Anda di halaman 1dari 21

ISLAM DAN TANTANGAN MODERNITAS

KELOMPOK 6 :

 Rheisya T A. 191411054
 Rosyidah K M. 191411057
 Yanis Fitrianti 191411063

Program Studi D3 Teknik Kimia


Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Bandung
Tahun 2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan dan bantuan-Nya tentu makalah
ini tidak akan selesai dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi
Muhammah SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat kelak. Penulis menguucapkan
syukur kepada Allah SWT atas limpahan sehat-Nya sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama dengan judul “Islam dan
Tantangan Modernitas”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian penulis ingin memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak khususnya dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Agama yang telah membimbing dalam
menulis makalah ini. Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat, terimakasih.

Bandung, 18 September 2019

Penulis,
DAFTAR ISI

Kata pengantar

Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


1.2. Rumusan masalah
1.3. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Modernisasi


2.2. Modernisasi dalam kehidupan
2.3. Dampak positif dan negatif modernisasi
2.4. Al-Qur’an sebagai Solusi dari Dampak Negatif Modernitas
2.5. Islam dalam menghadapi modernisasi

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan
3.2. Saran

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kata modernitas nampaknya sudah tidak asing lagi di telinga kita. Modernitas
menjadi Bahasa yang umum digunakan terutama pada kemajuan zaman sekarang ini. Ketika
kita membicarakan tentang modernitas akan terlintas pemikiran mengenai pola dan gaya
hidup pada masa kini. Lalu bagaimana pandangan islam terhadap modernitas?
Modernitas sendiri merupakan jargon yang digunakan dalam ilmu humaniora dan
ilmu social untuk menyebut sebuah periode sejarah dan campuran norma, perilaku, dan
praktik social budaya tertentu yang muncul di Eropa pasca abad pertengahan dan
berkembang di seluruh dunia sejak saat itu. Meski turut mencakup berbagai proses sejarah
dan fenomena budaya yang saling berkaitan, modernitas juga dapat mengacu pada
pengalaman subjektif dan eksistensial terhadap suasana yang ada serta dampaknya terhadap
kebudayaan manusia, lembaga, dan politik. (Berman 2010, 15-36)
Charles Baudelaire diakui sebagai pencipta istilah “modernitas” dalam esainya tahun
1864, “The Pinter of Modern Life”. Ia menciptakan istilah tersebut untuk menyebut
pengalaman hidup yang cepat usai di tengah kota dan tugas seniman untuk menggambarkan
pengalaman tersebut. Artinya, modernitas mengacu pada hubungan terhadap waktu,
hubungan yang ditandai oleh terputusnya seseorang dengan masa lalu, keterbukaan terhadap
hal-hal baru pada masa depan, dan naiknya tingkat kesadaran terhadap hal-hal unik pada
masa kini (Kompridis 2006, 32-59).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat disimpulkan yaitu;
1.2.1 Bagaimana sejarah adanya modernitas ?
1.2.2 Bagaimana bentuk modernitas dalam konteks kehidupan sehari-hari ?
1.2.3 Apa dampak dari adanya modernitas dalam kehidupan ?
1.2.4 Bagaimana Islam menanggapi adanya modernitas ?

1.3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu;
1.3.1 Mengetahui seperti apa modernisasi dalam kehidupan
1.3.2 Memahami dampak positif dan negatif dari modernisasi
1.3.3 Mengetahui bagaimana tanggapan Islam mengenai modernisasi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Modernisasi


Modernitas, yaitu pandangan dan sikap hidup yang bersangkutan dengan kehidupan masa
kini banyak dipengaruhi oleh peradaban modern. Sedangkan yang dimaksudkan dengan
peradaban modern adalah peradaban yang terbentuk mula-mula di Eropa Barat, kemudian
menyebar di seluruh dunia Barat. Dengan begitu dapat pula dinamakan peradaban Barat.
Peradaban Barat mempunyai dampak besar terhadap modernitas, oleh karena peradaban Barat
pada masa kini merupakan peradaban yang dominan di sana. Sebagaimana dalam periode
antara abad ke-6 hingga abad ke-16, peradaban Islam mempunyai pengaruh yang besar kepada
kehidupan umat manusia di sekitar Laut Tengah, dan kemudian meninggalkan dampaknya
kepada pembentukkan peradaban Barat, demikian pula di masa kini, seluruh kehidupan umat
manusia tidak dapat lepas dari pengaruh peradaban Barat yang secara agresif dan dinamis
memasuki seluruh pelosok dunia. Sebab itu, untuk mengenal dan mengembangkan modernitas
tidak mungkin tanpa mengenal unsur-unsur utama peradaban Barat.
Yang dimaksudkan peradaban modern adalah peradaban Barat yang terbentuk setelah
bangsa bangsa Eropa melampaui masa Abad Pertengahan. Perkataan "modern" di sini adalah
"Eropa centris" atau "Barat centris" karena sepenuhnya bersangkutan dengan kehidupan
bangsa-bangsa di Eropa bahkan di Eropa Barat. Bangsa Eropa membagi sejarahnya dalam
periode Zaman Kuno yang berlangsung dari permulaan hingga kurang lebih abad ke-5, Abad
Pertengahan antara abad ke-5 hingga abad ke-16 dan Zaman Modern dari abad ke-16 hingga
masa kini. Peradaban modern adalah peradaban Barat yang terbentuk pada Zaman Modern itu.
Oleh karena itu sejak abad ke-16 dunia Barat berhasil melebarkan sayapnya ke seluruh dunia
dan pada abad ke-20 berada pada zenith kemampuannya, maka pengaruh atau dampak
peradaban modern itu terasa dimana-mana di dunia, baik dalam arti positif maupun negatif.
Peradaban modern itu terbentuk pada abad ke-16 melalui satu perubahan yang penting di
Eropa Barat yang dinamakan Renaisanse yang berarti kelahiran kembali. Yaitu kelahiran
kembali hasil-hasil budaya Yunani dan Romawi. Dalam Abad Pertengahan hasil budaya Yunani
dan Romawi telah diabaikan di Eropa. Gerakan yang bernama Humanisme kemudian
diungkapkan kembali pemikiran yang telah dikembangkan di Yunani Lama, seperti pikiran
Aristoteles, Plato, dll. Pengungkapan kembali pikiran Yunani dan Romawi itu dimungkinkan
oleh persentuhan Eropa Barat dengan budaya Islam yang dalam Abad Pertengahan justru
sedang berkembang dengan megah dan memasuki Eropa Barat melalui Spanyol. Humanisme
dan Renaissanse itulah yang menjadi sumber utama terbentuknya peradaban Barat modern.
Persentuhannya dengan peradaban Islam, pengungkapan kembali pikiran Yunani dan Romawi,
ini semua menimbulkan di Eropa Barat perkembangan dari fungsi Ratio dalam pandangan
hidup. Ilmu pengetahuan memperoleh dukungan kuat untuk maju. Demikian pula terjadi
pemikiran baru tentang tempat tinggal manusia dalam kehidupan serta tempat bumi dalam alam
semesta. Perkembangan dalam pemikiran itu merupakan perubahan besar dalam kehidupan
waktu itu. Dan karena pemikiran yang berlaku pada waktu itu bersumber kepada gereja
Katholik yang berkuasa di Eropa, maka terjadi pertentangan antara mereka yang
mengembangkan pemikiran baru itu dengan gereja yang berkuasa. Gereja tidak menghendaki
bahwa orang mengadakan penelitian terhadap alam dan kehidupan dan mewajibkan semua
orang menerima semua ajaran tanpa pendalaman. Sedangkan orang-orang yang tergerak untuk
mendalami kehidupan dan alam semesta menggunakan ratio dan eksperimen bukan untuk
menolak ajaran Katholik, melainkan tidak puas hanya menerima segala sesuatu begitu saja.
Salah satu contoh adalah Nicolaus Copernicus menerima hukuman gereja yang waktu itu
tersohor dengan inkuisisi-nya.
Tapi orang-orang yang mengejar ilmu pengetahuan dengan menggunakan ratio tidak dapat
dibendung oleh gereja Katholik. Dan ilmu pengetahuan makin berkembang di Eropa Barat di
bidang matematika, fisika, astronomi, kimia, dan lain-lain. Melalui orang seperti Galileo
Galilei, Desidarius Erasmus, dan lain-lain. Pada abad ke-18, Eropa telah menjadi pusat
perkembangan ilmu pengetahuan dunia dan telah menggantikan peranan peradaban Islam yang
pada abad ke-16 mengalami masa surutnya.
Bersamaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, terjadi gerakan untuk melebarkan
sayap jauh keluar Eropa. Tadinya orang Eropa memperoleh rempah-rempah dari Asia, termasuk
Indonesia dengan perantaraan pedagang Arab dan Timur Tengah pada umumnya. Rupanya
pedagang Eropa tergerak untuk berpikir rasional dan mengembangkan tekad untuk pergi sendiri
ke sumber rempah-rempah. Kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya bidang astronomi yang
telah menemukan bahwa bumi itu bulat, mendorong mereka untuk pergi mengarungi lautan ke
tanah-tanah yang belum dikenal. Dan tekad dan keberanian pada penemuan baru itu
memberikan buah yang bukan main besarnya kepada mereka. Tidak saja mereka dapat sampai
ke tanah sumber rempah-rempah di Asia, mereka bahkan dapat menemukan satu tanah yang
kaya sekali, yaitu Amerika. Maka sejak abad ke-16 bangsa Eropa semakin kaya. Kekayaan itu
dihubungkan dengan cara berpikir rasional, menimbulkan pandangan yang mementingkan
benda atau materi. Apalagi ketika ilmu pengetahuan dapat mendorong berkembangnya
teknologi yang semakin maju. Maka terjadilah Revolusi Industri di Eropa Barat yang merubah
produksi dari produksi rumah ke pabrik, dan dari produksi perorangan ke produksi massal.
Produksi pabrik yang bersifat massal memerlukan bahan mentah yang lebih banyak dari
tadinya. Sebaliknya juga menghendaki pasar yang jauh lebih luas. Maka bangsa-bangsa di
Eropa merebut kekuasaan bangsa-bangsa di dunia untuk memenuhi keperluan itu. Terjadilah
imperialisme dan kolonialisme. Sebagai akibat dari cara berpikir rasional, maka terjadi
dorongan untuk merubah posisi suatu individu dari masyarakat. Tadinya individu hanyalah
suatu unsur masyarakat tanpa arti tersendiri. Pemikiran rasional menuntut pembebasan diri dari
kukungan masyarakat itu. Kemudian bahkan memberikan individu sebagai nilai tertinggi dalam
masyarakat itu. Orang berpendapat bahwa hanya dengan individu yang memiliki kebebasan
penuh akan terciptalah kemajuan. Lahirlah apa yang dinamakan individualisme.
Bersamaan dengan itu, timbulah pemikiran bahwa seluruh orang di dunia adalah sama dan
bersaudara. Ini mendorong terjadinya Revolusi Prancis dengan
semboyannya Liberte, Egalite, Fraternite, atau Kebebasan, Persamaan, Persaudaraan. Inilah
yang menjadi permulaan dari liberalisme atau dalam bahasa Prancis dikatakan laissez faire,
laissez passer. Individualisme dan liberalisme menghasilkan kapitalisme.
Peradaban yang modern menghasilkan kehidupan baru yang maju berkat ilmu pengetahuan
dan teknologi. Tetapi di pihak lain juga mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan yang
besar. Kapitalisme menimbulkan kesengsaraan bagi para buruh dan petani, sedangkan
imperialisme dan kolonialisme menyebabkan penderitaan yang parah sekali bagi bangsa-
bangsa Asia dan Afrika. Karena itu terjadi reaksi terhadap kapitalisme berupa komunisme yang
juga didasarkan materialisme dan yang kemudian menyebabkan Revolusi Komunis di Rusia.
Reaksi yang tidak se-ekstrim komunisme adalah sosialisme yang memperjuangkan kehidupan
yang lebih baik bagi kaum buruh dan petani. Imperialisme dan kolonialisme mengakibatkan
persaingan dan pertentangan antara bangsa-bangsa Eropa sendiri, dan menimbulkan perang
besar. Yaitu perang dunia ke-1 dan ke-2. Rasionalisme dan individualisme juga menimbulkan
keangkuhan manusia yang berlebihan. Berdasarkan materialisme dikatakan bahwa Tuhan itu
hanya hasil dari otak manusia; dengan kata lain orang tidak percaya akan adanya Tuhan Yang
Maha Kuasa.
Di pihak lain harus dikatakan pula bahwa semua itu memperoleh koreksinya dari dinamika
peradaban itu sendiri. Kapitalisme mulai menyadari bahwa untuk memperoleh usaha yang
kontinyu dan menguntungkan harus ada pendekatan yang berbeda terhadap kaum buruh dan
petani. Kaum buruh dan petani kemudian memperoleh hasil yang lebih besar dari hasil
produksi, sehingga tercipta masyarakat Barat yang makmur (the affluent society). Disamping
kemajuan ekonomi untuk rakyat banyak, juga terjadi kehidupan politik yang memungkinkan
partisipasi masyarakat luas. Mula-mula baru dalam bentuk monarki konstitusional, kemudian
berkembang ke monarki parlementer dan akhirnya ke sistim parlementer di mana raja tidak lagi
berkuasa dan hanya dijadikan simbol. Atau rakyat berhasil meniadakan kerajaan dan
membentuk republik. Justru yang kurang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk
berpartisipasi dalam politik adalah pihak komunis yang tadinya bersemboyan untuk
mengalahkan kapitalisme untuk menciptakan kehidupan rakyat yang lebih baik. Harus diakui
bahwa belum pernah dalam sejarah umat manusia terjadi kesejahteraan ekonomi dan politik
yang dialami oleh rakyat banyak seperti yang terwujud di dunia Barat dewasa ini. Imperialisme
dan kolonialisme juga sudah lenyap. Karena negara-negara Barat sendiri berperang satu sama
lain dalam dua perang dunia besar, maka tercipta kesempatan untuk rakyat-rakyat yang menjadi
jajahan untuk melepaskan diri dari kungkungan dan kekuasaan Barat.
Meskipun dunia Barat dengan berat harus menerima keadaan baru itu, namun mereka tidak
lagi mempunyai cukup kemampuan untuk menguasai kembali bakas jajahannya. Meskipun
rasionalisme masih tetap kuat dalam peradaban Barat dan merupakan sumber perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang tiada hentinya, namun di kalangan Barat sendiri mulai
ada kekuatan yang lebih komprehesif-integral. Makin banyak orang menanyakan kebenaran
dari dominasi rasio dan lebih menginginkan kehidupan yang utuh. Perhatian terhadap
kehidupan religius makin bertambah dan materialisme makin didesak oleh nilai-nilai yang
transcedental. Bahkan di Uni Soviet yang secara resmi melawan ajaran agama dan
menyebarkan atheisme, terdapat perkembangan minat terhadap agama dan memaksa
pemerintah untuk mengeluarkan peraturan-peraturan pemerintah untuk melawannya. Meskipun
individualisme masih tetap merupakan tiang peradaban Barat, namun secara diam-diam toh
terjadi juga perubahan yang memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada kolektivisme
atau sekurang-kurangnya dalam bentuk sikap kebersamaan. Yang jelas sekali nampak adalah
perkembangan manajemen, oleh karena tanpa perubahan itu, di dunia usaha Barat akan
mengalami kesulitan besar menghadapi bisnis Jepang yang manajemennya berhasil
menimbulkan partisipasi tenaga manusia secara produktif sekali. Melalui pendekatan yang
bertitik berat kebersamaan.
Tetapi nampaknya peradaban Barat telah berada di saat zenithnya. Justru akomodasi yang
telah dilakukan untuk mengatasi kelemahan dan kekurangannya menandakan bahwa ia mulai
berkurang vitalitas dan energinya. Orang Barat sudah mulai bicara tentang transformasi
kehidupan, dengan kesediaan untuk lebih mengadaptasi nilai-nilai yang terdapat dalam
kebudayaan bangsa-bangsa Asia atau dunia Timur. Meskipun demikian pengaruh dan dampak
dari peradaban Barat tidak dapat ditolak oleh siapa saja, mengingat dinamika dan agressivitas
yang telah dikembangkan sejak abad ke-16 itu. Kalau nanti peradaban Barat akan surut, seperti
juga di masa lampau peradaban Yunani, peradaban Romawi, pun peradaban Islam surut setelah
mengalami masa keemasan, dan kalaupun akan tumbuh peradaban baru di dunia ini, namun
dapat diperkirakan bahwa dalam peradaban baru itu akan terdapat titik-titik kuat dari peradaban
Barat. Sebagaimana juga dalam peradaban Barat terdapat unsur-unsur yang merupakan
pengaruh peradaban Islam, Yunani, dan Romawi. Karena itu makna modernitas yang mungkin
tidak sama untuk setiap bangsa di dunia karena dipengaruhi oleh nilai budaya masing-masing,
namun tidak dapat dihindarkan bahwa dalam modernitas itu terdapat unsur-unsur yang
merupakan pengaruh dari peradaban Barat.

2.2. Modernisasi dalam Kehidupan

Pada zaman modern seperti sekarang ini, ukuran maju tidaknya suatu bangsa justru diukur
dari penguasaan bangsa itu terhadap IPTEK. Jika suatu bangsa itu menguasai IPTEK, maka
bangsa tersebut dikategorikan sebagai bangsa yang maju. Sebaliknya, jika suatu bangsa itu
tertinggal dalam penguasaan IPTEK, maka bangsa itu dipandang sebagai bangsa yang belum
maju atau biasa disebut bangsa tertinggal atau disebut bangsa berkembang. Supaya bangsa
Indonesia masuk ke dalam kelompok bangsa yang maju, maka kita wajib berusaha sekuat
tenaga untuk menguasai IPTEK dan mengejawantahkan IPTEK untuk kemaslahatan
umat manusia.

1. Bidang Seni
Seni merupakan ekspresi kesucian hati. Hati yang bening melahirkankarya seni yang
beradap, sedangkanhati yang kotor tentu melahirkan karya seni yang tidak beradap. Hidup
dengan seni menjadikan hidup menjadi indah, damai, dan nyaman. Adapun hidup tanpa
seni, menyebabkan hidup menjadi kering, gersang, dan tidak nyaman. Seni itu indah dan
keindahan adalah sifat Tuhan. Cinta kepada keindahan berarti cinta kepada Tuhan ini
disebabkan Tuhan mencintai keindahan. Dengan cintanya kepada Tuhan, Manusia dapat
mewujudkan keindahan dalam kehidupannya.
Dalam dunia modern, seni menjadi bagian penting dari modernitas. Dengan
dukungan perangkat canggih, refleksi dan produk kesenian merambah ruang- ruang
keluarga dan masyarakat, termasuk dalam dunia pendidikan tinggi dengan membawa
berbagai nilai baru. Seni dapat menjadi pisau bermata dua bila di satu sisi dapat menjadi
pencerah jiwa manusia dalam kehidupan dan di satu sisi lagi dapat mengancamnilai- nilai
hakiki kemanusiaan.

2. Bidang Ekonomi
Segala bentuk transaksi yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan pemasaran
barang dan jasa yang mendatangkan keuntungan finasial itu merupakan kegiatan ekonomi.
Menurut AM Saefudin (1997) ada enam pokok perekonomian, yaitu:
a. Barang dan jasa yang di produksi.
b. Sistem produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa tersebut.
c. Sistem distribusi yang berlaku diantara para pelaku ekonomi.
d. Efisiensi dalam menggunakan faktor- faktor produksi.
e. Antisipasi terhadap fluktuasi pasar mulai dari inflasi, resesi, depresi,dan lain- lain.
f. Ikhtiar manajemen produksi dan distribusi agar efisien.
Prinsip ekonomi konvensional berbeda dengan prinsip ekonomi Islam. Ekonomi
konvensional berprinsip “berkorban sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya”. Prinsip ekonomi tersebut dipergunakan oleh pedagang dan pengusaha
semata-mata untuk mencari keuntungan. Dengan modal seadanya pedagang dan
pengusaha berusaha memenuhi kebutuhan yang sebesar-besarnya atau dengan alat sekecil-
kecilnya. Pedagang dan pengusaha berusaha memenuhi kebutuhan secra maksimal.
Dalam Islam, ekonomi ialah berkorban secara tidak kikir dan tidak boros dalam
rangka mendapatkan keuntungan yang layak. Dengan demikian, pengorbanan tidak boleh
sekecil- kecilnya ataupun tertentu saja, melainkan pengorbanan yang tepat harus sesuai
dengan dengan keperluan yang sesungguhnya sehingga mutu produksi dapat terjamin.
Kekuatan ekonomi sangat berpengaruh terhadap eksistensi dan wibawa suatu
bangsa. Dengan ekonomi yang kuat dan stabil, satu negara dapat membantu negara lain,
memajukan negara lain, dan mempunyai daya tawar politikterhadap negara lainnya.
Setelah perang dingin antara Blok Timur dan Blok Barat berakhir, maka kriteria negara
kuat beralih dari ukuran kuat secara militer ke ukuran kuat secara ekonomi. Sebuah negara
dipandang kuat, bukan karena kekuatan militernya tetapi karena kekuatan ekonominya.
Sebaliknya negara itu dianggap lemah, manakala ekonominya tidak maju, tidak stabil, dan
tidak kuat, meskipun, misalnya, secara militer kuat. Sistem ekonomi di dunia sekarang ini
cenderung liberal.Karena sistem ekonomi dunia ada yang berkiblat ke sosialis dan ada
yang berkiblat ke liberalis yang melahirkan sistem kapitalis. Sistem ekonomi Islam tidak
kapitalis tetapi juga tidak sosialis. Islam mempunyai sistem tersendiri yang berbeda dari
kedua sistem.

3. Bidang Politik
Politik dalam Islam disebut siyāsah, merupakan bagian integral (tak terpisahkan)
dari fikih Islam. Salah satu objek kajian fikih Islam adalah siyāsah atau disebut fikih
politik. Fikih politik secara global membahas masalah-masalah ketatanegaraan (siyāsah
dusturiyyah), hukum internasional (siyāsah dauliyyah), dan hukum yang mengatur politik
keuangan negara (siyāsah māliyyah).
a. Siyāsah dusturiyah (hukum tata negara). Materi yang dikaji tentang cara dan metode
suksesi kepemimpinan, kriteria seorang pemimpin, hukum mewujudkan
kepemimpinan politik, pembagian kekuasaan (eksekutif, legislatif dan yudikatif),
institusi pertahanan keamanan, institusi penegakan hukum (kepolisian) dan lain-
lainnya.
b. Siyāsah dauliyyah (hukum politik yang mengatur hubungan internasional). Objek
kajiannya adalah hubungan antar-negara Islam dengan sesama negara Islam,
hubungan negara Islam dengan negara non-muslim, hubungan bilateral dan
multilateral, hukum perang dan damai, genjatan senjata, hukum kejahatan perang
dan lain-lain.
c. Siyāsah māliyah (hukum politik yang mengatur keuangan negara). Kontens yang
dibahas adalah sumber-sumber keuangan negara, distribusi keuangan negara,
perencanaan anggaran negara dan penggunaannya, pengawasan dan
pertanggungjawaban penggunaan keuangan negara dan pilantropi Islam.
Kesalahpahaman terhadap Islam sering muncul dari ranah politik. Tidak sedikit
orang menilai bahwa Islam disebarkan tiada lain dengan politik kekerasan bukan dengan
cara dakwah dan kultural. Perang, jihad, negara Islam disalahpahamisebagai metodologi
dan tujuan akhir.

4. Bidang Pendidikan
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam hadisnya, “Tuhanku telah mendidik aku, dan
Tuhanku memberikan pendidikan dengan cara yang amat baik kepadaku”. Sehingga tujuan
pendidikan dalam Islam adalah merealisasikan ubudiah kepada Allah baik secara individu
maupun masyarakat dan mengimplementasikan khilafah dalam kehidupan untuk kemajuan
umat manusia. Untuk mewujudkan tujuan luhur tersebut, menurut An-Nahlawi, Islam
mengemukakan tiga metode yaitu:
a. Paedagogis psikologis yang lahir dalam dirinya. Pendorongnya adalah rasa khauf
dan cinta kepada Allah, serta ketaatan untuk melaksanakan syariat-Nya karena ingin
menghindarkan kemurkaan dan azab-Nya serta mendapat pahala-Nya.
b. Saling menasihati antar-individu dan masyarakat agar menepati kebenaran dan
menetapi kesabaran. Masyarakat, yang cinta kepada syariat Allah dan segala
kehormatannya, tidak akan pernah membiarkan kemungkran dan tidak akan pernah
membenarkan pengabaian salah satu pokok-pokok ajaran Islam seperti salat, zakat,
puasa, haji dan jihad.
c. Menggunakan jalur kekuasaan untuk mengamankan hukum bagi masyarakat muslim
sehingga keamanan berjalan stabil dan masyarakat menikmati keadilan hukum.
Ketiga metode tersebut saling mendukung dalam merealisasikan nilai-nilai Islami di
dalam kehidupan individu dan masyarakat. Kehidupan serupa ini, oleh An-Nahlawi
dinyatakan akan lebih mungkin mencapai kesempurnaan, kemajuan budaya, kesenangan,
kegotong-royongan, ketentraman, dan istikamah.

Kata manusia dalam Al- Quran menggunakan tiga kata yang mempunyai makna
tersendiri yaitu:
a. Basyar
Menunjuk bahwa manusia sebagai makhluk biologis. Sebagai makhluk
biologis manusia memerlukan sandang, pangan, papan, perlu menikah, berkeluarga
dan keperluan lainnya serta berbagai kebutuhan materi. Nabi Muhammad sendiri
dinyatakan dalam Al- Quran sebagai manusia biasa (basyar) yang mempunyai
kebutuhan seperti manusia lainnya yaitu butuh sandang, pangan, papan, keluarga dan
lain-lain. Hanya saja Nabi Muhammad saw. dipilih Tuhan sebagai utusan
(Rasulullah) untuk menyampaikan risalah Tuhan. Itulah sebabnya, nabi digelari al-
Musthafayang artinya manusia suci pilihan Tuhan.
b. Insān
Kata insān menunjuk manusia sebagai makhluk spiritual, makhluk rohani.
Kebutuhan rohani manusia hanya akan terpenuhi dengan agama karena agama
adalah fitrah manusia dan jati diri manusia. Dengan agama, manusia hidup sesuai
dengan fitrahnya sekaligus terpenuhi kebutuhan rohaninya. Sebaliknya, tanpa agama
kehidupan manusia menjadi kering kerontang, gersang dan hampa karena tidak
terpenuhi kebutuhan rohaninya. Tanpa terpenuhi kebutuhan rohani, hidup manusia
tak ada ubahnya laksana binatang yang tak mempunyai akal. Yang diperjuangkannya
hanyalah untuk bisa makan, minum, tidur dan menikah.

c. An-nās
An-nās menunjuk manusia sebagai makhluk sosial. Makhluk sosial artinya
bahwa manusia tidak akan mampu mencapai tujuan hidupnya tanpa keterlibatan
orang lain.
Tujuan pendidikan dikatakan berhasil manakala proses pendidikan dilakukan dengan
cara yang benar secara Qurani dan menyentuh ketiga ranah yang ada dalam diri manusia
yaitu akal, hati, dan jasmani. Menurut Ibnu Sina manusia terdiri dari dua unsur. Pertama,
al-jism artinya jasmani manusia. Dalam bahasan sebelumnya disebut manusia sebagai
makhluk biologis atau dapat disebut makhluk jasmani. Kedua an-nafs. An-nafs
mempunyai dua daya, yaitu daya untuk berpikir namanya al-‟aql, berpusat di kepala, dan
daya untuk merasa namanya al-Qalb, berpusat di hati. Pendidikan yang benar harus
menyentuh ketiga aspek tersebut sehingga muncullah istilah at-Tarbiyah al-„Aqliyyah
melahirkan kecerdasan intelektual, at-Tarbiyyah al-Qalbiyyah (pendidikan hati)
melahirkan kecerdasan spiritual dan emosional, dan at-Tarbiyah al-Jasmaniyah artinya
pendidikan jasmani melahirkan kesehatan jasmani. Dalam pribahasa bahasa Arab
disebutkan bahwa “Akal yang sehat terdapat dalam jasmani yang sehat”. Pernyataan
tersebut menunjukkan betapa ketiga aspek tersebut saling mendukung dan saling
melengkapi, tidak bisabekerja sendiri-sendiri.
Pendidikan harus menyentuh tiga ranah tersebut yakni akal, hati dan fisik. Jika akal
saja yang didik dan hati diabaikan, maka akan lahir manusia cerdas secara intelektual,
tetapi tidak mempunya hati, alias tidak memiliki moral religius. Sebaliknya, jika hatinya
saja yang dididik, tentu akan lahir manusia berkarakter dan bermoral, tetapi miskin secara
intelektual. Demikian juga, kalau hanya jasmani yang didik, maka akan lahir manusia
superman secara fisik, tetapi miskin secara intelektual dan spiritual. Jika ketiga ranah yang
didik, maka akan lahir insan kamil (manusia paripurna). Harus Anda pahami bahwa
pendidikan Qurani pasti benar secara ilmiah. Sebaliknya, pendidikan yang benar secara
ilmiah, akan benar pula secara Qurani. Antara keduanya tidak boleh bertentangan.

2.3. Dampak positif dan negatif modernisasi


2.3.1 Dampak Positif
2.3.1.1 Perubahasan Tata Nilai dan Sikap. Adanya modernisasi dalm budaya
menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional
menjadi rasional.
2.3.1.2 Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dengan berkembangnya
IPTEK masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas.
2.3.1.3 Tingkat Kehidupan yang Lebih Baik. Dengan dibukanya industri yang
memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan
salah satu uasaha mengurangi pengangguran dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat.

2.3.2 Dampak Negatif


2.3.2.1 Pola Hidup Konsumtif. Perkembangan industri yang cepat membuat penyediaan
barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah
tertarik mengkonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
2.3.2.2 Sikap Individualistik. Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju
membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam
beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
2.3.2.3 Gaya Hidup Kebarat-baratan. Tidak semua budaya baik dan cocok diterapkan di
Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak
lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lai-lain.
2.3.2.4 Kesenjangan Sosial. Apabila ada suatu komunitas masyarakat hanya ada
beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka
akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang
stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.
2.4. Al-Qur’an sebagai Solusi dari Dampak Negatif Modernitas

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dibalik semua kemajuan


modernisasi, menyimpan segudang permasalahan yang membahayakan, baik berbau ideologi
maupun yang berbentuk material. Empat belas abad yang lalu Al-Qur’an sudah memprediksi
sekaligus memberi solusi cerdas yang mampu menyelesaikan permasalahan realistis yang
terjadi di era modern sekarang ini. Beberapa permasalahan modern yang mencuat adalah
sebagai berikut.

a.Gersang dari Spiritualitas

Al-Qur’an tidak menyuruh manusia untuk memusuhi dunia, tidak pula menghabiskan
waktu semata-mata hanya untuk ritus ibadah saja kepada Allah. Al-Qur’an juga tidak ambisius
pada pencapaian dunia secara total dan penumpukan material harta sebanyak-banyaknya dan
lupa pada Tuhannya. Namun, keunikan Al-Qur’an adalah terletak pada keseimbangan dan
keadilan dalam segala hal, antara akal dan hati, antara dunia dan akhirat, serta antara menerima
dan memberi.

Sederhananya, Al-Qur’an berpesan kepada manusia untuk hidup proporsional,


perhatikanlah kebutuhan rohani dan materi. Sebagaimana dalam Q.S. 57:27, 22:46, 91:7-10,
89:27, 2:138, 30:17-18, 32:35, 3:190-191, 50:6-11 dan masih banyak ayat Al-Qur’an yang
memberikan pengingatan kepada manusia modern akan hal ini.

Metodologi ilmu pengetahuan empirisme yang telah menggeser sedikit demi sedikit
terhadap pemahaman metafisik, bahkan menurunkan agama dari pengaruh kehidupan dunia,
sehingga dengan ini manusia meninggalkan aturan dan kepercayaan terhadap Tuhan, padahal di
sisi lain sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa manusia bukanlah makhluk
material semata, namun juga makhluk ruh dan jasad.

b.Pola Hidup Konsumtif

Qarun yang diceritakan dalam Al-Qur’an mengingatkan manusia akan sosok makhluk
penuh gelimang harta, namun sayangnya memiliki paradigma yang salah dalam kehidupan
dunia, ia mengira dunia tidak lain penumpukan harta dan tidak ada kaitannya dengan kekuasaan
Tuhan (Q.S. 88: 81).

Al-Qur’an memperbolehkan manusia untuk bersenang-senang, namun harus sesuai


dengan kebutuhannya, baik makan-minum, berpakaian, tempat tinggal dan lain sebagainya,
dengan catatan tidak berlebih-lebihan dan tidak kikir (Q.S. 7: 31-32 dan ayat 157, 23:51, 2:
172).

Disamping lain Al-Qur’an juga menuntut manusia untuk bekerja keras dalam hidup dan
memberi peringatan kepada orang-orang pemalas (Q.S. 67: 15). Termasuk banyak ibadah
dalam Al-Qur’an yang memerlukan harta benda (Q.S. 22:27-28). Dari sini jelaslah sudah
bahwa Al-Qur’an memberikan para digma yang bertolak belakang dengan pengaruh
modernism berupa ekspoloitasi dan mengurah alam besar basaran, tampa mengindahkan
penghematan dan asas standat kebutuhan. Al-Qur’an melarang membelanjakan harta yang
semata-mata untuk kesenangan sehingga manusia benar-benar tergiur dan keranjingan untuk
menguasai dan menumpuk harta karena adanya anggapan harta bisa mewujudkan segalanya
(Q.S. 3:14, 57:20).

c.Westernisasi

Al-Qur’an merupakan kebutuhan pokok dalam mengatur komunikasi manusia, yaitu


komunikasi dengan Tuhannya, diri sendiri dan masyarakat. Sebuah masyarakat bahkan individu
memiliki budaya dan tradisi masing-masing, setiap satu sama lain terdapat persamaan dan
perbedaannya. Fungsi keberadaan Al-Qur’an salah satu diantaranya adalah menyusun konsep
tentang keneragaran, pedoman berperilaku yang luhur, dan aturan moral mayarakat, yang
kesemuanya itu dalam rangka merealisasikan kebenaran.

Oleh karena itu maka Al-Qur’an mengharapkan kepada setiap mukmin memiliki
kepribadian yang menomor satukan kepentingan ketaatan kepada Tuhan dan mengutamakan
kepentingan umum (Q.S. 50:13-14). Semua bentuk pengaruh budaya luar yang bisa
memberikan kerusakan dan tidak sejalan terhadap nilai kebanaran Tuhan hendaklah dijauhkan,
hanya dengan cara demikianlah dunia ini mampu mempertahankan nilai kebenaran dan tidak
tercabik dengan arus modernisasi global yang terkadang memiliki pengaruh membahayakan
(Q.S. 28:77).

d.Kesenjangan Sosial dan Sikap Individualistik

Keberadaan Al-Qur’an di muka bumi ini bukan hanya untuk kaum muslimin semata,
namun nilai pengaruhnya untuk segenap alam semesta. Kesemua manusia dihadapan Al-Qur’an
dalah sama-sama berhak untuk mendapatkan pelayanan perbuatan kebaikan. Kebaikan yang
menyeluruh dalam konsep Al-Qur’an akan bisa diterapkan dengan menghilangkan sifat
“keakuan” (egoistis) hingga selalu mencapai kebahagiaan bagi segenap umat manusia (Q.S.
49:13). Dengan mendekatkan diri pada prinsip-prinsip Al-Qur’an manusia akan berada pada
jalur rel yang aman, nyaman, saling tolong–menolong dan mencapai kesejahteraan antar
sesama.

e.Kriminalitas

Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah merupakan sumber hukum yang mampu
membentuk stabilitas kemanan (Q.S 26:192), bahkan menginspirasi untuk terbentuknya
undang-undang beberapa Negara di belahan dunia. Dalam hukum perundang-undangan yang
ada di dalam Al-Qur’an meletakkan asas hukum pada prinsip keadilan, dan tidak mentolerir
segala bentuk tindak kriminalitas (Q.S. 16:90, 3:159, 42:38, 49:13).

Al-Qur’an juga menjelaskan hubungan antar sesama manusia muslim dan non muslim
agar selalu menekankan terwujudnya perdamaian (Q.S. 2:109, 8:61,60:8-9 dan 16:91).
Bagaimana guna mewujudkan kedamaian tersebut sudah terangkum dalam syariat Islam
amplikatif.[34] Tidak heran kalau dalam ibadah haruslah memiliki pengaruh dalam membentuk
kesolehan sosial, sebagaimana salat mencegah dari perbuatan keji dan munkar, puasa dalam
menciptakan kepedulian membantu orang miskin, dan lain sebagainya. Yang pada puncaknya
kesempurnaan manusia tertinggi adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi orang
lain, dan dalam itulah Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak, hingga bentuk
kriminalitas yang ada di muka bumi ini sirna dengan adanya kebaikan antar sesama manusia,
itu bisa di wujudkan hanya dengan membumikan Al-Qur’an.

Berdasarkan dari Al-Qur’an sendiri yang berbicara, ia mendukung terhadap kemajuan


modernitas dan sekaligus memberikan solusi dari perluang kerusakan yang mamungkinkan
muncul akibat modernitas tersebut. Al-Quran mengingatkan dan menekanan bahwasannya pada
tingkat tertentu manusia senantiasa terancam oleh resiko dari setiap apapun yang ia lakukan
tidak terkecuali modernisasi. Al-Quran hadir sebagai ide modernisasi dan solusi modernitas,
hingga pada akhirnya inilah Al-Qur’an untuk manusia abad 21.

2.4. Islam dalam menghadapi modernisasi


Di Era modern seperti sekarang ini, umat Islam sering dihadapkan pada sebuah tantangan,
di antaranya adalah menjawab pertanyaan tentang di mana posisi Islam dalam kehidupan
modern, serta bentuk Islam yang bagaimana yang harus ditampilkan guna menghadapi
modernisasi dalam kehidupan publik, sosial, ekonomi, hukum, politik dan pemikiran.
Modernisasi selalu terkait dengan liberalisme dan Hak Asasi Manusia. Dua hal ini adalah anak
kandung modernisasi yang tidak bisa ditolak kelahirannya. Makanya ketika seseorang
membicarakan tentang modernisasi, maka pastilah akan membicarakan tentang liberalisme. Dan
di sisi lain juga membicarakan tentang HAM yang secara konseptual dikaitkan dengan barat
yang modern.
Dengan demikian bicara modernisasi juga mesti dikaitkan dengan barat.
Liberalisme sebagai bagian dari proyek modernisasi tentunya merupakan tantangan yang sangat
serius kepada agama. Sebab agama dianggap sebagai perwujudan dari tradisionalisme yang
momot dengan keterbelakangan, ketertinggalan dan kemiskinan yang sangat kentara. Oleh
karena itu ketika masyarakat ingin meninggalkan dunia tradisionalnya, maka yang pertama
diambil adalah liberalisme atau kebebasan untuk melakukan sesuatu dalam konteks
pragmatisme.
Liberalisme kemudian tidak hanya menjadi gaya hidup yang menghinggapi kebanyakan
orang yang ingin dianggap modern akan tetapi juga menjadi pedoman unggul di dalam semua
perilakunya. Ajaran agama yang momot dengan ajaran yang membatasi kebebasan lalu
ditinggalkan dan dianggap sebagai penghalang kemajuan. Agama dianggap sebagai penyebab
ketidakmajuan sebuah masyarakat. Agama dianggap sebagai candu masyarakat, agama
dianggap sebagai kabar angin dari langit dan sebagainya.
Liberalisme juga memasuki kawasan pemikiran agama. Ada banyak pemikiran tentang
penafsiran agama. Ada banyak anak muda yang berusaha untuk menafsirkan agama dengan
konteks sosial yang sedang terjadi. Begitu kentalnya pemahaman tantang konteks sosial ini,
maka teks yang selama ini dianggap penting bahkan seperti ditinggalkan. Jika ada teks yang
dianggapnya sudah tidak relevan dengan zaman, maka teks itu harus ditinggalkan. Begitulah
mereka menafsirkan ajaran agama dalam framework yang mereka kembangkan.
Menghadapi tantangan liberalisme dan modernisasi ini, maka ada tiga sikap yang
menghinggapi umat Islam, yaitu: menerima tanpa ada kritisisme sedikitpun. Apa yang ada di
barat itulah yang dilakukannya. Apa yang datang dari barat adalah sebuah kebaikan. Barat
adalah identik dengan kemajuan dan kehebatan. Jadi agar menjadi modern maka harus
mengikuti seluruh tradisi yang datang dari barat. Kehidupan yang serba permisif juga menjadi
trennya.Lalu menolak apa saja yang datang dari barat. Semua yang dari barat harus ditolak dan
disingkirkan.
Liberalisme kemudian tidak hanya menjadi gaya hidup yang menghinggapi kebanyakan
orang yang ingin dianggap modern akan tetapi juga menjadi pedoman unggul di dalam semua
perilakunya. Ajaran agama yang momot dengan ajaran yang membatasi kebebasan lalu
ditinggalkan dan dianggap sebagai penghalang kemajuan. Agama dianggap sebagai penyebab
ketidakmajuan sebuah masyarakat. Agama dianggap sebagai candu masyarakat, agama
dianggap sebagai kabar angin dari langit dan sebagainya.
Liberalisme juga memasuki kawasan pemikiran agama. Ada banyak pemikiran tentang
penafsiran agama. Ada banyak anak muda yang berusaha untuk menafsirkan agama dengan
konteks sosial yang sedang terjadi. Begitu kentalnya pemahaman tantang konteks sosial ini,
maka teks yang selama ini dianggap penting bahkan seperti ditinggalkan. Jika ada teks yang
dianggapnya sudah tidak relevan dengan zaman, maka teks itu harus ditinggalkan. Begitulah
mereka menafsirkan ajaran agama dalam framework yang mereka kembangkan.
Menghadapi tantangan liberalisme dan modernisasi ini, maka ada tiga sikap yang
menghinggapi umat Islam, yaitu: menerima tanpa ada kritisisme sedikitpun. Apa yang ada di
barat itulah yang dilakukannya. Apa yang datang dari barat adalah sebuah kebaikan. Barat
adalah identik dengan kemajuan dan kehebatan. Jadi agar menjadi modern maka harus
mengikuti seluruh tradisi yang datang dari barat. Kehidupan yang serba permisif juga menjadi
trennya.Lalu menolak apa saja yang datang dari barat. Semua yang dari barat harus ditolak dan
disingkirkan. Tidak ada kebaikan sedikitpun yang datang dari barat. Sikap ini mendasari
terjadinya berbagai sikap keras atau fundamental di dalam agama. Sikap mengutuk barat dengan
seluruh budayanya adalah sikap yang melazimi terhadap sikap dan tindakan kaum
fundamentalis. Barat harus diperangi dengan segala kekuatan. Tidak ada alasan untuk tidak
memerangi barat yang dianggap sebagai perusak moral dan terjadinya dekandensi moral di
kalangan umat Islam.Maka tidak ada kata lain yang patut digunakan kecuali “lawan”. Meskipun
tidak imbang perlawanan tersebut, akan tetapi kaum fundamentalis lalu mengembangkan
perlawanan melalui teror dan sebagainya.
Kemudian, sikap yang diambil oleh sebagian masyarakat lainnya adalah menerima dengan
sikap kritis. Ada anggapan bahwa ada budaya barat yang positif dan ada budaya barat yang
negatif. Makanya, di dalam tindakan yang diambil adalah dengan mengambil budaya barat yang
positif dan membuang budaya barat yang negatif. Contohnya dalam penggunaan IPTEK. .
Handphone adalah produk budaya barat yang dianggap lebih banyak positifnya. Dengan adanya
Handphone maka jarak tidak lagi menghalangi orang untuk bersilaturahmi antara satu dan
lainnya. Orang- orang dapat menggunakan Handphone untuk hal yang umum hingga ke hal
yang khusus dan pribadi sekalipun. Bahkan dengan kemajuan IPTEK pun, Al Quran dapat di
unduh dan disimpan di dalam Handphone. Namun, tidak selamanya Handphone itu memberikan
dampak positif saja. Jika Handphone digunakan untuk melakukan hal kemunkaran dan maksiat
maka yang didapat adalah dampak negatif nya. Handphone pun dapat mengubah pola pikir, pola
pergaulan, dan pola kehidupan secara cepat.
Oleh karena itu masyarakat harus memilih mana yang dianggap manfaat dan mana yang
dianggap mudarat. Jadi tetap saja ada yang manfaat dan ada yang mudarat dari budaya barat
yang kita lihat sekarang.Oleh karena itu, maka umat Islam harus cerdas mengambil sikap di
tengah modernisasi yang tidak bisa dilawan. Masyarakat Islam harus menjadi modern tetapi
harus tetap berada di dalam koridor ajaran Islam yang selalu mengagungkan terhadap penetapan
norma-norma yang selalu berguna bagi umat manusia.
Menurut Kuntowijoyo, ada lima program reinterpretasi untuk memerankan kembali misi
rasional dan empiris Islam yang bisa dilaksanakan saat ini dalam rangka menghadapi
modernisasi.
1. Program pertama adalah perlunya dikembangkan penafsiran sosial struktural lebih
daripada penafsiran individual ketika memahami ketentuan-ketentuan tertentu di dalam
Al-Quran.
2. Program kedua adalah mengubah cara berpikir subjektif ke cara berpikir objektif. Tujuan
dilakukannya reorientasi berpikir secara objektif ini adalah untuk menyuguhkan Islam
pada cita-cita objektif. Kuntowijoyo memberikan contoh ketentuan zakat. Secara subjektif,
tujuan zakat memang diarahkan untuk pembersihan jiwa kita. Akan tetapi, sisi objektif
tujuan zakat adalah tercapainya kesejahteraan sosial.
3. Program ketiga adalah mengubah Islam yang normatif menjadi teoretis. Selama ini, kita
cenderung lebih menafsirkan ayat-ayat Al-Quran pada level normatif dan kurang
memperhatikan adanya kemungkinan untuk mengembangkan norma-norma itu menjadi
kerangka teori ilmu. Secara normatif, kita mungkin hanya dapat mengembangkan tafsiran
moral ketika memahami konsep tentang fuqarā` dan masākīn. Kaum fakir dan miskin
paling-paling hanya akan kita lihat sebagai orang-orang yang perlu dikasihani sehingga
kita wajib memberikan sedekah, infaq, atau zakat kepada mereka. Dengan pendekatan
teoretis, kita mungkin akan dapat lebih memahami konsep tentang kaum fakir dan miskin
pada koteksyang lebih riil dan lebih faktual sesuai dengan kondisi-kondisi sosial, ekonomi,
dan kultural. Dengan cara itu, kita dapat mengembangkan konsep yang lebih tepat tentang
fuqarā` dan masākīn itu pada kelas sosial dan sebagainya. Dengan demikian, kalau kita
berhasil memformulasikan Islam secara teoretis, banyak disiplin ilmu yang secara orisinal
dapat dikembangkan menurut konsep-konsep Al-Quran.
4. Program keempat adalah mengubah pemahaman yang ahistoris menjadi historis. Selama
ini pemahaman kita mengenai kisah-kisah yang ditulis dalam Al-Quran cenderung sangat
bersifat ahistoris, padahal maksud Al-Quran menceritakan kisah-kisah itu adalah justru
agar kita berpikir historis.
5. Program kelima adalah merumuskan formulasi-formulasi wahyu yang bersifat umum
menjadi formulasi-formulasi yang spesifik dan empiris.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

https://otodidakilmu.blogspot.com/2007/12/makna-modernitas-dan-tantangannya.html

https://www.pelajarjenius.com/2019/04/gejala-modernisasi-masyarakat-indonesia-berbagai-bidang-
kehidupan.html

https://media.neliti.com/media/publications/177281-ID-dinamika-dan-tantangan-masyarakat-
islam.pdf
https://www.academia.edu/36539812/Makalah_Bagaimana_Islam_Menghadapi_Tantangan_Moder
nisasi
https://id.scribd.com/doc/94183238/Dampak-Positif-Dan-Negatif-Modernisasi
https://www.kompasina.com/amp/jemilfirdaus/alquran-solusi-peradaban-modern-untuk-manusia-
abad-21_55289a29f17e616d698b4598

Anda mungkin juga menyukai