Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagian besar komponen utama yang terdapat dalam tubuh manusiaadalah air, di
mana jumlahnya sekitar 60% dari total berat badan orang dewasa.Cairan yang
terdapat di dalam tubuh manusia tidak hanya berkumpul di satu tempat, melainkan
didistribusikan ke dalam ruangan utama yaitu cairan intraseluler (CIS) dan cairan
ekstraseluler (CES).Cairan ekstraseluler terbagi di dua bagian yaitu intravaskuler dan
interstisial.Cairan dan elektrolit sangat dibutuhkan oleh sel-sel dalam tubuh agar
dapat menjaga dan mempertahankan fungsinya sehingga dapat tercipta kondisi yang
sehat pada tubuh manusia.Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan suatu
hubungan yang erat dan bergantung satu dengan yang lainnya. Apabila terjadi
gangguan keseimbangan pada salah satunya, maka akan memberikan pengaruh pada
yang lainnya. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dapat terjadi pada
keadaan diare, muntah-muntah, sindrom malabsorpsi, ekskresi keringat yang berlebih
pada kulit, pengeluaran cairan yang tidak disadari (insensible water loss) secara
berlebihan oleh paru-paru, pendarahan, berkurangnya kemampuan pada ginjal dalam
mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Dalam keadaan tersebut,
pasien perlu diberikan terapi cairan agar volume cairan tubuh yang hilang dengan
segera dapat digantikan.Terdapat tiga prinsip utama dalam pemberian terapi cairan
yaitu koreksi kehilangan elektrolit, koreksi kehilangan cairan dan koreksi terhadap
kebutuhan normal asupan cairan per harinya.Koreksi yang dilakukan cukup sampai
batas normal atau kondisi yang dapat ditolerir oleh tubuh.Tujuannya adalah untuk
menghindari terjadinya resiko iatrogenic yang tidak diinginkan akibat dari pemberian
terapi yang berlebihan.Gangguan cairan dan elektrolit dapat membawa penderita
dalam kegawatan yang kalau tidak dikelola dengan cepat dan tepat dapat
menimbulkan kematian.1,2

1
Elektrolit merupakan molekul terionisasi yang terdapat di dalam darah, jaringan,
dan sel tubuh. Jumlah asupan air dan elektrolit melalui makan dan minum akan
dikeluarkan dalam jumlah relatif sama. Ketika terjadi gangguan homeostasis dimana
jumlah yang masuk dan keluar tidak seimbang, harus segera diberikan terapi untuk
mengembalikan keseimbangan tersebut.2
Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra bedah,
selama pembedahan dan pasca bedah dimana saluran pencernaan belum berfungsi
secara optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian.Terapi dinilai
berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan
hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa edema paru dan gagal nafas.2
Dalam berbagai kondisi yang tidak sesuai, terkadang seseorang bisa mengalami
defisit cairan.Misalnya kondisi dehidrasi, luka bakar, dan perdarahan berat. Kondisi
lain misalnya saat perioperatif, yang timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang
kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit
primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang
mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Pada periode pasca
bedah kadang-kadang perdarahan dan atau kehilangan cairan (dehidrasi) masih
berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian khusus.4
Sampai saat ini terapi cairan dan elektrolit perioperatif masih merupakan topik
yang menarik untuk dibicarakan karena dalam prakteknya banyak hal yang sulit
ditentukan atau diukur secara objektif. Perhitungan cairan terkadang tidak sama
adekuat untuk memenuhi defisit cairan pada satu pasien, atau justru berlebihan pada
pasien lain.6

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Terapi Cairan


Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam
batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intervena. Keseimbangan cairan merupakan sebuah
istilah dalam mendeskripsikan keseimbangan input dan output dari carian di
dalam tubuh untuk menjalankan fungsi proses metabolik secara benar. Air sangat
penting untuk kehidupan.Menjaga dan mengoreksi keseimbangan cairan di dalam
tubuh juga penting untuk kesehatan. 2
Resusitasicairanadalahpemberiancairanuntukmenyelamatkanjiwa pasien
yangmenglamisyokkarenadehidrasiakutataudankronisatauperdarahan.Pemberianc
airandilakukansesuaidenganderajatdehidrasiatauperdarahan yang terjadi. 2
Resusitasi cairan dengan menggunakan larutan koloid dan kristaloid
merupakan jenis intervensi yang sering digunakan dalam pengobatan
akut.Pemilihan dan penggunaan cairan resusitasi biasanya didasarkan pada
prinsip fisiologis, namun dalam praktik klinis, pemilihan ini didasarkan atas
keputusan para dokter, dan keputusan ini bervariasi di setiap daerah.Tidak ada
satu pun cairan resusitasi yang ideal.Namun ada bukti yang menunjukkan bahwa
jenis dan dosis cairan resusitasi kemungkinan besar dapat mempengaruhi kondisi
pasien. 4

Terapi Cairan
Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu ; 4

3
 Resusitasi cairan, Ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh,
sehingga seringkali dapat menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan pula untuk
ekspansicepat dari cairan intravaskuler dan memperbaiki perfusi jaringan.
 Terapi rumatan, Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan
nutrisi yang diperlukan oleh tubuh.
Terapi cairan adalah suatu tindakan pemberian air dan elektrolit dengan atau
tanpa zat gizi kepada pasien-pasien yang mengalami dehidrasi dan tidak bisa
dipenuhi oleh asupan oral biasa melalui minum atau makanan.Pada pasien-pasien
yang mengalami syok karena perdarahan juga membutuhkan terapi cairan untuk
menyelamatkan jiwanya.Untuk dehidrasi ringan, umumnya digunakan terapi cairan
oral (lewat mulut).Sedangkan pada dehidrasi sedang sampai berat atau asupan oral
tidak memungkinkan, missal jika ada muntah-muntah atau pasien tidak sadar,
biasanya diberikan cairan melalui infus.4
Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra bedah,
selama pembedahan dan pasca bedah dimana saluran pencernaan belum berfungsi
secara optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal harian.Terapi dinilai
berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan
hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa edema paru dan gagal nafas.4
Tujuan utama pemberian cairan adalah mengembalikan volume intravaskuler.
Karena aliran balik vena setara dengan curah jantung, maka respon simpatetik yang
mengatur sirkulasi eferen kapasitansi (vena) dan aferen konduktansi (arterial) hampir
sama dengan yang mengatur kontraktilitas myokardial. Terapi tambahan untuk
resusitasi cairan, seperti penggunaan katekolamine untuk meningkatkan kontraksi
jantung dan aliran balik vena, dapat dipertimbangkan untuk sebagai terapi awal untuk
mendukung sirkulasi yang gagal.Selain itu, kita harus mempertimbangkan efek
pemberian cairan terhadap fungsi organ akhir dan mikrosirkulasi organ vital yang
terus-menerus mengalami perubahan saat berada dalam kondisi patologis.4

4
Terapi cairan adalah suatu tindakan pemberian air dan elektrolit dengan atau
tanpa zat gizi kepada pasien-pasien yang mengalami perdarahan, luka bakar,
dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif dan tidak bisa
dipenuhi dengan intake oral dan enteral sehingga diberikan melalui jalur
parenteral.4
Terapi cairan resusitasi adalah pemberian cairan untuk menolong jiwa pasien
yang mengalami syok hipovolemik karena dehidrasi akut dan berat atau
perdarahan. Koreksi cairan intravena dapat diberikan dengan cepat dan dalam
jumlah cairan yang besar sesuai dengan derajat dehidrasi Sementara itu pada
pasien dengan perdarahan sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood
Volume/ taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan
penurunan tekananvena sentral. Penggantian cairan pada perdarahan dihitung
berdasarkan volume perdarahan yang hilang dan kebutuhan tubuh. 4
Terapi cairan rumatandiberikan untuk mengganti kehilangan air normal harian
pada pasien rawat inap. Seringkali pasien rawat-inap karena kondisi sakitnya tidak
bisa mengkonsumsi air dan elektrolit dalam jumlah cukup melalui minum,
sehingga memerlukan dukungan infus untuk memenuhi kebutuhan hariannya agar
tidak jatuh dalam gangguan keseimbangan air dan elektrolit yang bisa mengancam
jiwa. Jenis dan jumlah dan kecepatan cairan rumatan yang diberikan kepada
pasien berbeda dengan cairan resusitasi.4
Parenteral feeding atau nutrisi parenteral adalah pemberian zat gizi (bisa
asam amino, vitamin, karbohidrat dan lipid) melalui pembuluh darah balik atau
vena. Nutrisi parenteral ini diberikan pada pasien yang kekurangan gizi atau
asupan gizi melalui oral dan enteral tidak mencukupi kebutuhan tubuh karena
kondisi penyakit pasien. 4

5
B. Anatomi Cairan
Total Body Water (TBW ) Air merupakan komponen utama dalam tubuh yakni
sekitar 60% dari berat badan pada laki-laki dewasa. Persentase tersebut bervariasi
bergantung beberapa faktor diantaranya: 1
 TBW pada orang dewasa berkisar antara 45-75% dari berat badan. Kisaran
ini tergantung pada tiap individu yang memiliki jumlah jaringan adipose
yang berbeda, yang mana jaringan ini hanya mengandung sedikit air.
 TBW pada wanita lebih kecil dibanding dengan laki-laki dewasa pada umur
yang sama, karena struktur tubuh wanita dewasa yang umumnya lebih
banyak mengandung jaringan lemak.
 TBW pada neonatus lebih tinggi yaitu sekitar 70-80% berat badan
 Untuk beberapa alasan, obesitas serta peningkatan usia akan menurunjkan
jumlah kandungan total air tubuh TBW dibagi dalam 2 komponen utama
yaitu cairan intraseluler(CIS)dan cairan ekstra seluler(CES) seperti terlihat
pada gambar

Cairan intra seluler merupakan 40% dari TBW.Pada seorang laki-laki dewasa
dengan berat 70 kg berjumlah sekitar 27 liter.Sekitar 2 liter berada dalam sel
darah merah yang berada di dalam intravaskuler.Komposisi CIS dan kandungan
airnya bervariasi menurut fungsi jaringan yang ada.Misalnya, jaringan lemak
memiliki jumlah air yang lebih sedikit dibanding jaringan tubuh lainnya.1
Komposisi dari CIS bervariasi menurut fungsi suatu sel. Namunterdapat
perbedaan umum antara CIS dan cairan interstitial. CIS mempunyai kadar Na+,
Cl-dan HCO3-yang lebih rendah dibanding CES dan mengandung lebih banyak
ion K+dan fosfat serta protein yang merupakan komponen utama intra seluler.1
Komposisi CIS ini dipertahankan oleh membran plasma sel dalam keadaan
stabil namun tetap ada pertukaran.Transpor membran terjadi melalui mekanisme

6
pasif seperti osmosis dan difusi, yang mana tidak membutuhkan energi
sebagaimana transport aktif.1,3
Sekitar sepertiga dari TBW merupakancairan ekstraseluler (CES), yaitu
seluruh cairan di luar sel.Dua kompartemen terbesar dari mairan ekstrasluler
adalah cairan interstisiel, yang merupakan tiga perempat cairan ekstraseluler, dan
plasma, yaitu seperempat cairan ekstraseluler.Plasma adalah bagian darah
nonselular dan terus menerus berhubungan dengan cairan interstisiel melalui
celah-celah membrane kapiler.Celah ini bersifat sangat permeabel terhadap
hampir semua zat terlarut dalam cairan ekstraseluler, kecuali protein.
Karenanya,cairan ekstraseluler terus bercampur, sehingga plasma dan interstisiel
mempunyai komposisi yang sama kecuali untuk protein, yang konsentrasinya
lebih tinggi pada plasma1,3

Jaringan (40%)
Cairan
Tubuh (100%) Intraselular
(40%) 60 Plasma darah
Cairan Tubuh
(60%) 100 (5 %) 10
Cairan
Ekstraselular
(20%) 40
Cairan Interstitial
(15 %) 30

7
C. Jenis cairan resusitasi dan transfuse
Saat ini jenis cairan untuk terapi parenteral sudah tersedia banyak sekali
dipasaran. Kondisi orang sakit membutuhkan cairan yang berbeda sesuai
dengan penyakitnya. Cairan sebagai terapi seharusnyalah tepat sehingga
dicapai efek yang optimal. Pemberian cairan yang salah bisa memperberat
penyakit pasien. Rancangan cairan disesuaikan dengan kondisi patologis
(Darmawan, 2007). Sementara itu Leksana (2010) membagi jenis cairan yang
sering digunakan dalam pemberian terapi intravena berdasarkan kelompoknya
adalah sebagai berikut: 4,5,6

1. Cairan Kristaloid
Cairan dengan berat molekul rendah ( < 8000 Dalton ) dengan atau
tanpa glukosa, mempunyai tekanan onkotik rendah, sehingga cepat
terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler, dan mengandung elektrolit:

8
Ringer lactate, Ringer’s solution, NaCl 0,9%, Tidak mengandung
elektrolit: Dekstrosa 5%. Cairan ini rata-rata memiliki tingkat osmolaritas
yang lebih rendah dengan osmolaritas plasma.
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid)
ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi
defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang
intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang
hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan
tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan
kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila
diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional
hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat
peningkatan klorida.

2. Cairan Koloid
Cairan dengan berat molekul tinggi ( > 8000 Dalton ), mempunyai
tekanan onkotik tinggi, sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di
ruang intravaskuler. Termasuk golongan ini: Albumin, Plasma protein
fraction: Plasmanat, produk darah: sel darah merah, koloid sintetik:
Dekstran, Hydroxyethyl starch.
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma
substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan
yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang
menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler.Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk

9
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik
atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein
yang banyak (misal luka bakar).

3. Cairan Khusus
Cairan ini dipergunakan untuk indikasi khusus atau koreksi; misal:
NaCl3%, Sodium-bikarbonat, Mannitol, Natrium laktat hipertonik
(Leksana, 2010)
Jenis cairan tersebut adalah sebagai berikut:
 Cairan hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan osmolaritas serum
(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut
dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik
dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip
cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam
terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah
tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan
adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl
45% dan Dekstrosa 2,5%.
 Cairan Isotonis
Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian
cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh
darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi
(kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).

10
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada
penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah
cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis
(NaCl 0,9%).
 Cairan hipertonik
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan
mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan
cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 10%, NaCl 45% hipertonik,
Dextrose 5% + Ringer-Lactate, Dextrose 5% + NaCl 0,9%, produk
darah, dan albumin

D. Distribusi cairan tubuh

Komponen cairan tubuh.Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu
elektrolit dan non elektrolit. 7

1) Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).
Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam
miliekuivalen). –

 Kation :Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+),


sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium
(K+).Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa
keluar sodium dan potassium ini.
 Natrium: Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan
paling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan.Kadar natrium

11
plasma: 135-145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB
dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium
dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat
58mEq/liter.Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial
maupun ke dalam dan keluar sel.Apabila tubuh banyak mengeluarkan
natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi
keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan
natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan
interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik
dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan
terjadilah kegagalan sirkulasi.
 Kalium: Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan
ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air
dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana
99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah
kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kadar kalium plasma 3,5-
5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan
kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi
kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10
mEq/liter.
 Kalsium: Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-
90% dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah
pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan
endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar
paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%)
ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak
terdapat dalam sel.

12
 Magnesium: Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan
unruk pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
 Anion: Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular
adalah ion fosfat (PO43-).
 Karbonat: Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai
salah satu hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol
oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam
bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam
keseimbangan asam basa.

2) Non elektrolit. Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi
dalam cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

E. Penanganan Medis Terhadap terapi cairan


1. Restriksi cairan preoperative
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan
cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien
menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.7,8Defisit cairan
yang telah ada sebelumnya Harus dikoreksi sebelum operasi untuk
meminimalkan efek dari anestesi.
2. Faktor-faktor intraoperative
1. Induksi anestesi. Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien
dengan hipovolemia preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi
seperti takikardia dan vasokonstriksi.7,8,9,10
2. Kehilangan darah yang abnormalIdealnya, kehilangan darah harusdiganti
dengan kristaloid atau koloid untuk mempertahankan intravaskularvolume
(normovolemia) sampai bahaya anemiamelebihi risiko transfusi. Pada saat
itu,Kehilangan darah diganti dengan transfusi merahsel darah untuk

13
mempertahankan konsentrasi hemoglobin(atau hematokrit) pada tingkat
itu. Tidak ada keharusanpemicu transfusi. Poin di mana manfaat
daritransfusi lebih besar daripada risikonya harus dipertimbangkansecara
individual.Di bawah konsentrasi hemoglobin 7 g / dL,output jantung
istirahat meningkat untuk mempertahankanpengiriman oksigen normal.
Peningkatan hemoglobinkonsentrasi mungkin sesuai untuk yang lebih tua
danpasien yang sakit dengan penyakit jantung atau paru-paru,terutama
ketika ada bukti klinis (misalnya, amengurangi saturasi oksigen vena
campuran dan per-sisting tachycardia) bahwa transfusi akan
berguna. Dalam pengaturan selain trauma masif, kebanyakandokter
mengelola solusi Ringer laktat atauPlasmalyte kira-kira tiga sampai empat
kali lipatvolume darah yang hilang, atau koloid dalam rasio 1: 1,sampai
titik transfusi tercapai. Pada waktu itu,darah diganti unit-untuk-unit karena
hilang, denganmenyusun kembali sel darah merah. 2

Hematokrit menurun hingga 30% dapat dihitung sebagaiberikut:


 Perkirakan volume darah.
 Perkirakan volume sel darah merah (RBCV) dihematokrit pra operasi
(RBCV preop).
 Perkirakan RBCV pada hematokrit 30%(RBCV 30%), dengan asumsi
volume darah normalterawat.

14
 Hitung RBCV yang hilang saat hematokritadalah 30%; RBCV hilang
= RBCV preop - RBCV 30%.
 Kehilangan darah yang diijinkan = RBCV hilang × 3.2
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya
kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi). 2
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka
operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan).2

3. Faktor-faktor postoperative2,10,11
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Peningkatan katabolisme jaringan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Risiko atau adanya ileus postoperati

F. Dehidrasi
Dehidrasi didefinisikan sebagai suatu kondisi kehilangan cairan dan elektrolit
tubuh. Diare merupakan penyebab tersering dehidrasi dan usia balita adalah
kelompok yang paling rentan mengalami kondisi dehidrasi. Dehidrasi juga dapat
terjadi karena peningkatan kebutuhan cairan tubuh, seperti demam, shu
lingkungan yang tinggi, dan akrivitas ekstrim. 10,12,
Jika tidak segera ditangani dehidrasi berat dapat berdampak pada kejadian
syok.Syok merupakan kegagalan sirkulasi dan perfusi jaringan yang disebabkan
oleh kehilangan volume cairan intravaskuler yang ditandai dengan takikardi dan
hipotensi. 10,12,
Berdasarkan presentase kehilangan ar dari total bera badan, derajat dehidrasi
dapat dibedakan menjadi ringan, sedang, dan berat. Bayi dan balita lebih
merentan mengalami dehidrasi karena komposisi air tubuh lebih banyak, fungsi

15
ginjal belum sempurna, serta masih bergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan cairan tubuhnya. 10,12,
Dehidrasi dapat dikategorikan menjadi beberapa tipe berdasarkan jumlah
kehilangan cairan dan elektrolit yakni dehidrasi Isotonik (suatu keadaan jumlah
kehilangan air sebanding dengan jumlah kehilangan elektrolit natrium), dehidrasi
hipertonik (keadaan kehilangan air lebih besar dibandingkan dengan kehilangan
elektrolit Natrium, dan dehidrasi hipotonik (kehilangan air lebih kecil
dibandingkan dengan kehilangan elektrolit natrium). 10,12, 13
Penatalaksanaan dehidrasi harus disesuaikan dengan derajat dan tanda klinis
dehidrasi, sehingga dapat diberikan penatalaksanaan/terapi yang tepat.Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan tool untuk mengukur derajat
dehidrasi dengan penilaian pada keadaan umum, kondisi mata, mulut dan turgor
kulit. Berikut cara menilai derajat dehidrasi dan gejala klinis dehidrasi. 10,12,

Tabel 1.Derajat Dehidrasi Berdasarkan Presentasi Kehilangan Air dari Berat


Badan. 10,
Derajat dehidrasi Dewasa Bayi dan Anak
Dehidrasi Ringan 4% dari BB 5% dari BB
Dehidrasi Sedang 6% dari BB 10% dari BB
Dehidrasi Berat 8 % dari BB 15% dari BB

16
Tabel 2. Derajat dehidrasi Berdasarkan Skor WHO 10
Yang dinilai Skor
A B C
Keadaan umum Baik Lesu/haus Gelisah,
cemas,mengantuk,
hingga syok
Mata Biasa Cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Turgor kulit Baik Kurang Jelek

Catatan :
< 2 tanda di kolom B dan C : Tanpa dehidrasi

>2 tanda di kolom B : Dehidrasi ringan –sedang

≥ 2 tanda di kolom c : Dehidrasi berat

Tabel 3. Gejala klinis Dehidrasi 10


Ringan Sedang Berat
Defisit cairan 3-5% 6-8% >10%
Hemodinamik Takikardi Takikardi Takikardi
Nadi lemah Nadi sangat lemah Nadi tidak teraba
Volume kolaps Akral dingin dan
Hipotensi ortostatik sianosis
Jaringan Lebih kering Lidah keriput Atonia
Turgor menurun Turgor menurun Turgor jelek
Urin Pekat Jumlah turun Oligouri
Sistem saraf Mengantuk Apatis Koma
pusat

17
Penatalaksaan dehidrasi ditujukan untuk mengatasi masalah kekurangan
cairan dan mengembalikan keseimbangan elektrolit yang hilang.Pada
dehidrasi ringan-sedang dapat diatasi dengan pemberian cairan melalui oral
atau ORS (oral rehydration solution) untuk mengembalikan volume
instraveskuler dan mengoreksi asidosis.Jika ORS tidak cukup atua tidak
memungkinkan maka dapat diberikan terapi cairan parenteral untuk
memenuhi asupan cairan sampai tercapai perfusi jaringan adekuat/baik.13

18
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. Y
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 49 Tahun
4. Berat Badan : 60 kg
5. Agama : Islam
6. Alamat : Jalan Jati II
7. Diagnosa Pra Anestesi : Open Fraktur Tibia Fibula Dextra
8. Jenis Pembedahan : Debridement – Orif Tibia Fibula Dextra
9. Tempat Operasi : RSUD Undata Palu
10. Jenis Anestesi : Regional anestesi

B. EVALUASI PRA-ANESTESI
a. Anamnesis (Autoanamnesis)
 Keluhan Utama : Nyeripada daerah tungkai bawah
 Riwayat penyakit sekarang : Pasien dengan open fraktur tibia fibula
dextramasuk RS dengan keluhan nyeri pada daerah tungkai bawah akibat terkena
mesin pemotong rumput. Pasien tidak merasakan mual, muntah,pusing dan nyeri
ulu hati. Tidak ada keluhan demam dan penglihatan kabur. BAK (+) seperti
biasa, BAB (+) seperti biasa.
 Riwayat Penyakit Dahulu : Kejang (-), Hipertensi (-), Penyakit Jantung (-),
Diabetes Mellitus (-).
 Allergies : Pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan dan
obat-obatan.

19
 Medications : Ranitidin 50 mg 1 amp/iv, Ketorolac 30 mg 1
amp/iv
 Post Medical History : Tidak ada riwayat anestesi sebelumnya.

b. Pemeriksaan Fisik
 B1 (Breath) dan Evaluasi Jalan Napas:Airway: clear,
gurgling/snoring/crowing:(-/-/-), respirasi : 28 x/ m, potrusi mandibular (-), buka
mulut (5 cm), jarak mento/hyoid (7 cm), jarak hyothyoid (6,5 cm), leher pendek
(-), gerak leher (bebas), tenggorok (T1-1) faring hiperemis tidak ada, malampathy
(I), obesitas (-), massa (-), gigi geligi lengkap (tidak ada gigi palsu), sulit
ventilasi (-). Suara pernapasan: Vesikuler (+/+), suara tambahan (-). Riwayat
asma (-), alergi (-), batuk (-), sesak (-), masalah lain pada sistem pernapasan (-).
 B2 (Blood) : Tekanan Darah : 120/80, Nadi :80x/ menit, Akral hangat, nadi
regular, CRT : < 2 detik, bunyi jantung SI dan SII murni regular. Masalah pada
sistem kardiovaskular (-)
 B3 (Brain): Kesadaran composmentis GCS 15 (E4V5M6), Pupil: isokor Ø 3
mm/3mm, RC +/+, RCL +/+. Defisit neurologis (-). Masalah pada sistem
neuro/muskuloskeletal (-).
 B4 (Bladder):BAK (+), warna: kuning jernih. Masalah pada sistem
renal/endokrin (-).
 B5 (bowel): Abdomen:tampakdatar, peristaltik (+), nyeri tekan regio
epigastrium, mual (-), muntah (-). Masalah pada sistem hepato/gastrointestinal(-).
 B6 Back & Bone: Oedem pretibial (-).

20
c. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 15 November 2018
Darah Rutin
Parameter Hasil Satuan Range
Normal
RBC 4,7 106/uL 4,7 - 6,1
Hemoglobin (Hb) 12,7 g/dL 14 - 18
Hematokrit (HCT) 44,2 % 42 - 52
PLT 316 103/uL 150- 450
WBC 9.5 103/uL 4,8 -10,8

Kimia Darah
Parameter Hasil Satuan Range
Normal
GDS 95 mg/dL 80-199
mg/dL

Imunoserologi
Parameter Hasil
HbsAg Non Reaktif
Anti HCV -

d. Diagnosis
PS. ASA I
Open Fraktur Tibia Fibula Dextra

e. Penatalaksanaan
Operasi Debridement - Orif
Persiapan operasi : Puasa: (+) 8 jam pre operasi
IVFD RL 20 tpm
C. LAPORAN ANESTESI PASIEN
 Ahli Bedah : dr. Haris Tata, Sp.OT

21
 Anestesiologi : dr. Ferry Lumintang, Sp.An
 Jenis Anestesi : Regional Anestesi, SAB L3-L4, LCS (+)
 Posisi Anestesi : Left Lateral Decubitus
 Status Fisik : ASA PS I
 Pre Medikasi : Ketamin20 mg,Ranitidine 50 mg,
Ondancentron 4 mg
 Medikasi : Bupivacain HCl 0,5% 15 mg
 Infus : Ekstremitas kiri
 Pemeliharaan Anestesi : Inhalasi O2 2-4 lpm
 Status Fisik : ASA PS I
 Lama Puasa : 8 jam
 Induksi dimulai : 10.05 WITA
 Operasi dimulai : 10.20 WITA.

Tabel. Tekanan Darah dan Frekuensi Nadi Selama Operasi


Menit ke- Sistole (mmHg) Diastole (mmHg) Pulse (x/m)
0 (10.05) 130 70 100
5 (10.10) 128 70 104
10 (10.15) 124 74 110
15 (10.20) 150 70 108
20 (10.25) 150 78 98
25 (10.30) 132 80 100
30 (10.35) 136 90 100
35 (10.40) 130 90 93
40 (10.45) 134 70 96
45 (10.50) 140 75 95
50 (10.55) 122 68 88
55 (11.00) 120 84 90
60 (11.05) 120 76 82

22
Menit ke- Sistole (mmHg) Diastole (mmHg) Pulse (x/m)
65 (11.10) 116 70 90
70 (11.15) 110 62 83
75 (11.20) 110 66 86
80 (11.25) 100 60 68
85 (11.30) 110 80 64
90 (11.35) 116 84 78
95 (11.40) 120 80 74
100 (11.45) 124 82 72
105 (11.50) 112 81 70
110 (11.55) 130 86 74
115(12.00) 128 76 86
120 (12.05) 134 70 96
125 (12.10) 140 75 95

D. CAIRAN
Berat Badan : 60 Kg
EBV :Perkiraan volume darah 75 mL/kg x 60 kg 4500mL.
MABL = EBV x Hct Pasien – Hct Standar
( Hct Pasien + Hct Standar)/2
= 4500 x 44,2-30 =4500x 14,2 = 1.079,39
( 44,2+30)/2 59,2
Cairan masuk:
 Pre operatif : Kristaloid RL 500 cc
 Durante operatif :Kristaloid RL 1500 cc
 Total input cairan : 2000 cc

23
a. Cairan keluar:
Durante operatif :
Perdarahan ± 600 cc
Urin (+) 400 cc
Total output cairan = ± 1000 cc

Perhitungan Cairan
a. Input yang diperlukan selama operasi :
1. Cairan maintanance (M) : (4 x 10) + (2 x 10) + (1 x 40) = 40 + 20 +
45 = 100 ml/jam
2. Cairan defisit pengganti puasa (P) : lama puasa x maintenance = 8 x
100 = 800 ml
3. Cairan masuk puasa: jumlah infus (TPM) x lama puasa (menit)/20 =
20x 480 / 20 = 480 ml
Cairan defisit puasa – cairan masuk puasa = 800 -480 = 320 ml
4. Stress Operasi Besar : 8 ml x 65 kg = 520 ml
5. Cairan defisit darah selama operasi = 600 ml x 3 = 1800 ml
Untuk mengganti kehilangan darah 600 ml diperlukan 1800 ml cairan
kristaloid.
Total kebutuhan cairan selama 2 jam operasi = maintenance + deficit
cairan selama puasa + stress operasi + jumlah perdarahan + urin = 100
+320 +520 + 1800 + 400 = 3.140 ml
b. Cairan masuk :
Kristaloid : 500+500+500+ 500 ml = 2000 ml
Koloid :-
Whole blood : -
Total cairan masuk : 2000 ml

c. Keseimbangan cairan:

24
Cairan masuk – cairan keluar = 2000 ml -3140 ml = 1140ml
E. POST OPERATIF
 GCS : E4V5M6
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 120×/menit
 RR : 26×/menit
 Temperatur : 36.8ºC
 Skor Nyeri (VAS): 5
 Skor pemulihan Pasca Anastesi : 2 setelah 1 jam berada di RR

25
BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini laki-laki usia 49 tahun didiagnosis dengan open fraktur tibia fibula
dextra. Sebelum dilakukan operasi pada pasien ini telah dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, sehingga pasien digolongkan sebagai
ASA I karena pada ini tidak memiliki penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang atau terputusnya kontinuitas
tulang, kebanyakan fraktur terjadi akibat dari trauma.
Pada pasien ini Anestesi yang dilakukan adalah anestesi regional yang biasa
disebut sub Arachnooid Blok (SAB) atau anestesi spinal. Teknik ini mudah,
awitannya cepat, dah harganya murah. Selain itu, pemilihan jenis anestesi regional
anestesi dengan teknik sub-arachnoid block (SAB) karena pembedahan dilakukan
didaerah abdomen, berada dibawah bagian yang dipersarafi oleh T4, yang merupakan
indikasi dilakukannya anestesi SAB.
Pada pasien anastesi yang dipilih yaitu bupivacain yang merupakan obat
golongan amide, hal ini dikarenakan pasien ini dilakukan 2 tindakan bedah
bersamaan dimana membutuhkan waktu yang cukup lama.Berdasarkan teori
bupivacain sendiri merupakan anastesi spinal yang mempunyai durasi yang lebih
panjang dari anastesi spinal lainnya oleh karena ikatan dengan protein binding sel
lebih kuat, selain itu anastesi ini bekerja baik memblok motorik pada daerah abdomen
dan tidak bersifat allergen. Bupivacain bekerja dengan cara berikatan secara
intraseluler dengan natrium dan memblok influk natrium ke dalam inti sel sehingga
mencegah terjadinya depolarisasi
Pada pasien ini dilakukan anastesi spinal dengan posisi Left lateral decubitus.
Dimana untuk posisi sebenarnya tidak berpengaruh antara LLD dengan posisi duduk,
namun dilakukan LLD oleh karena lebih membuat pasien terasa nyaman dan pada
pasien ini dilakukan penyuntikan diantara L3-L4.Berdasarkan teori Anestetik lokal
biasanya disuntikan ke dalam ruang subarakhnoid di antara konus medularis dan

26
bagian akhir dari ruang subarakhnoid untuk menghindari kerusakan medula
spinalis.Pada orang dewasa, obat anestetik lokal disuntikkan ke dalam ruang
subarakhnoid antara L2dan L5 dan biasanya antara L3dan L4. Untuk mendapatkan
blokade yang luas, obat harus berdifusi ke atas dan hal ini bergantung pada banyak
faktor, antara lain posisi pasien dan berat jenis obat.
Pada saat pembedahan terjadi penurunan tekanan darah hal ini disebabkan
oleh karena efek obat anastesi spinal yaitu bekerja menghambat sarah simpatis
sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah, vasodilatasi pembuluh darah arteri
maupun vena akan menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah.
Terapi cairan intravena terdiri dari cairan kristaloid, koloid, atau suatu
kombinasi kedua-duanya.Larutan kristaloid adalah larutan mengandung ion dengan
berat molekul rendah (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid
berisi ion dengan berat molekul tinggi seperti protein atau glukosa. Cairan koloid
menjaga tekanan oncotic plasma dan sebagian besar ada di intravascular, sedangkan
cairan kristaloid dengan cepat didistribusikan keseluruh ruang cairan extracellular.
1. Kebutuhan cairan maintenance
Pada waktu intake oral tidak ada, defisit cairan dan elektrolit dapat terjadi
dengan cepat karena adanya pembentukan urin yang terus berlangsung,sekresi
gastrointestinal, keringat dan insensible losses dari kulit dan paru. kebutuhan
pemeliharaan normal dapat diestimasi dari tabel berikut:

Berat badan Kebutuhan

10 kg pertama 4 ml/kg/jam

10-20 kg kedua 2 ml/kg/jam

masing-masing kg > 20 kg 1 ml/kg/jam

27
2. Cairan pengganti Operasi
Pada kasus ini dilakukan pembedahan jenis debridement+ORIF, dimana operasi
ini merupakan operasi yang besar, sehingga perlu juga kita mengetahui cairan yang
hilang berdasarkan jenis operasinya, sebagaimana rumus yang bisa kita gunakan
adalah :

Sehingga, pada pasien ini didapatkan 4-8 ml/kg = (4-8 ml) x 60 kg = 240 sampai 480
ml. Sedangkan cairan pengganti operasi selama 2 jam adalah 2 x (240 – 480 ) = 480
sampai 960 ml
Cairan yang dapat digunakan sebagai cairan maintenance adalah cairan
kristaloid (asering, RL) dengan perhitungan perbandingan 3:1

3. Pengganti Perdarahan

28
Tabel 3.4 Volume darah

EBV (Estimate Blood Volume) pada pasien :

Berat Badan : 60 Kg

EBV = 75 ml/kg x BB kg

= 75 mL/kgx 60 kg

4500 ml

Jumlah perdarahan: ± 600 cc

% perdarahan :600/4.500 x 100% = 13,33%

MABL = EBV x Hct Pasien – Hct Standar


( Hct Pasien + Hct Standar)/2
= 4500 x 44,2-30 =4500x 14,2 = 1.079,39
( 44,2+30)/2 59,2
Defisit darah selama 2 jam = 600 ml sedangkan pada pasien tidak dilakukan
transfusi darah, sehingga untuk mengganti kehilangan darah 600 cc diperlukan ±
1800 cc cairan kristaloid.
Balance Cairan
Input yang diperlukan selama operasi
1. Cairan maintanance (M) : (4 x 10) + (2 x 10) + (1 x 40) = 40 + 20 + 45 = 100
ml/jam
2. Cairan defisit pengganti puasa (P) : lama puasa x maintenance = 8 x 100 = 800 ml
3. Cairan masuk puasa: jumlah infus (TPM) x lama puasa (menit)/20 = 20x 480 / 20
= 480 ml
4. Cairan defisit puasa – cairan masuk puasa = 800 -480 = 320 ml
5. Stress Operasi Besar : 8 ml x 65 kg = 520 ml
6. Cairan defisit darah selama operasi = 600 ml x 3 = 1800 ml

29
Untuk mengganti kehilangan darah 600 ml diperlukan 1800 ml cairan kristaloid.
Total kebutuhan cairan selama 2 jam operasi = maintenance + deficit cairan
selama puasa + stress operasi + jumlah perdarahan + urin = 100 +320 +520 + 1800 +
400 = 3.140 ml
Cairan masuk :
Pre operatif : Kristaloid RL 1000 cc
Durante operatif :Kristaloid RL 1000 cc
Total input cairan :2000 cc
Jadi Balance cairan Tn. Y : Intake cairan – cairan yang dibutuhkan =
2000 ml – 3140 ml = -1140 ml
Setelah masa pasca bedah pasien perlu mendapatkan pemantauan di ruang
pulih sadar.Masalah pulih sadar pada anestesi tidak hanya dinilai asal pasien telah
sadar, tetapi ada hal-hal yang penting yang perlu diperhatikan.Pada pasien yang
dilakukan spinal anestesi, kriteria pemindahan pasien jika Skor Bromage pasien 2
maka pasien boleh pindah ke ruangan perawatan.
Pengukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur blok motor adalah
bromage skor. Pada skala ini intensitas blok motorik dinilai dengan kemampuan
pasien untuk menggerakkan ekstremitas bawah.
Tabel. Penilaian Skor Bromage
Kriteria Nilai Skor

Dapat memfleksikan kaki dan lutut (None) 0

hanyadapat menekuk lutut tetapi tidak dapat 1


mengangkat kaki (Partial)
Hanya dapat menggerakkan kaki (Almost Complete) 2 Skor 2
Setelah 1 jam
dirawat di RR
Tidak dapat mengangkat kaki sama sekali (Complete) 3

TOTAL
Keterangan : Pasien dapat dipindahkan ke bangsal atau ruang perawatan jika
skor kurang dari atau sama dengan 2.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora and Derrickson. 2014. Principles of Anatomy and Physiology. 13 th ed.


WileyandSons: USA
2. Morgan and Mikhail.2013. Clinical Anesthesiology. 5th Ed. McGrawhill: New
York
3. Guyton AC, Hall J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerjemah:
Rachman L.Y. et al. Edisi 11. EGC. Jakarta.
4. Pandey CK, Singh RB. 2003. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh.
47(5):380-387.
5. Hartanto WW. 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian
Farmakologi Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
6. Latief AS, dkk. 2007. Petunjuk praktis anestesiologi: Terapi cairan pada
pembedahan. Ed. Ketiga. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.
7. Heitz U, Horne MM. 2005. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.
Missouri: Elsevier-mosby. p3-227.
8. Mayer H, Follin SA. 2002. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.
Pennsylvania: Springhouse. 3-189.
9. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center for
Veterinary Health. 2006. [http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.htm(online)
diakses tanggal 21 September 2018].
10. Ellsbury DL, George CS. 2006. Dehydration. eMed J.
[http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm(online) diakses pada20
September 2018].
11. Sjamsuhidajat, R., De Jong, W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
12. Woo A. 2007. An Introduction to Fluid Therapy. British Journal of Hospital
Medicine. April 2007. 68 (4).

31
13. Brandstrup B. 2006. Fluid Therapy for the Surgical Patient. J Elsevier. Best
Practice and Research Clinical Anastesiologi. 20 (2) : p 265-283
[http://www.journals.elsevierhealth.com/periodicals/ybean/article/PIIS152168960
5000807 (online) diakses pada 20 September2018.

32

Anda mungkin juga menyukai