Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures atau bisa disebut juga dengan kesepakatan SPS merupakan kesepakatan mengenai kesehatan dan perdagangan internasional yang yang dibuat oleh organisasi perdagangan dunia (WTO) yang disepakati oleh seluruh anggota dari WTO. Kesepakatan SPS ini bertujuan untuk menjaga kesehatan hewan, mencegah masuknya hama dan penyakit pada suatu negara dan juga dapat melindungi perdagangan dari negara tersebut. Suatu negara berdasarkan prinsip SPS harus transparan dan berdasarkan keputusan ilmiah untuk manjalankan suatu keputusan tentang perdagangan di negara tersebut. Dalam kesepakatan SPS terdiri dari 14 ayat yang mencakup tentang hak dan kewajiban untuk anggota WTO berdasarkan kesepakatan seluruh anggota WTO. Komite Ketentuan Sanitasi dan Fitosanitasi merupakan komite yang menjalakan kesepakatan SPS yang diikutsertai oleh seluruh anggota WTO. Dalam hal ini seluruh anggota WTO melakukan pertemuan yang membahas tentang kesepakatan SPS dan dampak yang ditimbulkannya dalam perdagangan. Dalam melakukan perdagangan, ekspor dan impor berupa makanan, tumbuhan, dan hewan merupakan jalan yang beresiko dapat terjadi transmisi penyakit, organisme penyebab penyakit dan lainnya. Oleh sebab itu negara anggota WTO harus menjalankan ketentuan yang telah disepakati dalam kesepakatan SPS demi melindungi kesehatan dan kehidupan manusia, tumbuhan, dan hewan dalam suatu negara tersebut. Dalam suatu negara departemen ataupun institut yang memiliki informasi dan keahlian yang berkaitan dengan kesehatan tumbuhan, hewan, dan keamanan pangan lah yang memiliki tanggung jawab dalam penerapan kesepakatan SPS. Suatu penelitian dan pengembangan diperlukan untuk memperoleh data jangka panjang mengenai resiko yang dapat terjadi. Dalam kesepakatan SPS memiliki 6 prinsip, yaitu harmonisasi, kesetaraan, tingkat perlindungan yang sesuai, penilaian risiko, kondisi regional dan transparansi. Dalam prinsip harmonisasi setiap negara dapat menentukan ketentuan SPS berdasarkan kesepakatan SPS dan harus berpedoman terhadap standard internasional, yaitu IPPC, OIE, dan Codex. Prinsip Kesetaraan dalam kesepakatan SPS bahwa negara yang melakukan import dengan negara sesama anggota WTO menerima aturan yang telah ditentukan oleh negara pengeksport yang telah sesuai dengan kesepakatan SPS, hal ini dilakukan demi menjaga prinsip kesetaraan. Prinsip tingkat perlindungan yang sesuai, dalam prinsip ini atau disebut ALOP yang merupakan tujuan umum dari kesepakatan SPS dan setiap negara memiliki hak untuk menetapkan ALOP di masing masing negara, ALOP bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan. Prinsip penilaian resiko, dalam prinsip ini dapat dilakukan berdasarkan penilaian resiko yang sudah dikembangkan oleh Lembaga internasional dan digunakan untuk menetapkan ketentuan SPS. Prinsip konsisi Regional ini berdasarkan kondisi wilayah suatu negara berdasarkan kondisi geografisnya yang dapat mempengaruhi kemungkinan resiko yang dapat terjadi terhadap kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan. Prinsip transparan, dalam prinsip ini setiap negara harus selalu terbuka dalam memberikan segala informasi mengenai ketentuan SPS dan menyampaikan jika terdapat perubahan perubagan dalam ketentuan SPS mereka. Dalam menjalankan kesepakatan SPS setiap negara memiliki kemampuan yang berbeda beda sesuai dengan bagaimana kondisi masing masing negara anggota WTO. Untuk menyikapi hal tersebut seluruh anggota WTO sepakat untuk memberikan fasilitas bantuan kepada negara anggota yang membutuhkan. Bantuan tersebut dapat melalui dukungan bilateral ataupun melalui Lembaga internasional. Kesepakatan SPS memberikan keuntungan bagi seluruh anggota WTO dalam perdagangan bebas dan untuk menjamin kehidupan manusia, hewan, tumbuhan. Seluruh anggota WTO juga harus memiliki pemahaman tentang kesepakatan SPS harus berdasar terhadap keilmuan ilmiah, tidak mengada ada, adil, dan tidak membatasi.