Anda di halaman 1dari 31

HUBUNGAN ANTARA KELEMBABAN DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN TB PARU

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TELUK TIRAM


KOTAMADYA BANJARMASIN
KALIMANTAN SELATAN
TAHUN 2017

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai


Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Oleh
Demo Suhendra
NPM 15.07.0315

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARY
BANJARMASIN
TAHUN 2017
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Tuberculosis (TBC). Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman TBC ini berbentuk batang, mempunyai
sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut juga sebagai
basil tahan asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini
dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. (Depkes RI, 2002)

Di Indonesia merupakan penyakit urutan ke lima di dunia (India, Cina, Afrika selatan,
Nigeria dan Indonesia). Berdasarkan Global Report TB tahun 2010, prevalensi kasus
penderita TB Paru di Indonesia secara nasional pada tahun 2010 adalah sebesar 285 per
100.000 penduduk, angka kematian TB telah turun menjadi 27 per 100.000 penduduk.
(Kepmenkes RI, 2011)

Pada tahun 2015 penemuan di Provinsi Kalimantan selatan penderita TB Paru BTA
positif mencapai 6.650 kasus dan diobati sebanyak 6.755 kasus serta penderita TB paru yang
sembuh sebanyak 6.371 kasus. Di Provinsi Kalimantan Selatan Jumlah penemuan Penderita
TB Paru BTA positif pada tahun 2016 mencapai 8.466 kasus dan diobati sebanyak 9.779
kasus serta penderita TB paru yang sembuh 6.903 kasus.(Dinkes Provinsi Kalsel, 2016)

Di Kota Banjarmasin sendiri pada tahun 2016 perkiraan 1.242 kasus total penderita TBC
yang diobati tahun 2016 sebanyak 1.119 jiwa, persentase kesembuhan sebesar 92,41%,
meninggal 1.22% atau kasus TBC yang meninggal sebanyak 6 jiwa. Cakupan penemuan
pasien baru TB BTA positif sebanyak 947 kasus capaian 76% (Dinkes Kota Banjarmasin,
2016). Sedangkan di Puskesmas Teluk Tiram pada tahun 2015 sebanyak 39 kasus sedangkan
periode Oktober-Desember 2016 adalah sebanyak 8 kasus.(Data Puskesmas Teluk Tiram,
2016)

Faktor resiko yang dapat menimbulkan penyakit tuberkulosis adalah faktor daya tahan tubuh
yang rendah, vaksinasi, kemiskinan, kepadatan penduduk, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi. Tuberkulosis terutama banyak terjadi di populasi yang mengalami stress, nutrisi
jelek, penuh sesak, ventilasi rumah yang tidak memaadi, perawatan kesehatan yang tidak
cukup dan perpindahan tempat. Genetik berperan kecil, tetapi faktor-faktor lingkungan
berperan besar pada kejadian tuberkulosis. Cara penularan yang menjadi sumber penularan
yang menjadi sumber penularan adalah pasien TB BTA positif, pada waktu batuk atau bersin.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut (Depkes RI, 2008)

Lingkungan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia.
Lingkungan, baik secara fisik maupun biologis, sangat berperan dalam proses terjadinya
gangguan kesehatan masyarakat, termasuk gangguan kesehatan berupa penyakit tuberkulosis
(Notoatmodjo, 2003). Oleh karena itu kesehatan sangat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan, baik secara fisik, biologis, maupun social. Lingkungan rumah merupakan salah
satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya.

Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi.
Faktor tersebut yaitu Lingkungan (Environment), Penyakit (Agent), dan Pejamu (Host).
Ketiga faktor penting ini disebut segitiga epidemiologi (Epidemiological Triangle).
Hubungan ketiga faktor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai timbangan, yaitu
agent penyakit pada satu sisi dan pejamu pada sis yang lain dengan lingkungan sebagai
penumpunya. (Widoyono, 2008).

Berdasarkan latar belakang tersebut, mengingat pentingnya kelembaban udara yang menjadi
faktor resiko terjadinya penyakit TB Paru. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan antara kelembaban dalam rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah
kerja Puskesmas Teluk Tiram Kota Banjarmasin Tahun 2017.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas bahwa pada Tahun 2016 masih tinggi angka kejadian TB
Paru khususnya di wilayah kerja Puskesmas Teluk Tiram Kota Banjarmasin, diduga berkaitan
dengan kelembaban udara dalam rumah yang beresiko tinggi.

Dari latar belakang tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh
mana hubungan antara kelembaban udara dalam rumah dengan kejadian TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Teluk Tiram Kota Banjarmasin Tahun 2017.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan antara kelembaban udara dalam rumah dengan kejadian TB
Paru di wilayah kerja Puskesmas Teluk Tiram Kota Banjarmasin Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya kelembaban udara dalam rumah di wilayah kerja Puskesmas


Puskesmas Teluk Tiram Kota Banjarmasin Tahun 2017..
b. Diketahuinya kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Puskesmas Teluk Tiram
Kota Banjarmasin Tahun 2017.
c. Diketahuinya hubungan kelembaban udara dalam rumah dengan kejadian TB Paru di
wilayah kerja Puskesmas Puskesmas Teluk Tiram Kota Banjarmasin Tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan MAB


Skripsi dapat dijadikan referensi untuk bahan masukan kesehatan lingkungan dan dapat
di pertimbangkan terutama dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit TB
Paru. Menambah judul bacaan serta ilmu pengetahuan khususnya tentang penyakit TB
Paru.

2. Bagi Puskesmas Puskesmas Teluk Tiram Kota Banjarmasin


Hasil penelitian dapat menjadi masukan bagi puskesmas untuk membuat kebijakan
dalam hal penanggulangan TB Paru melalui kelembaban udara dalam rumah sehingga
dapat menurunkan angka kesakitan TB Paru.
3. Bagi Peneliti
Menerapakan ilmu yang diperoleh selama dibangku kuliah dan menambah wawasan
ilmu, pengetahuan serta pengalaman agar dapat mengaplikasikan semua ilmu yang telah
didapat selama ini yang berhubungan antara kelembaban udara dalam rumah dengan
resiko kejadian TB Paru.

E. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kelembaban udara dalam
rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Puskesmas Teluk Tiram Kota
Banjarmasin. Dengan melakukan pengambilan data sekunder yang berasal dari Puskesmas
Teluk Tiram, dan pengambilan data primer melalui observasi dan kuesioner di Wilayah Kerja
Puskesmas Teluk Tiram pada Mei dan Juni 2017. Jenis metode penelitian yang digunakan
adalah deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan Croos Sectional.
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesehatan Masyarakat
1. Pengertian Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Masyarakat adalah Ilmu dan Seni mencegah penyakit,
memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha
pengorganisasian masyarakat untuk perbaikan sanitasi lingkungan, dan sebagainya
(Winslow, 1920)

Kesehatan Masyarakat adalah Ilmu dan Seni dalam mencegah penyakit


(preventive), menyampaikan informasi-informasi kesehatan (promotion) dan juga
mengubah perilaku masyarakat dalam upaya akan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat akan ditemui
masalah-masalah kesehatan secara langsung maupun tidak langsung yang
mempengaruhi kesehatan manusia (Soekidjo Notoatmodjo, 2007)

Kesehatan Masyarakat adalah Ilmu dan Seni untuk mencegah penyakit,


memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan dan efisiensi melalui upaya
masyarakat yang terorganisasi untuk :
1. Perbaikan sanitasi lingkungan
2. Pemberantasan penyakit-penyakit menular
3. Pendidikan untuk kebersihan perorangan
4. Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan keperawatan untuk diagnosis dini
dan pengobatan
5. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan
hidup yang layak dalam memelihara kesehatannya.

2. Aspek Kesehatan Masyarakat


1. Epidemiologi
2. Biostatistik/Statistik Kesehatan
3. Kesehatan Lingkungan
4. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
5. Administrasi kesehatan Masyarakat
6. Gizi Masyarakat
7. Kesehatan Kerja
8. Kesehatan Reproduksi
(Soekidjo Notoatmodjo, 2007)

B. Konsep Kesehatan Lingkungaan


Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari dinamika
hubungan interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat dengan berbagai perubahan
komponen lingkungan hidup manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan kesehatan
pada masyarakat dan mempelajari upaya untuk penanggulangan dan pencegahannya. (Candra
Budiman, 2007)
1. Ilmu Sanitasi Lingkungan
Ilmu sanitasi lingkungan adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang
meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan
lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam
kelangsungan hidup manusia.
2. Tujuan dan Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi dua,
secara umum dan secara khusus. Tujuan dan ruang lingkup secara umum, antara lain:
a. Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada
kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
b. Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
c. Melakukan kerjasama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan
institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam
atau wabah penyakit menular.
Adapun tujuan dan ruang lingkup secara khusus meliputi usaha-usaha perbaikan
atau pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang diantaranya berupa:
1) Penyediaan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.
2) Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara
luas oleh masyarakat.
3) Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan gas
beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi
penyebab terjadinya perubahan ekosistem.
4) Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan,
industri, rumah sakit, dan lain-lain.
5) Control terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vector penyakit dan cara
memutuskan rantai penularan penyakitnya.
6) Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.
7) Kebisingan, radiasi dan kesehatan kerja.
8) Survey sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan
lingkungan.

B. Rumah Sehat
1. Pengertian Rumah Sehat
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian
dan sarana pembinaan keluarga
Rumah sehat adalah tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk
beristirahat sehingga menumbuhkan kehidupan baik fisik, rohani maupun sosial
(Kepmenkes No.829 tahun1999).
Untuk menciptakan rumah sehat maka diperlukan perhatian terhadap beberapa
aspek yang sangat berpengaruh, antara lain:
a. Sirkulasi udara yang baik
b. Penerangan yang cukup
c. Air bersih terpenuhi
d. Pembuangan air limbah diatur dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran
e. Bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab serta tidak
terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor maupun udara kotor.

2. Syarat Rumah Sehat

a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran

lahar, gelombang tsunami, longsor dan sebagainya.


b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir sampah dan bekas

pertambangan

c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur

pendaratan penerbangan.

3. Kriteria Rumah Sehat


a. Kering
Rumah dikondisikan dengan membangun sistem bangunan yang dikonstruksi dengan
lingkungan dalam ruangan yang terkontrol. Bisa dilakukan dengan menjaga agar sistem
saluran air, saluran pembuangan terjaga dengan baik. Begitu pun masalah perembesan
dan kebocoran rumah, hendaknya diatur agar tidak terjadi.
b. Bersih
Sistem bangunan yang dimiliki memungkinkan agar rumah bebas kotoran, debu, asap
serta kontaminan lainnya. Rumah yang berada di dekat jalan raya jelas berbeda
penangananya dengan rumah yang ada di komplek persawahan.
c. Aman
Rumah hendaknya dibangun dengan bentuk, fungsi, dan peralatan yang aman bagi
penghuni. Konsep ergonomis di setiap piranti hendaknya juga dipikirkan dengan matang.
Sisi keamanan adalah faktor yang penting, demi menghindari terjadinya kecelakaan di
dalam maupun di sekitar rumah.
d. Bebas Kontaminasi
Gunakan cat rumah dan produk-produk bangunan yang aman dan tidak mengganggu
kesehatan. Jauhi penggunaan formaldehida untuk meminimalisir kontaminasi anggota
keluarga.
e. Memiliki Ventilasi
Ventilasi berfungsi untuk memperlancar pertukaran udara segar. Standardnya harus ada di
setiap ruangan.

f. Bebas dari hewan pengganggu


Penghuni hendaknya menjaga agar setiap sudut rumah bebas dari hewan pengganggu
seperti tikus, kecoa, cicak, dan lain-lain. Hewan-hewan ini selalu berusaha untuk mencari
makanan dan sarang di dalam rumah sehingga ada harus benar-benar ekstra bekerja keras
untuk mengenyahkannya.
g. Terawat
Rumah yang sehat adalah rumah yang setiap elemennya terawat dan terpelihara dengan
baik. Para penghuni rumah hendaknya mengatur jadwal khusus untuk saling berbagi tugas
melakukan tugas ini demi kepentingan bersama.

4. Persyaratan Lingkungan Rumah Sehat

Menurut Winslow dan APHA (American Public Health Association), 1992 lingkungan rumah
yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar kontruksinya
sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak dan agar kelembaban udara
dapat dijaga jangan sampai terlalu tinngi dan terlalu rendah. Untuk ini harus diusahakan
agar perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap, dan permukaan jendela tidak terlalu
banyak.
b. Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu ruangan
mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas ventilasi 10% dari
jumlah luas lantai.
c. Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang cukup untuk
proses pergantian udara.
d. Harus cukup isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu oleh suara-suara yang
berasal dari dalam mupun dari luar rumah.
e. Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruang makan,
ruang tidur, dll.
f. Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuikan dengan umur dan jenis kelaminnya.
Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang dari lima tahun 4,5 m3, artinya dalam satu
ruangan anak yang berumur lima tahun ke bawah diberi kebebasan menggunakan volume
ruangan 4,5 m3 ( 1,5 × 1 × 3 m3 ) dan diatas lima tahun menggunakan ruangan 9 m3 (
3×1×3 m3 ).
D. Tuberkulosis

1. Definisi
Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mycobakterium
tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme
patogen maupun saprofit. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainya. (Depkes RI, 2002)
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman/bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru - paru dan sebagian lagi dapat
menyerang di luar paru-paru, seperti kelenjar getah bening (kelenjar), kulit, usus/saluran
pencernaan, selaput otak, dan sebagianya.(Laban, 2008)
TB Paru adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah, system saluran
limfa, melalui saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke bagian tubuh
lainnya.(Notoadmodjo 2007)

2. Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis sejenis


kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.

Menurut Heinz (1993) dikutip dari Ikue dkk (2007) penyebab terjadinya penyakit
tuberkulosis adalah basil tuberkulosis yang termasuk dalam genus Mycobacterium suatu
anggota dari famili Mycobacteriaceaedan termasuk dalam ordo Actinomycetalis
Mycobacterium tuberculosa menyebabkan sejumlah penyakit berat pada manusia dan
penyebab terjadinya infeksi tersering. Masih terdapat Mycobacterium patogen lainnya,
misalnya Mycobacterium leprae, Mycobacteriumpara tuberkulosis dan Mycobacterium
yang dianggap sebagai Mycobacterium non tuberculosis atau tidak dapat
terklasifikasikan.

Mycobacterium tuberkulosis adalah kuman berbentuk batang, yang mempunyai


sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga disebut pula basil
tahan asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh
kuman ini dapat dormant atau tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002).

3. Gejala Tuberkulosis Paru


Orang-orang yang terkena serangan penyakit ini tubuhnya mudah lelah tanpa alas
an, berat badan makin menurun serta kurang cerna, lama kelamaan akan timbul demam
ringan, kebanyakan diwaktu sore hari, dan sering berkeringat diwaktu malam. Tanda
yang utama adalah batuk selalu keras serta kemungkinan bertambahnya riak, kadang-
kadang dahak ini bercampur dengan garis-garis merah karena bercampur dengan darah.
(Wahyusi, 2000:41)

Gejala utama:
- Batuk terus menerus dan berdahak Selama 3 (tiga) minggu atau lebih gejala
tambahan, yang sering terjadi:
- Dahak bercampur darah
- Batuk darah
- Sesak nafas dan nyeri dada
- Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan
(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam, meriang lebih dari
sebulan. (Depkes RI, 2006:13)

4. Patogenesis/Patologi
1. Tuberkulosis Primer
Penularan Tuberculosis Paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclai dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultra
violet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman
dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.

Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan
nafas atau paru-paru. Bila kuman menetap dijaringan paru, ia bertumbuh dan
berkembangbiak dalam sitoplasma makrofag. Disini ia akan masuk terbawa kedalam
tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang
Tuberculosis Pnomunia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang
primer ini terjadi di bagian mana saja jaringan paru.

Dari sarang primer ini akan timbu peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(lifangitis regional). Sarang primer+Limfangitis local+limfangitis regional =
Kompleks Primer
Kompleks Primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic, kalsifikasi
di hilus atau kompleks (sarang) ghon.
a) Berkomplikasi dan menyebar secara :
- Per kontinuitatum yakni menyebar kesekitarnya
- Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun pada paru yang
disebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus.
- Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya
- Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
- Semua kejadian diatas tergolong dalam perjalanan Tuberculosis Primer.

2. Tuberkulosis Post-Primer

Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-tahun


kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa (Tuberkulosis Post-
Primer). Tuberculosis Post-Primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di
region atas paru-paru.

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-4
minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma Tergantung dari jumlah
kuman, virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini ini dapat menjadi :
1) Direpsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2) Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sebukan jaringan
fibrosis
3) Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan
sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek
membentuk jaringan keju, bila jaringan keju ini dibatukkan keluar akan terjadilah
“Kevitas” Kevitas dapat :
a) Meluas kembali dan menimbulkan serangan pneumonia baru. Sarang ini kemudian
mengikuti perjalanannya.
b) Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberculosis. Tuberkuloma ini dapat
mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi.
c) Bersih dan menyembuh, disebut Open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan
membungkus diri dan menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir dengan kavitas yang
terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang, disebut Stellate shaped.
` Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang, yakni:
- Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi.
- Sarang Aktif Eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna.
- Sarang yang berada antara aktif dan Sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh sepontan, tapi
mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang
sempurna juga.

5. Klasifikasi Tuberkulosis Paru

a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :
1) Tuberkulosis Paru BTA Positif
- Sekurang – kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasil BTA positif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukan gambaran
tuberkulosis aktif.
2) Tuberkulosis Paru BTA Negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukan
gambaran tuberkulosis aktif.
TBC Paru BTA Negatif Rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “ far advanced” atau milier), dan/atau
keadaan umum penderita buruk.
3. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain – lain. TBC ekstra paru dibagi
berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :
1) TBC Ekstra Paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar limphe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali
tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
2) TBC Ekstra Paru Berat
Misalnya : meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex,
TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.

5. Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita, yaitu:
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
b. Kambuh ( Relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
c. Pindahan
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten
lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut
harus membawa surat rujukan/ pindah.
d. Setelah lalai pengobatan (pengobatan setelah default/drop-out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti
2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umunya penderita tersebut
kembali dengan hasil pemriksaan dahak BTA positif.
e. Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke 5 ( satu bulan sebelum akhir pengobatan)
atau lebih.
f. Kasus Kronis
Adalah penderita dengan hasil peeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2.

7. Gejala-Gejala Klinis
Keluhan yang dirasakan penderita tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa
keluhan sama sekali. Keluhan yang terbanyak adalah :
a. Demam
Biasanya subfebris, menyerupai demam influenza. Tapi kadang-kadang panas
badan dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh kembali.
Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga penderita tidak
pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini di pengaruhi daya tahan
tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
b. Batuk
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi bronkus. Batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang kelua. Karena terlibatnya bronkus
pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk telah ada setelah penyakit
berkembang di jaringan paru yang telah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula. Sifat batuk bermula dari batuk kering (non-produktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut
adalah batuk darah (hemaptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan
batuk darah pada tuberkulois terjadi pada kavitas, tapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
c. Sesak Nafas
Pada penyakit yang ringan baru tumbuh belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut. Dimana infiltrasinya sudah setengah
bagian paru-paru.
d. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise
Penyakit Tuberkulosis merupakan radang yang menahun. Gejala maleise sering
ditemukan berupa : anoreksia, tidak ada nafsu makan, Berat badan menurun, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam dll.Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

8. Cara Penularan TB Paru

Sumber penularan adalah penderita TB Paru BTA Positif pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang
dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman
TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dari paru ke
bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem sel-limfe, saluran nafas atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian lainnya. Cara batuk memegang peranan penting.
Kalau batuk ditahan, hanya akan dikeluarkan sedikit basil, apalagi kalau saat batuk penderita
menutup mulut dengan kertas tisu. (Depkes RI, 2002:28)

9. Tindakan Pencegahan TB Paru

Pasien dianjurkan untuk batuk atau bersin dan mengeluarkan ludah pada tissue dan
menghindari meludah di sembarang tempat, tissue tersebut tidak boleh dibuang disembarang
tempat.
- Tangan dicuci dengan menggunakan air mengalir dan sabun
- Tindakan kontrol infeksi sementara dengan memakai masker jangan menghentikan terapi
pengobatan, makanya obat secara teratur
- Berbicara dengan orang lain tidak berhadapan dalam jarak dekat
- Pasien dianjurkan berjemur di bawah sinar matahari
- Kasur pasien sebaiknya dijemur
- Pakaian. Alat-alat makan dan alat-alat lain yang digunakan pasien sebaiknya dipisahkan
dengan anggota keluarga.(Depkes RI, 2002).

10. Pengobatan
Pengobatan tuberculosis terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu
lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada
seseorang yang sudah terjangkit infeksi. Penderita tubrekulosis dengan gejala klinis harus
mendapat minimum dan obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat.
Baru-baru ini CDC dan American Thoraric Society (ATS) mengeluarkan pernyataan
mengenai rekomendasi kemoterapi jangka pendek bagi penderita tuberculosis dengan riwayat
tuberculosis paru yang tidak diobati sebelumnya.

11. Paduan Obat


Dalam riwayat kemoterapi terhadap tuberculosis dulunya dipakai satu macam obat saja.
Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi restitensi karena sebagian besar
kuman tuberculosis memang dapat dibinasakan tapi sebagian kecil tidak. Kelompok resisten
ini malah berkembang biak dengan leluasa. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini, terapi
tuberculosis dilakukan dengan memakai paduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat
yang bersifat bakterisid.
Jenis obat yang sering dipakai :
a. Isoniazid
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik
aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB,
seangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.

b. Rifampisin
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant 9 persister) yang dapat dibunuh
oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun
intermiten 3 kali seminggu.
c. Pirazinamid
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.
Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
d. Streptomisin
bersifat bakterisid. dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg bb sedangkan untuk pengobatan
intermitan 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun
dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebuih diberikan 0,50 gr/hari.

e. Etambuthol
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB.
12. Prinsip Pengobatan
Pengobatan TB Paru dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hindari penggunaan monoterapi,
pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap (KDT) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan
pengawasan langsung (DOT = Directhly Observed Treatment) oleh seorang Pengawasan
Menelan Obat (POM).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan.
1) Tahap intensif/awal
a) Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap obat.
b) Bila tahap awal (intensif) tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c) Sebagaian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 minggu.
2) Tahap lanjutan
a) Pada tahap lanjutan pasien untuk membunuh kuman persiter sehinnga mencegah terjadinya
kekambuhan.

13. Pengawasan Menelan Obat (PMO)


Tugas PMO, Adalah:
a. Mengawasi penderita tuberculosis agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan
b. Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat secara teratur
c. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu-waktu yang telah ditentukan
d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita tuberkulosis yang mempunyai gejala-
gejala tersangka tuberkulosis untuk segera memeriksa ke unit pelayanan kesehatan.

14. Faktor Resiko Penyakit TB Paru


Faktor resiko yang dapat menimbulkan penyakit tuberkulosis yaitu:
a. Daya Tahan Tubuh yang rendah
adalah Pola hidup yang tidak benar Istirahat tidak cukup dan olah raga yang tidak teratur
Pola makan yang tidak sehat Makanan-makanan cepat saji yang tidak mencukup inutrisi yang
kita butuhkan Lingkungan yang tidak sehat Polusi dan radiasi.(Boedina kresno,2001)

b. Vaksinasi
adalah pemberian vaksin kedalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap
penyakit tesebut. (http://id.wikipedia.org/wiki/Vaksinasi) di unduh pada tanggal 12 Juni 2012
c. Kemiskinan
adalah satu keadaan di mana seseorang itu kekurangan bahan-bahan keperluan hidup. Dalam
masyarakat modern, kemisikinan biasanya disamai dengan masalah kekurangan uang.
( http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan) di unduh pada tanggal 12 Juni 2012
d. Kepadatan penduduk
adalah Jumlah penduduk di suatu daerah atau negara mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. Perubahan ini disebut dinamika penduduk. Perubahan penduduk ini meliputi
kelahiran, kematian, dan migrasi. Sedangkan, jumlah penduduk yang meningkat dari tahun ke
tahun disebut pertumbuhan penduduk. (http://zaifbio.wordpress.com/2010/02/11/kepadatan-
penduduk-dan-pencemaran-lingkungan/) di unduh pada tanggal 12 Juni 2012
e. HIV/AIDS
adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai Case Fatality Rate 100%
dalam lima tahun. (Adisasmito,2008)
f. Malnutrisi
adalah suatu istilah umum yang merujuk pada kondisi medis yang disebabkan oleh diet yang
tak tepat atau tak cukup.(WHO,2003)
g. Kelembaban Udara Dalam Rumah Dengan Kejadian TB Paru
Kelembaban udara adalah prosentase jumlah kandungan air dalam udara (Depkes RI, 2005).
Kelembaban terdiri dari 2 jenis, yaitu 1) Kelembaban absolut, yaitu berat uap air perunit
volume udara; 2) Kelembaban nisbi (relatif), yaitu banyaknya uap air dalam udara pada suatu
temperatur terhadap banyaknya uap air pada saat udara jenuh dengan uap air pada temperatur
tersebut. Secara umum penilaian kelembaban dalam rumah dengan menggunakan
hygrometer. Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi
syarat kesehatan dalam rumah adalah 40-60 % dan kelembaban udara yang tidak memenuhi
syarat kesehatan adalah < 40 % atau > 60 % (Depkes RI, 2005).
Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa
pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket, ricketsia dan virus.
Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. Selain itu kelembaban
yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang
efektif dalam menghadang mikroorganisme. Resiko terjadinya Tuberkulosis Paru adalah
umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok dan kepadatan hunian
rumah).

E. Kerangka Teori
Gambar 2.1
Kerangka Teori

HOST
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Tingkat Pendidikan
4. Pekerjaan
5. Kebiasaan Merokok

Kejadian TB Paru
AGENT
1. Mycobacterium Tuberculosis
2. HIV/AIDS
3. Daya Tahan Tubuh Rendah
4. Vaksinasi
5. Malnutrisi
ENVIRONMENT
1. Kelembaban
2. Kepadatan Penduduk
3. Kemiskinan

Sumber : Depkes RI (2008), Notoatmodjo (2003)


BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah di kemukaan pada Bab II, yang menyatakan bahwa
kualitas kelembaban udara dalam rumah sangat mempengaruhi timbulnya kejadian TB Paru
BTA Positif. Oleh sebab itu, berdasarkan teori tersebut dan disesuaikan dengan tujuan
penelitian serta kemampuan penulis, maka di susun kerangka konsep penelitian sebagai
berikut:

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Kelembaban udara dalam rumah


Kejadian TB Paru
B. Definisi Operasional

Alat Ukur dan


No Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skala Ukur
Cara Ukur
1 Variabel
Dependen
Kejadian TB Seseorang yang Hasil dari
0. Penderita, bila ditegakan
Paru menderita penyakit diagnosa diagnosa oleh Puskesmas dan
infeksi jaringan paru puskesmas yang hendak diberikan obat anti Tb
yang di sebabkan di buktian dari paru (OAT)
Ordinal
kuman mycobacterium diberikannya 1. Bukan penderita, bila tidak
tuberculosis obat anti TB ditegakan diagnosa oleh
Paru (OAT) Puskesmas tidak diberikan
obat anti Tb paru (OAT)
2 Variabel
Independen 0. Lembab jika, kelembaban
Kelembaban prosentase jumlah Hygrometer udara dalam ruang tidur > 60%
Udara Rumah kandungan air dalam untuk mengukur1. Tidak lembab jika,
Ordinal
udara (Depkes RI, kelembaban kelembaban udara dalam
2005) ruang tidur ruang tidur ≤ 60%

BAB III METODE PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN

B. POPULASI DAN SAMPEL

C. INSTRUMEN PENELITIAN

D. VARIABEL PENELITIAN

E. DEFINISI OPERASIONAL
F. TEKNIK PENGUMULAN DAN PENGOLAHAN DATA

G. CARA ANALISIS DATA

H. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN


C. Hipotesis

Ha Ada hubungan antara kelembaban udara rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Teluk Tiram Kota Banjarmasin Tahun 2017.
Ho Tidak ada hubungan antara kelembaban udara rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Teluk Tiram Kota Banjarmasin Tahun 2017.

O
BAB 1V
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan
menggunakan pendekatan Cross Sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). (Notoatmodjo, 2010). Pada
penelitian ini variabel independen yaitu kelembaban udara dalam rumah dan variabel dependen
yaitu kejadian TB Paru dan diamati secara bersamaan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi Penelitian mengenai hubungan antara kelembaban dalam rumah dengan kejadian TB Paru
di wilayah kerja Puskesmas Teluk Tiram Kota Banjarmasin. Waktu penelitian dilakukan pada
bulan Mei dan Juni 2017.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2003). Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah jumlah
kepala keluarga sebanyak 6.115 KK.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila
populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya
karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan
untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif
(mewakili). (Sugiyono, 2003).

Menurut Ariawan (2005). Besar sampel diperoleh berdasarkan rumus besar sampel untuk survei
sampel yaitu berdasarkan pengambilan sampel acak sederhana dan sistematik, sebagai berikut :
Rumus :
Z2 1 - α/2 P( 1 – P ) N
d2 ( N – 1 ) + Z2 1 – α/2 P ( 1 – P )

ket :
Z2 – α/2 : derajat kepercayan ( 95%, nilainya = 1,96 )
N : populasi yaitu 6.115 KK
P : proporsi penderita TB Paru ( jika tidak diketahui 50% =
0,5 )
d : presisi ( ketepatan = 0-10% )

1,96 . 0,5 ( 1 – 0,5 ) 6115


(0,1)2(6115 – 1 ) + 1,96 . 0,5 ( 1 – 0,5 )
= 6115
61,14
= 100,016=100 sampel

Jadi Jumlah sampel minimal untuk penelitin ini adalah 100 Kepala Keluarga. Sedangkan
teknik pengambilan sampel peneliti menggunakan teknik simple random sampling ( acak
sederhana ). Dimana dari 100 KK diambil berdasarkan unit geografis yaitu semua Wilayah Kerja
Puskesmas Teluk Tiram Kota Banjarmasin.
a. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel disebut sampling. Prinsip sampling adalah representativitas. Dari
hasil survey ke Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Tiram terdapat 2 Kelurahan. Untuk
pengambilan sampel maka akan diambil seluruh kelurahan wilayah kerja Puskesmas Teluk
Tiram tersebut. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan Proportional Random
Sampling. (Ariawan, 2005).
Dengan menggunakan rumus:

nh = Nh n Keterangan:
N
nh = besar sampel untuk stratum h
Nh = jumlah elemen (populasi) di masing-
Masing KK pada stratum h
n = jumlah sampel minimum
N = jumlah elemen keseluruhan ( populasi
total)

Tabel 4.1
Distribusi pengambilan sampel berdasarkan proporsi Kelurahan di Wilayah Kerja Puskesmas
Teluk Tiram Tahun 2017

Jumlah Jumlah
No Kelurahan Proporsi
RW KK
1 1256 / 6115 ×
Teluk Tiram 6 1256
100 = 20,5 ~ 21
2 2134 / 6115 ×
Telawang 14 2134
100 = 34,8 ~ 35
3 1437 / 6115 ×
7 1437
100 = 23,4 ~ 23
4 1288 / 6115 ×
6 1288
100 = 21,0 ~ 21
Jumlah 33 6115 100

Berdasarkan tabel di atas, Kelurahan Teluk Tiram sampel yang diambil sebanyak 56 KK, untuk
Kelurahan Telawang sampel yang diambil sebanyak 44 KK. Maka, jumlah keseluruhan sampel
adalah 100 KK. Cara pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple Random Sampling
dimana semua kepala keluarga dapat terpilih sebagai sampel.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan :


1. Data Primer
a. Kuesioner: Yaitu beberapa pertanyaan yang di buat oleh peneliti, dan diisi oleh responden di
tempat penelitian dan kemudian diolah oleh peneliti dengan menggunakan formulir checklist.
b. Wawancara (interview): Wawancara dalam istilah lain dikenal dengan interview. Wawancara
merupakan suatu metode pengumpulan berita, data, atau fakta di lapangan. Prosesnya bisa
dilakukan secara langsung dengan bertatap muka langsung (face to face) dengan narasumber atau
responden.
2. Data Sekunder
Data Sekunder diperlukan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai lokasi, dan hal-hal
yang berkaitan dengan penelitian di Puskesmas Teluk Tiram Kota Banjarmasin.
E. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan diolah dengan perhitungan statistik, kemudian
disusun dalam bentuk tabel yang telah dipersiapkan sesuai dengan tujuan penelitian, dengan
tahapan pengolahan data adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan data (Editing Data)
Sebelum dilakukan analisa data, terlebih dahulu dilakukan yaitu editing data yaitu kejelasan,
kelengkapan dan kesesuaian data dengan kuesioner yang telah diisi oleh responden.

2. Pemberian kode (Coding Data)


Pada tahapan ini dilakukan pemberian kode pada jawaban pertanyaan dalam kuesioner kegunaan
coding adalah pada saat analisa data juga mempercepat pada saat entri data.
3. Memasukan Data (Entry Data)
Memproses data agar dapat dianalisa pengolahan data, cara memasukkan data kuesioner dalam
program statistik ke program komputer.
4. Pembersihan Data (Cleaning)
Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak. Setelah
data benar lalu dilakukan analisa untuk mendapatkan informasi dari data yang diperoleh.

F. Analisa Data

Analisa data yang penulis lakukan adalah untuk menguji hipotesis, yaitu:
1. Analisa Univariat
Analisa Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskriptifkan karakteristik setiap
variabel penelitian. Bentuk analisis univariat menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasi
dari semua variabel. (Notoatmodjo, 2010)

2. Analisa Bivariat
Apabila telah dilakukan analisis univariat tersebut diatas, hasilnya akan diketahui karakteristik
atau distribusi setiap variabel, dan dapat dilanjutkan analisis bivariat. Analisis bivariat yang
dilakukan terhadap dua variabel yang di duga berhubungan atau korelasi. (Notoatmodjo, 2010).
Dalam analisis ini dilakukan dengan pengujian statistik menggunakan uji Kai Kuadrat (Chi
Square test), dengan batas kemaknaan α (alpha) = 5% dan dengan tingkat kepercayaan 95%,
dengan ketentuan :
a. P value ≤ 0,05 HO ditolak, maka hubungan kedua variabel signifikan
b. P value > 0,05 HO gagal ditolak, maka hubungan kedua variabel tidak signifikan
(Sarwono.2006)

Anda mungkin juga menyukai