Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada Tahun 1998 Indonesia mengalami masa yang sangat sulit karena
pada saat itu terjadi krisis moneter yang berimbas pada dunia industri. Hal ini
membuat beberapa badan usaha milik swasta maupun pemerintah melakukan
Pemutusan Hubungan kerja atau yang sering disebut dengan PHK. Langkah
ini terpaksa dilakukan karena salah satu alasannya adalah perusahaan
mengalami kerugian yang tidak sedikit, sementara perusahaan mempunyai
kewajiban untuk memberikan upah kepada pegawainya.
Pemutusan Hubungan Kerja merupakan suatu hal yang pada beberapa
tahun yang lalu merupakan suatu kegiatan yang sangat ditakuti oleh karyawan
yang masih aktif bekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang
goyah, kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang
berdampak pada banyak industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja
berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan sangat
tidak terencana. Kondisi inilah yang menyebabkan orang yang bekerja pada
waktu itu selalu dibayangi kekhawatiran dan kecemasan, kapan giliran dirinya
diberhentikan dari pekerjaan yang menjadi penopang hidup keluarganya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian PHK?
2. Bagaimana Penyebab Terjadinya PHK?
3. Bagaimana Jenis-Jenis PHK?
4. Bagaimana Mekanisme Dan Penyelesaian Perselisihan PHK?
5. Bagaimana Kompensasi PHK?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian PHK
2. Untuk mengetahui Penyebab Terjadinya PHK

1
3. Untuk mengetahui Jenis-Jenis PHK
4. Untuk mengetahui Mekanisme Dan Penyelesaian Perselisihan PHK
5. Untuk mengetahui Kompensasi PHK

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian PHK
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara karyawan dan perusahaan. apabila
kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak
oleh pihak perusahaan karena kesalahan karyawan. Karenanya, selama ini
singkatan PHK memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau kita tilik definisi
di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan,
dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis
sama dengan pengertian dipecat.
Tergantung alasannya, PHK mungkin membutuhkan
penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI)
mungkin juga tidak. Meski begitu, dalam praktek tidak semua PHK yang
butuh penetapan dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan, baik karena
tidak perlu ada penetapan, PHK tidak berujung sengketa hukum, atau karena
karyawan tidak mengetahui hak mereka.
Sebelum Pengadilan Hubungan Industrial berdiri pada 2006,
perselisihan hubungan Industrial masih ditangani pemerintah lewat Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dan Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) serta Pengadilan Tata Usaha Negara.

B. Penyebab Terjadinya PHK


Alasan PHK yang diterapkan di PT. Harum Sari Plastindo, dari mulai
pekerja mengundurkan diri , kesepakatan berrsama. Selain itu:
1. Selesainya PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu)
2. Pekerja melakukan kesalahan berat
3. Pekerja melanggar perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau
peraturan perusahaan

3
4. Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya
5. PHK Massal – karena perusahaan rugi, force majeure, atau melakukan
efisiensi.
6. Peleburan, penggabungan, perubahan status
7. Pekerja meninggal dunia
8. Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut
9. Pekerja sakit berkepanjangan
10. Pekerja memasuki usia pensiun

C. Jenis-Jenis PHK
1. PHK Pada Kondisi Normal (Sukarela)
Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan
sesuatu keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas
dan melakukan peran sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian
kepada perusahaan maka tiba saatnya seseorang untuk memperoleh
penghargaan yang tinggi atas jerih payah dan usahanya tersebut.
Akan tetapi hal ini tidak terpisah dari bagaimana pengalaman bekerja
dan tingkat kepuasan kerja seseorang selama memainkan peran yang
dipercayakan kepadanya. Ketika seseorang mengalami kepuasan yang
tinggi pada pekerjaannya, maka masa pensiun ini harus dinilai positif,
artinya ia harus ikhlas melepaskan segala atribut dan kebanggaan yang
disandangnya selama melaksanakan tugas, dan bersiap untuk memasuki
masa kehidupan yang tanpa peran.
Kondisi yang demikian memungkinkan pula munculnya perasaan
sayang untuk melepaskan jabatan yang telah digelutinya hampir lebih
separuh hidupnya. Ketika seseorang mengalami peran dan perlakuan yang
tidak nyaman, tidak memuaskan selama masa pengabdiannya, maka ia
akan berharap segera untuk melepaskan dan meninggalkan pekerjaan yang
digelutinya dengan susah payah selama ini. Orang ini akan memasuki
masa pensiun dengan perasaan yang sedikit lega, terlepas dari himpitan
yang dirasakannya selama ini.

4
Selain itu ada juga karyawan yang mengundurkan diri. Karyawan
dapat mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan secara tertulis
tanpa paksaan/intimidasi. Terdapat berbagai macam alasan pengunduran
diri, seperti pindah ke tempat lain, berhenti dengan alasan pribadi, dan
lain-lain. Untuk mengundurkan diri, karyawan harus memenuhi syarat : (a)
mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya, (b) tidak ada
ikatan dinas, (c) tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan
diri.
Undang-undang melarang perusahaan memaksa karyawannya untuk
mengundurkan diri. Namun dalam prakteknya, pengunduran diri kadang
diminta oleh pihak perusahaan. Kadang kala, pengunduran diri yang tidak
sepenuhnya sukarela ini merupakan solusi terbaik bagi karyawan maupun
perusahaan. Di satu sisi, reputasi karyawan tetap terjaga. Di sisi lain
perusahaan tidak perlu mengeluarkan pesangon lebih besar apabila
perusahaan harus melakukan PHK tanpa ada persetujuan karyawan.
Perusahaan dan karyawan juga dapat membahas besaran pesangon yang
disepakati.
Karyawan yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas
kompensasi seperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta
pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal 156 (4). Karyawan mungkin
mendapatakan lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk biaya
perumahan terdapat silang pendapat antara karyawan dan perusahaan,
terkait apakah karyawan yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari
uang pesangon dan penghargaan masa kerja.
2. PHK Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela)
Perkembangan suatu perusahaan ditentukan oleh lingkungan dimana
perusahaan beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat
survive (Robbins, 1984). Tuntutan yang berasal dari dalam (inside
stakeholder) maupun tuntutan dari luar (outside stakeholder) dapat
memaksa perusahaan melakukan perubahan-perubahan, termasuk di dalam
penggunaan tenaga kerja. Dampak dari perubahan komposisi sumber daya

5
manusia ini antara lain ialah pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini
tuntutan lebih banyak berasal dari kondisi ekonomi dan politik global,
perubahan nilai tukar uang yang pada gilirannya mempersulit pemasaran
suatu produk di luar negeri, dan berimbas pada kemampuan menjual
barang yang sudah jadi, sehingga mengancam proses produksi. Kondisi
yang demikian akan mempersulit suatu perusahaan mempertahankan
kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang bekerja di perusahaan
tersebut. Hal ini berdampak pada semakin seringnya terjadi kasus
pemutusan hubungan kerja.
Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan
kerja dapat memberikan beberapa pengertian, yaitu :
a. Termination: yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau
berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak,
bilamana tidak terdapat kesepakatan antara karyawan dengan
manajemen, maka karyawan harus meninggalkan pekerjaannya.
b. Dismissal: yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan
Tindakan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya :
karyawan melakukan kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi
alkohol atau obat-obat psikotropika, madat, melakukan tindak
kejahatan, merusak perlengkapan kerja milik pabrik.
c. Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan
melakukan pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin
berteknologi baru, seperti : penggunaan robot-robot industri dalam
proses produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup dioperasikan
oleh satu atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja.
Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
d. Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan
masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah
pemasaran, sehingga perusahaan tidak mampu untuk memberikan upah
kepada karyawannya.

6
Flippo (1981) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks
pensiun menjadi 3 kategori, yaitu :
a. Layoff, keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang
karyawan yang benar-benar memiliki kualifikasi yang membanggakan
harus dipurnatugaskan karena perusahaan tidak lagi membutuhkan
sumbangan jasanya.
b. Outplacement, ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan
perusahaan ingin mengurangi banyak tenaga kerja, baik tenaga
profesional, manajerial, maupun tenaga pelaksana biasa. Pada
umumnya perusahaan melakukan kebijakan ini untuk mengurangi
karyawan yang performansinya tidak memuaskan, orang-orang yang
tingkat upahnya telah melampaui batas-batas yang dimungkinkan, dan
orang-orang yang dianggap kurang memiliki kompetensi kerja, serta
orang-orang yang kurang memiliki kemampuan yang dapat
dikembangkan untuk posisi di masa mendatang. Dasar dari kegiatan ini
ialah kenyataan bahwa perusahaan mempunyai tenaga kerja yang
skillnya masih dapat dijual kepada perusahaan lain, dan sejauh mana
kebutuhan pasar terhadap keahlian atau skill ini masih tersembunyi.
c. Discharge. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan
perasaan paling tidak nyaman di antara beberapa metode pemutusan
hubungan kerja yang ada. Kegiatan ini dilakukan berdasar pada
kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai sikap dan perilaku
kerja yang memuaskan.
Karyawan yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja ini
kemungkinan besar akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan
pekerjaan baru di tempat atau perusahaan lain. Dari dua pengertian
tersebut di atas, nampaknya masalah pemutusan hubungan kerja,
penyebabnya dapat disebabkan oleh dua pihak.
Baik penyebab yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku
karyawan yang tidak memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak
manajemen yang seharusnya dengan keahliannya dan kewenangan yang

7
diserahkan kepadanya diharapkan mampu mengembangkan perusahaan,
walau dalam kenyataannya menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi
perusahaan, dan harus mengambil keputusan untuk efisiensi tenaga kerja.

D. Mekanisme Dan Penyelesaian Perselisihan PHK


1. Mekanisme PHK
Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan
segala upaya untuk menghindari PHK. Apabila tidak ada kesepakatan
antara pengusaha karyawan/serikatnya, PHK hanya dapat dilakukan oleh
pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).
Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini,
PHK harus dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan
Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah :
a. Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah
dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya.
b. Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis
atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari
pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja
waktu tertentu untuk pertama kali.
c. Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau
peraturan perundang-undangan.
d. Karyawan meninggal dunia.
e. Karyawan ditahan.
f. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan
karyawan melakukan permohonan PHK.
Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan pengusaha
harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu
penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap membayar
hak-hak karyawan.

8
2. Perselisihan PHK
Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial
bersama perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar
serikat karyawan. Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya
kesesuaian pendapat antara karyawan dan pengusaha mengenai
pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Perselisihan
PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran
kompensasi atas PHK.
PENYELESAIAN PERSELISIHAN PHK
Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.
a. Perundingan Bipartit
Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar
pengusaha dan karyawan atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak
diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah
mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai
para Pihak. isi risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila
tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama
yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini
didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian
Bersama dilakukan. Perlkunya menddaftarkan perjanjian bersama,
ialah untuk menghindari kemungkinan slah satu pihak ingkar. Bila hal
ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan
eksekusi.
Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka karyawan dan pengusaha
mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang
melalui Perundingan Tripartit.
b. Perundingan Tripartit
Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang
dapat dipilih oleh para pihak:

9
1) Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas
tenagakerja kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha
mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar
keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta
perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak
dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.
2) Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh
para pihak. Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan
para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tidak
dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa
anjuran.
3) Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran
dan tidak mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-
satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut ialah
permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya
kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.
c. Pengadilan Hubungan Industrial
Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di tiap ibukota provinsi.
Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas
pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan
industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan
dan melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI) mengadili jenis perselisihan lainnya: Perselisihan yang
timbul akibat adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan
perselisihan antar serikat karyawan.

10
d. Kasasi (Mahkamah Agung)
Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat
langsung mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara
tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.

E. Kompensasi PHK
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan
membayar uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja
(UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima. UP,
UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya.
Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut :
Masa Kerja Uang Pesangon
1. Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah.
2. Masa kerja 1 – 2 tahun, 2 (dua) bulan upah.
3. Masa kerja 2 – 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.
4. Masa kerja 3 – 4 tahun 4 (empat) bulan upah.
5. Masa kerja 4 – 5 tahun 5 (lima) bulan upah.
6. Masa kerja 5 – 6 tahun 6 (enam) bulan upah.
7. Masa kerja 6 – 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
8. Masa kerja 7 – 8 tahun 8 (delapan) bulan upah.
9. Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai
berikut :
Masa Kerja UPMK
1. Masa kerja 3 – 6 tahun 2 (dua) bulan upah.
2. Masa kerja 6 – 9 tahun 3 (tiga) bulan upah.
3. Masa kerja 9 – 12 tahun 4 (empat) bulan upah.
4. Masa kerja 12 – 15 tahun 5 (lima) bulan upah.
5. Masa kerja 15 – 18 tahun 6 (enam) bulan upah.
6. Masa kerja 18 – 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
7. Masa kerja 21 – 24 tahun 8 (delapan) bulan upah.

11
8. Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah.
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi :
1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
2. Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya
ketempat dimana karyawan/buruh diterima bekerja.
3. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15%
dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang
memenuhi syarat.
4. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
PHK sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi tidak
normal nampaknya masih merupakan ancaman yang mencemaskan karyawan.
Dunia industri negara maju yang masih saja mencari upah buruh yang murah,
senantiasa berusaha menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih
menjanjikan keuntungan yang besar, walaupun harus menutup dan merelokasi
atau memindahkan pabriknya ke Negara lain.
Keadaan ini tentu saja berdampak PHK pada karyawan di negara yang
ditinggalkan. Efisiensi yang diberlakukan oleh perusahaan pada dewasa ini,
merupakan jawaban atas penambahan posisi-posisi yang tidak perlu di masa
lalu, sehingga dilihat secara struktur organisasi, maka terjadi
penggelembungan yang sangat besar. Ketika tuntutan efisiensi harus dipenuhi,
maka restrukturisasi merupakan jawabannya. Di sini tentu saja terjadi
pemangkasan posisi besar-besaran, sehingga PHK masih belum dapat
dihindarkan.
Ketika perekonomian dunia masih belum adil, dan program efisiensi yang
dilakukan oleh para manajer terus digulirkan, maka PHK masih merupakan
fenomena yang sangat mencemaskan, dan harus diantisipasi dengan
penyediaan lapangan kerja dan pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat (mantan karyawan).

B. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan dalam makalah ini adalah,
hendaknya dalam melakukan Pemutusan hubungan kerja harus sesuai dengan
Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia agar tidak akan
ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hasibuan, M.S.P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:PT Bumi


Aksara.

Flippo, E.B., 1984. Personnel Management. 5th edition. Sydney: McGraw-Hill


International Book Company.

Manulang, S. H. 1988. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia.


Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Kumara, A., Utami, M.S., Rosyid, H.F., 2003. Strategi Mengoptimalkan Diri,
Balai Pustaka, Jakarta.

14
MAKALAH
HUKUM HUBUNGAN INDUSTRI
“Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)”

Disusun Oleh:
Hero Liontara
1880740107

Dosen :
Betra Satrianti, SH., MH

PROGRAM STUDI HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2019

15
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Karya
Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa
umatnya diperadaban saat ini dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, Sehingga
kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang
akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan pembaca, Amin.

Bengkulu, Januari 2020

Penulis,

i
16
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah ....................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian PHK....................................................................................... 3
B. Penyebab Terjadinya PHK ...................................................................... 3
C. Jenis-Jenis PHK ...................................................................................... 4
D. Mekanisme Dan Penyelesaian Perselisihan PHK ................................... 8
E. Kompensasi PHK .................................................................................... 11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ........................................................................................... 13
B. Saran ..................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
17

Anda mungkin juga menyukai