukkan penurunan angka kematian dan
kecacatan yang bermakna. Therapeutic Windows 2 –
14 hari.
ii. Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui,
diperkirakan memperbaiki integritas sel,
memperbaiki fluiditas membran dan menormalkan
fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4
x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima
dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai minggu ke empat,
minggu ke lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x
2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12 jam.
iii. Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan
khasiat anti calpain, penghambat caspase dan sebagai
neurotropik dosis 30 – 50 cc selama 21 hari
menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang
bermakna.
iv. Statin
Statin di klinik digunakan untuk anti lipid,
mempunyai sifat neuroprotektif untuk iskemia otak
dan stroke. Mempunyai efek anti oksidan

21
“downstream dan upstream”. Efek downstream
adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga
mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari
arteri ke arteri. Efek “upstream” adalah memperbaiki
pengaturan eNOS (endothelial Nitric Oxide
Synthese, mempunyai sifat anti trombus, vasodilatasi
dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible
Nitric Oxide Synthese, sifatnya berlawanan dengan
eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.

2. Stroke Hemoragik
a. Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36
gr/hari, Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya
bekuan darah yamg sudah terbentuk oleh tissue
plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti pemberian
protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100
mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat
warfarin dengan prothrombine time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling
hematom dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat
neuropriteksi.
b. Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
i. Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang
tenang, pada pasien yang sadar, penggunaan morphin
15 mg IM pada umumnya diperlukan untuk
menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.
ii. Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat
diberikan Calcium Channel Blockers dengan dosis
60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau 15 –
30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan
per oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk

22
mencegah terjadinya vasospasme yang biasanya
terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang berlanjut
sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila terjadi
vasospasme dapat dilakukan balance positif cairan 1
– 2 Liter diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18 –
20 mmHg dan Central venous pressure 10 mmHg,
bila gagal juga dapat diusahakan peningkatan
tekanan sistolik sampai 180 – 220 mmHg
menggunakan dopamin.
c. Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan
darah, penyaluran cairan serebrospinal & pembedahan mikro
pada pembuluh darah. Yang penting diperhatikan selain
hasil CT Scan dan arteriografi adalah keadaan/kondisi pasien
itu sendiri.
Faktor faktor yang mempengaruhi :
i. Usia
1. Lebih 70 th  tidak ada tindakan operasi
2. 60 – 70 th  pertimbangan operasi lebih
ketat
3. Kurang 60 th  operasi dapat dilakukan
lebih aman
ii. Tingkat kesadaran
iii. Koma/spoor  tak dioperasi
iv. Sadar/somnolen tak dioperasi kecuali kesadaran
atau keadaan neurologiknya menurun
v. Perdarahan serebelum : operasi kadang
hasilnya memuaskan walaupun kesadarannya koma
d. Topis lesi
i. Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
1. Bila TIK tak meninggi tak dioperasi

23
2. Bila TIK meninggi disertai tanda tanda
herniasi (klinis menurun)  operasi
ii. Perdarahan putamen
1. Bila hematoma kecil atau sedang  tak
dioperasi
2. Bila hematoma lebih dari 3 cm  tak
dioperasi, kecuali kesadaran atau defisit
neurologiknya memburuk
iii. Perdarahan thalamus
1. Pada umumnya tak dioperasi, hanya
ditujukan pada hidrocepalusnya akibat
perdarahan dengan VP shunt bila
memungkinkan.
e. Perdarahan serebelum
i. Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu
pertama maka  operasi
ii. Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara
medisinal dengan pengawasan
iii. Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda
penekanan batang otak  operasi
f. Penampang volume hematoma
i. Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume
lebih dari 50 cc → operasi
ii. Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun
dan keadaan neurologiknya menurun ada tanda tanda
penekanan batang otak maka → operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan
sebelum timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya
ditunda sampai 5 – 15 hari kemudian.

24
V. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinis : penurunan kesadaran dengan lateralisasi dextra,
kelemahan anggota gerak kanan
Diagnosis topis : Hemisphere sinistra
Diagnosis etiologi : Stroke hemoragik dd stroke infark

VI. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan saat di IGD:
GCS : E3M4V3
Tanda-Tanda Vital :
- Tekanan darah : 200/100 mmHg
- Frekuensi nadi : 85x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
- Frekuensi nafas : 20x/menit, regular
- Suhu tubuh : 36.6°C

VI.1 Pemeriksaan Umum (15 Oktober 2019)


o GCS : E2M42
o Tanda-Tanda Vital:
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 65x/menit, regular, isi cukup, kuat angkat
- Frekuensi nafas : 20x/menit, regular
- Suhu tubuh : 36,5°C

IV.2 Status generalis


 Kepala : Bentuk kepala normocephal, rambut hitam,
terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
 Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
pada leher. Kaku kuduk (-), burdzinski I (-)
 Wajah : Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan
facies.

25
 Mata : Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata,
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor Ø
3mm/3mm, refleks cahaya (+ /+), refleks kornea (+/+)
 Telinga : AD/AS: Bentuk telinga normal, serumen (+),
membran timpani sulit dinilai, nyeri tekan dan tarik (-)
 Hidung : Bentuk hidung normal. Deviasi (-) Sekret (-) Napas
cuping hidung (-)
 Mulut : Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-),
perdarahan gusi (-), sianosis (-).
 Thoraks
 Pulmo :
• Inspeksi : Normochest, gerak dada simetris, retraksi -
• Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama
• Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
• Auskultasi: VBS (+/+), ronkhi (-/-),wheezing (-/-)
 Cor :
• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea
midclavikularis sinistra
• Perkusi :
 Batas kiri bawah: ICS IV linea axillaris anterior
sinistra
 Batas kiri atas: ICS II linea parasternalis sinistra
 Batas kanan bawah: ICS IV linea parasternalis
dekstra
 Batas kanan atas: ICS II linea parasternalis
dekstra
• Auskultasi : BJ I dan II (+), murmur (-) sistolik, gallop-
 Abdomen:
• Inspeksi : Datar, supel.
• Auskultasi: Bising usus (+) normal
• Perkusi : Timpani di semua regio abdomen

26
• Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien ttb, nyeri
tekan (-)
 Ekstremitas : CRT <2 detik, sianosis (-), akral hangat (+)

IV.2 Status Psikiatri


Tingkah Laku : normal
Orientasi : buruk
Kecerdasan : tidak dapat dinilai
Daya Ingat : sulit dinilai

IV.3 Status Neurologis


1. Sikap : Asimetris
2. Gerakan abnormal : Tidak ada gerakan abnormal
3. Cara berjalan : Tidak dilakukan
Nilai
Item Tes Nilai
Maksimal
ORIENTASI
1. Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa? 5 0
2. Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), 5 0
(lantai/kamar)
REGISTRASI
3. Sebutkan 3 buah nama benda (jeruk, uang, mawar), tiap 3 0
benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda
tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai
pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah
pengulangan.
ATENSI DAN KALKULASI
4. Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. 5 0
Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik
kata “WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum
kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5. Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3 0
BAHASA

27
6. Pasien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan 2 0
(pensil, arloji)
7. Pasien diminta mengulang rangkaian kata :” tanpa kalau dan 3 0
atau tetapi ”
8. Pasien diminta melakukan perintah: “Ambil kertas ini dengan 1 0
tangan kanan, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai”.
9. Pasien diminta membaca dan melakukan perintah “Angkatlah 1 0
tangan kanan anda”
10. Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) 1 0
11. Pasien diminta meniru gambar di bawah ini 1 0

Skor Total 30 0

Pedoman Skor kognitif global (secara umum):


Nilai 24 -30: normal
Nilai 17-23 : probable gangguan kognitif
Nilai 0-16:definite gangguan kognitif
4. Kognitif : definite gangguan kognitif (skor NMSE : 0)
5. Rangsang Meningeal : Kaku kuduk : (-)
Kernig sign : >1350 | >1350
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Brudzinsky III : (-)
Brudzinsky IV : (-)

6. Saraf kranial :
N II : Pupil bulat isokor 3 mm. RCL +/+, RCTL +/+
N III dan N VI : doll’s eye manouvre +/+
N V-1 : Refleks kornea tidak diperiksa
N IX dan N X : Tidak dilakukan pemeriksaan
N XII : Deviasi lidah sulit dinilai

28
7. Badan dan anggota gerak
a. Motorik :
Kesan lateralisasi ke kanan

N N Eu Eu

Tn N N Tr Eu Eu

b. Sensorik : Sulit dinilai

8. Koordinasi, gait, dan keseimbangan


a. Cara berjalan : Tidak dilakukan
b. Tes Romberg : Tidak dilakukan
c. Tes Romberg dipertajam : Tidak dilakukan

9. Sistem otonom
a. Miksi : Dalam Batas Normal
b. Defekasi : Dalam Batas Normal

29
10. Refleks
Fisiologis
Biseps (+)
Triseps (+)
Patella (+)
Achilles (+)
Patologis
Hoffman Tromer (+)
Babinski (+)
Chaddock (+)
Openheim (+)
Gordon (+)
Schaeffer (+)

11. Fungsi koordinasi dan keseimbangan


Pemeriksaan Kanan Kiri
Jari tangan – jari tangan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Jari tangan – hidung Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pronasi – supinasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Romberg test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah lengkap
Hb 14.7 13.2 – 17.3 gr/dl
Ht 46.6 40 - 52 %
Eritrosit 5.24 H 4.4 – 5.9 juta/µL
MCV 88.9 82 – 98 fL
MCH 28.0 27 – 32 pg
MCHC 31.5 L 32 – 37 gr/dL

30
Trombosit 333000 150.000 – 400.000/µL
Leukosit 8.99 3.800 –10.600/µL
Hitung Jenis
Eosinofil 0.016 L 0.04-0.8 %
Basofil 0.108 0-0.2%

Neutrofil 6.42 1.8-7.5 %


Limfosit 1.87 1.0 – 4.5 ribu
Monosit 0.578 0.2-1 %
RDW 12.3 10-18%
Kimia Klinik
SGOT 25 0-50 U / L
SGPT 7 0-50 IU/L
Ureum 30 10-50 mg/dL
Kreatinin 0.85 H 0.62-1.1 mg/dL
HDL direct 74 37-92
LDL-cholesterol 167.9 H <150
Cholesterol 248 H <200 dianjurkan
200-239 resiko sedang
>= 240 resiko tinggi
Trigliserida 85 70-140
Elektrolit
Natrium 136 136-146 mmol/L
Kalium 4.1 3.5-5.1 mmol/L
Chlorida 105 98-106mmol/L

31
CT-Scan

 Tampak lesi hiperdens dengan CT number 65-75 HU pada


thalamus kiri, korona radiata kiri (volume 3 cm3) disertai dengan
edema perifokal
 Suici corticalis dan fissure sylvii normal
 Diferensiasi white-grey matter jelas
 Tidak tampak midline shifting
 Sistema perimesensefalic normal
 Batang otak dan serebellum normal

32
 Tak tampak kesuraman/penebalan mukosa sinus paranasalis dan
mastoid air cells
Kesan : Perdarahan pada thalamus kiri dan korona radiata kiri

VIII. DISKUSI II
Pada penderita ini didapatkan adanya hemiparese dextra, tidak disertai
dengan nyeri kepala, namun refleks patologis yaitu babinski positif.
Berdasarkan aloanamnesa, pasien didapatkan jumlah skor siriraj >1
mengacu pada diagnosis stroke hemoragik. Pada kriteria ASGM
terdapat dua dari tiga gejala yakni, penurunan kesadaran dan babinski
positif yang mengarah diagnosis pada stroke perdarahan intraserebral
(Lamsudin,1998). Juga didapatkan adanya hipertensi, dimana hipertensi
merupakan prediktor kuat 70% untuk terjadinya stroke perdarahan. (
bronner, 2000).

VARIABEL PIS PSA

Usia 40-60 Tidak tentu

Akut Akut
Onset
(dtk/mnt) (mnt/jam)

Saat Aktiitas Aktivitas

Sakit kepala ++ ++++

Muntah ++ ++++

Prodromal – –

Variasi
Kesadaran/Herni Cepat dapat
asi Otak koma koma/nor
mal

33
++++
Kaku Kuduk ++ jarang
selalu

Cepat
Kelumpuhan hemiplegi Variasi
(mnt/jam)

Arterial Sindrom – Kadang

Sering++
Kejang/Rigiditas Kadang++
+

Reflek Patologis Segera Variasi

Hiperdens
Hiperdens
pada
pada
Head CT-Scan lapisan
intraserebr
subarkhnoi
al
d

Hipertensi Selalu + Variasi

Hipertrofi
Jantung Variasi
LV

Riwayat Hipertensi –

N/darah+ Darah+++
LP/LCS
+ +

Pada kasus, pasien usia 70 tahun, onset akut dalam beberapa detik
hingga menit, serangan terjadi saat aktifitas di sawah, terdapat nyeri
kepala, tidak terjadi muntah proyektil, terjadi penurunan kesadaran,
kaku kuduk (–), terjadi kelumpuhan cepat hemipharese dekstra, tidak
terjadi kejang, terdapat reflex patologis positif, terdapat riwayat

34
hipertensi. Hasil Head CT-scan tampak perdarahan pada thalamus dan
korona radiata kiri. Berdasarkan gejala dan hasil CT-scan menunjukkan
pasien ini mengalami perdarahan intraserebral.

Hipertensi yang lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis


fibrinoid yang memperlemahh dinding pembuluh darah yang kemudian
menyebabkan rupture intima dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya
dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema. Hipertesnsi kronik
dapat juga menimbulkan aneurisma-aneurisma kecil (diameter 1 mm)
yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini dikenal
sebagai aneurisma Charcot Bouchard (Toole JF,1990).
Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat rupture
arteri lentikulostriata, arteri thalamoperforating dan kelompok basilar-
paramedian (Feldmann, 1998).
Dimana penyebab perdarahan intrakranial ( perdarahan intraserebral,
subarakhnoid, ventrikuler, dan perdarahan subdural) menurut Adams
tahun 2002 adalah :
 primer ( hipertensive ) ICH
 ruptur dari saccular aneurisma
 ruptur AVM
 amyloid angiopathy
 infark hemoragik
 trauma
 gangguan perdarahan : warfarin antikoagulan, leukemia,
aplastik anemia, purpura trombositopenia, penyakit hati,
komplikasi akibat pembelian trombolitik, hiperfibrinolisis,
christmast disease, dll.
 hemoragik sekunder akibat tumor otak
 emboli septik, mycotic aneurism
 penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 akibat dari beberapa kejadian yang jarang terjadi, diantaranya :
setelah pemberian obat vasopresor, selama arteriografi,

35
komplikasi dari fistula carotis-cavernosa AV, pseudomonas
meningitis, dan karena gigitan ular berbisa.
 perdarahan akibat penyebab yang belum diketahui (tekanan
darah normal, tidak ada koagulopati, AVM, maupun aneurisma
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian
berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam
menentukan prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan
intraserebral.

IX. DIAGNOSA AKHIR


Diagnosis klinis : penurunan kesadaran dengan lateralisasi dextra,
kelemahan anggota gerak kanan
Diagnosis topis : Hemisphere sinistra
Diagnosis etiologi : Stroke hemoragik

X. TATALAKSANA
Rawat Inap
 Infus RL 20 tpm
 Urin Cateter
 Citicolin 2 x 500 mg
 Piracetam 3x 3 gr
 Ranitidin 2×1
 Metilcobalamin 1×1
 Manitol 4|3|2|2|1 x 125 mg
Rawat Jalan
 Citicolin 2×1 tab (500mg)
 Mecobalamin 2 x 1 tab (500mg)
 Ranitidine 2×1 tab (150mg)
 Edukasi
o Mengatur pola makan yang sehat (kurangi garam)
o Melakukan olah raga yang teratur
o Hindari konsumsi rokok

36
o Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
o Memelihara berat badan yang layak
o Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
o Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat pada nasihat
dokter dalam hal diet dan obat

XI. DISKUSI III


Piracetam berperanan meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan
aktifitas adenylat kinase (AK) yang merupakan kunci metabolisme energi
dimana mengubah ADP menjadi ATP dan AMP, meningkatkan sintesis dan
pertukaran cytochrome b5 yang merupakan komponen kunci dalam rantai
transport elektron dimana energi ATP diproduksi di mitokondria (James,
2004). Piracetam juga digunakan untuk perbaikan defisit neurologi
khususnya kelemahan motorik dan kemampuan bicara pada kasus-kasus
cerebral iskemia, dan juga dapat mengurangi severitas atau kemunculan
post traumatik / concussion sindrom.

Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan


sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak
melalui potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga menunjukkan
kemampuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, Citicoline
diharapkan mampu membantu rehabilitasi memori pada pasien dengan luka
pada kepala dengan cara membantu dalam pemulihan darah ke otak. Studi
klinis menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif dan motorik yang
lebih baik pada pasien yang terluka di kepala dan mendapatkan citicoline.
Citicoline juga meningkatkan pemulihan ingatan pada pasien yang
mengalami gegar otak.

Sohobion merupakan vitamin B complex yang yang terdiri dari vitamin B1


100 mg, vitamin B6 100 mg, vitamin B12 5000 mcg. Indikasi pemberian
sohobion untuk terapi defisiensi vitamin B 1, B6 dan B12 misalnya beri-
beri, neuritis perifer dan neuralgia.

37
Metilkobalamin adalah metabolit dari vitamin B12 yang berperan sebagai
koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosystein. Reaksi
ini berguna dalam pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi saraf.
Metilkobalamin berperan pada neuron susunan saraf melalui aksinya
terhadap reseptor NMDA dengan perantaraan S-adenosilmethione (SAM)
dalam mencegah apoptosis akibat glutamate-induced neurotoxicity. Hal ini
menunjukkan adanya kemungkinan peranan metilkobalamin pada terapi
stroke, cedera otak, penyakit Alzheimer, Parkinson, termasuk juga dapat
dipakai untuk melindungi otak dari kerusakan pada kondisi hipoglikemia
dan status epileptikus (Meliala & Barus, 2008).

Pada gangguan Neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis


Diuretik yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu hiperosmotik
ggent yang digunakan dengan segera meningkat volume plasma untuk
meningkatkan aliran darah otak dan menghantarkan oksigen. Ini merupakan
salah satu alasan Manitol sampai saat ini masih digunakan untuk mengobati
pasien menurunkan peningkatan tenanan intra cranial. Manitol selalu
dipakai untuk terapi edema otak, khususnya pada kasus dengan Hernisiasi.
Manitol adalah larutan Hiperosmolar yang digunakan untuk terapi
meningkatkan osmolalitas serum .(Ellen Barker. 2002). Dengan alasan
fisiologis ini, cara kerja Diuretic Osmotik (Manitol) ialah meningkatkan
osmolalitas plasma dan menarik cairan normal dari dalam sel otak yang
osmolarnya rendah ke intravaskuler yang olmolar tinggi, untuk menurunkan
edema otak.

Ranitidin diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping


dan interaksi dari obat lain.

XII. PROGNOSIS
Death : dubia ad bonam

38
Disease : dubia ad bonam
Disability : dubia ad malam
Discomfort : dubia ad bonam
Dissatisfaction : dubia ad malam
Distitution : dubia ad malam

XIII. FOLLOW UP
12/09/2019 13/09/2019 14/09/2019 15/09/2019
S Anggota gerak kanan Anggota gerak kanan Penurunan kesadaran Penurunan kesadaran
lemah (+), bicara pelo (+) lemah (+), bicara pelo (+),
nyeri kepala (+) nyeri kepala (-),
O KU : lemah KU : lemah KU : lemah KU : lemah
GCS E4M5V5 GCS E4M5V5 GCS E2M4V3 GCS E2M4V2
o o o
S:36.5 C, N: 80x/mnt S:36,5 C,N: 68x/mnt S:36,5 C, N:67 x/mnt S:36,5oC,N:67 x/mnt
RR: 20x/mnt RR: 20x/mnt RR: 20x/mnt RR: 20x/mnt
TD : 160/90 mmHg TD : 110/60 mmHg TD : 130/80 mmHg TD : 120/80 mmHg

A Stroke dd infark II Stroke dd infark III Stroke dd infark IV Stroke Hemoragik V


P IVFD asering 20 tpm IVFD asering 20 tpm IVFD asering 20 tpm IVFD asering 20 tpm
Inj. Citicoline 2 x 500 mg Inj. Citicoline 2 x 500 mg Inj. Citicoline 2 x 500 mg Inj. Citicoline 2 x 500 mg
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp Inj. Ranitidine 2 x 1 amp Inj. Ranitidine 2 x 1 amp Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
Inj. Methylcobalamin 1 x 1 Inj. Methylcobalamin 1 x 1 Inj. Methylcobalamin 1 x Inj. Methylcobalamin 1 x
amp amp 1 amp 1 amp
Inj. Piracetam 3 x 3 gr Inj. Piracetam 3 x 3 gr Inj. Piracetam 3 x 3 gr Inj. Piracetam 3 x 3 gr
Inj Mannitol 4x125 TA Inj Mannitol 4x125 TA Inj Mannitol 4x125 TA Inj Mannitol 4x125 TA
Candesartan 1 x 16mg Candesartan 1 x 16mg Candesartan 1 x 16mg Candesartan 1 x 16mg
Diltiazem 2 x 30 Diltiazem 2 x 30 Diltiazem 2 x 30 Diltiazem 2 x 30

39
16/09/2019 17/09/2019 18/09/2019 19/09/2019

S Penurunan kesadaran Kelemahan anggota gerak Kelemahan anggota gerak Kelemahan anggota
kanan, pusing (-) kanan, pusing (-) gerak kanan, pusing (-)

O GCS E3M4V4 GCS E4M5V5 GCS E4M5V5 GCS E4M5V5


TD : 150/90 TD : 140/80 TD : 150/90 TD : 130/80
RR : 20 RR : 20 RR : 20 RR : 20
HR : 72 HR : 66 HR : 66 HR : 65
o o o
S : 36.3 C S : 36.5 C S : 36.5 C S : 36.5oC
A Stroke hemoragik VI Stroke hemoragik VII Stroke hemoragik VIII Stroke hemoragik IX

IVFD asering 20 tpm IVFD asering 20 tpm IVFD asering 20 tpm IVFD asering 20 tpm
P
Inj. Citicoline 2 x 500 mg Inj. Citicoline 2 x 500 mg Inj. Citicoline 2 x 500 mg Inj. Citicoline 2 x 500 mg
Inj. Ranitidine 2 x 1 amp Inj. Ranitidine 2 x 1 amp Inj. Ranitidine 2 x 1 amp Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
Inj. Methylcobalamin 1 x Inj. Methylcobalamin 1 x 1 Inj. Methylcobalamin 1 x 1 Inj. Methylcobalamin 1 x 1
1 amp amp amp amp
Inj. Piracetam 3 x 3 gr Inj. Piracetam 3 x 3 gr Inj. Piracetam 3 x 3 gr Inj. Piracetam 3 x 3 gr
Inj MP 2 x 62.5mg Inj MP 2 x 62.5mg Inj MP 2 x 62.5mg Inj MP 2 x 62.5mg
Candesartan 1 x 16mg Candesartan 1 x 16mg Candesartan 1 x 16mg Candesartan 1 x 16mg

Diltiazem 2 x 30 Diltiazem 2 x 30 Diltiazem 2 x 30 Diltiazem 2 x 30


Simvastatin 1x1 Simvastatin 1x1 Simvastatin 1x1 Simvastatin 1x1

BLPL

40

Anda mungkin juga menyukai