mudah susut bobotnya. Diperkirakan jumlah kerusakan ini bisa mencapai 5 -25%
di negara-negara maju dan 20 - 50% di negara-negara berkembang (Kader,
1985). Oleh karena itu, untuk mengurangi tingginya prosentase kerusakan pada
buah-buahan ini, perlu dipertimbangkan setelah panen yang tepat, agar kompilasi
buah ini sampai ke tangan konsumen tetap dalam kondisi segar (kualitas
segar). Namun, sebelum kita lebih jauh membahas tentang penanganan yang tepat
terhadap buah-buahan selepas panen, yang perlu lebih dulu tentang jenis-jenis
kerusakan, faktor-faktor penentu mutu, dan juga sifat-sifat fisiologis buah-buahan
selama pasca panen hingga pengangkutan dan penyimpanan .
Sementara kita tahu komposisi CO2 dan O2 pada ukuran ini akan mempengaruhi
langsung terhadap kecepatan respirasi, sedangkan batas maksimum kadar CO2
untuk menghambat respirasi adalah 2%. Begitu pula jumlah minimal O2 juga
2%. Hal ini karena jika CO2 berlebih dan O2 yang terlalu rendah (<1%), maka
akan menyebabkan kerusakan fisiologis. Tanda paling mudah dikenali untuk
memperoleh respirasi anaerob yang akan menghasilkan alkohol.
Selain dapat menyembuhkan buah, penyimpanan buah dalam suhu rendah juga
dapat mencegah beberapa jenis jamur, seperti misalnya jamur Rhizopus. Namun
demikian, penyimpanan dengan suhu yang rendah juga dapat menyebabkan cedera
dingin. Pada umumnya, untuk komoditas buah-buahan akan tetap berkualitas baik
jika disimpan di atas titik bekunya; 5 - 15 OC (Kader, 1985). Perlu diketahui
bahwa kerusakan akibat suhu dingin ini, lebih rentan terjadi pada buah-buahan
tropis. Sementara pada buah-buahan sub tropis (anggur, ceri, pir, buah kiwi)
hampir tidak dapat dihitung oleh suhu dingin. Baru pada penyimpanan suhu beku,
buah-buahan tersebut juga akan mengalami cedera beku.
1) Pemeraman
Pemeraman merupakan proses untuk mengumpulkan buah agar matang. Faktor-
faktor yang harus dipertimbangkan dalam menggunakan metode pemeraman
adalah sifat biologis / fisiologis dari komoditas buah tersebut. Sampai saat ini
masih dikenal metode pemeraman cara tradisional, yaitu dengan menggunakan
daun mindi (Melia azedarach) atau daun picung (Pangum edule) dan dengan
pengasapan / pengemposan. Sementara cara pemeraman yang lebih modern dengan
menggunakan bahan-bahan kimia seperti; karbit (asetilen), gas etilen, dan ethrel
(ethepon).
2) Perlakuan Karantina
Yaitu penyimpanan yang dilakukan di dalam ruangan tertentu yang ditujukan
untuk mempertahankan daya simpan buah dan melindungi komoditas dari
kerusakan. Penyimpanan ini dapat dilakukan dengan menggunakan suhu rendah,
mengendalikan atmosfir hipobarik, atau menggunakan suhu kamar. Pemilihan suhu
harus memperhatikan sifat-sifat fisiologis dari buah yang akan disimpan, karena
masing-masing-masing-masing memiliki peningkatan optimal proses
keterlambatan fisiologis yang diperlukan pada senescance (lewat matang) yang
pada akhirnya menghasilkan buah busuk.
4) Transportasi / Pemasaran.
Terakhir, yang perlu diperhatikan dalam pengangkutan produk buah-buahan mulai
dari lapangan (tempat mulai hasil panen) sampai ke konsumen akhir adalah; sifat /
karakteristik dari tradisi buah yang diangkut, lamanya perjalanan, serta alat
pengangkutan yang digunakan. Selama pengangkutan dihindari, kontak langsung
dengan sinar matahari. Hal ini akan meningkatkan proses transisi sehingga
menghasilkan buah meningkat tingkat kesegaran.
Kondisi ruang (wadah) yang digunakan juga harus memenuhi standar, yaitu
memuat ruang, kelembaban udara, sirkulasi udara, serta pengontrolan konsentrasi
gas CO2 dan O2. Penataaan pengemasan dalam wadah agar tidak terjadi gesekan
atau benturan yang menyebabkan buah memar. Proses pengaktifan respirasi. Hal
ini terjadi, lebih dari 2.5 jam. Jika semua ini tidak diharapkan, dikhawatirkan akan
dipasarkan buah yang sudah tidak layak dijual.