Kelompok 1 :
Fakhri Dzul Fikhri
Fitrah Fadnillah
M.Dhafin Fauzan
Prans Connery Manurung
Rheisya Talitha A
Rosyidah Khoirunnisa Mahdan
1
Daftar Isi
Daftar isi .......................................................................................................................i
Kata pengantar…………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………1
1.1. Latar belakang ..................................................................................................4
1.2. Rumusan masalah .............................................................................................5
1.3. Tujuan ...............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Penggunaan Bahasa Asing................................................................................6
2.2. UU No. 24 tahun 2009 pasal 36
2.3. Aturan Penulisan Nama Tempat di Indonesia ..................................................8
2.4. Elemen Generik dan Spesifik ...........................................................................8
2.5. Prinsip Penamaan Unsur Rupabumi .................................................................9
2.6. Kaidah dan Tata Cara Penulisan Nama Unsur Rupabumi ...............................9
2.7. Alasan, Dampak, dan Cara Menangulangi
2.8. Contoh kasus
Daftar pustaka………………………………………………………………….iv
2
KATA PENGANTAR
3
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Maka dari itu, kami dari kelompok satu akan memaparkan data
dan fakta yang kami temukan perihal masalah tersebut. Diharapkan
data dan fakta tersebut dapat mengedukasi pembaca tentang
bagaimana cara pemberian nama jalan, apartemen, gedung,
kompleks, dan merk dagang sesuai dengan UU RI No.24 tahun 2009
pasal 36.
4
Rumusan Masalah :
Tujuan :
5
BAB II
PEMBAHASAN
Penggunaan bahasa Indonesia untuk pemberian nama geografi diatur dalam UU No.
24 tahun 2009 pasal 36, yang berbunyi :
Pasal 36
(2) Nama geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu)
nama resmi.
(3) Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan,
apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang,
lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh
warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
(4) Penamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan
bahasa daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat,
dan/atau keagamaan.
Aturan penulisan nama tempat di Indonesia diatur didalam Perpres Nomor 112
Tahun 2006 dan bahkan dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2011 tentang
informasi Geospasial, dalam penerapannya unsur tempat alami maupun buatan lebih
dikenal dengan istilah Rupabumi dan istilah ini digunakan pertama kali oleh
BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) pada
pembuatan peta dasar yang dikenal dengan Peta Rupabumi Indonesia.
7
Nama unsur Rupabumi terdiri atas dua elemen yaitu elemen generik dan elemen
spesifik. Adapun secara khusus, elemen generik adalah nama yang mendefinisikan
bentuk umum suatu unsur rupabumi dalam bahasa Indonesia maupun bahasa daerah
, seperti sungai, gunung, bukit, dan laut. Sedangkan, elemen spesifik merupakan
sebuah nama khusus dari elemen generik itu sendiri dengan contoh, Sungai Musi;
Sungai merupakan elemen generik dan Musi merupakan elemen spesifik.
4) Unsur rupabumi buatan yang memuat nama pahlawan negara memiliki persyaratan
khusus yaitu pahlawan yang bersangkutan setidaknya sudah meninggal minimal
lima tahun yang lalu
5) Tidak bersifat SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan)
6) Tidak menggunakan nama ataupun unsur yang menggunakan bahasa asing.
7) Tidak menggunakan nama yang terlalu panjang
8) Tidak menggunakan nama yang berisi rumus matematika
Kaidah dan Tata Cara Penulisan Nama Unsur Rupabumi
Disamping prinsip yang jelas dibutuhkan juga tata cara penulisan nama unsur
rupabumi yang baik dan benar diantaranya:
1) Nama generik dan nama spesifik ditulis secara terpisah. Contoh: Selat Sunda, pulau
Jawa, sungai Musi;
8
2) Jika nama spesifik memakai nama sifat dan atau arah di depan atau di belakangnya,
maka nama tersebut ditulis secara terpisah. Contoh: Jawa Barat, Kebayoran Lama,
Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir.
3) Jika nama spesifik memuat nama generik didalamnya dan berbeda dari nama generik
yang bersangkutan, maka nama spesifik yang memuat nama generik harus ditulis
dalam satu kata. Contoh: Tanjungpandan, Kotamubago, Bukittinggi, Gunungsitoli;
4) Jika nama spesifik terdiri dari kata berulang, maka nama spesifiknya ditulis dalam
satu kata tanpa tanda penghubung. Contoh Kota Parepare, Kota Baubau, Tanjung
Apiapi;
5) Apabila nama spesifik terbentuk dari dua atau tiga kata benda, atau nama spesifik
terbentuk dari dua atau tiga kata keterangan, dan angka yang bermakna penomoran,
maka penulisan nama rupabuminya ditulis secara terpisah dan angka yang bermakna
penomoran ditulis dengan huruf bilangan. Contoh: Kecamatan Tigokoto Aua
Malintang di Kabupaten Agam Sumatera Barat, Kecamatan Madang Suku Satu,
Kecamatan Madang Suku Dua di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Provinsi
Sumatera Selatan;
6) Apabila nama spesifik diikuti dengan angka yang bermakna penomoran, maka angka
penomoran tersebut ditulis dengan huruf. Contoh: Depok Satu, Depok Dua, Depok
Tiga di provinsi Jawa Barat;
7) Apabila nama spesifik yang diikuti dengan angka yang bukan bermakna penomoran,
maka penulisannya digabung. Contoh: Jatitujuh (di Kabupaten Majalengka),
Manggadua (kawasan perdagangan di Jakarta), Muaradua (kecamatan di Kabupaten
OKU);
8) Apabila nama spesifik terdiri dari dua kata sifat atau dua kata benda, maka penulisan
nama rupabuminya ditulis menjadi satu kata. Contoh: Pagaralam, Sukamiskin,
Banyuwangi, Jatinegara;
9) Apabila nama spesifik berasal dari nama seorang tokoh masyarakat, maka nama
9
spesifiknya ditulis sebagaimana nama tokoh tersebut. Contoh: Jalan Jenderal
Soedirman, Bandara Halim Perdana Kusuma.
10) Apabila nama spesifik berasal dari nama dua orang tokoh, maka nama spesifiknya
ditulis dengan menggunakan tanda penghubung di antara kedua nama tokoh
tersebut. Contoh Bandara Soekarno-Hatta.
10
- Berkurangnya minat terhadap produk dalam negeri
Contoh kasus
11