Anda di halaman 1dari 25

Wahid Safri Samsudin

2016-11-280
TEORI TAMBAHAN

Sistem kendali atau sistem kontrol (control system) adalah suatu alat (kumpulan alat) untuk
mengendalikan, memerintah, dan mengatur keadaan dari suatu sistem. Istilah sistem kendali
ini dapat dipraktikkan secara manual untuk mengendalikan stir mobil pada saat kita
mengendarai/menyetir mobil kita, misalnya, dengan menggunakan prinsip loloh balik. Dalam
sistem yang otomatis, alat semacam ini sering dipakai untuk peluru kendali sehingga peluru
akan mencapai sasaran yang diinginkan. Banyak contoh lain dalam bidang industri /
instrumentasi dan dalam kehidupan kita sehari-hari di mana sistem ini dipakai. Alat pendingin
(AC) merupakan contoh yang banyak kita jumpai yang menggunakan prinsip sistem kendali,
karena suhu ruangan dapat dikendalikan sehingga ruangan berada pada suhu yang kita
inginkan.

Pada prinsipnya ada 2 macam sistem kendali: sistem kontrol sekuensial/logika dan sistem
kontrol linear (loloh-balik). Sistem kendali berbasis logika-samar (logika Fuzzy) akhir-akhir
ini banyak diperkenalkan sebagai gabungan di antara kedua sistem tersebut.

Pengendalian proses adalah disiplin rekayasa yang melibatkan mekanisme dan algoritme
untuk mengendalikan keluaran dari suatu proses dengan hasil yang diinginkan. Contohnya,
temperatur reaktor kimia harus dikendalikan untuk menjaga keluaran produk.

Pengendalian proses banyak sekali digunakan pada industri dan menjaga konsistensi produk
produksi massal seperti proses pada pengilangan minyak, pembuatan kertas, bahan kimia,
pembangkit listrik, dan lainnya. Pengendalian proses mengutamakan otomasi sehingga hanya
diperlukan sedikit personel untuk mengoperasikan proses yang kompleks.

Sebagai contoh adalah sistem pengaturan temperatur ruangan agar temperatur ruangan terjaga
konstan setiap saat, misalnya pada 20 °C. Pada kasus ini, temperatur disebut sebagai variabel
terkendali. Selain itu, karena temperatur diukur oleh suatu termometer dan digunakan untuk
menentukan kerja pengendali (apakah ruangan perlu didinginkan atau tidak), temperatur juga
merupakan variabel input. Temperatur yang diinginkan (20 °C) adalah setpoint. Keadaan dari
pendingin (misalnya laju keluaran udara pendingin) dinamakan variabel termanipulasi karena
merupakan variabel yang terkena aksi pengendalian.

Alat pengendalian yang umum digunakan adalah Programmable Logic Controller (PLC).
Alat ini digunakan untuk membaca input analog maupun digital, melakukan serangkaian
program logika, dan menghasilkan serangkaian output analog maupun digital. Pada kasus

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
sistem pengaturan temperatur, temperatur ruangan menjadi input bagi PLC. Pernyataan-
pernyataan logis akan membandingkan setpoint dengan masukan nilai temperatur dan
menentukan apakah perlu dilakukan penambahan atau pengurangan pendinginan untuk
menjaga temperatur agar tetap konstan. Output dari PLC akan memperbesar atau
memperkecil aliran keluaran udara pendingin bergantung pada kebutuhan. Untuk suatu sistem
pengendalian yang kompleks, perlu digunakan sistem pengendalian yang lebih kompleks
daripada PLC. Contoh dari sistem ini adalah Distributed Control System (DCS) atau sistem
SCADA.

Dalam praktiknya, sistem pengendalian proses dapat dikarakteristikkan dalam bentuk:

 Diskrit – Terdapat pada aplikasi manufaktur dan pengemasan. Pemasangan dengan


bantuan robot, seperti yang umum digunakan pada produksi otomotif, dapat
dikarakteristikkan sebagai pengendalian proses diskrit. Sebagian besar proses
manufaktur diskrit melibatkan produksi bagian produk secara diskrit, seperti
pembentukan logam.
 Partaian – Beberapa aplikasi membutuhkan digabungkannya beberapa bahan baku
spesifik dengan cara tertentu pada jangka waktu tertentu untuk menghasilkan produk
samping atau produk akhir. Contohnya adalah pada produksi lem dan perekat, yang
umumnya membutuhkan pencampuran bahan baku dalam suatu reaktor yang
dipanaskan selama periode waktu tertentu. Contoh lain adalah pada produksi makanan
dan obat. Proses partaian biasanya dilakukan untuk memproduksi produk dengan
kapasitas rendah hingga sedang.
 Kontinu – Seringkali proses produksi berlangsung secara terus menerus tanpa terhenti.
Pengendalian temperatur air pada jaket pemanas secara terus menerus adalah contoh
pengendalian proses secara kontinu. Contoh produksi yang berlangsung secara kontinu
adalah produksi bahan bakar. Proses kontinu pada proses produksi digunakan untuk
memproduksi produk dengan kapasitas besar.

Dalam prakteknya sinyal masukan sistem kendali umumnya tidak diketahui sebelumnya
(bersifat random), sehingga masukan sesaat sulit untuk dianalisis. Di dalam menganalisis
maupun merencanakan sistem kendali harus ada satu dasar perbandingan performansi dari
berbagai sistem kendali, Dasar ini dapat disusun dengan menetapkan sinyal uji tertentu dan
membandingkan respon yang terjadi terhadap sinyal-sinyal masukannya.

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
Sinyal masukan uji (test input signals) yang sering digunakan adalah fungsi tangga, fungsi
ramp, fungsi sinusoidal, fungsi percepatan, fungsi impulsa, dan sebagainya. Penggunaan
sinyal uji ini dapat dibenarkan, karena terdapat korelasi antara karakteristik sistem terhadap
sinyal masukan uji terse but. Dari berbagai sinyal uji yang dijelaskan diatas dapat dilakukan
analisis dengan mudah, karena sinyal-sinyal tersebut merupakan fungsi waktu yang sangat
sederhana.

Respon waktu sistem kendali terdiri dari respon "transien" dan "steady state". Respon
transient adalah respon sistem yang berlangsung dari keadaan awal sampai keadaan akhir,
sedang respon steady state adalah kondisi keluaran sesudah habis respon transien hingga
waktu relatiftak terhingga.

Karakteristik (perilaku dinamik) keluaran sistem kendali yang paling penting adalah
kestabilan mutlak, yang menandai sistem tersebut stabil ataukah tidak stabil. Sistem kendali
berada dalam kesetimbangan atau keluaran berada dalam keadaan yang tetap, jika tanpa
adanya gangguan atau masukan baru. Sistem kendali dengan parameter konstan akan berubah
menjadi tidak stabil, bila keluaran sistem berosilasi secara menerus atau membesar tanpa
batas dari kondisi setimbangnya manakala dikenai suatu gangguan. Dengan demikian
pemakaian analisis persamaan diferensial linear menjadi tidak berlaku.

Karakteristik selain kestabilan mutlak yang perlu diketahui yaitu kestabilan relatif dan
kestabilan tunak ( steady state ). Respon transien system kendali sering menunjukkan osilasi
teredam sebelum mencapai kondisi steady

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
TEORI TAMBAHAN

Respon sistem atau tanggapan sistem adalah perubahan perilaku output terhadap perubahan
sinyal input. Respon sistem berupa kurva ini akan menjadi dasar untuk
menganalisa karakteristik system selain menggunakan persamaan/model matematika.
Bentuk kurva respon sistem dapat dilihat setelah mendapatkan sinyal input. Sinyal input
yang diberikan untuk mengetahui karakteristis system disebut sinyal test. Ada 3 tipe input
sinyal test yang digunakan untuk menganalisa system dari bentuk kurva response:

 Impulse signal, sinyal kejut sesaat


 Step signal, sinyal input tetap DC secara mendadak
 Ramp signal, sinyal yang berubah mendadak (sin, cos).

Respon sistem atau tanggapan sistem terbagi dalam dua domain/kawasan:

 Domain waktu (time response)


 Domain frekuensi (frequency response)

Respon Peralihan (transient response)

Ketika input sebuah sistem berubah secara tiba-tiba, keluaran atau output membutuhkan
waktu untuk merespon perubahan itu. Bentuk respon transient atau peralihan bisa
digambarkan seperti berikut:

bentuk sinyal respon transien


Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran
STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
Bentuk sinyal respond transient ada 3:

 Underdamped response, output melesat naik untuk mencapai input kemudian turun
dari nilai yang kemudian berhenti pada kisaran nilai input. Respon ini memiliki efek
osilasi
 Critically damped response, output tidak melewati nilai input tapi butuh waktu lama
untuk mencapai target akhirnya.
 Overdamped response, respon yang dapat mencapai nilai input dengan cepat dan
tidak melewati batas input.

Fasa peralihan ini kemudian akan berhenti pada nilai dikisaran input/target dimana selisih
nilai akhir dengan target disebut steady state error.Jika dengan input atau gangguan yang
diberikan pada fasa transient kemudian tercapai output steady state maka dikatakan sistem ini
stabil. Jika sistem tidak stabil, output akan meningkat terus tanpa batas sampai sistem
merusak diri sendiri atau terdapat rangkaian pengaman yang memutus sistem.

Sensitifitas sistem adalah perbandingan antara persentase perubahan output dengan


persentase perubahan input. Perubahan pada input bisa normal atau ada gangguan dimana
parameter proses akan berubah seiring dengan usia, lingkungan, kesalahan kalibrasi dsb.
Pada sistem siklus tertutup tidak terlalu sensitif terhadap hal ini karena adanya proses
monitoring balik/feedback. Kondisi sebaliknya terjadi pada sistem siklus terbuka. Pemilihan
sistem siklus terbuka harus memperhatikan spesifikasi beban dan kapasitas sistem.

2. Klasifikasi Respon Sistem


Berdasarkan sinyal bentuk sinyal uji yang digunakan, karakteristik respon sistem dapat
diklasifikasikan atas dua macam, yaitu:
a. Karakteristik Respon Waktu (Time Respons), adalah karakteristik respon yang
spesifikasi performansinya didasarkan pada pengamatan bentuk respon output sistem terhadap
berubahnya waktu. Secara umum spesifikasi performansi respon waktu dapat dibagi atas dua
tahapan pengamatan, yaitu;

 Spesifikasi Respon Transient, adalah spesifikasi respon sistem yang diamati mulai
saat terjadinya perubahan sinyal input/gangguan/beban sampai respon masuk dalam
keadaan steady state. Tolak ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas respon
transient ini antara lain; rise time, delay time, peak time, settling time, dan
%overshoot.
 Spesifikasi Respon Steady State, adalah spesifikasi respon sistem yang diamati
mulai saat respon masuk dalam keadaan steady state sampai waktu tak terbatas (dalam
praktek waktu pengamatan dilakukan saat TS t 5TS). Tolok ukur yang digunakan
untuk mengukur kualitas respon steady state ini antara lain; %eror steady state baik
untuk eror posisi, eror kecepatan maupun eror percepatan

b. Karakteristik Respon Frekuensi (Frequency Respons)


karakter resppon frekuensi adalah karakteristik respon yang spesifikasi performansinya
didasarkan pengamatan magnitude dan sudut fase dari penguatan/gain (output/input) sistem
untuk masukan sinyal sinus (A sin t). Tolak ukur yang digunakan untuk mengukur kualitas
respon frekuensi ini antara lain;

 Frequency Gain Cross Over,


 Frequency Phase Cross Over,
 Frequency Cut-Off (filter),
 Frequency Band-Width (filter),

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
 Gain Margin,
 Phase Margin,
 Slew-Rate Gain dan lain-lain.

c. Karakteristik Respon Waktu Sistem Orde I dan Sistem Orde II


Respon output sistem orde I dan orde II, untuk masukan fungsi Impulsa, step, ramp dan
kuadratik memiliki bentuk yang khas sehingga mudah
diukur kualitas responnya (menggunakan tolok ukur yang ada). Pada sistem orde tinggi
umumnya memiliki bentuk respon yang kompleks atau tidak memiliki bentuk respon yang
khas, sehingga ukuran kualitas sulit ditentukan. Meskipun demikian, untuk sistem orde tinggi
yang ada dalam praktek (sistem yang ada di industri), umumnya memiliki respon menyerupai
atau dapat didekati dengan respon orde I dan II. Untuk sistem yang demikian
dapatlah dipandang sebagai sistem orde I atau II, sehingga ukuran kualitas sistem dapat
diukur dengan tolok ukur yang ada.

d. Karakteristik Respon Impulsa (Impuls Respon)


Adalah karakteristik sistem yang didapatkan dari spesifikasi respon output terhadap masukan
impulsa.

Respon Impulsa sistem orde I


Suatu sistem orde I, dapat digambarkan sebagai berikut :

sistem orde 1

Tabel penurunan nilai fungsi eksponensial

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
Respon Impulsa sistem orde II
Suatu sistem orde II, dapat digambarkan sebagai berikut:

Respon Impulsa sistem orde 2

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
TEORI TAMBAHAN

Karakteristik Respon Step (Step Respon)


Adalah karakteristik sistem yang didapatkan dari spesifikasi respon output terhadap masukan
Step.

Respon Step Sistem Orde I


Suatu sistem orde I, dapat digambarkan sebagai berikut:

respon step sistem orde 1

Spesifikasi Respon Step Sistem Orde I


Spesifikasi respon step sistem orde I dapat dinyatakan dalam dua macam spesifikasi yaitu:
spesifikasi respon transient dan spesifikasi respon steady state yang di ukur melalui posisi
pada keadaan tunak (steady state. Secara umum respon step sistem orde I dapat di
gambarkan sebagai berikut:

Spesifikasi Respon Step Sistem Orde 1

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
Spesifikasi Respon Transient Sistem Orde I
Terdapat beberapa macam ukuran kualitas respon transient yang lazim digunakan,a.l.:
Time Constan (t) :
Ukuran waktu yang menyatakan kecepatan respon, yang di ukur mulai t = 0 s/d respon
mencapai 63,2% (e-1×100%) dari respon steady state.
Rise Time (TR) :
Ukuran waktu yang menyatakan keberadaan suatu respon, yang di ukur mulai respon 5%
s/d 95% dari respon steady state (dapat pula 10% s/d 90%).
Settling Time (TS):
Ukuran waktu yang menyatakan respon telah masuk 5% atau 2% atau 0,5% dari respon
steady state.
Delay Time (TD) :
Ukuran waktu yang menyatakan faktor keterlambatan respon output terhadap input, di
ukur mulai t = 0 s/d respon mencapai 50% dari respon steady state.

Spesifikasi Respon Steady State Sistem Orde I


Spesifikasi respon steady state di ukur melalui %eror posisi pada keadaan tunak

Respon Step Sistem Orde II

Respon Step Sistem Orde 2

Respon Step Sistem Orde 2 (2)

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
Respon Step Sistem Orde II Over-Damped (x>1)
Dengan menggunakan teknik pecahan partial serta inversi transformasi Laplace, y(t) dapat
dituliskan sebagai :
Dengan demikian y(t) dapat digambarkan seperti gambar berikut:

Respon Step Sistem Orde 2 over damped

Kesimpulan

 Tampak bahwa respon sistem menyerupai respon sistem orde satu, oleh karena itu
spesifikasi respon sistem yang digunakan adalah spesifikasi respon sistem orde satu.
 Sistem orde dua dengan koefisien redaman > 1, dapat didekati dengan model orde I,
dengan gain over-all K sama dengan sistem semula dan time constant * adalah waktu
yang dicapai respon pada 63,2% dari
keadaan didekati dengan respon sistem orde I, model sistem dapat direduksi
menjadi model orde I.steady state. Model pendekatan tersebut disebut sebagai Model
Reduksi.
 Pengembangan dari pengertian di atas, tiap sistem orde
tinggi yang memiliki respon menyerupai atau dapat

Respon Step Sistem Orde II Critically-Damped (x=1)


Dengan menggunakan teknik pecahan partial serta inversi transformasi Laplace, y(t)
dapat dituliskan sebagai:

Respon Step Sistem Orde II Critically-Damped

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
Kesimpulan,
Tampak bahwa respon sistem menyerupai respon sistem
orde satu, oleh karena itu sama seperti kesimpulan sebelumnya, sistem orde dua dengan
koefesien redaman= 1, dapat didekati dengan model reduksi orde I, seperti berikut :

model reduksi orde 1

Respon Step Sistem Orde II Under-Damped (x<1)


Dengan menggunakan teknik pecahan partial serta inversi
transformasi Laplace, y(t) dapat dituliskan dan digambarkan sebagai berikut :

Respon Step Sistem Orde 2 Under-Damped

Spesifikasi Respon Step Sistem Orde II


Seperti juga pada sistem orde I, spesifikasi respon step sistem orde II dapat dinyatakan dalam
dua macam spesifikasi yaitu: spesifikasi respon transient dan spesifikasi respon steady state.
Secara umum respon step sistem orde II dapat di gambarkan sebagai berikut:

Spesifikasi Respon Step Sistem Orde 2

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
Spesifikasi Respon Transient Sistem Orde II
Terdapat beberapa macam ukuran kualitas respon transient yang lazim digunakan,a.l.:
Time Constan (t) :
Ukuran waktu yang di ukur melalui respon fungsi selubung yaitu mulai t = 0 s/d respon
mencapai 63,2% (e1x100%) dari respon steady state. t =1/XW N
Rise Time (TR) :
Ukuran waktu yang di ukur mulai respon mulai t= 0 s/d respon memotong sumbu steady
state yang pertama.
Settling Time (TS):
Ukuran waktu yang menyatakan respon telah masuk 5% atau 2% atau 0,5% dari respon
steady state
Delay Time (TD) :
Ukuran waktu yang menyatakan faktor keterlambatan respon output terhadap input, di
ukur mulai t = 0 s/d respon mencapai 50% dari respon steady state.
Overshoot (MP) :
Nilai relatif yang menyatakan perbandingan harga maksimum respon yang melampaui
harga steady state dibanding dengan nilai steady state.
Time Peak (TP) :
Ukuran waktu diukur mulai t = 0 s/d respon mencapai puncak yang pertama kali (paling
besar).

Spesifikasi Respon Steady State Sistem Orde II Seperti juga pada sistem orde I, pada sistem
orde II spesifikasi respon steady state di ukur melalui %eror posisi pada keadaan tunak :

Spesifikasi Respon Steady State Sistem Orde II

3. Respon Steady State (mantap)


Saat sistem mencapai kondisi stabilnya, sinyal respon akan berhenti pada nilai dikisaran
input/target dimana selisih nilai akhir dengan target disebut steady state error. Besaran
error ini akan menjadi input buat subsistem selanjutnya. Besarnya kondisi steady state error
dinyatakan dengan koefisien error yang ditentukan oleh type dan input sistem. Tipe sistem
digunakan untuk memberikan ciri karakteristik sistem terhadap jumlah akar persamaan
karakteristik pada titik 0 pada bidang kompleks.

1. Tipe sistem 0, jika akar persamaan karakteristik bernilai 0 tidak ada (tidak terdapat s=0
dari akar persamaan karakteristik) dan persamaan sistemnya:

G‘ (s) = K (s + z1)(s + z 2)...

(s + p1)(s + p2)(s + p3)…

2. Tipe sistem 1, jika akar persamaan karakteristik bernilai 0 ada 1 atau ada satu akar
persamaan karakteristik s=0 dan persamaan sistemnya:

G‘ (s) = K ( s + z1)(s + z 2)...

s(s + p1)(s + p2)(s + p3)…

3. Type sistem n, jika akar persamaan karakteristik bernilai 0 ada n atau ada n akar
persamaan karakteristik s=0 dan persamaan sistemnya:

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
G‘ (s) = K (s + z1)(s + z 2)...

sn (s + p1)(s + p2)(s + p3)…

ket: n=type sistem (0,1,2,3,…) bilangan bulat G’(s)=G(s)H(s) , untuk loop tertutup. Koefisien
steady state error dapat dibagi atas:

1. Kp, Koefisien error posisi (static error) terhadap input unit step

2. Kv, Koefisien error kecepatan (velocity error) terhadap input ramp

3. Ka, Koefisien error percepatan (acceleration error) terhadap input parabolic

respon steady state

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
TEORI TAMBAHAN

Kontroler PID (dari singkatan bahasa Inggris: Proportional–Integral–Derivative controller)


merupakan kontroler mekanisme umpan balik yang biasanya dipakai pada sistem kontrol
industri. Sebuah kontroler PID secara kontinyu menghitung nilai kesalahan sebagai beda
antara setpoint yang diinginkan dan variabel proses terukur. Kontroler mencoba untuk
meminimalkan nilai kesalahan setiap waktu dengan penyetelan variabel kontrol, seperti posisi
keran kontrol, damper, atau daya pada elemen pemanas, ke nilai baru yang ditentukan oleh
jumlahan:

dengan Kp, Ki , and Kd semuanya positif, menandakan koefisien untuk term proporsional,
integral, dan derivatif, secara berurutan (atau P, I, dan D). Pada model ini,

 P bertanggung jawab untuk nilai kesalahan saat ini. Contohnya, jika nilai kesalahan
besar dan positif, maka keluaran kontrol juga besar dan positif.
 I bertanggung jawab untuk nilai kesalahan sebelumnya. Contoh, jika keluaran saat ini
kurang besar, maka kesalahan akan terakumulasi terus menerus, dan kontroler akan
merespon dengan keluaran lebih tinggi.
 D bertanggung jawab untuk kemungkinan nilai kesalahan mendatang, berdasarkan
pada rate perubahan tiap waktu.

Karena kontroler PID hanya mengandalkan variabel proses terukur, bukan pengetahuan
mengenai prosesnya, maka dapat secara luas digunakan.[2] Dengan penyesuaian (tuning)
ketiga parameter model, kontroler PID dapat memenuhi kebutuhan proses. Respon kontroler
dapat dijelaskan dengan bagaimana responnya terhadap kesalahan, besarnya overshoot dari
setpoint, dan derajat osilasi sistem. penggunaan algoritme PID tidak menjamin kontrol
optimum sistem atau bahkan kestabilannya.

Beberapa aplikasi mungkin hanya menggunakan satu atau dua term untuk memberikan
kontrol sistem yang sesuai. Hal ini dapat dicapai dengan mengontrol parameter yang lain
menjadi nol. Kontroler PID dapat menjadi kontroler PI, PD, P atau I tergantung aksi apa yang
digunakan. Kontroler PI biasanya adalah kontroler paling umum. Untuk sistem waktu diskrit,
sering digunakan PSD atau proportional-summation-difference.

Skema kontrol PID dinamai dari ketiga term pengendalinya, yang kemudian dijumlahkan
menjadi variabel manipulasi. Term proporsional, integral, dan derivatif dijumlahkan untuk
menghitung keluaran kontroler PID. Dengan mendefinisikan U(t) sebagai keluaran kontroler,
bentuk akhir dari algoritme PID adalah:

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280

Term Proporsional

Term proporsional akan menghasilkan nilai keluaran yang berbanding lurus dengan nilai
kesalahan. Responnya dapat diatur dengan mengalikan kesalahan (error) dengan konstanta Kp,
disebut konstanta gain proporsional atau gain kontroler.

Term proporsional dirumuskan:

Gain yang besar menghasilkan perubahan yang besar pada keluaran untuk suatu nilai
kesalahan tertentu. Namun, jika gain terlalu besar, sistem akan membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk mencapai kondisi steady-state (lihat bagian loop tuning). Sebaliknya, gain
yang bernilai kecil maka respon keluaran juga kecil, sehingga kontroler menjadi kurang
responsif/sensitif, hal ini akan mengakibatkan respon kontroler akan lebih lambat jika
mendapatkan gangguan.

Term integral

Peranan dari term integral berbanding lurus dengan besar dan lamanya error. Integral dalam
kontroler PID adalah jumlahan error setiap waktu dan mengakumulasi offset yang
sebelumnya telah dikoreksi. Error terakumulasi dikalikan dengan gain integral (K) dan
menjadi keluaran kontroler.

Term integral dirumuskan dengan:

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
Term integral mempercepat perpindahan proses menuju setpoint dan menghilangkan steady-
state error yang muncul pada kontroler proporsional. Namun, karena integral merespon
terhadap error terakumulasi dari sebelumnya, maka dapat menyebabkan overshoot.

Term derivative

Turunan error pada proses dihitung dengan menentukan kemiringan error setiap waktu dan
mengalikan perubahan tiap waktu dengan gain derivatif Kd.

Term derivatif dirumuskan dengan:

Aksi derivatif memprediksi perilaku sistem dan kemudian memperbaiki waktu tinggal dan
stabilitas system. Aksi derivatif jarang digunakan pada industri - diperkirakan hanya 25%
kontroler karena akibatnya pada stabilitas sistem pada aplikasi dunia nyata.

Tunning nilai Kp, Ki dan Kd

Ada beberapa cara untuk menentukan nilai Kp, Ki, Kd. Salah satunya adalah dengan cara
tunning nilainya satu persatu. dimulai dengan nilai Kp (Gain proporsional) terlebih dahulu,
hal ini dikarenakan kita perlu mencari respon sistem yang paling cepat dengan cara
meminimalkan nilai rise time, jangan memberikan nilai Kp terlalu besar atau terlalu kecil.
Setelah respon dirasa cukup tepat hal selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan nilai pada Kd (Gain Derivatif), hal ini bertujuan untuk mengecilkan nilai
amplitudo sehingga osilasi dapat diredam atau bahkan dihilangkan. Kemudian proses terakhir
pada tunning nilai Gain adalah dengan mencari nilai Ki (Gain Integral), tunning Ki
diperlukan jika kondisi sistem memiliki steady state error, yakni terjadi selisih antara nilai set
point dengan nilai sistem saat mencapai kondisi steady state.

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
TEORI TAMBAHAN

PID (Proportional-Integral-Derivative) Controller

Intrumentasi dan control industri tentu tidak lepas dari sistem instrumentasi sebagai
pengontrol yang digunakan dalam keperluan pabrik. Sistem kontrol pada pabrik tidak lagi
manual seperti dahulu, tetapi saat sekarang ini telah dibantu dengan perangkat kontroler
sehingga dalam proses produksinya suatu pabrik bisa lebih efisien dan efektif. Kontroler juga
berfungsi untuk memastikan bahwa setiap proses produksi terjadi dengan baik.

PID (Proportional–Integral–Derivative controller) merupakan kontroler untuk menentukan


presisi suatu sistem instrumentasi dengan karakteristik adanya umpan balik pada sistem
tesebut. Pengontrol PID adalah pengontrol konvensional yang banyak dipakai dalam dunia
industri. Pengontrol PID akan memberikan aksi kepada Control Valve berdasarkan besar error
yang diperoleh. Control valve akan menjadi aktuator yang mengatur aliran fluida dalam
proses industri yang terjadi Level air yang diinginkan disebut dengan Set Point. Error adalah
perbedaan dari Set Point dengan level air aktual.

PID Blok Diagram dapat dilihat pada gambar dibawah :

Adapun persamaan Pengontrol PID adalah :

Keterangan :

mv(t) = output dari pengontrol PID atau Manipulated Variable

Kp = konstanta Proporsional

Ti = konstanta Integral

Td = konstanta Detivatif

e(t) = error (selisih antara set point dengan level aktual)


Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran
STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
Persamaan Pengontrol PID diatas dapat juga dituliskan sebagai berikut :

dengan :

Untuk lebih memaksimalkan kerja pengontrol diperlukan nilai batas minimum dan maksimum
yang akan membatasi nilai Manipulated Variable yang dihasilkan.

Komponen kontrol PID ini terdiri dari tiga jenis yaitu Proportional, Integratif dan Derivatif.
Ketiganya dapat dipakai bersamaan maupun sendiri-sendiri tergantung dari respon yang kita
inginkan terhadap suatu plant.

1. Kontrol Proporsional

Kontrol P jika G(s) = kp, dengan k adalah konstanta.


Jika u = G(s) • e maka u = Kp • e dengan Kp adalah Konstanta Proporsional. Kp berlaku
sebagai Gain (penguat) saja tanpa memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroler.
Penggunaan kontrol P memiliki berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang tidak dinamik
ini. Walaupun demikian dalam aplikasi-aplikasi dasar yang sederhana kontrol P ini cukup
mampu untuk memperbaiki respon transien khususnya rise time dan settling time. Pengontrol
proporsional memiliki keluaran yang sebanding/proporsional dengan besarnya sinyal
kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya).

Ciri-ciri pengontrol proporsional :

1. Jika nilai Kp kecil, pengontrol proporsional hanya mampu melakukan koreksi


kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat
(menambah rise time).
2. Jika nilai Kp dinaikkan, respon/tanggapan sistem akan semakin cepat mencapai
keadaan mantapnya (mengurangi rise time).
3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan
mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil atau respon sistem akan berosilasi.
4. Nilai Kp dapat diset sedemikian sehingga mengurangi steady state error, tetapi tidak
menghilangkannya.

2.Kontrol Integratif

Pengontrol Integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki kesalahan keadaan
mantap nol (Error Steady State = 0 ). Jika sebuah pengontrol tidak memiliki unsur integrator,
pengontrol proporsional tidak mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan
mantapnya nol.

Jika G(s) adalah kontrol I maka u dapat dinyatakan sebagai u(t)=[integral e(t)dT]Ki dengan
Ki adalah konstanta Integral, dan dari persamaan di atas, G(s) dapat dinyatakan sebagai

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
u=Kd.[delta e/delta t]
Jika e(T) mendekati konstan (bukan nol) maka u(t) akan menjadi sangat besar sehingga
diharapkan dapat memperbaiki error. Jika e(T) mendekati nol maka efek kontrol I ini semakin
kecil. Kontrol I dapat memperbaiki sekaligus menghilangkan respon steady-state, namun
pemilihan Ki yang tidak tepat dapat menyebabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat
menyebabkan ketidakstabilan sistem. Pemilihan Ki yang sangat tinggi justru dapat
menyebabkan output berosilasi karena menambah orde system

Keluaran pengontrol ini merupakan hasil penjumlahan yang terus menerus dari perubahan
masukannya. Jika sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, maka keluaran akan menjaga
keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Sinyal keluaran pengontrol integral
merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva kesalahan / error.

Ciri-ciri pengontrol integral :

1. Keluaran pengontrol integral membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga


pengontrol integral cenderung memperlambat respon.
2. Ketika sinyal kesalahan berharga nil, keluaran pengontrol akan bertahan pada nilai
sebelumnya.
3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau
penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki.
4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi
semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal
keluaran pengontrol.

3.Kontrol Derivatif

Keluaran pengontrol diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif.
Perubahan yang mendadak pada masukan pengontrol akan mengakibatkan perubahan yang
sangat besar dan cepat. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran pengontrol
juga tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan
menaik (berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal
masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi
step yang besar magnitudenya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan
factor konstanta Kd.

Sinyal kontrol u yang dihasilkan oleh kontrol D dapat dinyatakan sebagai G(s)=s.Kd Dari
persamaan di atas, nampak bahwa sifat dari kontrol D ini dalam konteks “kecepatan” atau rate
dari error. Dengan sifat ini ia dapat digunakan untuk memperbaiki respon transien dengan
memprediksi error yang akan terjadi. Kontrol Derivative hanya berubah saat ada perubahan
error sehingga saat error statis kontrol ini tidak akan bereaksi, hal ini pula yang menyebabkan
kontroler Derivative tidak dapat dipakai sendiri

Ciri-ciri pengontrol derivatif :

1. Pengontrol tidak dapat menghasilkan keluaran jika tidak ada perubahan pada
masukannya (berupa perubahan sinyal kesalahan)
2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan
pengontrol tergantung pada nilai Kd dan laju perubahan sinyal kesalahan.
3. Pengontrol diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga
pengontrol ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit
kesalahan menjadi sangat besar. Jadi pengontrol diferensial dapat mengantisipasi

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif dan cenderung
meningkatkan stabilitas sistem.
4. Dengan meningkatkan nilai Kd, dapat meningkatkan stabilitas sistem dan mengurangi
overshoot.

Berdasarkan karakteristik pengontrol ini, pengontrol diferensial umumnya dipakai untuk


mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak memperkecil kesalahan pada keadaan
tunaknya. Kerja pengontrol diferensial hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada
periode peralihan. Oleh sebab itu pengontrol diferensial tidak pernah digunakan tanpa ada
kontroler lainnya.

Efek dari setiap pengontrol Proporsional, Integral dan Derivatif pada sistem lup tertutup
disimpulkan pada table berikut ini :

Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pengontrol P, I dan D dapat saling
menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi pengontrol proporsional
plus integral plus diferensial (pengontrol PID). Elemen-elemen pengontrol P, I dan D masing-
masing secara keseluruhan bertujuan :

1. mempercepat reaksi sebuah sistem mencapai set point-nya


2. menghilangkan offset
3. menghasilkan perubahan awal yang besar dan mengurangi overshoot.

Kita coba ambil contoh dari pengukuran temperatur, setelah terjadinya pengukuran dan
pengukuran kesalahan maka kontroler akan memustuskan seberapa banyak posisi tap akan
bergeser atau berubah. Ketika kontroler membiarkan valve dalam keadaan terbuka, dan bisa
saja kontroler membuka sebagian dari valve jika hanya dibutuhkan air yang hangat, akan
tetapi jika yang dibutuhkan adalah air panas, maka valve akan terbuka secara penuh. Ini
adalah contoh dari proportional control. Dan jika ternyata dalam prosesnya air panas yang
diharapkan ada datangnya kurang cepat maka controler bisa mempercepat proses pengiriman
air panas dengan membuka valve lebih besar atau menguatkan pompa, inilah yang disebut
dengan intergral kontrol.

Karakteristik pengontrol PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga parameter
P, I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ki dan Kd akan mengakibatkan penonjolan sifat dari
masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat disetel lebih
menonjol disbanding yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan kontribusi
pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan.

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
Adapun beberapa grafik dapat menunjukkan bagaimana respon dari sitem terhadap perubahan
Kp, Ki dan Kd sebagai berikut :

PID Controler adalah controler yang penting yang sering digunakan dalam industri. Sistem
pengendalian menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dalam proses kehidupan ini
khususnya dalam bidang rekayasa industri, karena dengan bantuan sistem pengendalian maka
hasil yang diinginkan dapat terwujud. Sistem pengendalian dibutuhkan untuk memperbaiki
tanggapan sistem dinamik agar didapat sinyal keluaran seperti yang diinginkan. Sistem
kendali yang baik mempunyai tanggapan yang baik terhadap sinyal masukan yang beragam.

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
TEORI TAMBAHAN

Klasifikasi Sistem Kontrol/Kendali

Secara umum, sistem kontrol dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Sistem Kontrol Manual dan Otomatik


2. Sistem Lingkar Terbuka (Open Loop) dan Lingkar Tertutup (Closed Loop)
3. Sistem Kontrol Kontiniu dan Diskrit
4. Menurut sumber penggerak: Elektrik, Mekanik, Pneumatik, dan Hidraulik

Sistem Kontrol Manual adalah pengontrolan yang dilakukan oleh manusia yang bertindak
sebagai operator, sedangkan Sistem Kontrol Otomatik adalah pengontrolan yang dilakukan
oleh peralatan yang bekerja secara otomatis dan operasinya dibawah pengawasan manusia.
Sistem Kontrol Manual banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari seperti pada
pengaturan suara radio, televisi, cahaya layer televisi, pengaturan aliran air melalui keran,
pengendalian kecepatan kendaraan, dan lain-lain. Sedangkan Sistem Kontrol Otomatik
banyak ditemui dalam proses industri (baik industri proses kimia dan proses otomotif),
pengendalian pesawat, pembangkit tenaga listrik dan lain-lain.

Sistem Kontrol Lingkar Terbuka (Open Loop) adalah sistem pengontrolan di mana besaran
keluaran tidak memberikan efek terhadap besaran masukan, sehingga variable yang dikontrol
tidak dapat dibandingkan terhadap harga yang diinginkan. Sedangkan Sistem Kontrol Lingkar
Tertutup (Closed Loop) adalah sistem pengontrolan dimana besaran keluaran memberikan
efek terhadap besaran masukan, sehingga besaran yang dikontrol dapat dibandingkan terhadap
harga yang diinginkan. Selanjutnya, perbedaan harga yang terjadi antara besaran yang
dikontrol dengan harga yang diinginkan digunakan sebagai koreksi yang merupakan sasaran
pengontrolan.

1. Sistem Kendali Terbuka (Open Loop)


2. Sistem Kendali Tertutup (Close Loop)

1.SISTEM KENDALI TERBUKA (OPEN LOOP)

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa sistem kontrol loop terbuka adalah suatu sistem
yang keluarannya tidak mempunyai pengaruh terhadap aksi kontrol. Artinya, sistem kontrol
terbuka keluarannya tidak dapat digunakan sebagai umpan balik dalam masukkan.

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280

Gambar 3. Sistem Kontrol Loop Terbuka

Dalam suatu sistem kontrol terbuka, keluaran tidak dapat dibandingkan dengan masukan
acuan. Jadi, untuk setiap masukan acuan berhubungan dengan operasi tertentu, sebagai akibat
ketetapan dari sistem tergantung kalibrasi. Dengan adanya gangguan, sistem control terbuka
tidak dapat melaksanakan tugas yang sesuai diharapkan. Sistem kontrol terbuka dapat
digunakan hanya jika hubungan antara masukan dan keluaran diketahui dan tidak terdapat
gangguan internal maupun eksternal.

Ciri – Ciri Sistem Kontrol Loop Terbuka :

1. Sederhana
2. Harganya murah
3. Dapat dipercaya
4. Kurang akurat karena tidak terdapat koreksi terhadap kesalahan
5. Berbasis waktu

Contoh Aplikasi Sistem Loop Terbuka :

1. Pengontrol lalu lintas berbasis waktu


2. Mesin cuci
3. Oven listrik

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
4. Tangga berjalan
5. Rolling detector pada bandara

2.SISTEM KONTROL TERTUTUP (CLOSE LOOP)

Sistem Kontrol loop tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal keluarannya mempunyai
pengaruh langsung pada aksi pengontrolan. Sistem kontrol loop tetrtutup juga merupakan
sistem control berumpan balik. Sinyal kesalahan penggerak, yang merupakan selisih antara
sinyal masukan dan sinyal umpan balik (yang dapat berupa sinyal keluaran atau suatu fungsi
sinyal keluaran atau turunannya). Diumpankan ke kontroler untuk memperkecil kesalahan dan
membuat agar keluaran sistem mendekati harga yang diinginkan. Dengan kata lain, istilah
“loop tertutup” berarti menggunakan aksi umpan balik untuk memperkecil kesalahan sistem.

Gambar 4. Sistem Loop Tertutup

Gambar diatas menunjukan hubungan masukan dan keluaran dari sistem kontrol loop tertutup.
Jika dalam hal ini manusia bekerja sebagai operator, maka manusia ini akan menjaga sistem
agar tetap pada keadaan yang diinginkan, ketika terjadi perubahan pada sistem maka manusia

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN
Wahid Safri Samsudin
2016-11-280
akan melakukan langkah-langkah awal pengaturan sehingga sistem kembali bekerja pada
keadaan yang diinginkan.

Berikut ini adalah komponen pada sistem kendali tertutup:

1. Input (masukan), merupakan rangsangan yang diberikan pada sistem kontrol,


merupakan harga yang diinginkan bagi variabel yang dikontrol selama pengontrolan.
Harga ini tidak tergantung pada keluaran sistem
2. Output (keluaran,respons), merupakan tanggapan pada sistem kontrol, merupakan
harga yang akan dipertahankan bagi variabel yang dikontrol, dan merupakan harga
yang ditunjukan oleh alat pencatat
3. Beban/Plant, merupakan sistem fisis yang akan dikontrol (misalnya mekanis, elektris,
hidraulik ataupun pneumatic) .
4. Alat kontrol/controller, merupakan peralatan/ rangkaian untuk mengontrol beban
(sistem). Alat ini bisa digabung dengan penguat
5. Elemen Umpan Balik, menunjukan/mengembalikan hasil pencatan ke detector
sehingga bisa dibandingkan terhadap harga yang diinginkan (di stel)
6. Error Detector (alat deteksi kesalahan), merupakan alat pendeteksi kesalahan yang
menunjukan selisih antara input (masukan) dan respons melalui umpan balik
(feedback path)
7. Gangguan merupakan sinyal-sinyal tambahan yang tidak diinginkan. Gangguan ini
cenderung mengakibatkan harga keluaran berbeda dengan harga masukanya,
gangguan ini biasanya disebabkan oleh perubahan beban sistem, misalnya adanya
perubahan kondisi lingkungan, getaran ataupun yang lain.

Contoh aplikasi sistem kendali tertutup:

1. Servomekanisme
2. Sistem pengontrol proses
3. Lemari Es
4. Pemanas Air Otomatik
5. Kendali Termostatik
6. AC

Laboratorium Sistem Kontrol dan Pengukuran


STT – PLN

Anda mungkin juga menyukai