Anda di halaman 1dari 33

Fisika Dasar

Rama Rahardi

Maret 2018
Bab 0

Vektor

0.1 Definisi

Vektor adalah suatu kuantitas yang memiliki arah dan gerak. Umumnya, vektor digambarkan
sebagai garis (panah) yang memiliki panjang dan mengarah ke arah tertentu.

~
V

~
Gambar 0.1: Suatu vektor V.

Dalam buku ini, secara umum vektor akan dinyatakan dalam notasi seperti

~ = V V̂
V

dengan V adalah panjang dari suatu vektor dan V̂ menyatakan arah vektor.

0.2 Vektor dalam Koordinat Kartesian

Dalam koordinat kartesian (xyz), suatu vektor dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari
vektor-vektor satuan yang searah sumbu x+, y+, dan z+. Vektor-vektor satuan tersebut secara
berurutan yaitu î, ĵ, dan k̂.
Suatu vektor V ~ dapat dinyatakan sebagai

~ = Vx î + Vy ĵ + Vz k̂
V

dengan Vx panjang komponen vektor pada sumbu x, Vy panjang komponen vektor pada sumbu y,
dan Vz panjang komponen vektor pada sumbu z.

Vy ĵ
~
V

θ
Vx î

~ dalam bidang dua dimensi (xy).


Gambar 0.2: Vektor V

3
Nilai komponen pada masing-masing sumbu sebesar panjang proyeksi vektor tersebut pada
masing-masing sumbu. Sebagai contoh, pada gambar 1.2

Vx = V cos θ
Vy = V sin θ

Vektor satuan V̂ adalah vektor yang memiliki panjang sebesar satu. Vektor satuan digunakan
sebagai penanda arah vektor.

V~
V̂ =
V
Dalam bidang kartesian, panjang vektor dapat dihitung dengan teorema Pythagoras.
q
V = Vx2 + Vy2 + Vz2

0.3 Vektor dalam Koordinat Polar

Koordinat polar adalah suatu sistem yang menyatakan posisi melalui jarak (jari-jari) dan sudut.
Dalam sistem ini terdapat dua vektor satuan, yaitu r̂ yang arahnya searah dengan membesarnya
jari-jari (arah radial), dan θ̂ yang arahnya searah dengan membesarnya sudut (arah tangensial).
Suatu vektor V ~ dinyatakan sebagai

~ = V r̂
V

θ̂ r̂

~
V

θ
~ dalam koordinat polar.
Gambar 0.3: Vektor V

Vektor-vektor satuan r̂ dan θ̂ arahnya dapat berubah-ubah terhadap waktu apabila vektornya
berubah pula terhadap waktu, tidak seperti vektor satuan dalam koordinat kartesian (î, ĵ, k̂) yang
arahnya selalu tetap.

0.4 Operasi-operasi Vektor

0.4.1 Penjumlahan dan Pengurangan Vektor


Dua vektor atau lebih dapat dijumlahkan menjadi satu vektor. Cara menjumlahkannya yaitu
dengan menjumlahkan besar dari masing-masing komponen vektor yang searah.
~ = Ax î + Ay ĵ + Az k̂ dan B
Dalam koordinat kartesian, jika terdapat vektor A ~ = Bx î + By ĵ + Bz k̂
berlaku

~ +B
A ~ = (Ax + Bx )î + (Ay + By )ĵ + (Az + Bz )k̂
~ −B
A ~ = (Ax − Bx )î + (Ay − By )ĵ + (Az − Bz )k̂

Tanda negatif pada vektor menyatakan arah yang berlawanan; panjang vektor tidak mungkin
negatif.

4
0.4.2 Perkalian dan Pembagian Skalar dengan Vektor
Operasi ini hanya mengubah besar vektor, tetapi tidak mengubah arah. Apabila vektor terdiri
atas komponen-komponen, maka masing-masing komponennya dikali atau dibagi berdasarkan sifat
distributif.
~ = Ax î + Ay ĵ + Az k̂ berlaku
Dalam koordinat kartesian, jika terdapat vektor A

~ = kAx î + kAy ĵ + kAx k̂


kA

0.4.3 Perkalian Titik (Dot)


Perkalian dot dua vektor menghasilkan besaran skalar.
Untuk dua vektor yang mengapit sudut θ berlaku

~ ·B
A ~ = AB cos θ

~ = Ax î + Ay ĵ + Az k̂ dan
Untuk vektor dalam koordinat kartesian, misal terdapat vektor A
~ = Bx î + By ĵ + Bz k̂ berlaku
B

~ ·B
A ~ = Ax Bx + Ay By + Az Bz

Hasil kali titik antara dua vektor yang tegak lurus hasilnya nol. Perkalian dot memiliki sifat
komutatif.

0.4.4 Perkalian Silang (Cross)


Perkalian cross dua vektor menghasilkan vektor baru yang arahnya tegak lurus terhadap kedua
vektor yang dikalikan.
~ = Ax î+Ay ĵ+Az k̂ dan B
Dalam koordinat kartesian, misal terdapat vektor A ~ = Bx î+By ĵ+Bz k̂
berlaku

~ ×B
A ~ = (Ay Bz − Ax By )î + (Az Bx − Ax Bz )ĵ + (Ax By − Ay Bx )k̂

î ĵ k̂

= Ax Ay Az
Bx By Bz

~ =A
Apabila C ~ ×B
~ dan vektor A
~ dan B
~ mengapit sudut θ maka berlaku

C = AB sin θ

besar vektor hasil kali silang sama dengan luas jajargenjang yang diapit oleh kedua vektor.

5
6
Bagian II

Elektromagnetisme dan Fisika


Modern

97
Bab 16

Muatan dan Medan Listrik

16.1 Muatan Listrik

Muatan listrik adalah suatu properti intrinsik dari materi. Suatu partikel terdiri atas atom-atom
yang terdiri atas proton, neutron, dan elektron. Proton dan elektron masing-masing memiliki
muatan +e dan −e, dengan e adalah besar muatan elementer, yang bernilai 1.6 × 10−19 C.
Suatu benda dikatakan memiliki resultan muatan (net charge) apabila memiliki jumlah muatan
elementer yang tidak seimbang (jumlah proton dan elektron tidak sama). Dua atau lebih benda
yang bermuatan memiliki gaya interaksi yang dinamakan gaya Coulomb, dan menghasilkan medan
gaya yang disebut medan listrik.
Muatan listrik bersifat kekal.

16.2 Medan Listrik

Medan listrik adalah suatu vektor yang menyatakan pengaruh yang disebabkan oleh muatan suaut
partikel pada suatu titik, yang dapat menyebabkan partikel lain untuk bergerak menuju atau
menjauhi partikel tersebut.

E
Q ·
r

Gambar 16.1: Medan listrik yang disebabkan oleh partikel bermuatan Q

~ = 1 Q
E r̂
4πε0 r2
Konstanta ε0 adalah permitivitas listrik vakum, bernilai sebesar 8.85 × 10−12 F/m. Nilai kon-
santa 1/(4πε0 ) dapat diaproksimasikan menjadi k = 9 × 109 N m2 /C2
Medan listrik dalam bentuk diferensial yaitu

~ = 1 dQ
dE r̂
4πε0 r2
Bentuk dQ untuk berbagai bentuk benda dengan rapat muatan konstan yaitu
1. Benda garis: dQ = λ d` → λ = Q/`
2. Benda permukaan: dQ = σ dA → σ = Q/A
3. Benda pejal: dQ = ρ dV → ρ = Q/V

99
16.3 Gaya Coulomb

Gaya Coulomb adalah gaya interaksi yang timbul pada partikel bermuatan, yang disebabkan oleh
adanya pengaruh medan listrik.

F F q
Q
r

Gambar 16.2: Gaya Coulomb antara dua partikel bermuatan Q dan q

~ ~
F = qE
1 Qq
= r̂
4πε0 r2

Interaksi antara Benda Bermuatan

1. Benda yang memiliki tanda muatan sama (sama-sama positif atau negatif) → gaya Couloumb
saling menjauhi.

2. Benda yang memiliki tanda muatan berbeda → gaya Couloumb saling mendekati.

16.4 Fluks Listrik dan Hukum Gauss

Tinjau suatu permukaan tertutup (yang keseluruhan permukaannya tersambung; tidak terbuka)
yang dikenai medan listrik. Fluks listrik adalah suatu ”aliran” medan yang mengenai suatu per-
mukaan. Secara matematis, fluks listrik didefinisikan sebagai hasil kali antara vektor medan listrik
dan vektor permukaan.

Z
ΦE = ~ · dA
E ~

Vektor permukaan adalah suatu vektor yang besarnya sebesar luas permukaan yang ditinjau,
dan arahnya tegak lurus terhadap permukaan tersebut, menjauhi permukaan tertutup (fluks listrik
hanya bermakna apabila ditinjau pada permukaan tertutup, dari suatu permukaan tertutup dapat
ditetapkan arah vektor permukaan).
Hukum Gauss menyatakan bahwa resultan fluks listrik pada suatu permukaan tertutup seband-
ing terhadap total muatan listrik yang dilingkupi permukaan tertutup tersebut.

I
~ = qenc
~ · dA
E
ε0

Hukum ini mendefinisikan muatan positif dan negatif (monopol listrik). Suatu muatan dikatakan
positif apabila medan listrik yang dihasilkan mengarah ke luar permukaan yang ditinjau (resultan
fluks bernilai positif), dan suatu muatan dikatakan negatif apabila medan listrik yang dihasilkan
mengarah ke dalam permukaan yang ditinjau (resultan fluks bernilai negatif).

100
16.5 Energi Potensial Listrik

Energi potensial listrik adalah energi potensial yang dimiliki suatu benda bermuatan karena adanya
medan listrik. Energi potensial listrik didefinsikan sebagai usaha yang dibutuhkan untuk menaruh
benda dari titik yang sangat jauh ke suatu titik tertentu dalam pengaruh medan listrik, dengan
konvensi, energi potensial di titik yang sangat jauh sama dengan nol.
Dari persamaan usaha-energi didapat

Uf − Ui = −W
Z r
Uf − 0 = − ~
F · d~s

Z r
1 Qq
U =− 2
dr
∞ 4πε0 r
1 Qq
=
4πε0 r
Secara umum, perubahan energi potensial dapat dirumuskan sebagai
Z f
∆U = Uf − Ui = − ~
F · d~s
i

16.6 Potensial Listrik

Potensial listrik adalah energi potensial suatu partikel bermuatan dalam medan listrik, per satuan
muatan. Berdasarkan konvensi, potensial di titik yang sangat jauh bernilai 0.

∆U
∆V =
q
Z f~
F
=− · d~s
i q
Z f
=− ~ · d~s
E
i

Apabila diketahui fungsi potensial listrik, kita dapat mencari fungsi medan listriknya.

~ · d~s)
dV = −(E
= −(Ex dx + Ey dy + Ez dz)
dV dV dV
Ex = − , Ey = − , Ez = −
dx dy dz
~ = −∇V
E

Medan listrik dapat didefinisikan sebagai gradien dari medan potensial.


Potensial listrik pada suatu titik berjarak r dari partikel bermuatan Q sebesar

1 Q
V =
4πε0 r
Bentuk diferensial untuk potensial listrik yaitu
1 dQ
dV =
4πε0 r

101
16.7 Sifat-sifat Elektrostatik Berbagai Bentuk Benda

16.7.1 Batang Tipis Bermuatan

~
E

Gambar 16.3: Batang tipis bermuatan

2kλ
E=
d

16.7.2 Busur Tipis Bermuatan

θ ~
E

Gambar 16.4: Busur tipis bermuatan

θ

2kλ sin 2
E=
r

16.7.3 Keping Bermuatan

~
E

Gambar 16.5: Keping bermuatan

σ
E=
2ε0

102
16.7.4 Dua Keping Sejajar Bermuatan Berlawanan

~
E

Gambar 16.6: Dua keping sejajar bermuatan berlawanan

σ
E=
ε0

16.7.5 Bola Konduktor Berongga Bermuatan

r
· R
R

Gambar 16.7: Bola konduktor berongga bermuatan

1. Di dalam bola (0 < R < r)

E=0
kQ
V =
r

2. Di permukaan dan luar bola (R ≥ r)

kQ
E=
R2
kQ
V =
R

103
16.7.6 Bola Isolator Pejal Bermuatan

r
· R
R

Gambar 16.8: Bola isolator pejal bermuatan

1. Di dalam hingga permukaan bola (0 < R ≤ r)

kQ
E= R
r3 "
 2 #
kQ R
V = 3−
2r r

2. Di luar bola (R > r)

kQ
E=
R2
kQ
V =
R

104
Bab 17

Rangkaian Listrik DC

17.1 Arus Listrik

Arus listrik didefinisikan sebagai laju perpindahan muatan per satuan waktu.

dq
I=
dt
Satuan SI untuk arus adalah Ampere (1 A = 1 Coulomb/detik).
Dari persamaan di atas, kita bisa dapatkan muatan sebagai integral dari arus listrik.

Z t
Q= I dt
t0

17.2 Tegangan Listrik

Tegangan (beda potensial) didefinisikan sebagai usaha yang dibutuhkan untuk memindahkan mu-
atan satuan melalui suatu elemen.

dw
Vab =
dq
Satuan SI untuk tegangan adalah Volt (1 Volt = 1 Joule/Coulomb)

17.2.1 Tegangan Titik


Tegangan dapat dikatakan sebagai perbedaan potensial listrik antara dua terminal pada suatu
elemen.

Vab = Va − Vb

Va dan Vb adalah potensial pada titik a dan b.

17.3 Daya

Daya listrik adalah energi yang diserap (atau dipasok) suatu elemen per satuan waktu.

dw
P =
dt

105
Satuan SI untuk daya adalah Watt.
Persamaan di atas dapat ditulis ulang sebagai suatu persamaan dari tegangan dan arus, menjadi

dw
P =
dt
dw dq
= ·
dq dt
=VI

17.4 Energi

Suatu elemen dengan daya P memasok/menyerap energi selama waktu t sebesar

W = Pt
= V It

Apabila daya yang dipasok/diserap berubah terhadap waktu (tegangan dan/atau arus berubah
tiap waktu) maka energi yang dipasok/diserap sebesar

Z t
W = P (t) dt
t0
Z t
= V (t)I(t) dt
t0

17.5 Hubungan Seri dan Paralel

Dua elemen terhubung secara seri apabila kedua elemen tersebut terhubung hanya dengan satu
titik yang sama, sehingga kedua elemen tersebut memiliki arus yang sama.
Dua elemen terhubung secara paralel apabila kedua elemen tersebut terhubung pada dua titik
yang sama, sehingga kedua elemen tersebut memiliki tegangan yang sama.

17.6 Hukum Ohm dan Resistor

Hukum Ohm adalah hukum mengenai hubungan antara tegangan dan arus terhadap suatu sifat
yang dinamakan resistansi.
Resistansi (hambatan) adalah suatu sifat material, yaitu kecenderungan untuk menghambat
arus listrik yang melalui material tersebut. Nilai hambatan suatu elemen dinyatakan dalam per-
samaan

`
R=ρ
A

dengan ρ adalah resistivitas material, ` panjang elemen, dan A luas penampang elemen. Re-
sistivitas suatu material hanya bergantung pada jenis material. Satuan SI untuk hambatan adalah
ohm (Ω).

106
Gambar 17.1: Resistansi dari suatu elemen dan simbol resistor

Hukum Ohm menyatakan bahwa tegangan suatu elemen berbanding lurus terhadap arus.

V ∝I

Kemudian ditemukan bahwa konstanta proporsionalitasnya adalah resistansi, sehingga hukum


ini dapat dinyatakan sebagai

V = IR

Gambar 17.2: Hubungan antara tegangan dan arus pada suatu resistor

17.6.1 Daya pada Resistor


Suatu resistor selalu mendisipasikan energi dalam bentuk panas apabila dialiri arus. Daya pada
resistor yang dialiri arus sebesar I dan memiliki tegangan V sebesar

P =VI
V2
=
R
= I 2R

17.6.2 Susunan Resistor Seri dan Paralel


Seri
Resistor seri memiliki arus yang sama.

107
R1 R2 R3

Gambar 17.3: Resistor disusun secara seri

Req = R1 + R2 + R3 + . . .

Paralel
Resistor paralel memiliki tegangan yang sama.

R1

R2

R3

Gambar 17.4: Resistor disusun secara paralel

1 1 1 1
= + + + ...
Req R1 R2 R3

17.7 Hukum Kirchhoff

Hukum Kirchhoff adalah suatu hukum mengenai tegangan dan arus pada rangkaian. Hukum ini
memiliki dua bagian, yaitu hukum arus dan hukum tegangan.

17.7.1 Hukum Arus Kirchhoff (KCL)


Hukum arus Kirchhoff (Kirchhoff’s current law/KCL) menyatakan bahwa jumlah aljabar dari arus-
arus yang memasuki suatu titik atau percabangan sama dengan nol.

Gambar 17.5: Hukum arus Kirchhoff pada suatu titik/cabang

X
i=0

Pada gambar di atas, jumlah arus yang memasuki node di sebelah kiri sama dengan nol.

108
X
i=0
i1 + (−i2 ) + i3 + i4 + (−i5 ) = 0
i1 + i3 + i4 = i2 + i5

Hukum arus Kirchhoff bermakna, jumlah arus yang memasuki node atau daerah tertutup sama
dengan jumlah arus yang keluar dari node atau daerah tertutup tersebut.

17.7.2 Hukum Tegangan Kirchhoff (KVL)

Hukum tegangan Kirchhoff (Kirchhoff’s voltage law/KVL) menyatakan bahwa jumlah aljabar dari
tegangan-tegangan pada suatu loop sama dengan nol.

Gambar 17.6: Hukum arus Kirchhoff pada loop

X
v=0

Pada gambar di atas, jumlah tegangan pada loop (yang arahnya digambarkan oleh panah dengan
arah searah jarum jam) sama dengan nol.

X
v=0
v2 + v3 + (−v4 ) + v5 + (−v1 ) = 0
v1 + v4 = v2 + v3 + v5

Hukum tegangan Kirchhoff bermakna, jumlah penurunan tegangan sama dengan jumlah ke-
naikan tegangan.

17.8 Hubungan Terbuka dan Hubungan Pendek

Rangkaian terbuka (open circuit) adalah suatu elemen dengan resistansi menuju takhingga, dan
dinyatakan dalam rangkaian sebagai suatu bagian terbuka yang tidak terhubung.
Rangkaian terhubung pendek (short circuit) adalah suatu elemen dengan resistansi nol, dan
dinyatakan dalam rangkaian sebagai suatu bagian yang tersambung langsung.

109
Gambar 17.7: (a) Rangkaian terhubung pendek dan (b) rangkaian terbuka

17.9 Aplikasi Hukum Ohm dan Kirchhoff

Sebagai contoh, kita akan mencari arus, tegangan, dan daya disipasi pada tiap-tiap resistor pada
rangkaian berikut

R2

R1 R3

R4

E1 E2

R6 R5

Gambar 17.8: Suatu rangkaian listrik

dengan nilai R1 = 4Ω, R2 = 12Ω, R3 = 12Ω, R4 = 3Ω, R5 = 1Ω, R6 = 5Ω, E1 = 24V , dan
E2 = 18V .
Rangkaian tersebut akan disederhanakan dengan mengubah rangkaian hambatan paralel men-
jadi satu hambatan. Setelah itu, kita akan menghitung arus yang mengalir di rangkaian.

R1 Req

E1 E2

R6 R5

Gambar 17.9: Penyederhanaan dari rangkaian pada gambar 17.8

110
Tahap 1: Penyederhanaan Rangkaian Nilai REq adalah nilai hambatan paralel dari R2 , R3 ,
dan R4 . Dengan mudah dapat dihitung Req = 2Ω.

Tahap 2: Menghitung Arus Total Misalkan terdapat arus I yang diasumsikan mengalir searah
jarum jam. Maka E1 bertanda negatif dan E2 bertanda positif

X
v=0
(E1 + E2 ) + I(R1 + Req + R5 + R6 ) = 0

−(E1 + E2 )
I=
(R1 + REq + R5 + R6 )
−(−24 + 18)
=
(4 + 2 + 1 + 5)
6
=
12
= 0.5A

Dari perhitungan di atas, didapatkan I sebesar 0.5 A. I bertanda positif, maka asumsi arah
benar (arus mengalir searah jarum jam).

Tahap 3: Menghitung Tegangan Masing-masing Resistor Dengan hukum Kirchhoff, maka


didapatkan tegangan di resistor R1 = 2V , R2 = 1V , R3 = 1V , R4 = 1V , R5 = 0.5V , R6 = 2.5V .
(Ket: Tegangan pada R2 , R3 , dan R4 sama dengan tegangan pada Req , karena Req adalah hambatan
paralel)

Tahap 4: Menghitung Arus Masing-masing Resistor Dengan hukum Kirchhoff, arus di


1 1
resistor R1 = 0.5A, R2 = 12 A, R3 = 12 A, R4 = 31 , R5 = 0.5A, R6 = 0.5A. (Ket: Arus pada
R1 , R5 , dan R6 sama dengan arus total, karena hambatan-hambatan tersebut dipasang secara seri)

Tahap 5: Menghitung Daya Disipasi Masing-masing Resistor Dengan menggunakan P =


1 1
V I, daya yang digunakan oleh resistor R1 = 1W , R2 = 12 W , R3 = 12 W , R4 = 31 W , R5 = 0.25W ,
R6 = 1.25W . Hasil yang sama juga akan didapat dengan menggunakan persamaan P = I 2 R atau
P = V 2 /R

111
112
Bab 18

Kapasitansi dan Kapasitor

18.1 Definisi

Kapasitor adalah komponen yang menyimpan energi potensial listrik dalam bentuk medan listrik.
Kapasitor terdiri atas dua keping konduktor yang disisipi bahan dielektrik (isolator), lalu diberikan
tegangan.

18.2 Kapasitansi

Kapasitansi adalah perbandingan antara muatan yang disimpan kapasitor dan tegangan kapasitor.

Q
C=
V
Secara umum, kapasitansi suatu kapasitor bergantung pada sifat material dielektrik dan bentuk
(geometri) kapasitor, dengan hubungan

C = κε0 `

dengan κ konstanta dielektrik bahan, ε0 permitivitas elektrik vakum, dan ` panjang karakter-
istik kapasitor (suatu unsur geometris kapasitor yang memengaruhi kapasitansi).

18.3 Kapasitor dengan Berbagai Bentuk

18.3.1 Kapasitor Pelat Sejajar

+Q −Q

Gambar 18.1: Kapasitor Pelat Sejajar

A
C = κε0
d

113
18.3.2 Kapasitor Silindris
Kapasitor silindris adalah suatu kapasitor yang terdiri atas tabung logam dengan jari-jari a yang
dikelilingi oleh kulit tabung logam dengan jari-jari b, keduanya memiliki panjang L, dan tabung
dalam sepusat dengan tabung luar. Kapasitansinya sebesar

L
C = 2πκε0
ln(b/a)

Gambar 18.2: Ilustrasi irisan penampang pada kapasitor siliindris dan sferis

18.3.3 Kapasitor Sferis


Kapasitor sferis adalah suatu kapasitor yang terdiri atas bola logam dengan jari-jari a yang dike-
lilingi oleh kulit bola logam dengan jari-jari b, dan bola dalam sepusat dengan bola luar. Kapa-
sitansinya sebesar

ab
C = 4πκε0
b−a

18.4 Muatan yang Tersimpan pada Kapasitor

Muatan yang tersimpan pada kapasitor sebesar

Q = CV

18.5 Energi yang Tersimpan pada Kapasitor

Energi yang tersimpan pada kapasitor sebesar

1
U = QV
2
1
= CV 2
2
Q2
=
2C

114
18.6 Susunan Kapasitor

Seri
Kapasitor yang terhubung seri memiliki muatan yang sama.

C1 C2 C3

Gambar 18.3: Rangkaian kapasitor seri

1 1 1 1
= + + + ...
Ceq C1 C2 C3

Paralel
Kapasitor yang terhubung paralel memiliki tegangan yang sama.

C1

C2

C3

Gambar 18.4: Rangkaian kapasitor paralel

Ceq = C1 + C2 + C3 + . . .

18.7 Rangkaian RC

Rangkaian RC adalah suatu rangkaian yang terdiri atas sumber tegangan, resistor, dan kapasitor.
Suatu rangkaian RC sederhana dengan sumber tegangan Vs , resistor R, dan kapasitor C digam-
barkan sebagai berikut.

Gambar 18.5: Rangkaian RC sederhana

115
Rangkaian di atas memiliki saklar yang dapat diubah-ubah posisinya, antara tersambung ke A
atau B. Jika saklar tersambung ke A, kapasior akan terisi. Jika saklar tersambung ke B, kapasitor
akan melepaskan muatan.

18.7.1 Pengisian Kapasitor


Jika saklar tersambung ke A, penerapan hukum tegangan Kirchhoff akan menghasilkan persamaan

q
iR += Vs
C
dq q
R + = Vs
dt C
Dari persamaan diferensial di atas kita dapatkan

t
q(t) = CVs (1 − e− RC )
dq
i(t) =
dt
Vs − t
= e RC
R
Grafik muatan pada kapasitor dan arus terhadap waktu adalah sebagai berikut

Gambar 18.6: Grafik q(t) dan i(t) saat pengisian kapasitor

18.7.2 Pelepasan Muatan Kapasitor


Jika saklar tersambung ke B, penerapan hukum tegangan Kirchhoff akan menghasilkan persamaan

q
iR +=0
C
dq q
R + =0
dt C

116
Dari persamaan diferensial di atas kita dapatkan

t
q(t) = q0 e− RC
dq
i(t) =
dt
q0 − t
=− e RC
RC
dengan q0 = CVs adalah muatan awal kapasitor.

18.7.3 Analisis pada Keadaan Tunak


Pada keadaan tunak (steady state/setelah waktu yang cukup lama), rangkaian RC akan memiliki
sifat-sifat berikut

1. Kapasitor terisi penuh

2. Tidak ada arus yang melewati kapasitor (dan seluruh komponen yang terhubung seri dengan
kapasitor)

3. Kapasitor dapat dianggap sebagai hubung terbuka, dan tegangannya sebesar tegangan hubung
terbukanya.

117
118
Bab 19

Medan Magnet

19.1 Definisi

Medan magnet adalah suatu medan pengaruh yang dapat menyebabkan suatu partikel bermuatan
yang bergerak mengalami gaya. Medan magnet dapat dihasilkan dari suatu magnet permanen dan
dari arus listrik.
Hukum Gauss untuk medan magnet yaitu

I
~ · dA
B ~ =0

Persamaan di atas bermakna, medan magnet memiliki dua kutub, utara dan selatan. Magnet
bersifat dipol, tidak ada benda yang hanya menjadi ’sumber’ medan magnet. Apabila suatu magnet
permanen dibelah, maka pecahannya akan membentuk kembali kutub utara dan selatan.
Medan magnet memiliki satuan SI Tesla (T). Besar medan magnet alami bumi di permukaan
bumi kira-kira sebesar 5 × 10−5 T.

19.2 Hukum Biot-Savart

Medan magnet dapat dihasilkan dari arus listrik. Fenomena ini dinyatakan dalam hukum Biot-
Savart.

Gambar 19.1: Hukum Biot-Savart

Medan magnet yang dihasilkan yaitu

119
~ = µ0 i d~s × r̂
dB
4π r2
µ0 i ds sin θ
dB =
4π r2

dengan i arus pada segmen kawat, ds segmen kawat, θ sudut antara segmen kawat dan titik
yang ditinjau, r jarak antara segmen kawat dan titik yang ditinjau, dan µ0 konstanta permitivitas
vakum (µ0 = 4π × 10−7 H/m).

19.3 Medan Magnet dari Kawat Berarus dengan Berbagai Bentuk

Arah vektor medan magnet mengikuti kaidah tangan kanan.

19.3.1 Kawat Lurus

B
~

θ1 θ2
i

Gambar 19.2: Medan magnet dari kawat lurus panjang berhingga

µ0 i
B= (cos θ1 + cos θ2 )
4πr

Kawat Lurus Panjang Takhingga

Medan magnet dari kawat dengan panjang takhingga dihitung dengan θ1 = 0 dan θ2 = 0.

µ0 i
B=
2πr

120
19.3.2 Kawat Melengkung

Gambar 19.3: Medan magnet dari kawat melengkung

Medan magnet pada pusat kelengkungan sebesar

µ0 iφ
B=
4πr

Kawat Lingkaran

Medan magnet pada pusat dari kawat lingkaran dengan N lilitan dihitung dengan φ = 2πN .

µ0 iN
B=
2r

19.3.3 Solenoid

Gambar 19.4: Medan magnet dari solenoid

Medan magnet di luar solenoid nol, sedangkan di dalam solenoid sebesar

µ0 iN
B=
`

121
19.3.4 Toroid

Gambar 19.5: Medan magnet dari toroid

Medan magnet di luar toroid nol, sedangkan di dalam toroid sebesar

µ0 iN
B=
2πr

19.4 Gaya Lorentz

Gaya Lorentz adalah suatu gaya yang dialami benda bermuatan yang bergerak memasuki suatu
medan magnet. Secara matematis gaya ini dirumuskan dengan persamaan

~ ~
v × B)
FL = q(~
FL = qvB sin θ

dengan q muatan partikel, ~ ~ vektor medan magnet, dan θ sudut


v vektor kecepatan partikel, B
yang diapit vektor kecepatan dan medan magnet.

Gambar 19.6: Gaya Lorentz pada suatu partikel bermuatan

Apabila suatu partikel bermuatan memasuki medan magnet dengan vektor kecepatan tegak lu-
rus terhadap vektor medan magnet, partikel tersebut akan mengalami gaya Lorentz yang tegak lu-
rus terhadap kecepatan dan medan magnet, sehingga partikel tersebut mengalami gerak melingkar.
Jari-jari lintasannya dapat diturunkan, dengan gaya Lorentz bekerja sebagai gaya sentripetal.

mv 2
= qvB
r
mv
= qB
r
mv
r=
qB

122
Apabila suatu partikel bermuatan memasuki medan magnet dengan suatu sudut tertentu, par-
tikel dapat mengalami gerak lurus dan melingkar secara bersamaan, membentuk lintasan heliks.
Komponen kecepatan yang sejajar medan magnet menjadi komponen gerak lurus, dan komponen
kecepatan yang tegak lurus medan magnet menjadi komponen gerak melingkar.

19.4.1 Gaya Lorentz pada Kawat Berarus


Tinjau suatu kawat lurus panjang yang dialiri arus listrik. Kawat tersebut memiliki muatan (elek-
tron) yang bergerak. Jika kawat tersebut diberikan medan magnet, muatan yang bergerak pada
kawat akan mengalami gaya Lorentz, sehingga kawat akan mengalami gaya Lorentz.

Gambar 19.7: Gaya Lorentz pada kawat berarus dalam medan magnet

Gaya ini dapat dirumuskan dalam persamaan

~
FL = i(~ ~
L × B)
FL = iLB sin θ

dengan i arus yang mengalir pada kawat, ~ ~ vektor medan magnet,


L vektor panjang kawat, B
dan θ sudut yang diapit vektor panjang kawat dan medan magnet. Vektor ~
L adalah suatu vektor
yang besarnya sebesar panjang segmen kawat yang mengalami medan magnet, dan arahnya searah
dengan arah arus pada kawat.

19.4.2 Gaya Lorentz pada Dua Kawat Berarus


Dua kawat berarus menghasilkan medan magnet yang saling memengaruhi kawat lain. Apabila arus
pada kedua kawat searah, akan terjadi gaya tarikan, dan apabila arus pada kedua kawat berlawanan
arah, akan terjadi gaya tolakan.

Gambar 19.8: Gaya Lorentz antara dua kawat berarus

123
Gaya per satuan panjang kawat sebesar

FL µ0 ia ib
=
` 2πd

124

Anda mungkin juga menyukai