Anda di halaman 1dari 6

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGUKURAN KERANGKA DASAR VERTIKAL

KEMAH KERJA 2014

PENDEFENISIAN

Pada petunjuk pelaksanaan ini, akan ada banyak istilah yang harus dipahami terlebih dahulu:

 Kerangka adalah titik tetap yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya
berupa ketinggiannya terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu.
 Kerangka dasar vertikal adalah rangkaian titik-titik yang telah diketahui atau
ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap bidang rujukan
ketinggian tertentu. Bidang ketinggian rujukan ini bisa berupa ketinggian muka air
laut rata-rata (MSL) atau ditentukan lokal.
 Slag adalah jalur pengukuran antara dua titik berdiri rambu ukur.
 Seksi adalah jalur antara dua Tanda Tinggi Geodesi (TTG)/Benchmark yang
berurutan, atau jalur pengukuran dalam satu hari.
 Jalur adalah ruang dan arah dilakukannya pengukuran.
 Rambu adalah alat ukur pada material keras yang digunakan untuk beda tinggi dan
jarak
 Rambu muka/depan adalah rambu yang diletakkan di depan instrumen dengan
orientasi sesuai jalur pengukuran.
 Rambu belakang adalah rambu yang diletakkan di belakang instrumen dengan
orientasi sesuai jalur pengukuran.
 Sistem penempatan rambu loncat adalah teknik perpindahan rambu agar rambu
belakang menjadi rambu depan untuk menghilangkan salah nol rambu.
 Salah nol rambu adalah kesalahan yang diakibatkan titik nol rambu tidak tepat pada
titik yang sebenarnya.
 Stand adalah berdirinya instrumen untuk melakukan pembacaan rambu muka dan
rambu belakang.
 Double stand adalah prosedur pengukuran berupa dua kali stand dalam satu slag yang
dilakukan untuk menghilangkan kesalahan sistematis pada instrumen.
 Garis bidik adalah garis khayal yang merupakan garis lurus perpotongan benang
silang yang tampak di teropong waterpas.
 Bidang nivo adalah suatu bidang dimana setiap titik pada bidang tersebut memiliki
arah gaya berat yang sama.
 Salah garis bidik adalah tidak sejajarnya garis bidik dengan bidang nivo.

Andi Putra Parlindungan


Teknik Geodesi dan Geomatika
InstitutTeknologi Bandung
Gambar 1. Sketsa Pengukuran

Gambar 2. Sketsa Double Stand

I. PERSIAPAN

A. PENGECEKAN KELENGKAPAN ALAT


Alat yang harus dibawa ketika melakukan pengkuran sipatdatar, antara lain:
1. Waterpass/Sipatdatar 1 buah
2. Statif 1 buah
3. Rambu ukur 2 buah
4. Stratpot 2 unit
5. Formulir pengukuran
6. Papan jalan dan alat tulis 1 set
7. Payung

Andi Putra Parlindungan


Teknik Geodesi dan Geomatika
InstitutTeknologi Bandung
B. DASAR PENGGUNAAN ALAT

a. Penempatan Alat
1. Dirikan rambu ukur pada dua titik yang akan diukur beda tingginya. Jika
diperlukan, gunakan stratpot.
2. Letakkan alat sipat datar di antara titik rambu didirikan.
a. Tempatkan pada tempat yang relatif stabil
b. Tempat alat tidak harus pada garis lurus atau sejajar dari kedua rambu.
c. Tempatkan sedemikian rupa, dengan kira-kira jarak ke rambu belakang
dan depan sama.

b. Pendataran Alat (levelling)


1. Setelah alat sipat datar didirikan, atur menggunakan statif terlebih dahulu
untuk menempatkan gelembung nivo mendekati lingkaran tengah.
2. Gunakan bantuan kiap untuk menempatkan gelembung nivo tepat pada
lingkaran tengah.

c. Pembacaan Rambu
1. Pastikan nilai orde desimeter (dm) pada pembidikan, yaitu nilai yang
ditunjukan dengan angka
2. Tentukan nilai orde centimeter (cm), dengan melihat posisi benang tengah
pada kotak merah ke berapa.
3. Tentukan nilai orde millimeter (mm), dengan memperkirakan posisi
benang.
4. Ulangi untuk pembacaan benang atas dan bawah.
5. Lakukan dengan satu kali pembidikan.

Pada contoh di samping:


Untuk benang tengah, Orde desimeter = 14, orde
centimeter = 6, dan orde millimeter = 5 karena
Benang atas diperkirakan tepat berada di tengah kotak merah.
Sehingga bacaan untuk benang tengah 1,455 m.

Benang bawah Sedangkan untuk benang atas dan bawah masing


masing memiliki nilai 1,445 m dan 1,465 m.
Jarak optis dapat diperoleh dengan adalah
100 x (BA-BB).
BA adalah bacaan benang atas
BB adalah bacaan benang bawah

Andi Putra Parlindungan


Teknik Geodesi dan Geomatika
InstitutTeknologi Bandung
C. PEMERIKSAAN KESALAHAN GARIS BIDIK

Sebelum dan sesudah melakukan pengukuran, diharuskan melakukan


pemeriksaan kesalahan garis bidik. Prosedurnya sebagai berikut:
1. Dirikan dua rambu saling berjauhan pada tempat yang relatif stabil.
2. Untuk stand pertama, dirikan alat sipat datar dekat dengan rambu 1.
3. Bidik kedua rambu, catat bacaan benang tengah, benang atas, dan benang
bawah.
4. Pindahkan alat sipat datar untuk stand kedua, dirikan dekat dengan rambu
2.
5. Bidik lagi kedua rambu, dan catat bacaan benang tengah, benang atas,
serta benang bawah.
6. Dari hasil pengukuran, gunakan rumus berikut untuk mencari nilai
kesalahan garis bidik:
Rumus Kesalahan Garis Bidik :
*( ) ( )+
[ ]
*( ) ( )+

c = kesalahan garis bidik (mm/m)


b1 = benang tengah rambu belakang stand I (mm)
m1 = benang tengah rambu muka stand I (mm)
b2 = benang tengah rambu belakang stand II (mm)
m2 = benang tengah rambu muka stand II (mm)
db’ = jarak optis ke rambu belakang pada stand I (m)
dm’ = jarak optis ke rambu muka pada stand I (m)
db” = jarak optis ke rambu belakang pada stand II (m)
dm” = jarak optis ke rambu muka pada stand II (m)

Gambar 3. Posisi Stand 1 pada pengecekan kesalahan garis


bidik

Andi Putra Parlindungan


Teknik Geodesi dan Geomatika
InstitutTeknologi Bandung
Gambar 4. Posisi Stand 2 pada pengecekan kesalahan garis
bidik

II. PROSEDUR PENGUKURAN

Setelah melakukan penempatan dan pendataran (levelling) alat, ikuti langkah-


langkah berikut;
1. Bidik rambu belakang, kemudian catat benang tengah, benang atas, dan
benang bawah dalam satu kali pembidikan.
2. Bidik rambu depan, kemudian lakukan pencatatan sama seperti
sebelumnya.
3. Lakukan double stand, dengan cara sedikit memindahkan posisi alat sipat
datar dan lakukan levelling kembali.
4. Bidik rambu belkang dan belakang, dan cukup catat benang tengah saja.

4 langkah di atas dilakukan pada setiap slag

5. Pindahkan semua alat ke posisi pengukuran slag berikutnya. Untuk alat


rambu ukur, gunakan sistem rambu loncat.
6. Ulangi langkah 1 s.d. 5.

Andi Putra Parlindungan


Teknik Geodesi dan Geomatika
InstitutTeknologi Bandung
III. KETENTUAN TEKNIS PENGUKURAN

1. Jarak minimal dari alat sipat datar ke rambu minimal 2,5 m.


2. Bacaan skala rambu tidak melebihi angka/nilai 2,5 m.
3. Pada setiap pengukuran dan pembacaan ketiga benang diafragma (BA, BT,
BB) toleransi kontrol bacaan harus memenuhi :
| ( )|
BT = Bacaan Benang Tengah
BA = Bacaan Benang Atas
BB = Bacaan Benang Bawah

4. Pengukuran beda tinggi pada stand 1 dan stand 2, toleransi perbedaan yang
diperbolehkan harus memenuhi :
| |
∆BT1 = Beda tinggi yang diperoleh dari pengukuran stand 1
∆BT2 = Beda tinggi yang diperoleh dari pengukuran stand 2

5. Pengukuran dilakukan dengan pergi-pulang pada satu hari yang sama, dan
toleransi yang diperbolehkan untuk perbedaan ketinggian antara pengukuran
pergi dan pengukuran pulang harus memenuhi:

d = Jarak pergi atau pulang pengukuran

Andi Putra Parlindungan


Teknik Geodesi dan Geomatika
InstitutTeknologi Bandung

Anda mungkin juga menyukai