Anda di halaman 1dari 18

UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT AKIBAT KERJA DALAM

KEPERAWATAN

DOSEN PEMBIMBING
Dr. Tutiany, S. Kp., M.Kes

Disusun Oleh Tingkat 1:


Angelica Lolita Al Viena (P17120119003)
Della Aprilia (P17120119008)
Elda Alfiyani (P17120119013)
Haura Nida Zakkiyah (P17120119018)
Laila Rahmadani (P17120119023)
Nadhira Aprilia (P17120119028)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


DAN PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA I
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA 2020
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr.wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.tanpa pertolongan-Nya kita
semua tidak mungkin dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Pada
kesempatan kali ini kami membahas makalah yang berjudul “Upaya Pencegahan
Penyakit Akibat Kerja dalam Keperawatan”. Dalam menyelesaikan karya tulis ini
kami mengalami beberapa kesulitan. Namun dengan usaha dan kerja keras kami
dalam mengerjakan, akhirnya kami dapat menyajikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna, maka kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah yang kami buat.

Kelompok kami berharap makalah ini dapat bermanfaat serta dapat


memberikan pemahaman dalam memahami konsep kebutuhan dicintai mencintai.

Jakarta, 17 Februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan dan lingkungan kerja. Faktor risiko PAK antara lain: Golongan
fisik, kimiawi, biologis atau psikososial di tempat kerja. Faktor tersebut di
dalam lingkungan kerja merupakan penyebab yang pokok dan menentukan
terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain seperti kerentanan individual
juga berperan dalam perkembangan penyakit di antara pekerja yang
terpajan. (Ogasawara H, 2008)
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor: 10 tahun 2016 tentang
Tata Cara Pemberian Program Kembali Kerja serta Kegiatan serta
Promotif dan Kegiatan Preventif Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat
kerja menyebutkan Kecelakaan Kerja adalah kecelakaan yang terjadi
dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan
dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang
disebabkan oleh lingkungan kerja. Kemudian yang dimaksud dengan
penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan
atau lingkungan kerja.
Penyakit akibat kerja dapat menyerang semua tenaga kerja di
rumah sakit, baik tenaga medis maupun non medis akibat pajanan biologi,
kimia dan fisik di dalam lingkungan kerja rumah sakit itu sendiri. Rumah
sakit merupakan tempat berkumpulnya orang-orang sakit maupun sehat,
atau anggota masyarakat baik petugas maupun pengunjung, pasien yang
mendapat perawatan di rumah sakit dengan berbagai macam penyakit
menular. Hal tersebut membuat rumah sakit merupakan tempat kerja yang
memiliki resiko terhadap gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja bagi
petugas. Berbagai macam penyakit yang ada di lingkungan rumah sakit
memungkinkan rumah sakit menjadi tempat penularan penyakit infeksi
baik bagi pasien, tenaga kerja maupun pengunjung.
Ditinjau dari Undang-Undang, bahwa ketentuan dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit perlu disesuaikan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
perkembangan hukum.Petugas di lingkungan rumah sakit sangat beresiko
dengan kontak langsung terhadap agent penyakit menular melalui darah,
sputum, jarum suntuk dan lain-lain. UU No. 14 Tahun 1969 Tentang
Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja pada Pasal (9) menyatakan
bahwa Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan,
kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril. Karena petugas rumah sakit
baik medis ataupun non medis tidak luput dari pajanan berbagai aspek baik
biologi, kimia, dan fisik dalam lingkungan rumah sakit maka diperlukan
adanya upaya mitigasi resiko ataupun pencegahan terhadap resiko-resiko
yang mungkin timbul akibat pekerjaan yang dijalankan.
Maka dari itu, seorang tenaga kesehatan perlu mengetahui
penularan apa saja yang akan terjadi terhadap dirinya, untuk
mengantisipasi atau mencegah akan hal terjadinya penularan seorang
tenaga kesehatan perlu melakukan pencucian tangan, memakai APD.
Berdasarkan permasalahan diatas, penulis sangat tertarik untuk membahas
penyakit akibat kerja dalam keperawatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja penyakit kerja pada perawat: penyakit menular dan tidak
menular?
2. Apa saja penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja pada perawat?
3. Bagaimana upaya pencegahan penyakit akibat kerja dalam
keperawatan?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan apa saja penyakit kerja pada perawat:
penyakit menular dan tidak menular.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan apa saja penyakit atau cedera akibat
kecelakaan kerja pada perawat
3. Mahasiswa mampu mempragakan upaya pencegahan penyakit akibat
kerja dalam keperawatan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyakit akibat kerja pada perawat: penyakit menular dan Tidak


Menular.

PMK nomor : 56 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit


Akibat Kerja, yang dimaksud penyakit akibat kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja termasuk penyakit terkait
kerja, penyakit terkait kerja adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen
penyebab dengan faktor pekerjaan dan atau lingkungan kerja memegang peranan
bersama dengan faktor risiko lainnya.(Effendy, 1998)

Adapun penyebab Penyakit Akibat Kerja dapat dibagi menjadi 5 (lima) golongan
menurut (Effendy, 1998) yaitu:

1) Golongan fisika: Suhu eksrem, bising, pencahayaan, vibrasi, radiasi


pengion dan non pengion dan tekanan udara
2) Golongan Kimia: Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, uap logam,
gas, larutan, kabut, partikel nano dan lain-lain
3) Golongan Biologi: Bakteri, virus, jamur, bioaerosol dan lain-lain
4) Golongan Ergonomi: Angkat angkut berat, posisi kerja janggal, posisi
kerja statis, gerak repetitif, penerangan Visual Display Terminal (VDT)
dan lain-lain
5) Golongan psikososial: Beban kerja kualitatif dan kuantitatif, organisasi
kerja, kerja monoton, hubungan interpersonal, kerja shift, lokasi kerja dan
lain-lain.

Setiap hari perawat kontak langsung dengan pasien dalam waktu cukup lama
(6-8 jam/hari), sehingga selalu terpajan mikroorganisme pathogen. Dapat menjadi
pembawa infeksi dari satu pasien ke pasien lain, atau ke perawat lainnya. Harus
sangat berhati-hati (bersama apoteker) bila menyiapkan dan memberikan
obat-obatan antineeoplastik pada pasien kanker. Selalu mencuci tangan sebelum
dan setelah melayani pasien, melepas masker dan kap (topi perawat) bila
memasuki ruangan istirahat atau ruangan makan bersama. Abortus spontan, lahir
premature dan lahir mati sering dialami perawat yang bertugas di ruang inap/
bangsal keperawatan. Bahaya utama di area kerja tenaga perawat adalah penyakit
menular, cedera otot dan tulang, gangguan tidur.(Christanti, 2017)

a) Penyakit Menular

Menurut (Perry, 2005) beberapa penyakit yang dapat menular ketika perawat
melakukan kontak dengan pasien :

1. INFEKSI NOSOKOMIAL

Diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas perawatan


kesehatan. Rumah sakit merupakan satu dari tempat yang paling mungkin
mendapat infeksi karena mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi
dengan jenis virulen yang mungkin resisten terhadap antibiotik. Unit Perawatan
Intensif (UPI) merupakan salah satu area dalam rumah sakit yang berisiko tinggi
terkena infeksi nosokomial. Sayangnya, kebanyakan infeksi nosokomial
ditularkan oleh pemberi pelayanan kesehatan.

Risiko Infeksi Nosokomial di UPI

Perawat yang bekerja di Unit Perawatan Intensif (UPI) terutama harus menyadari
praktik aseptik Klien berisiko terhadap infeksi karena alasan berikut:

 Klien UPI merupakan klien penyakit kritis dan seringkali memiliki lebih
banyak penyakit yang mendasari dibanding klien lain.
 Peralatan invasif seperti selang intravena dan intraarterial lebih banyak
digunakan di UPI.
 Prosedur invasif lebih banyak dilakukan di UPI daripada daerah perawatan
umum lainnya.
 Seringkali, prosedur pembedahan dilakukan dalam UPI bukan di ruang
operasi karena kondisi kritis klien.
 Penggunaan antibiotik berspektrum luas secara berlebihan, menimbulkan
mikroorganisme resisten yang nantinya mengakibatkan infeksi.
 Langkah cepat aktivitas di UPI seringkali dapat menyebabkan perawat dan
pemberi layanan kesehatan lain menjadi kurang rajin menggunakan teknik
aseptik.

Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak langsung dengan pasien,


jenis dan jumlah prosedur invasif, terapi yang diterima, dan lama perawatan
mempengaruhi risiko terinfeksi. Tempat utama untuk infeksi nosokomial
termasuk traktus urinarius, luka trauma bedah, traktus respiratorius, dan pembuluh
darah. Infeksi nosokomial meningkatkan biaya perawatan ke kesehatan secara
signifikan, lamanya masa rawat di institusi layanan kesehatan,meningkatnya
ketidakmampuan, peningkatan biaya antibodi dan masa penyembuhan yang
memanjang menambah pengeluaran klien, juga institusi layanan kesehatan dan
badan pemberi dana (mis. Medicare). Seringkali biaya untuk infeksi nosokomial
tidak diganti, oleh sebab itu, pencegahan memiliki pengaruh finansial yang
menguntungkan dan merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan
perawatan.(Perry, 2005)

Tempat dan Penyebab Infeksi Nosokomial


1) TRAKTUS URINARIUS
 Pemasangan kateter urine
 Sistem drainase terbuka
 Kateter dan selang tidak tersambung
 Kantong drainase menyentuh permukaan yang terkontaminasi
 Teknik penampungan yang tidak tepat
 Obstruksi atau gangguan pada drainase urine
 Urine dalam kateter atau selang drainase masuk kembali ke dalam
kandung kemih (refluks)
 Teknik mencuci tangan yang tidak tepat
 Mengirigasi ulang kateter dengan larutan
2) LUKA BEDAH ATAU TRAUMATIK
 Persiapan kulit (mencukur dan membersihkan) yang tidak tepat, sebelum
pembedahan
 Teknik mencuci tangan yang tidak tepat
 Tidak membersihkan permukaan kulit dengan tepat
 Tidak tepat menggunakan teknik aseptik selama ganti balutan
 Menggunakan larutan aseptik yang sudah terkontaminasi

3) TRAKTUS RESPIRATORIUS
 Peralatan terapi pernapasan yang terkontaminasi
 Tidak tepat menggunakan teknik aseptik saat pengisapan pada jalan napas
 Pembuangan sekresi mukosa dengan cara yang tidak tepat
 Teknik mencuci tangan yang tidak tepat

4) ALIRAN DARAH
 Kontaminasi cairan intravena melalui pergantian selang atau jarum
 Memasukkan obat tambahan ke cairan intravena
 Penambahan selang penyambung atau stopcocks pada sistem intravena
 Perawatan area tusukan yang tidak tepat
 Jarum atau kateter yang terkontaminasi
 Gagal untuk mengganti tempat akses intravena ketika tampak pertama
inflamasi
 Teknik yang tidak tepat selama pemberian bermacam produk darah
 Perawatan yang tidak tepat terhadap pirau peritoneal atau hemodialisis
 Teknik mencuci tangan yang tidak tepat

2. HIV (Human Immunodeficiency Virus)


AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome,
sebenarnya bukan suatu penyakit tetapi merupakan kumpulan gejala-gejala
penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai macam mikroorganisme serta
keganasan lain akibat menurunnya daya tahan kekebalan tubuh penderita HIV
menyerang dan merusak sel-sel limfosit T yang mempunyai peranan penting
dalam sistem kekebalan seluler. Dengan rusaknya sistem kekebalan, penderita
menjadi peka (rentan) terhadap infeksi, termasuk infeksi mikroorganisme
yang sebenarnya tidak berbahaya dalam keadaan normal opportunistic
infections). Infeksi HIV pada manusia mempunyai masa inkubasi yang lama
(5-10 tahun). Gejala penyakit yang ditimbulkan bervariasi, mulai dari tanpa
gejala sampai gejala beral yang dapat menyebabkan kematian Pengidap HIV
(camer) mampu menularkan virus seumur hidup dan hampir dapat dipastikan
suatu saat akan berkembang menjadi AIDS. Dalam waktu 5-7 tahun, 10 - 30
% dari seropositr HIV menjadi AIDS, 20-50% menjadi ARC (AIDS Related
Complex) di mana 90 % diantaranya akan mengalami penurunan sistem
kekebalan tubuh yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium.
(Irianto, 2014).
Resiko penularan HIV/AIDS terhadap tenaga kesehatan khususnya perawat
sangat besar. Tingginya resiko penularan HIV/AIDS terhadap perawat.
menyebabkan perasaan cemas dan segan dalam melakukan perawatan pada
pasien (Martono, 2009). Penelitian yang dilakukan Singru dan Benerjee
(2008) melaporkan bahwa 32,75% tenaga kesehatan terpapar HIV melalui
darah dan cairan tubuh pasien, dan prosentase terbesar (92,21%) adalah
perawat. Terpaparnya perawat oleh darah dan cairan tubuh pasien sebagian
besar melalui jarum suntik ketika perawat melakukan perawatan pada pasien.
Berdasarkan laporan UNAIDS tahun 2004, banyak petugas layanan
kesehatan menderita tekanan karena pekerjaan, perasaan cemas akan tertular
penyakit, perasaan tidak mampu memenuhi tuntutan kerja atau yang
diharapkan dari pekerjaan, sehingga mempengaruhi kesehatan mental dan
fisik perawat, yang pada akhirnya mempengaruhi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan (UNAIDS & WHO, 2006). (dalam jurnal
Keperawatan, 2009)
3. TBC (Tuberculosis)

TB adalah singkatan dari Tuberculosis, yaitu infeksi yang disebabkan oleh


bakteri. TB menyerang paru-paru dan dapat menginfeksi organ lain. TB dapat
ditularkan melalui udara, saat orang yang terjangkit TB, batuk atau
bersin.(Irianto, 2014).

4. Hepatitis

Hepatitis adalah suatu peradangan difus pada jaringan yang dapat


disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan
serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi,1999). Penularan hepaptitis bisa
melalui cairan darah, melalui mulut (berkontak dengan cairan urine dan
kotoran manusia). (Christanti, 2017).

b) Sakit otot dan tulang

Tindakan memindahkan pasien, membalikkan dan menepuk-nepuk


punggung pasien, latihan penyembuhan, dikarenakan sering mengeluarkan
tenaga berlebihan, gerakan yang tidak benar atau berulang-ulang, mudah
menyebabkan cedera di bagian otot dan tulang, apabila tenaga perawat
berusia agak tua, maka akan menambah resiko dan tingkat keseriusan cedera
di otot dan tulang.

c) Gangguan tidur

Tenaga perawat perlu waktu sepanjang malam atau waktu yang tidak
tentu untuk menjaga pasien, sehingga mudah mengalami kondisi tidur
pendek, tidur kurang lelap, kesulitan tidur.

B. Penyakit atau Cedera Akibat Kecelakaan Kerja Pada Perawat

Dalam pekerjaan sehari-hari petugas kesehatan selalu dihadapkan pada


bahaya-bahaya tertentu; misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik,
peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang
dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam:

1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar/


meledak (obat-obatan).

2. Bahaya beracun, korosif dan kaustik.

3. Bahaya radiasi

4. Luka bakar

5. Syok akibat aliran listrik

6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam

7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit

Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha


pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin
kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan
kesehatab kerja di rumah sakit/instansi kesehatan.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain.

Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah
kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains,
strains: 52%,contussion, crushing, bruising 11%; cuts, laceration, punctures:
10,8%; fractures: 5,6%; multiple injuries: 2,1%; thermal burns: 2%; scratches,
abrasions: 1,9%; infections: 1,3%; dermatitis: 1,2%; dan lain-lain: 12,4% (US
Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983)

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi


pada perawat (16,8%) dibandingkan pekerja industri lain. Di Australia,
diantara 813, perawat 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS,
insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun. Cedera punggung
menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 miliar per tahun.

Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS


belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak
keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehubungan dengan bahaya-bahaya
yang ada di RS. Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit
kronis yang diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia
(kebanyakan wanita). penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita),
dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan
pergeseran diskus intervertebrae.

Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita
petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit
infeksi dan parasit, saluran pernafasan. saluran cerna dan keluhan lain, seperti
sakit telinga sakit kepala, gangguan saluran kemih. Masalah kelahiran anak,
gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang
rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk
mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh
karena itu k3 di rumah sakit perlu dikelola dengan baik. Agar
penyelenggaraan K3 di rumah sakit lebih efektif efisien dan terpadu,
diperlukan sebuah pedoman manajemen di rumah sakit, haik bagr pengelola
maupun karyawan di rumah sakit

C. Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Perilaku hidup sehat dan kebiasaan makan yang baik serta melakukan olah raga
secara teratur, adalah resep tiada duanya bagi tubuh yang sehat, berikut ini adalah
saran pencegahan penularan penyakit menular, cedera otot dan tulang, gangguan
tidur.

1. Penularan penyakit menular


1) Rajin mencuci tangan
Dilakukan sebelum makan, setelah berkontak dengan pasien atau
melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan cairan kotoran, cairan
tubuh pasien, sebelum memakai sarung tangan, dan setelah melepas sarung
tangan. Cara mencuci tangan adalah dengan menggunakan air mengalir
dan sabun atau cairan pembersih kuman, cuci kedua tangan setidaknya
dalam waktu 15-20 detik.
2) Memakai sarung tangan
Pada waktu ada kemungkinan berkontak dengan cairan darah, cairan
tubuh, barang cairan dan kotoran, harus mengenakan sarung tangan anti air
yang terbuat dari bahan karet, ethylene resin, atau asafetida dan sejenisnya.
Pada waktu melepas sarung tangan, harus melalui pergelangan yang
ditarik keluar, kemudian sarung tangan dibalikkan keseluruhan, kemudian
dibuang, dan segera mencuci tangan. Perhatian: pemakaian sarung tangan
tidak dapat menggantikan pentingnya mencuci tangan.
3) Mengenakan masker mulut, masker mata atau masker muka
Pada saat menghadapi kemungkinan adanya cairan tubuh yang
beterbangan, seperti : pasien yang batuk atau bersin, harus mengenakan
masker mulut atau masker muka dan lain-lain sebagai alat pelindung.
Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai masker mulut :
(a) Masker mulut berbentuk datar walaupun memiliki hasil perlindungan,
tetapi karena kurang melengkung dan tidak menempel rapat di wajah,
hasilnya tidak sebanding dengan masker mulut berbentuk gelas.
(b) Masker mulut sebaiknya digunakan sekali pakai saja, apabila perlu
dipakai berulangkali, harus diperhatikan penyimpanan di tempat yang
bersih dan berudara lancar. Tetapi untuk kondisi berikut ini pemakaian
tidak boleh dilanjutkan : ada kecurigaan pencemaran, berlubang, berubah
bentuk, kotor, berbau, hambatan untuk bernafas bertambah dan lain-lain.
(c) Pada saat melepas masker mulut harus menghindari tercemarnya
masker mulut,juga menghindari terkena pencemaran dari masker mulut.
Sebelum dan sesudah melepas masker mulut, harus mencuci tangan secara
bersih.
(d) Pada saat membuang masker mulut yang tercemar, harus menghindari
tersebarnya kuman, dengan cara melipat masker ke arah dalam, diletakkan
ke dalam kantong plastik yang ditutup rapat.
4) Memakai seragam kerja
Selama waktu kerja harus mengenakan seragam kerja serta rajin diganti
dan dicuci. Selesai kerja, meninggalkan kamar pasien untuk istirahat, atau
ke ruang makan untuk makan. Seragam kerja dan pakaian lainnya harus
dicuci secara terpisah.
2. Pencegahan cedera otot dan tulang

Mekanika Tubuh untuk Tenaga Kesehatan agar perawat menghindari adanya


cedera menurut (Perry,2005):

- Ketika merencanakan untuk memindahkan klien, atur untuk bantuan


yang adekuat. Gunakan alat bantu mekanik jika bantuan tidak
mencukupi. Bisa dilakukan oleh dua orang tenaga kesehatan untuk
mengangkat secara bersama-sama agar membagi beban kerja menjadi
50%
- Dorong klien untuk membantu sebanyak mungkin. Karena hal ini
mendukung kemampuan dan kekuatan klien dengan meminimalkan
beban kerja.

- Jaga punggung, leher, pelvis, dan kaki lurus. Cegah terpelintir. Hal ini
untuk mengurangi risiko cedera pada vertebra lumbal dan kelompok
otot (Owen dan Garg, 1991). Terpelintir meningkatkan risiko cedera.

- Fleksikan lutut; buat kaki tetap lebar karena dasar yang luas
meningkatkan kestabilan.

- Dekatkan tubuh tenaga kesehatan dengan klien (atau objek yang


diangkat). Untuk meminimalkan gaya. Pengangkatan 5 kg pada
setinggi pinggang sama dengan 50 kg pada setinggi lengan.

- Gunakan lengan dan tungkai (bukan punggung)karena otot tungkai


lebih kuat, makin besar otot makin besar kemampuan kerja tanpa
cedera.

- Tarik klien ke arah penariknya menggunakan seprai yang dapat ditarik


karena menarik membutuhkan lebih sedikit tenaga daripada
mengangkat. Seprai yang dapat ditarik meminimalkan gaya gesek,
yang dapat merusak kulit klien.

- Rapatkan otot abdomen dan gluteal untuk persiapan bergerak.


Mempersiapkan otot serentak akan meminimalkan usaha mengangkat
beban.

- Seseorang dengan beban yang sangat berat diangkat bersama dengan


dipimpin seseorang dengan menghitung sampai tiga. Mengangkat
secara serentak akan meminimalkan beban untuk beberapa orang
pengangkat.

3. Saran untuk istirahat tidur

1) Pergunakan waktu istirahat siang, atau istirahat singkat untuk mensuplai


waktu tidur.
2) Sebelum tidur lakukan gerakan peregangan, untuk membantu cepat tidur.
Tetapi sebelum tidur tidak boleh melakukan olah raga berat.

3) Kegiatan sebelum tidur hendaknya diusahakan penuh kehangatan jangan


membuat emosi terlalu tinggi.

4) Dalam hal makanan hendaknya normal, teratur, seimbang sebagai patokan,


sebelum tidur hindari konsumsi makanan berlebihan, minum kopi, teh,
nikotin dan makanan merangsang lainnya. Apabila lembur malam, makan
malam boleh ditambah, tetapi sebelum selesai kerja harus menghindari
produk penambah energi dan sebelum tidur jangan makan terlalu kenyang
atau mengkonsumsi makanan berlemak tinggi..

4. Hal lain yang perlu diperhatikan

1) Merawat pasien dibatasi untuk satu pasien saja, batasan ruang gerak hanya
di satu kamar pasien saja, tidak dibenarkan bergerak di berbagai bagian
rumah sakit.

2)Boleh mendapat suntikan vaksinasi untuk memperkecil kemungkinan


penularan, seperti vaksinasi untuk hepatitis B, TBC, flu dan lain-lain

3) Memahami perawatan pasien, atau kondisi penyakit menular pasien satu


ruangan, untuk mengambil langkah perlindungan diri sendiri yang memadai.

4) Memelihara kebiasaan berolah raga teratur, mempergunakan waktu luang


perawatan untuk mengerakkan seluruh otot dan tulang tubuh.

5) Secara aktif mengikuti program pendidikan dan pelatihan yang


bersangkutan.

6) Setiap tahun melakukan pemeriksaan kesehatan berkala.

Anda mungkin juga menyukai