EKOLOGI HEWAN
Oleh :
Kelompok I
Rahmayanti A22117066
Adianingsih A22117072
Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat,
karunia terutama kesempatan yang diberikan-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tanpa adanya kesempatan, mustahil
penyusun dapat menyelesaikan penulisan makalah ini secara tuntas, walaupun
masih banyak terdapat kekurangan.
Selama proses membuat makalah ini, penyusun memperoleh banyak
bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung
dalam membuat makalah ini. Untuk itu dari hati yang paling dalam kami
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Ekologi Hewan,
yang telah memberikan kami tugas ini yang memuat tentang “Hewan dan
Lingkungan” sebagai tugas kelompok guna menambah ilmu dan wawasan.
Segala kritikan dan masukan yang membangun dari semua pihak, akan
menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi penulis demi kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
4. Bagaiman kondisi dan sumberdaya sebagai lingkungan ?
5. Ap faktor pembatas dan kisaran toleransi ?
6. Bagaimana spesies sebagai indicator ekologi ?
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu, mengetahui Ciri utama hewan sebagai
makhluk heterotroph, hewan poikiloterem dan hemoiterem, konsep waktu-
suhu, Kondisi dan sumberdaya sebagai lingkungan, Faktor pembatas dan
kisaran toleransi, serta Spesies sebagai indicator ekologi
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Mahluk hewan heterotrof atau disebut makrokonsumen primer adalah
Mahluk hewan yang makan secara langsung tumbuhan atau bagian
tumbuhan, terutama dedaunan. Misalnya sapi, kerbau, domba, dll.
Mahluk yang makan terutama hasil atau bagian tumbuhan yang
nonfotosintetik seperti misalnya pemakan biji, pemakan kacang-kacangan,
buah-buahan. Contoh tupai, hama wereng, dll.
Hewan yang melulu makan(terutama) fungi dan bakteri. Hewan ini disebut
fungivora.
Karnivora
Kata karnivora berasal dari kata carnis yang berarti daging, vorare yang
berarti memakan. Jadi, karnivora adalah hewan pemakan daging hewan lainnya.
Hewan pemakan daging biasanya mempunyai gigi taring yang kuat dan kuku atau
cakar yang tajam. Di samping itu, ususnya berukuran relatif pendek. Contoh hewan
karnivora antara lain burung elang, ikan hiu, harimau, singa, kucing, dan srigala.
Adanya karnivora juga merupakan pengontrol populasi herbivora.
Demikian seterusnya sehingga keberadaan setiap komponen merupakan sumber
makanan bagi komponen lain dan juga sekaligus sebagai pengontrol populasi
komponen lainnya. Dengan kondisi itulah, keseimbangan di dalam suatu ekosistem
tetap terjamin.
4
Mahluk hewan karnivora juga disebut pemangsa atau makrokonsumen
sekunder seperti insekta pemangsa serta ikan liar di kolam, laba-laba, burung, ular,
kadal, katak, mamalia pemangsa di padang rumput merupakan mahluk pemangsa
yang makan mahluk konsumen primer atau konsumen sekunder yang lain.
c. Omnivora
Kata omnivora berasal dari kata omnis yang berarti semua atau segala dan
vorare yang berarti makan. Jadi, omnivora berarti hewan pemakan segala macam
jenis makanan, artinya bisa berasal dari tumbuhan ataupun dari jenis hewan. Contoh
kelompok ini antara lain itik, ayam, dan tikus.
Manusia sebagai makhluk omnivora yang dilngkapi akal dan pikiran
mempunyai potensi besar sebagai perusak sekaligus sebagai pemelihara
lingkungan. Sebagai perusak apabila manusia selalu ingin memuaskan
kemauannya. Sebaliknya, akan menjadi pemelihara lingkungan apabila manusia
menyadari bahwa lingkungan bukan hanya untuk manusia, tetapi jutga untuk semua
kehidupan. Kesadaran bahwa kekayaan alam yang tersedia saat ini bukanlah milik
generasi sekarang, tetapi merupakan titipan generasi yang akan datang. Oleh karena
itulah generasi sekarang mempunyai kewajiban untuk melestarikannya.
5
B. Hewan Sebagai Organisme Heterotrof
Dalam konsep rantai makanan, hewan ditempatkan sebagai konsumen,
sedangkan tumbuhan sebagai produsen. Hal ini karena hewan tidak dapat
mensintesis makanannya sendiri dari bahan anorganik di lingkungannya. Untuk
memenuhi kebutuhannyaakan bahan – bahan organik berenergi tinggi guna
menyediakan energi untuk aktivitas hidup dan menyediakan bahan – bahan untuk
membangun tubuhnya, hewan mengambil bahan organik dari makhluk hidup lain,
baik tumbuhan atau hewan lain. Karena itulah hewan disebut sebagai makhluk
hidup yang heterotrof, sebagai lawan dari tumbuhan yang bersifat autotrof atau
dapat mensintesis makanannya sendiri yang berupa bahan organik dengan cara
melakukan fotosintesis.
Dalam dunia hewan dapat dibedakan 3 macam nutrisi heterotrof yaitu :
Tipe nutrisi holozoik. Dalam tipe makanan ini baik yang berupa tumbuhan
atau jenis hewan lain, pertama – tama harus dicari dan didapatkan dahulu,
baru kemudian dimakan sertaselanjutnya dicerna sebelum dapat diabsorpsi
dan dimanfaatkan oleh sel – sel tubuh hewan itu. Untuk mencari dan
mendapatkan makanan diperlukan peranan berbagai struktur indera, saraf
serta mekanisme otot. Selanjutnya, untuk mengubah substansi makanan itu
kedalam bentuk yang dapat diabsorpsi, diperlukan juga mekanisme dari
sistem pencernaan.
Tipe nutrisi saprozoik. Dijumpai pada berbagai hewan protozoa, yang
memperoleh nutrien – nutrien organik yang diperlukan dari organisme –
organisme yang telah mati, membusuk, dan telah terurai. Nutrien – nutrien
6
tersebut diabsorpsi melalui membran sel dalam bentuk molekul – molekul
terlarut.
Tipe nutrisi parasitik. Dijumpai pada hewan – hewan parasit. Hewan – hewan
ini mencerna partikel – partikel padat dari tubuh organisme inangnya atau
secara langsung mengabsorpsi molekul – molekul organik dari cairan atau
jaringan tubuh inangnya. Sebagai contoh dari fenomena ini adalah berbagai
jenis cacing parasit pada tubuh hewan atau manusia, misalnya cacing hati di
dalam hati, cacing pita dan cacing perut di dalam usus.
Dengan dasar yang lain, yakni ukuran hewan yang menentukan cara makannya,
hewan heterotrof dikelompokkan menjadi makrokonsumen dan mikrokonsumen.
1. Makrokonsumen disebut juga sebagai fagotrof, yakni kelompok hewan yang
mengambil bahan organik dari makhluk hidup lain dengan cara memakan,
misalnya kuda, kambing, harimau, ikan dan sebagainya.
2. Mikrokonsumen adalah kelompok hewan yang mengambil makanannya
dengan cara menguraikan jaringan dan mengabsorpsi bahan organiknya.
Termasuk kelompok ini adalah saprofot atau pengurai atau osmotrof, termasuk
juga parasit. Sebagai contoh adalah cacing parasit dan serangga pengurai di
tanah.
Selain itu organisme yang heterotrof dapat dibagi ke dalam dua golongan yaitu:
1. Saprofit
Tumbuhan saprofit hidupnya dari sisa-sisa makhluk hidup lainnya, yaitu
dengan cara menguraikannya sehingga dinamakan pula dengan organisme pengurai
(dekomposer). Contoh, sebagian besar jamur dan bakteri, adapula tumbuhan paku
atau anggrek. Jenis tumbuhan saprofit menggunakan energi yang terdapat di dalam
sisa-sisa makhluk hidup yang telah mati tersebut.
2. Parasit
Organisme parasit sebagian besar seluruh kebutuhannya diambil dari
makhluk yang ditumpanginya, yaitu dari inangnya. Berdasarkan cara hidupnya,
dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
a. Parasit Sejati (Parasit Obligat),
7
yaitu parasit yang hidupnya benar-benar sebagai parasit, dimana seluruh
kebutuhannya diambil dari tumbuhan yang ditumapanginya (inang). Contoh, tali
putri (Cuscuta) yang mengambil makanan dari tanaman inang (berupa tanaman
pagar) dengan menggunakan akar isap atau haustorium.
b. Parasit sebagian (Parasit Fakultatif),
yaitu parasit yang hidupnya tidak hanya sebagai parasit tetapi dapat juga
sebagai saprofit. Contoh, benalu. Benalu ini berdaun hijau sehingga dapat
melakukan asimilasi, hanya air dan zat-zat makanan yang berasal dari dalam tanah
diserap melalui tumbuhan inang.
Selain kedua parasit di atas ada pula organisme yang parasit hidup pada
parasit lainnya. Coba Anda bayangkan, tentu sangat merugikan tumbuhan
inangnya. Contohnya visum yang tumbuh pada benalu, ini dinamakan dengan
hiperparasit.
Jenis-Jenis Interaksi atau hubungan antar organisme hetetrotof antara Lain:
Produsen.
Produsen terdiri dari organisme autotrof, yaitu organisme yang dapat
menyusun bahan organic dari bahan organic sebagai bahan makanannya.
Penyusunan bahan organic itu berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan energi
yang diperlukan untuk aktivitas metabolisme dan aktivitas hidup lainnya.
Organisme autotrof adalah; sebagian besar adalah organisme berklorofil, yang
sebagian besar terdiri dari tumbuhan hijau dan sebagian kecil berupa bakteri.
Konsumen.
Konsumen adalah komponen biotic yang terdiri dari organisme heterotrof,
yaitu organisme yang tidak dapat memanfaatkan energi secara langsung untuk
memenhuhi kebutuhan energinya. Organisme heterotrof sebagai organisme yang
tidak dapat menyusun bahan organic dari bahan anorganik. Energi kimia dan bahan
organic yang diperlukan dipenuhi dengan cara mengkonsumsi energi kimia dan
bahan organic yang diproduksi oleh tumbuhan hijau (produsen). Organisme yang
tergolong konsumen adalah; Herbivore, yaitu memakan tumbuhan. Misalnya sapi,
kuda, kambing, kerbau, kupu-kupu, belalang dan siput. Karnivor, adalah hewan
pemakan hewan lain baik herbivore maupn sesame karnivor. Karnivor pada
8
umumnya adalah hewan buas (harimau, singa, ular), dan hewan pemakan bangkai
(komodo, burung hantu, dll). Predator juga termasuk sebagai karnivor. Omnivor,
adalah hewan pemakan segalanya baik tumbuhan maupun hewan yang sudah mati,
misalnya kucing, ayam, musang , tikus dan lain-lain. Detritivor, adalah organisme
yang berperan sebagai pengurai (mikroorganisme) seperti bakteri.
Predator
Predator adalah hewan yang makan hewan lain dengan cara berburu dan
membunuh. Hewan yang dimangsanya adalah hewan yang masih hidup.
Contohnya adalah kucing makan tikus, capung makan serangga.
Parasit. Parasit,
adalah hewan yang hidup pada hewan lain. Hidupnya sangat mempengaruhi
inangnya karena semua zat makanan dari inang diserapnya untuk memenuhi
kebutuhannya. Parasit berupa hewan kecil dan organisme kecil yanmg termasuk
jamur dan bakteri pathogen.
Parasitoid
Parasitoid adalah serangga yang pada fase dewasanya hidup bebas, tetapi
pada fase larva berkembang di dalam tubuh (telur, larva dan pupa) serangga lain
yang merupakan inangnya. Serangga parasitoid pada umumnya termasuk pada
ordo Hymenoptera dan Diptera. Hewan dewasa parasitoid meletakkan telurnya di
dekat atau pada tubuh serangga lain (telur, larva dan pupa). Ketika telur parasitoid
yang diletakkan pada tubuh inangnya menetas, selam fase larva itu belum dewasa
akan hidup terus dalam tubuh inang. Larva tersebut akan makan sebagian atau
seluruh tubuh dari inang sehingga menyebakan kematian bagi inangnya.
Pengurai. Pengurai,
adalah organisme yang berperan sebagai pengurai. Cara mengkonsumsi
makanan tidak dapat menelan dan mencerna makanan di dalam sel tubuhnya,
melainkan harus mengeluarkan enzim pencerna keluar sel untuk dapat
menguraikan makanannya yang berupa organic mati menjadi zat-zat yang
molekulnya kecil sehingga dapat diserap oleh sel.
9
Mikrobivor.
Mikrobivor adalah hewan-hewan kecil yang makan mikroflora (bakteri dan
fungi). Hewan ini berupa protozoa dan nematoda.
Detritivor.
Kompetisi.
Kompetisi adalah hubungan antara dua individu untuk memperebutkan satu
macam sumberdaya, sehingga hubungan itu bersifat merugikan bagi salah satu
pihak. Sumberdaya berupa; makanan, energi dan tempat tinggal. Persaingan ini
terjadi pada saat populasi meledak sehingga hewan akan berdesak-desakan di suatu
tempat tertentu. Dalam kondisi demikian biasanya hewan yang kuat akan mengusir
yang lemah dan akan menguasai tempat itu sedangkan yang lemah akan
beremigrasi atau mati bahkan punah.
Simbiosis.
Hubungan interspesifik ada yang berifat simbiosis ada yang non simbiosis.
Hubungan simbiosis adalah hubungan antara dua individu dari dua jenis organisme
yang keduanya selalu bersama-sama. Contoh dari simbiosis adalah Flagellata yang
hidup dalam usus rayap. Flagellata itu mencerna selulosa kayu yang dimakan
rayap. Dengan demikian rayap dapat menyerap karbohidrat yang berasal dari
selulosa itu. Hubungan nonsimbiosis adalah hubungan antara dua individu yang
hidup secara terpisah, dan hubungan terjadi jika keduanya bertematau berdekatan.
Contohnya adalah kupu-kupu dengan tanaman bunga. Bunga akan terbantu dalam
penyerbukan yang disebabkan terbawanya serbuk sari bunga oleh kaki kupu-kupu
dengan tidak sengaja ke bunga yang lain pada saat kupu-kupu mengisap nectar dari
bunga tersebut. Simbiosis sebagai hidup bersama antara dua individu dari dua jenis
organisme, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan.
10
Pemisahan
Kegiatan Hidup. Peristiwa ini adalah hubungan kompetitif antara satu
hewan dengan hewan yang lain dapat berkembang menjadi kegiatan pemisahan
hidup (partition). Dalam hubungan ini hewan-hewan yang hidup di suatu habitat
mengadakan spesialisasi dalam hal jenis makanan atau dalam metode dan tempat
memperoleh makanannya. Misalnya burung Flaminggo mempunyai kaki dan leher
yang panjang yang berfungsi dalam hal pengambilan makanannya berupa
organisme kecil dan di tempat berlumpur sehingga burung tersebut mudah
meraihnya.
Kanibalisme.
Kanibalisme adalah sifat suatu hewan untuk menyakiti dan membunuh
bahkan memakannya terhadap individu lain yang masih sejenis. Contoh belalang
sembah betina membunuh belalang jantan setelah melakukan perkawinan, ayam
dalam satu kandang yang berdesak-desakan sehingga ruangan dan makananya
terbatas menyebabkan persaingan yang hebat.
Amensalisme.
Hubungan antara dua jenis organisme yang satu menghambat atau
merugikan yang lain, tetapi dirinya tidak berpengaruh apa-apa dari organisme yang
dihambat atau dirugikan.
Komansalisme.
Hubungan antara dua jenis organisme yang satu memberi kondisi yang
menguntungkan bagi yang lain sedangkan dirinya tidak terpengaruh oleh kehadiran
organisme yang lain itu.
Mutualisme. Hubungan antara dua jenis organisme atau individu yang saling
menguntungkan tanpa ada yang dirugikan
11
2.2 Hewan Poikiloterm Dan Homoiterm
12
Hewan yang tergolong homoiterm ini antara lain :
a. Avesb
b. Mamalia
14
daya serta terhindar dari faktor-faktor yang membahayakan.Begon membedakan
faktor lingkungan bagi hewan ada 2 kategori, yaitu;
1. Kondisi
Kondisi adalah faktor-faktor lingkungan abiotik yang keadaannya berbeda dan
berubah sesuai dengan perbedaan tempat dan waktu.Hewan bereaksi terhadap
kondisi lingkungan, yang berupa perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan
tingkah laku. Kondisi lingkungan antara lain berupa.; temperature,kelembaban, Ph,
salinitas, arus air, angina, tekanan, zat-zat organic dan anorganik.
2. Sumber daya
Sumber daya adalah segala sesuatu yang dikonsumsi oleh organisme, yang
dapat di bedakan atas materi, energi dan ruang. Sumberdaya digunakan untuk
menunjukkan suatufaktor abiotik maupun biotikyang diperlukan oleh hewan,
karena tersedianya di lingkungan berkurang apabila telah dimanfaatkan oleh
hewan. Setiap hewan akan bervariasi menurut ruang (tempat) dan waktu. Oleh
karena itu setiap hewan senantiasa berusaha untuk selaludapat beradaptasi terhadap
setiap perubahan lingkungan tersebut. Dalam penyesuaian diritersebut hanya hewan
yang mampu beradaptasi dengan lingkungan yang dapat bertahanhidup, sementtara
yang tidak mampu beradaptasi akan mati atau beremigrasi bahkan
akan punah.Perubahan lingkungan terhadap waktu, secara garis besarnya terdiri
atas 3, yaitu;
a) Perubahan Siklik, perubahan yang terjadinya berulang-ulang secara berirama,
seperti malam dan siang, laut pasang dan surut, kemarau danpenghujan, dll.
Perubahan siklik dapat berskala harian, bulanan, musiman,tahunan
b) Perubahan Terarah , suatu perubahan yang terjadi berangsur-angsur,terus
menerus dan progresif dan menuju ke suatu arah tertentu. Prosesnya bisalama.
Contohnya mendangkalnya danau Limboto di Gorontalo
c) Perubahan Eratik,,suatu perubahan yang tidak berpola dan tidak menunjukkan
arah perubahannya. Contohnya; pengendapan Lumpur Lapindo diJawa Timur
(Ponorogo), kebakaran hutan, letusan gunung berapi dan lain-lain.
15
2.5 Faktor Pembatas Dan Kisaran Toleransi
Setiap mahluk hidup terdedah pada berbagai factor lingkungan abiotik yang
selalu dinamis atau berubah-ubah baik dalam skala ruang maupun skala waktu
(berfluktasi). Oleh karena itu setiap mahluk hidup harus mampu mengadaptasikan
dirinya untuk menghadapi kondisi factor lingkungan abiotik tersebut . namun,
demikian mahluk hidup, khususnya dalm hal ini hewan, tidak mungkin hidup pada
kisaran factor abiotik yang seluas luasnya , pada prinsipnya , bahwa masing-masing
hewan memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap semua factor lingkungan .
prinsip yang sama dinyatakan sebagai hokum toleransi shelford, yang bunyinya”
bahwa setaip organism mempunyai suatu minimum dan maksimum akologis, yang
merupaakan batas atas dari kisaran toleransi organism itu terhadap kondisi factor
lingkungannya”.
Apabila organisme terdedah pada suatu kondisi factor lingkungannya yang
mendakati batas kisaran toleransinya, maka organismenya mengalami keadaan
cekaman(sters) fisiologis, dengan kata lain organisme berada dalam kondisi kritis
yang yang menentukan lulus hidup tidaknya, sebgai contoh hewan yang didedahkan
pada suhu ekstrim rendah akan menunjukan kondisi kritis berupa hipotermia,
sedang pada suhu ekstrim tinggi akan menyebabkan gejala hipertemia. Apabila
kondisi suhu lingkungan suhu yang mendekati batas-batas kisaran toleransi hewan
itu berlangsung lama dan tidak segera berubah menjadi baik, maka hewan itu akan
mati, setiap kondisi factor lingkungan yang besarannya atau intensitasnya
mendekati batas kisaran toleransi organism. Akan beroprasi sebagai factor
pembatas yang berperan sangat menentukan kelulusan hidup organism. Pada
gamar 2.7 diberikan diagram hubungan antara aktifitas suatu hewan dengan suatu
konndisi lingkungan.
Tidak mudah untuk menentukan batas-batas kisaran toleransi suatu hewan
terhadap suatu factor lingkungan .terlebih-lebih lagi dalam lingkungan alami.
Setiap organism terdedah sekaligus pada sejumlah factor lingkungan dan oleh
adanya suatu factor interaksi factor maka sesuatu factor lingkungan dapat saja
merubah factor lingkungan lain. Misalnya , suatu individu hewan akan merusak
efek suhu tinggi yang lebih keras apabila kelembaban udara yang relative rendah .
16
dengan perkataan lain hewan akan lebih tahan terhadap suhu tinggi apabila udara
kering dibandingkan dengan pada kondisi udara yang lembab.
Pada gambar di atas; dalam kisaran optimum (a) kinerja hewan maksimal,
b-c = batas-batas kondisi sekitar kisaran optimum yang diperlukan untuk
berkembang biak, d-e = batas-batas kondisi untuk pertumbuhan, f-g = batas
kelulusan hidupan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa persyaratan
kondisi lingkungan untuk terjadinya perkembangbiakan harus lebih baik dari pada
untuk pertumbuhan, dan persyaratan kondisi untuk pertumbuhan masih lebih baik
dari pada untuk kelulus-hidupan semata.
Dalam laboratorium pun batas-batas kisaran toleransi hewan terhadap
sesuatu faktor lingkungan tidak mudah menentukannya.Salah satu penyebabnya
ialah sulit untuk menentukan secara tepat kapan hewan mati.Cara yang biasa
dilakukan ialah dengan memperhitungkan adanya variasi individual batas-batas
kisaran toleransi itu ditentukan atas dasar terjadinya kematian pada 50% dari jumlah
individu setelah didedahkan pada suatu kondisi faktor lingkungan selama rentang
waktu tertentu. Untuk sesuatu kondisi suhu, misalnya, ditentukan LT50 – 24 jam
atau LT50 – 48 jam (LT = Lethal Temperature). Untuk konsentrasi suatu zat dalam
lingkungan bisanya ditentukan dengan LC50 – X jam (LC = Lethal Concentration);
X dapat 24, 48, 72 atau 96 jam) dan untuk sesuatu dosis ditentukan LD50 – X jam.
17
Kisaran toleransi terhadap suatu faktor lingkungan tertentu pada berjenis-
jenis hewan yang berbeda dapat berbeda pula. Jenis hewan yang satu mungkin lebar
kisaran toleransinya (e u r i-), jenis hewan lain mungkin sempit (s t e n o-). Ikan
mujair misalnya mempunyai kisaran toleransi yang relatif lebar terhadap salinitas
(= eurihalin), sedang berjenis-jenis ikan laut yang memiliki kisaran toleransi
terhadap kadar garam yang sempit (stenohalin). Sempit dalam pengertian hanya
dapat hidup pada kadar garam rendah (oligohalin) atau hanya dapat hidup pada
kadar yang tinggi (polihalin).
Demikian pula halnya suatu jenis hewan tertentu dapat berbeda-beda
kisaran toleransinya terhadap berbagai faktor lingkungan yang berbeda.Misalnya
hewan itu bersifat stenohidris dan oligohidris (kisaran toleransi terhadap rentangan
suhu lebar).Jenis-jenis hewan yang kisaran toleransinya untuk banyak faktor-faktor
lebar, biasanya mempunyai daerah penyebaran yang relatif luas.
21
level, termasuk tingkat tertinggi yang ditempati oleh top predator, sruktur
komunitas ikan dapat mencerminkan kesehatan lingkungan perairan secara terpadu.
Komunitas ikan mampu merespon secara signifikan hampir semua jenis
gangguan antropogenik, termasuk eutrofikasi, acidifition, pencemaran kimia, arus,
perubahan fisik habitat akibat eksploitasi, aktivitas antropogenik, dan introduksi
spesies baru ke perairan. Dengan demikian ikan dapat memprediksi perubahan
lingkungan perairan (Barbour et al. 1999). Kepekaan ikan terhadap kualitas
lingkungan perairan menjadi dasar untuk menjadikannya sebagai bioindikator dan
biomonitoring untuk memantau kerusakan lingkungan.
Makroinvertebrata bentik
Kelompok utama invertebrata yang menyusun ekosistem perairan sungai
(lotik) mencakup tiga filum besar: (1) Annelida (cacing), (2) Mollusca (Siput,
kerang, dan remis) yang paling melimpah dan beragam, dan (3) Arthropoda
(krustasea dan serangga) yang mendominasi bagian hulu, dan akan berlimpah di
sepanjang aliran sungai. Oligochaeta adalah kelas dari filum annelida yang paling
melimpah dan beragam serta terkenal mampu hidup pada lingkungan rendah
oksigen. Kerang (bivalvia) merupakan kelas dari filum Mollusca yang sangat
sensitif terhadap perubahan kualitas air, sehingga sering digunakan sebagai
indikator kesehatan ekosistem sungai di seluruh dunia .
Secara umum komunitas makroinvertebrata bentik di kebanyakan badan
perairan tawar terwakili oleh tiga kelompok besar yakni: larva chironomid,
olighochaeta dan moluska. Oligochaeta dan moluska secara permanen hidup di
dasar, sedangkan chironomid, ketika dalam tahap larva insekta hanya
menghabiskan sebagian dari siklus hidupnya di dasar perairan. Banyak spesies dari
kelompok ini merupakan manifestasi respon langsung pada keberadaan dari
berbagai polutan yang berbeda di dalam massa air dan sedimen dasar, hal ini
menjadikannya sebagai indikator tingkat pencemaran suatu perairan .
Perubahan kualitas air akan mempengaruhi makroinvertebrata bentik baik
komposisi maupun besar populasinya di perairan. Ada beberapa jenis organisme
yang mempunyai daya tahan tinggi terhadap kualitas air yang jelek, sehingga
organisme tersebut dapat dipakai sebagai penentu kualitas air suatu perairan.
22
Makroinvertebrata bentik di perairan sungai memiliki peran penting karena
kemampuannya mendaur ulang bahan-bahan organik, seperti limbah rumah tangga,
pertanian dan perikanan serta sisa-sisa organisme mati yang berasal dari perairan
diatasnya atau dari sumber lain. Selain itu juga sebagai komponen penting mata
rantai kedua dan ketiga dalam rantai makanan komunitas akuatik (Odum 1971).
Dalam posisi trophic level di perairan sungai, makroinvertebrata bentik berperanan
dalam pengolahan detritus dan bahan organik yang terakumulasi di dasar perairan.
Selain itu, mereka bertindak sebagai materi makanan untuk jenjang trofik yang
lebih tinggi.
Banyak negara memiliki sejarah panjang menggunakan makroinvertebrata
untuk memantau status ekologi sungai ekosistem. Makroinvertebrata bentik
merupakan komponen kunci dari jejaring makanan di perairan yang
menghubungkan bahan organik dan sumber nutrisi (misalnya, serasah, alga dan
detritus) dengan tingkat trofik yang lebih tinggi (Wallace and Webster 1996 dalam
Li et al. 2010). Bioindikator untuk menilai kualitas air berdasar pada
makroinvertebrata menawarkan keuntungan lebih daripada penggunaan organisme
lain. Komunitas makroinvertebrata cenderung mempunyai keanekaragaman lebih
besar dibanding ikan atau komunitas biotik lain di dalam sungai yang sama, yang
membuat evaluasi dengan beberapa metrik keanekaragaman komunitas lebih
berarti. Makroinvertebrata relatif menetap, mudah untuk dikumpulkan, dan peka
terhadap gangguan manusia. Sebagai tambahan, relatif peka atau toleran dari
banyak makrozoobenthos yang sudah dikenal. Pada umumnya mereka
menyediakan pendekatan sederhana untuk memahami dan mengukur kesehatan
sungai dalam rangka mengevaluasi keseluruhan integritas ekologis dari sistem
perairan.
ODNR (1993) mengelompokkan makroinvertebrata bentik ke dalam tiga
kelompok berdasarkan toleransinya terhadap pencemaran perairan. Ketiga
kelompok tersebut adalah (1) kelompok organisme intoleran terhadap pencemaran.
Mereka pada umumnya dominan pada kualitas air bagus. (2) kelompok organisme
yang dapat hidup pada kisaran luas dari kondisi kualitas air, (3) kelompok
23
organisme toleran terhadap pencemaran. Mereka pada umumnya mendominansi
pada kondisi kualitas air jelek.
Struktur komunitas makroinvertebrata yang sering berubah merupakan
respon terhadap gangguan lingkungan yang dapat memprediksi kondisi perairan
dan dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan biokriteria untuk mengevaluasi
pengaruh antropogenik (Li et al. 2010). Respon makroinvertebrata terhadap
perubahan lingkungan dapat terlihat dari indeks keragaman yang menurun,
dominasi oleh spesies oportunistik yang menurun (misalnya siklus hidup lebih
pendek, lebih cepat bereproduksi) dan ukuran individu dari spesies yang dominan
menjadi berkurang. Sebagai contoh, di sungai dan sungai tercemar oleh bahan
organik atau logam berat kekayaan spesies dan keanekaragaman dari komunitas
makroinvertebrata menjadi berkurang sebagai dampak dari pencemaran.
Fragmentasi Habitat
Fragmentasi habitat juga harus dihindari atau diminimalkan pada derah yang
memiliki nilai konservasi. Fragmentasi habitat biasanya disebabkan oleh
pembangunan koridor jalan yang sering membentuk penghalang fisik untuk
penyebaran dan proses rekolonisasi invertebrata dan menyebabkan kematian
langsung individu baik selama pembersihan lokasi dan selama tahap oprasional
proyek berjalan.
Luasnya area yang akan disurvei harus didasarkan terutama pada zona
pengaruh di mana dampak yang terkait dengan pembangunan jalan dan operasi
diantisipasi, termasuk efek hidrologi remote pada habitat lembab pada spesies
cenderung bergantung. Selain itu, karena sifat linear dari pembangunan jalan dapat
mengakibatkan efek fragmentasi habitat signifikan, pertimbangan juga harus
diberikan dengan jarak yang lebih dari spesies dapat bubar dan menjajah dan setiap
kemungkinan 'hambatan' efek yang mungkin timbul selama dan setelah konstruksi.
Selanjutnya, karena sifat kadang fana mereka sub-populasi, ketidakhadiran mereka
dari situs lain yang cocok di sekitar populasi yang ada pada tahun tertentu tidak bisa
memerintah-out penggunaan daerah di musim berikutnya. Sebagai habitat tersebut,
cocok tetapi saat ini kosong dekat populasi yang ada juga harus dipertimbangkan
nilai, karena ini habitat mungkin penting untuk kelangsungan hidup jangka panjang
dari populasi.
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
27