Anda di halaman 1dari 23

refill time<2 detik

Parameter Hasil Satuan Nilai rujukan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,7 g/dL 10.5-14.0
Eritrosit 4,65 106/ µL 3,6 - 5,2
Leukosit 21,92 103/ µL 6,3 – 14,0
Trombosit 343 103/ µL 150 – 400
Hematokrit 31 % 31-43
Basofil 0 % 0–1
Eosinofil 0 % 1,0 – 3,0
Neutrofil 87 % 54 – 62
Limfosit 5 % 25 – 33
Monosit 8 % 3–7
MCV 67 fL 72 – 88
MCH 23 Pq 24 – 36
MCHC 35 g/dL 32 – 36
RDW-CV 15,2 % 12,2-15,3
KIMIA DARAH
Gula Darah Sewaktu 73 mg/dL 60-100

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan


Warna Kuning Muda Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Sedimen
Epitel Positif 1
Leukosit Banyak
Eritrosit 18-20
Kristal Garam Amorf
Silinder Hyalin
Bakteri Positif
Berat Jenis 1020
pH 6
Protein Positif 1
Glukosa Negatif
Keton Positif 1
Darah/Hb Positif 2
Bilirubin Negatif
Urobilinogen 0,2
Nitrit Negatif
Leukosit Esterase Positif 3

II. DIAGNOSIS KERJA

- Glomerulonefritis Akut
- Bacterial Infection
- Epistaksis
- Hipertensi grade 2
- Gizi normal
- Imunisasi lengkap

III. DIAGNOSIS BANDING

- -

IV. PEMERIKSAAN ANJURAN

- C3
- Uji sampel urin segar

V. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa
- IVFD 2A 12 tpm
- inj Ceftriaxone 3x500mg
- Captopril 1x6,25mg
Non-medikamentosa
- Diet rendah garam
- Pembatasan Asupan protein
- Istirahat sementara pasien dianjurkan dirawat di rumah sakit mengingat kondisi
pasien saat ini.
- Edukasi dan informasikan kepada pasien keluarga terkait GNA yang sedang
dialami oleh pasien
- Edukasi agar ayah pasien berhenti merokok
Menjaga kebutuhan kalori per hari :
Recommended Daily Allowances
= Berat badan ideal x kebutuhan kalori berdasarkan umur
dan jenis kelamin
= 22kg x 90 kalori
= 1980kkal/hari
Protein : 1980kkal x 10% : 4 kkal/g = 49,5 g
Karbohidrat : 1980 kkal x 50% : 4 kkal/g = 247,5 g
Lemak : 1980 kkal x 40% : 9 kkal/g= 88g
Follow Up
14/12/19
Hari 1
S Demam(+) naik turun, muntah(-), mual(-), BAK on DC, nyeri pinggang(+)
Kesan sakit : TSS
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
HR : 103x/menit
RR : 22x/menit
T : 37,3oC
SpO2 : 98%
O
Kepala : wajah pucat (-), CA-/- ; SI -/- ; mata cekung (-), oedem palpebra(-)
Toraks : simetris, SNV+/+ ; Rh-/- ; Wh-/- ;retraksi-/- ;
S1 S2 reg ; m(-), g(-)
Abdomen : BU(+) 3x/menit ; nyeri punggung (+) turgor kulit kembali cepat, nyeri
ketuk CVA (+)
Genitalia : BAK on DC, hematuria (+)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”
GNA
A Gizi normal
Imunisasi lengkap
- IVFD 2A 12 tpm
- inj Ceftriaxone 3x500mg
- Captopril 1x6,25mg
P
15/12/19
Hari 2
S Demam(+) naik turun, muntah(-), mual(-), BAK on DC, nyeri pinggang membaik
Kesan sakit : TSS
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
HR : 106x/menit
RR : 24x/menit
T : 37,5oC
SpO2 : 99%
O
Kepala : wajah pucat (-), CA-/- ; SI -/- ; mata cekung (-), oedem palpebra(-)
Toraks : simetris, SNV+/+ ; Rh-/- ; Wh-/- ;retraksi-/- ;
S1 S2 reg ; m(-), g(-)
Abdomen : BU(+) 2x/menit ; nyeri punggung (+) nyeri ketuk CVA (+)
Genitalia : BAK on DC, Hematuria (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”
GNA
Gizi normal
A
Imunisasi lengkap

- IVFD 2A 12 tpm
- inj Ceftriaxone 3x500mg
- Captopril 1x6,25mg
P
16/12/19
Hari 3
S Demam(-) naik turun, muntah(-), mual(-), BAK on DC, nyeri pinggang membaik
Kesan sakit : TSS
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
HR : 98x/menit
RR : 22x/menit
T : 36,9oC
SpO2 : 99%
O
Kepala : wajah pucat (-), CA-/- ; SI -/- ; mata cekung (-), oedem palpebra(-)
Toraks : simetris, SNV+/+ ; Rh-/- ; Wh-/- ;retraksi-/- ;
S1 S2 reg ; m(-), g(-)
Abdomen : BU(+) 2x/menit ; nyeri punggung (-) nyeri ketuk CVA (+)
Genitalia : BAK on DC hematuria(-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”
GNA
A Gizi normal
Imunisasi lengkap
- IVFD 2A 12 tpm
- inj Ceftriaxone 3x500mg
- Captopril 1x6,25mg
P
17/12/19
Hari 4
S Demam(-) naik turun, muntah(-), mual(-), BAK on DC, nyeri pinggang(-)
Kesan sakit : TSR
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
HR : 101x/menit
RR : 22x/menit
T : 36,6oC
SpO2 : 99%
O
Kepala : wajah pucat (-), CA-/- ; SI -/- ; mata cekung (-), oedem palpebra(-)
Toraks : simetris, SNV+/+ ; Rh-/- ; Wh-/- ;retraksi-/- ;
S1 S2 reg ; m(-), g(-)
Abdomen : BU(+) 2x/menit ; nyeri punggung (-) nyeri ketuk CVA (-)
Genitalia : BAK on DC, Hematuri(-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”
GNA
A Gizi normal
Imunisasi lengkap
- IVFD 2A 12 tpm
- inj Ceftriaxone 3x500mg
P
18/12/19
Hari 5
S Demam(+) naik turun, muntah(-), mual(-), BAK on DC, nyeri pinggang
Kesan sakit : TSR
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
HR : 101x/menit
RR : 22x/menit
T : 36,6oC
SpO2 : 99%
O
Kepala : wajah pucat (-), CA-/- ; SI -/- ; mata cekung (-), oedem palpebra(-)
Toraks : simetris, SNV+/+ ; Rh-/- ; Wh-/- ;retraksi-/- ;
S1 S2 reg ; m(-), g(-)
Abdomen : BU(+) 2x/menit ; nyeri punggung (-) nyeri ketuk CVA (-)
Genitalia : BAK on DC produksi 600 per 8 jam
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”
GNA
A Gizi normal
Imunisasi lengkap
- IVFD 2A 12 tpm
- inj Ceftriaxone 3x500mg
P

DIAGNOSIS AKHIR
- Glomerulonefritis Akut
- Hipertensi Grade 2
- Epistaksis
- Bacterial Infection
- Gizi normal
- Imunisasi lengkap

IX. PROGNOSIS

- Ad vitam :Ad bonam


- Ad functionam :Ad bonam
- Ad sanationam :Ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Sindrom Nefritik Akut

SNA adalah kumpulan gejala-gejala nefritis yang timbul secara mendadak,


terdiri atas hematuria, proteinuria, silinderuria (terutama silinder eritrosit), dengan
atau tanpa disertai hipertensi, edema, kongestif vaskuler atau gagal ginjal akut sebagai
akibat dari suatu proses peradangan yang lazimnya ditimbulkan oleh reaksi
imunologik pada ginjal yang secara spesifik mengenai glomerulus.
Salah satu bentuk gsindrom nefritik akut (SNA) yang banyak dijumpai pada
anak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS adalah
suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan
proliferasi dan inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi group A β-hemolytic
streptococcus (GABHS) dan ditandai dengan gejala nefritik yang terjadi secara akut.
GNAPS memberikan gejala nefritik sehingga digolongkan ke dalam sindrom
nefritik akut (SNA).
Dalam kepustakaan istilah GNA dan SNA sering digunakan secara bergantian.
GNA merupakan istilah yang lebih bersifat histologik, sedangkan SNA lebih bersifat
klinik. Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA antara lain:
 SNA dengan hipokomplementemia
- Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS)
- Endokarditis bakterialis subakut
- Shunt nefritis
- Systemic Lupus Eritematous (SLE)
 SNA dengan normokomplementemia
- Purpura Henoch-Schonlein (PHS)
- Nefropati IgA
3.2 Etiologi Sindrom Nefriitik Akut

Etiologi dari SNA yaitu:


1. Glomerulopati (GP) idiopatik
 GP akut proliferative
 GP mesangioproliferatif (Nefritis IgA)
 GP membranoproliferative
2. Glomerulopati Pasca Infeksi
 Pasca infeksi streptokok beta hemolitik
 Endokarditis bakterialia (nefritis Lohlein)
Staphylococcus albus (shunt nephritis)
3. Systematic Lupus Erythemathosus (SLE)
4. Vaskulitis
 Henoch-Schonlen Purpura
 Granulomatosis Wagener
5. Nefritis Herediter (Sindrom Alport)
3.3 Manifestasi Klinis Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

3.3.1 Fase Laten

Periode antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejala-gejala. Periode ini berkisaar
1-3 minggu; periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh infeksi
saluran nafas, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi. Periode ini
jarang terjadi di bawah 1 minggu.

3.3.2 Fase Akut

1. Edema.
Paling sering dan hampir selalu ada, biasanya mulai di Palpebra pada waktu bangun
pagi, disusul tungkai, abdomen (asites), dan genitalia.6
2. Hematuri.
Hematuri makroskopik berupa urin coklat kemerah-merahan seperti teh tua / air
cucian daging biasanya muncul pada minggu pertama. Hematuri makroskopik muncul
pada 30–50 % kasus, sedangkan hematuri mikroskopik ditemui pada hampir semua
kasus.
3. Hipertensi.
Muncul pada 50-90% kasus, umumnya hipertensi ringan dan timbul dalam minggu
pertama. Adakalanya terjadi hipertensi ensefalopati (5-10% kasus). Dikatakan
hipertensi jika tekanan darah sistolik dan atau diastolik tiga kali berturut-turut di atas
persentil 95 menurut umur dan jenis kelamin.
4. Oligouri.
Terdapat pada 5-10% kasus. Dikatakan oligouri bila produksi urin kurang dari atau
sama dengan 1 cc/kgBB/jam. Umumnya terjadi pada minggu pertama dan menghilang
bersama dengan diuresis pada akhir minggu pertama.
5. Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi.
6. Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo; biasanya jarang.
7. Kadang disertai dengan gejala spesifik; mual dan muntah, purpura pada Henoch-
Schoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan Systemic Lupus Erythematosus
(SLE).

3.4 Penegakan Diagnosis Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

3.4.1 Anamnesis

Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case
dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-
gejala khas GNAPS.
3.4.2 Pemeriksaan Fisik

Dapat ditemukan edema, hipertensi, kadang-kadang gejala-gejala kongesti vaskuler


(sesak, edema paru, kardiomegali), atau gejala-gejala gabungan sistem saraf pusat
(penglihatan kabur, kejang, penurunan kesadaran).
3.4.3 Pemeriksaan Penunjang

3.4.3.1 Urinalisis

Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis ataupun makroskopis


(gros), proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat hematuri dan berkisar antara ±
sampai 2+ (100 mg/dL). Bila ditemukan proteinuri masif (> 2 g/hari) maka penderita
menunjukkan gejala sindrom nefrotik dan keadaan ini mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada
penderita GNAPS. Ini menunjukkan prognosa yang kurang baik. Pemeriksaan mikroskopis
sedimen urin ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas granular dan hialin (ini
merupakan tanda karakteristik dari lesi glomerulus) serta mungkin juga ditemukan leukosit.
Untruk pemeriksaan sedimen urin sebaiknya diperiksa urin segar pagi hari.
3.4.3.2 Pemeriksaan Kimia Darah

Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal
ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Komplemen C3
rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya
menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplemen. Penurunan C3 sangat mencolok pada
penderita GNAPS kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan
komplemen C3 tidak berhubungan dengan derajat penyakit dan kesembuhan. Kadar
komplemen C3 akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Bila setelah
waktu tersebut kadarnya belum mencapai normal maka kemungkinan glomerulonefritisnya
disebabkan oleh yang lain atau berkembang menjadi glomerulonefritis kronik atau
glomerulonefritis progresif cepat. Anemia biasanya berupa normokromik normositer, terjadi
karena hemodilusi akibat retensi cairan. Di Indonesia 61% menunjukkan Hb < 10 g/dL.
Anemia akan menghilang dengan sendirinya setelah efek hipervolemiknya menghilang atau
sembabnya menghilang. Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba sebelumnya.
Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan
adanya infeksi, antara lain antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B.
Skrining antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap
beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80%
pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak
memproduksi streptolisin O, sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen
streptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya
infeksi streptokokus, titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus. Pada awal penyakit titer
antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara serial.
Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.

3.5 Patofisiologi

Bakteri streptokokus tidak menyebabkan kerusakan pada ginjal, terdapat suatu


antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran
plasma sterptokokal spesifik. Pada GNAPS terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam
darah yang bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis
terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan
lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju
tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran
basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-
sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin
meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan eritrosit dapat keluar
ke dalam urin sehingga terjadi proteinuria dan hematuria. Kompleks komplemen antigen-
antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan
sebagai bentuk granular dan berbungkahbungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada
pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Saat ini penelitian lebih menitikberatkan terhadap protein M yang terdapat pada
streptokokus sebagai tipe nefritogenik yang dapat menyebabkan kerusakan glomerulus.
Selain itu penelitian-penelitian saat ini menemukan adanya dua fraksi antigen, yaitu nephritis
associated plasmin receptor (NAPlr) yang diidentifikasi sebagal glyceraldehide 3-phosphate
dehydrogenase (GAPDH) dan streptococcal pyrogenic exotoxin B (SPEB) sebagai fraksi
yang menyebabkan infeksi nefritogenik. NAPlr dan SPEB didapatkan pada biopsi ginjal dini
dan menyebabkan terjadinya respon antibodi di glomerulus. Penelitian terbaru pada pasien
GNAPS memperlihatkan deposit SPEB di glomerulus lebih sering terjadi daripada deposit
NAPlr.
GNAPS terjadi karena reaksi hipersensivitas tipe III. Pada reaksi ini terjadi kompleks
imun terhadap antigen nefritogenik streptokokus yang mengendap di membran basalis
glomerulus dan proses ini melibatkan aktivasi komplemen. Aktivasi komplemen terjadi
terutama melalui jalur alternatif, tetapi ikatan protein imunoglobulin pada permukaan
streptokokus juga menyebabkan terjadinya aktivasi jalur klasik. Aktivasi komplemen tersebut
menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Deposit kompleks imun terjadi di kapiler glomerulus karena tekanan darah di daerah
tersebut hampir 4 kali lebih tinggi daripada tekanan darah di kapiler tempat lain. Selain itu
deposit lebih banyak di daerah percabangan tempat terjadinya turbulensi aliran darah. Sifat
afinitas terhadap jaringan tertentu diduga berhubungan dengan sifat antigen dalam kompleks
imun dan sifat muatan dari antigen terhadap antibodinya. Antigen kationik akan terikat pada
daerah membrana basalis yang anionik, biasanya di subepitelial. Ukuran kompleks imun
menentukan letak deposit, yaitu kompleks imun yang berukuran kecil akan menembus
membrana basalis dan melekat pada sel epitel, sedangkan kompleks imun yang besar akan
terkumpul antara endotel dan membrana basalis. Kompleks imun yang mengandung kelas
IgM dan IgG lebih sering mengendap di glomerulus Saat sirkulasi melalui glomerulus,
komplekskompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, terlokalisir pada subendotel
membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada
sisi epitel.14 Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan
endapanendapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel, dan
epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau
granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen
komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini.
Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.11, 13,
14 Mekanisme cell-mediated turut terlibat dalam pembentukan GNAPS. Infiltrasi glomerulus
oleh sel limfosit dan makrofag, telah lama diketahui berperan dalam menyebabkan GNAPS.
Intercellular leukocyte adhesion molecules seperti ICAM-I dan LFA terdapat dalam jumlah
yang banyak di glomerulus dan tubulointersisial dan berhubungan dengan intensitas infiltrasi
dan inflamasi.11 Hipotesis lain yang sering disebut adalah adanya neuraminidase yang
dihasilkan oleh Streptokokus, mengubah IgG menjadi autoantigenic sehingga terbentuk
autoantibodi terhadap IgG itu sendiri. Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga
juga berperan pada terjadinya GNAPS. Streptokinase mempunyai kemampuan merubah
plasminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen
sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi
perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapat meluas
diantara sel-sel endotel dan membran basalis, serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler.
Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa
glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan
kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang
nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur-angsur menebal dengan masuknya
kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun
dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks
tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung
menembus membran basalis kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang
dinding kapiler di bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak
sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Hasil
penyelidikan klinis-imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan
hipotesis sebagai berikut:
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.

2. Proses auto-imun kuman Streptokokus yang nefritogen dalam tubuh


menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.

3. Streptokokus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai


komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrana basalis ginjal.

3.6 Tatalaksana Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus

3.6.1 Non Medikamentosa

3.6.1.1 Istirahat

Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul
dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi
istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya
perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu dianjurkan prolonged bed rest sampai
berbulan-bulan dengan alasan proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini
lebih progresif, penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada
komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan
lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat tidur menyebabkan
anak tidak dapat bermain dan jauh dari temantemannya, sehingga dapat memberikan beban
psikologik.

3.6.1.2 Diet

Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan
makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-
1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari.
Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oliguria atau
anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan
cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 ml/kgbb/ hari) + jumlah keperluan cairan
pada setiap kenaikan suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari)
3.6.1.3 Antibiotik

Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering dipertentangkan.


Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk
streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif
belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena
telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang terlalu
lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi
kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat
alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.
3.6.1.4 Simptomatik

Bendungan sirkulasi
Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan,
dengan kata lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau
tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak
berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal.

Hipertensi
Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan
dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa kembali
normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda
serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi
keduanya. Selain obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik
dapat juga diberi nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari
yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau
hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi) dapat diberi klonidin
(0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/
kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat digabung dengan
furosemid (1 – 3 mg/kgbb)
Gangguan ginjal akut
Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian
kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium
bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk
mengikat kalium.

3.7 Prognosis

Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi,
sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang, GNAPS
dapat kambuh kembali. Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase
akut yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala
laboratorik terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada
anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75%
GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinik maupun secara histologik atau
laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk ke dalam proses kronik,
sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis kronik. Walaupun prognosis
GNAPS baik, kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut
(Acute kidney injury), edema paru akut atau ensefalopati hipertensi
BAB IV
ANALISA KASUS

Teori Kasus

Anamnesis Pasien dibawa ke RSUD Karawang


Secara klinik diagnosis GNAPS dapat oleh ayah dan ibu pasien dengan keluhan
ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan BAK berdarah sejak 4 hari SMRS. Darah
gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, berwarna seperti cucian daging. Pasien juga
oliguria yang merupakan gejala-gejala khas mengeluhkan adanya nyeri punggung yang
GNAPS. bersifat terus menerus, tidak membaik saat
Pemeriksaan Fisik beristirahat. Pasien juga mengalami mimisan
Edema, hipertensi, kadang-kadang gejala-gejala dengan jumlah sedikit dan berhenti secara
kongesti vaskuler (sesak, edema paru, spontan sebanyak 3 kali. Pasien juga
kardiomegali), atau gejala-gejala gabungan mengalami demam yang bersifat naik turun
sistem saraf pusat (penglihatan kabur, kejang, hingga mencapai suhu normal, cenderung
penurunan kesadaran). turun pada pagi hari, dan berespon baik
terhadap pemberian obat antipiretik. Pasien
Pemeriksaan Penunjang
juga mengalami muntah 1 hari SMRS
Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri sebanyak 5x, muntah berisi cairan yang
mikroskopis ataupun makroskopis (gros), bercampur dengan makanan volume banyak.
proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan Pasien belum mencoba berobat untuk
derajat hematuri dan berkisar antara ± sampai 2+ keluhan saat ini selain meminum obat
(100 mg/dL). Bila ditemukan proteinuri masif (> antipiretik berupa paracetamol. Riwayat
2 g/hari) maka penderita menunjukkan gejala batuk 3 minggu sebelum keluhan disangkal,
sindrom nefrotik dan keadaan ini mungkin ibu pasien menyatakan tidak ada riwayat
ditemukan sekitar 2-5% pada penderita GNAPS. penyakit kulit sebelumnya.
Ini menunjukkan prognosa yang kurang baik. Riwayat pertumbuhan dan
Pemeriksaan mikroskopis sedimen urin perkembangan sesuai usia. Kualitas dan
ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kuantitas makanan kurang baik. Riwayat
kas granular dan hialin (ini merupakan tanda imunisasi lengkap sesuai usia. Keluarga
karakteristik dari lesi glomerulus) serta mungkin pasien tidak ada yang mengalami keluhan
juga ditemukan leukosit. Untuk pemeriksaan yang sama. Keadaan lingkungan cukup baik
sedimen urin sebaiknya diperiksa urin segar pagi dan layak dihuni. Sosio ekonomi kurang
hari. baik.

Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin


Pemeriksaan fisik:
serum meningkat dengan tanda gagal ginjal
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia
Kesadaran : Compos mentis
dan hipokalsemia. Komplemen C3 rendah pada
Kesan gizi : Gizi normal
hampir semua pasien dalam minggu pertama,
tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit,
TTV:
sedangkan kadar properdin menurun pada 50%
Tekanan darah :130/100 mmHg
pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi
Nadi :105x/menit, reguler,
jalur alternatif komplemen. Penurunan C3 sangat
isi cukup
mencolok pada penderita GNAPS kadar antara
Napas :32x/menit, reguler
20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).
Suhu : 37,7oC
Penurunan komplemen C3 tidak berhubungan
SpO2 : 99%
dengan derajat penyakit dan kesembuhan. Kadar
komplemen C3 akan mencapai kadar normal
St Generalis
kembali dalam waktu 6-8 minggu. Bila setelah
Kepala : Normocephali
waktu tersebut kadarnya belum mencapai normal
Mata : Tidak didapatkan
maka kemungkinan glomerulonefritisnya
edema palpebra
disebabkan oleh yang lain atau berkembang
menjadi glomerulonefritis kronik atau
Thoraks : Suara nafas
glomerulonefritis progresif cepat. Anemia
vesikuler reguler
biasanya berupa normokromik normositer,
pada kedua lapang
terjadi karena hemodilusi akibat retensi cairan.
paru,tidak terdengar
Di Indonesia 61% menunjukkan Hb < 10 g/dL.
rhonchi maupun
Anemia akan menghilang dengan sendirinya
wheezing.,
setelah efek hipervolemiknya menghilang atau
S1-S2 reguler,
sembabnya menghilang. Adanya infeksi
tidak terdengar
streptokokus harus dicari dengan melakukan
murmur maupun
biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin
gallop
negatif apabila telah diberi antimikroba
sebelumnya. Beberapa uji serologis terhadap Abdomen : Ascites (-), tidak
antigen streptokokus dapat dipakai untuk teraba pembesaran
organ, Timpani
membuktikan adanya infeksi, antara lain diseluruh permukaan
abdomen, terdapat
antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan
nyeri ketuk CVA
anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur Ekstremitas : Tidak tampak
antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus. edema, akral hangat
Titer anti streptolisin O mungkin meningkat pada keempat
pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan ekstremitas, tidak
faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus terdapat edema
tidak memproduksi streptolisin O, sebaiknya Laboratorium:
serum diuji terhadap lebih dari satu antigen Didapatkan peningkatan jumlah leukosit
streptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, yang dicurigai sebagai infeksi bakteri.
lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya Pada pasien ini ASTO didapatkan non
infeksi streptokokus, titer ASTO meningkat pada reaktif.
hanya 50% kasus. Pada awal penyakit titer
antibodi streptokokus belum meningkat, hingga Pada pemeriksaan urinalisis didapatkan:
sebaiknya uji titer dilakukan secara serial. Warna Kuning Muda
Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. Kejernihan Keruh
Sedimen
Prognosis
Epithel Positif 1
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam Leukosit Banyak
waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi, Eritrosit 18-20
sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting Kristal Garam Amorf
disease. Walaupun sangat jarang, GNAPS dapat
Silinder Hyalin
kambuh kembali. Pada umumnya perjalanan
Bakteri Positif
penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang
Berat Jenis 1020
berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul
pH 6
dengan menghilangnya gejala laboratorik
Protein Positif 1
terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria
Glukosa Negatif
dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-95% kasus
GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada orang Keton Positif 1
dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis, Darah/Hb Positif 2
baik secara klinik maupun secara histologik atau Bilirubin Negatif
laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% Urobilinogen 0.2
kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan Nitrit Negatif
pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis Leukosit Esterase Positif 3
kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik,
kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut Pemeriksaan Anjuran:
akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury),  C3
edema paru akut atau ensefalopati hipertensi
 Uji sampel urin segar

Non-medikamentosa
- Diet rendah garam
- Pembatasan Asupan protein
- Istirahat sementara pasien
dianjurkan dirawat di rumah sakit
mengingat kondisi pasien saat ini.
- Edukasi dan informasikan kepada
pasien keluarga terkait GNA yang
sedang dialami oleh pasien
- Edukasi agar ayah pasien berhenti
merokok
- Menjaga kebutuhan kalori per hari :
Recommended Daily Allowances
= 22kg x 90 kalori
= 1980kkal/hari
Protein : 49,5 g
Karbohidrat : 247,5 g
Lemak : 88g
PROGNOSIS
- Ad vitam :Ad bonam
- Ad functionam :Ad bonam
- Ad sanationam :Ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Albar H, Rauf S. The profile of acute glomerulonephritis among Indonesian Children.
Paediatrica Indonesiana. 2005; 45: 264–69.
2. Brouhard BH, Travis LB. Acute postinfectious glomerulonephritis. Dalam: Edelmann
CM, Bernstein J, Meadow SR, Spitzer A, Travis LB, penyunting. Pediatric kidney
disease, edisi kedua. Boston, Little Brown, 1992. h. 1199-221.
3. Noer S, Soemyarso N, Subandiyah K, et al. Kompedium Nefrologi Anak 1st ed. Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011
4. Sherwood, Laura Iee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.
5. Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO,
penyunting. Buku ajar nefrologi anak, edisi ke-2, Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2002. h.
323-61. Smith JM, Faizan MK, Eddy AA.
6. The child with acute nephritic syndrome. Dalam: Webb NAJ, Postlethwaite RJ,
penyunting. Clinical paediatric nephrology, edisi ketiga. Oxford, Oxford University
Press, 2003. h. 367-79.
7. Makker SP. Glomerular disease. Dalam: Kher KK, Makker SP, penyunting. Clinical
pediatric nephrology. New York: McGraw-Hill, 1992. h. 175-220.
8. Rauf S, Albar H, Aras J et al. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
IDAI. Jakarta: Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012
9. Makker SP. Glomerular disease. Dalam: Kher KK, Makker SP, penyunting. Clinical
pediatric nephrology. New York: McGraw-Hill, 1992. h. 175-220.
10. Travis LB, Kalia A. Acute nephritic syndrome. Dalam: Postlethwaite J, penyunting,
Clinical paediatric nephrology, edisi ke-2, Oxford, Butterwoth Heinemann,1994.
h. 201-9.

Anda mungkin juga menyukai