Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF CARE


PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS

Disusun Oleh:
Kelompok 3
1. Desi Sekartini
2. Devina Komala D.
3. Diah Arum K.
4. Diana Eliawati
5. Disca Sanita Putri

AKADEMI KEPERAWATAN (AKPER)


DHARMA WACANA METRO
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
Asuhan Keperawatan Paliatif Care Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis ini tepat pada
waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan
dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat
menyelesaikan makalah ini baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik
dari segi kalimat, isi maupun dalam penyusunan. oleh karen itu, kritik dan saran
yang membangun dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan
semuanya, sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-
makalah selanjutnya.

Metro, September 2016


Penyusun,

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................. i
Kata Pengantar ........................................................................................... ii
Daftar Isi...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi ......................................................................................... 3
B. Etiologi .......................................................................................... 3
C. Patofisiologi .................................................................................. 4
D. Manifestasi Klinis ......................................................................... 5
E. Pemeriksaan Diagnosis ................................................................. 7
F. Penatalaksanaan Medis ................................................................. 9

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF CARE


A. Definisi Perawatan Paliatif ........................................................... 11
B. Prinsip Perawatan Paliatif ............................................................. 11
C. Karakteristik Perawatan Paliatif ................................................... 11
D. Manfaat Perawatan Paliatif ........................................................... 12
E. Pelaksanaan Perawatan Paliatif..................................................... 12
F. Syarat Perawatan Paliatif Yang Baik ............................................ 12
G. Jenis Perawatan ............................................................................. 13
H. Penatalaksanaan ............................................................................ 13
I. Penanganan .................................................................................. 14
J. Terapi GGK .................................................................................. 15

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 20
B. Saran ........................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat
penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal
mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara
menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-
elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih.
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi
cairan ekstra sel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan
ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus.
Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang
sama dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih
90% darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya
dialirkan ke medulla.
Di negara maju, penyakit kronis tidak menular (cronic non-
communicable diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes
melitus, dan penyakit ginjal kronis, sudah menggantikan penyakit menular
(communicable diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler
sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum
pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung
koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Pada penyakit ginjal kronis terjadi penurunan fungsi ginjal yang
memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit
ginjal kronis biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit
kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di
tulang dan otot serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronis lebih mengutamakan
diagnosis dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan
penyebab penyakit ginjal kronis serta dialisis atau transplantasi ginjal jika

1
sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi
penyakit ginjal kronis, tidak bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau
dihambat jika dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang
harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif terhadap
penyakit ginjal kronis, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor risiko
untuk penyakit ginjal kronis dapat dikendalikan.

B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian dari etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan diagnostic dan penatalaksanaan medis yang terjadi pada
penyakit gagal ginjal kronis?
2. Bagaimanaka pengkajian pada pasien dengan gangguan sitem perkemihan
akibat gagal ginjal kronis, cara menegakkan diagnosa keperawatan pada
pasien dengan gangguan sistem perkemihan akibat gagal ginjal kronis, cara
membuat rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien
dengan gagal ginjal kronis, dan intervensi keperawatan dan mengevaluasi
pasien dengan gangguan sistem perkemihan akibat gagal ginjal kronis

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui mengenai pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan diagnostic dan penatalaksanaan medis yang terjadi pada
penyakit gagal ginjal kronis.
2. Mengetahui pengkajian pada pasien dengan gangguan sitem perkemihan
akibat gagal ginjal kronis, mengetahui cara menegakkan diagnosa
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan akibat gagal
ginjal kronis, dapat mengetahui cara membuat rencana tindakan
keperawatan yang akan dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis,
dan dapat mengetahui intervensi keperawatan dan mengevaluasi pasien
dengan gangguan sistem perkemihan akibat gagal ginjal kronis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal
lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626) Kegagalan ginjal kronis terjadi
bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang
konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada
kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang
menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long,
1996; 368).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448).
Gagal ginjal kronis merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit ( toksik
uremik ) di dalam darah. (Arif Muttaqin,2011; 166) Gagal ginjal kronis (GGK)
adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang
bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi
apabila laju filtrasi glomerulus kurang dari 50 ml/menit. (Arjatmo
Tjokonegoro,2001;427).

B. Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal
ginjal kronis. Akan tetapi apapun sebabnya, respon yang terjadi adalah
penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan

3
dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar
ginjal.
1. Penyakit dari ginjal
a. penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonefritis
b. infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis
c. batu ginjal : nefrolitiasis
d. kista di ginjal : polcystis kidney
e. trauma langsung pada ginjal
f. keganasan pada ginjal
g. sumbatan : tumor, batu, penyempitan/striktur
2. Penyakit umum di luar ginjal
a. penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. dyslipidemia
c. infeksi di badan : tbc paru, sifilis, malaria, hepatitis
d. preeklamsi
e. obat-obatan
f. kehilangan banyak cairan yang mendadak ( luka bakar )

C. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan
GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi
lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal

4
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik
setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga
stadium yaitu:
1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN)
normal dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration
Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen
mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat
melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia). Timbul apabila 90% massa
nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal,
kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin
serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan
timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)

D. Manifestasi Klinis
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sisem tubuh dipengaruhi oleh
kondisi uremia, maka pasien akan memperhatikan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjsl kronis mencakup
hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi system rennin-
angiotenin-aldosteron), gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner (akibat

5
cairan berlebihan), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh
toksin uremik).
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah
(pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini
jarang terjadi akibat penanganan dini dan agresif terhadap penyakit ginjal tahap
akhir. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual,
muantah dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat
kesadaran, ketidak mampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
1. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
2. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi,
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin –
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik,
pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang,
perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi). Manifestasi klinik
menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
1. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial
2. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat

6
3. Sistem gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah
• Perdarahan saluran GI
• Ulserasi dan pardarahan mulut
• Nafas berbau ammonia
4. Sistem musculoskeletal
• Kram otot
• Kehilangan kekuatan otot
• Fraktur tulang
5. Sistem Integumen
• Warna kulit abu-abu mengkilat
• Pruritis
• Kulit kering bersisik
• Ekimosis
• Kuku tipis dan rapuh
• Rambut tipis dan kasar
6. Sistem Reproduksi
• Amenore
• Atrofi testis
Mekanisme yang pasti untuk setiap manifestasi tersebut belum dapat
diidentifikasi. Namun demikian produk sampah uremik sangat dimungkinkan
sebagai penyebabnya.

E. Pemeriksaan Diagnostic
1. Laboratorium :
a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit
yang rendah.
b. Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi akibat pendarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi
saluran kemih. Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari

7
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang
menurun.
c. Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia :
biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya
dieresis
d. Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.
e. Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
f. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
g. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada
gagal ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer ).
2. h.Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
h. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang
menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal
ginjal.
3. Radiology
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu
atau adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi karena proses diagnostic akan
memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak
puasa.
4. IIntra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
5. USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.

8
6. EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)

F. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronis adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Semua factor
yang berperan dalam terjadinya gagal ginjal kronis dicari dan diatasi.
Adapun penatalaksanaannya yaitu : Penatalaksanaan konservatif,
Meliputi pengaturan diet, cairan dan garam, memperbaiki ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa, mengendalikan hiperensi, penanggulangan asidosis,
pengobatan neuropati, deteksi dan mengatasi komplikasi. Dan penatalaksanaan
pengganti diantaranya dialysis (hemodialisis, peritoneal dialysis) transplantasi
ginjal.
Selain itu tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan
dan elektrolit dan mencegah komplikasi yaitu sebagai berikut :
1. Dialisis
Dialysis dapat dlakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi sevara bebas, menghilangkan kecenderungan pendarahan, dan
membantu menyembuhkan luka.
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah
jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,
hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake
kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.

9
3. Koreksi anemia
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.
Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, missal
pada adanya insufisiensi koroner.
4. Koreksi asidosis.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Hemodialisis dan
dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis
5. Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan.
Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6. Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal
ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF CARE
PADA KLIEN GAGAL GINJAL KRONIS

A. Definisi Perawatan Paliatif


Perawatan Paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat
aktif dan menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi.
Perawatan paliatif untuk mencegah, memperbaiki, mengurangi gejala-gejala
suatu penyakit, namun bukan berupaya penyembuhan. Suatu pendekatan untuk
memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarganya dalam menghadapi
penyakit yang mengancam jiwa, melalui pencegahan, penilaian, pengobatan
nyeri dan masalah-masalah fisik lain, juga masalah psikologis dan spiritual
lainnya.

B. Prinsip Perawatan Paliatif


1. Menghilangkan nyeri & gejala-gejala yang menyiksa lain
2. Menghargai kehidupan & menghormati kematian sebagai suatu proses
normal
3. Tidak bermaksud mempercepat atau menunda kematian
4. Perawatan yang mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual, sosial,
budaya dari pasien dan keluarganya, termasuk dukungan saat berkabung.
5. Memberi sistim dukungan untuk mengusahakan pasien sedapat mungkin
tetap aktif sampai kematiannya.
6. Memberi sistim dukungan untuk menolong keluarga pasien melalui masa
sakit pasien, dan sewaktu masa perkabungan

C. Karakteristik Perawatan Paliatif


1. Menggunakan pendekatan tim untuk mengetahui kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk konseling kedukaan bila diperlukan.
2. Meningkatkan kwalitas hidup, dan juga secara positif mempengaruhi
perjalanan penyakit.

11
3. Perawaatan aktif, total bagi pasien yang menderita penyakit yang tidak
dapat disembuhkan
4. Pendekatan holistik : fisik, mental, spiritual, sosial
5. Pendekatan multi-disipliner : medis, non-medis, keluarga

D. Manfaat Perawatan Paliatif


1. Meningkatkan kualitas hidup Pasien GGK dan keluarganya
2. Mengurangi penderitaan pasien
3. Mengurangi frekuensi kunjungan ke rumah sakit
4. Meningkatkan kepatuhan pengobatan

E. Pelaksana Perawatan Paliatif


1. Petugas medis :
a. Perawat
b. Manajer kasus
c. Dokter, fisioterapis, nutrisionis
2. Keluarga pasien
3. Petugas sosial komunitas : lay support
4. Anggota KDS
5. Petugas LSM

F. Syarat Perawatan Paliatif Yang Baik


1. Menghargai otonomi dan pilihan pasien
2. Memberi akses sumber informasi yang adekuat
3. Ciptakan hubungan saling menghargai dan mempercayai antara pasien
dengan pemberi perawatan
4. Berikan dukungan bagi keluarga, anak, petugas sosial yang memberikan
perawatan.
5. Hormati dan terapkan nilai-nilai budaya setempat, kepercayaan / agama, dan
adat istiadat.

12
G. Jenis Perawatan Paliatif
1. Pengobatan medikamentosa terutama penatalaksanaan nyeri dan gejala-
gejala lain
2. Perawatan psikososial berupa :
a. psikologis
b. sosial
c. spiritual
d. kedukaan/berkabung

H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal
dan homeostasis selama mungkin. Seluruh factor yang berperan pada gagal
ginjal tahap akhir dan factor yang dapat dipulihkan (mis : obstruksi)
diidentifikasi dan ditangani. Komplikasi potensial gagal ginjal kronis yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup :
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme,
dan masukkan diet berlebih
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-
angiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
marah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, kehilangan
darah selama hemodialisis
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal, dan
peningkatan kadar aluminium.
Komplikasi dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian
antihipertensif, eritropoetin, suplemen besi, agens pengikat fosfat, dan
suplemen kalsium. Pasien juga perlu mendapat penanganan dialysis yang
adekuat untuk menurunkan kadar produk sampah uremik dalam darah.

13
I. Penanganan
1. Intervensi diet
Intervensi diet diperlukan pada gangguan fungsi renal dan mencakup
pengaturan yang cermat terhadap masukkan protein, masukkan cairan untik
mengganti cairan yang hilang, masukkan natrium untuk mengganti natrium
yang hilang, dan pembatasan kalium.
2. Hiperfosfatemia dan hipokalemia
Ditangani dengan antasida mengandung aluminum yang mengikat fosfat
makanan di saluran gastrointestinal.
3. Hipertensi
Ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif control volume
intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner juga
memerlukan pennganan pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretic,
agens inotropik seperti digitalis atau dobutamine, dan dialysis. Asidosis
metabolic pada gagal ginjal kronis biasanya tanpa gejala dan tidak
memerlukan penanganan, namun demikian, suplemen natrium karbonat atau
dialysis diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika kondisi ini menimbulkan
gejala.
4. Hiperkalemia
Biasanya dicegah dengan penanganan dialysis yang adekuat disertai
pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan
kalium pada seluruh medikasi oral atau intravena.
5. Abnormalitas Neurologi
Dapat terjadi dan memerlukan observasi dini terhadap tanda-tanda seperti
kedutan, sakit kepala, delirium, atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari
cedera dan menempatkan pembatas tempat tidur. Diazepam intravena
(Valium) atau fenitoin (Dilantin) biasanya diberikan untuk mengendalikan
kejang.
6. Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan Epogen (eritropoetin
manusia rekombinan). Anemia pada pasien (hematokrit kurang dari 30 %)

14
muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum, dan
penurunan toleransi aktivitas.

J. Terapi GGK
1. Terapi Farmakologis
a. Kontrol tekanan darah
1) Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi
kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35%
atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.
2) Penghambat kalsium, Diuretik
b. Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan
obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk
DM tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
c. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
d. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
e. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
f. Koreksi hiperkalemia
g. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan
statin
h. Terapi ginjal pengganti
2. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

15
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung
dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
3. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

16
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
f. Hipertensi
g. emberian obat-obatan anti hipertensi.
h. Kelainan sistem kardiovaskular
i. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
4. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Hemodialisis akan mencegah kematian tetapi tidak dapat
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu
mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap
kualitas hidup pasien. Pasien GGK harus menjalani terapi dialysis
sepanjang hidupnya (3x seminggu selama 3-4 jam per kali terapi) atau
sebelum melakukan operasi pencangkokan ginjal.
b. Dialisis peritoneal (DP)
Metode yang dikenal dengan Peritoneal Dialysis (PD) yaitu metode
pencucian darah dengan mengunakan peritoneum (selaput yang melapisi
perut dan pembungkus organ perut). Selaput ini memiliki area
permukaan yang luas dan kayaakan pembuluh darah. Zat-zat dari darah
dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneumke dalam rongga perut.
Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding
perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu

17
tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara perlahan
masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang,
dan diganti dengan cairan yang baru.
Ada dua macam PD, yaitu Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) dan Automated Peritoneal Dialysis (APD). APD relatif masih
jarang digunakan oleh masyarakat Indonesia. CAPD dapat menciptakan
kualitas hidup yang lebih baik bagi penderita. Sebab, mereka dapat
menjalani hidupnya dengan normal, tanpa banyak batasan untuk
mengkonsumsi makanan. CAPD dipasang permanen di tubuh penderita,
tepatnya di bagian perut. Sebuah catheter (kateter) dipasang di bagian
perutnya dan disediakan sebuah kantong untuk menjamin kesterilannya.
Dengan CAPD, penderita cukup melakukan kontrol 1 kali dalam sebulan
ke rumah sakit. Pola kerja cuci darahnya, kateter disambungkan dengan
titanium adapter yang akan mengalirkan cairan dextrose.
Cairan inilah yang berfungsi untuk menarik racun dari dalam tubuh.
Proses pengaliran cairan ini hanya membutuhkan waktu10 menit. Dalam
sehari dilakukan sebanyak 3-4 kali. Jaraknya sekitar 4 sampai 6 jam dari
satu pencucian dengan pencucian berikutnya. Kalau transfer setnya bisa
diganti 6 bulan sekali. Kunci dari CAPD harus disiplin tinggi. Karena
tanpa disiplin tidk bisa berhasil. Misalnya, saat melakukan pencucian
darahtangan mereka harus bersih, AC dan kipas angin tidak boleh
menyala serta lampu harus terang.
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi
elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120
mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar,
2006). Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya
dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-

18
kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang
diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang
14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-
80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

19
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan
irreversibel, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) mnjadi penyebab:
• Infeksi misalnya pielonefritis kronis
• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif
• Gangguan jaringan penambung
• Gangguan kongenital dan herediter
• Penyakit metabolic
• Nefropati toksik
• Nefropati obstruktif
Tanda dan gejala
• Gangguan pernafasan
• Udema
• Hipertensi
• Anoreksia
• Ulserasi usus
• Stomatitis
• Proteinuria
• Hematuria
• Letargi, apatis, penurunan konsentrasi
• Anemi
• Perdarahan
• Turgor kulit jelek
• Gatal-gatal pada kulit
• Distrofi renal
• Hiperkalemia
• Asidosis metabolic
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti yang paling baik, akan
tetapi mempunyai beberapa kendala seperti keterbatasan donor, biaya mahal,
efek samping obat-obatan imunosupresi dan rejeksi kronis yang belum bisa

20
diatasi. Keuntungan transplantasi ginjal ialah menghasilkan rehabilitas paling
baik dibandingkan dialysis.

B. Saran
Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan
mahasiswa calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai
penyakit gagal ginjal kronis menjadi bekalkan dalam pengaplikasian dan
praktik bila menghadapi kasus yang kami bahas ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Supartondo. ( 2001 ). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
http://nikomang-sugiartini.blogspot.co.id/2011/11/keperawatan-paliatif-pada-
pasian-gagal.html diakses pada tanggal 15 September 2016 Pukul 11.39
WIB

Anda mungkin juga menyukai