Anda di halaman 1dari 16

REFARAT

Anestesi Regional
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Kepanitraan Klinik Senior Ilmu
Kesehatan Anestesi Di RSUD Dr. R.M Djoelham Kota Binjai

Oleh
Betania Lestari R Hutabarat
218 220 061

Pembimbing :
dr. Ronie Putra Daniel, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANESTESI


RSUD Dr. R.M DJOELHAM KOTA BINJAI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat degan judul “Anastesi
Regional”.
Penulisan refarat ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Anestesi, Fakultas
Kedokteran Universitas Batam.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, yakni
dr. Ronie Putra Daniel, Sp.An yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak
masukan dalam penyusunan refarat ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan refarat ini masih jauh dalam kata sempurna.Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi dalam
penulisan refarat selanjutnya semoga refarat ini bermanfaat.Akhir kata, penulis mengucapkan
terima kasih.

Binjai, April 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PEENGANTAR ............................................................................... 2


DAFTAR ISI ................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5
A. Definisi Anestesi Regional ............................................................ 5
B. Pembagian Anestesi ...................................................................... 5
C. Keuntungan Anestesi Regional ..................................................... 5
D. Kerugian Anestesi Regional .......................................................... 5
E. Persiapan Anestesi Regional ......................................................... 5
BLOK SENTRAL ....................................................................... 6
I. Anestesi spinal......................................................................... 6
II. Anestesi Epidural ................................................................... 10
III. Anestesi Kaudal...................................................................... 13
IV. Anestesi Spinal Total ............................................................. 14
BLOK PERIFER....................................................................... 15
I. Infiltrasi Lokal ........................................................................ 15
II. Blok Lapangan ....................................................................... 15
III. Analgesia Permukaan ............................................................. 15
IV. Anelgesia Regional Intravena ................................................ 15

BAB III Kesimpulan .................................................................................... 17


DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 18

3
BAB I
PENDAHULUAN

Seperti yang telah diketahui, setiap pasien yang akan menjalani tindakan invasif,
seperti tindakan bedah sebelumnya akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi
merupakan suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh.
Obat yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam dua kategori,
yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Seseorang yang mengkonsumsi analgetik tidak tetap berada
dalam keadaan sadar. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri,
tetapi selalu meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis anestesi menyebabkan
hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari
bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi umum (anestesi total)
yaitu hilangnya kesadaran secara keseluruhan, anestesi lokal yaitu hilangnya rasa
hanya pada daerah tertentu yang diinginkan atau pada sebagian kecil daerah tubuh,
anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh
blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya.
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya
melumpuhkan sebagian tubuh manusia tanpa menyebabkan hilangnya kesadaran.
Obat anestesi jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah
selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh untuk
sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian
tubuh diblokir untuk sementara. Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau
seluruhnya, tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar.

B. PEMBAGIAN ANESTESI/ANALGESIA REGIONAL


1. Blok sentral atau blok neuroaksial, yang meliputi blok spinal, epidural, dan
kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.
2. Blok perifer atau blok saraf, yang meliputi anestesi topikal, infiltrasi lokal,
blok lapangan, dan analgesia regional intravena.

C. KEUNTUNGAN ANESTESIA REGIONAL


1. Alat yang dibutuhkan tidak banyak dan teknik relatif sederhana, sehingga
biaya relatif lebih murah.
2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi darurat, keadaan
lambung penuh) karena penderita sadar.
3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5. Perawatan post operasi lebih ringan.

D. KERUGIAN ANESTESIA REGIONAL


1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
3. Sulit diterapkan pada anak-anak.
4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.

E. PERSIAPAN ANESTESI REGIONAL


Resusitasi untuk mengantisipasi terjadinya kolaps kardiovaskular sampai
henti jantung atau cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi terjadinya
kegagalan sehingga operasi bisa dilanjutkan dengan anestesi umum.

BLOK SENTRAL (Blok Neuroaksial)


Blok neuroaksial meliputi anestesi spinal dan anestesi epidural, akan
menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung
dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal tersebut).
I. Anestesi Spinal
Anestesi spinal (anestesi intradural, intratekal, subdural, subaraknoid)
adalah pemberian obat anesteti lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi
spinal dilakukan ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau

5
L3-L4 atau L4-L5.
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus
kutis  subkutis  Lig. Supraspinosum  Lig. Interspinosum  Lig.
Flavum  ruang epidural  durameter  ruang subarachnoid.

Gambar 1. Lokasi Penusukan Jarum pada Anestesi Spinal

 Indikasi Anestesi Spinal :


1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan
 Peralatan Anestesi Spinal :
1. Peralatan monitor (tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.)
2. Peralatan resusitasi
3. Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu

runcing/quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil


point whitecare)

6
 Anastetik Lokal untuk Analgesia Spinal
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada 37º C adalah 1.003-
1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut
isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut
hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS
disebut hipobarik.
Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik
diperoleh dengan mencampur anastetik lokal dengan dextrose. Untuk
jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan
mencampur dengan air injeksi.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
1. Lidokaine (xylocain, lignokaine) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik,
dosis 20-100 mg (2-5 ml)
2. Lidokaine (xylocain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis
1.033, sifat hiperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik,
dosis 5-20mg (1-4ml)
4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027,
sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)
 Teknik Anestesi Spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada
garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya
dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan
sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30
menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral
dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya
tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar
processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista
iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di atasnya
berisiko trauma terhadap medula spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anestesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-
2% sebanyak 2-3 ml.
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G
atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik
biasa semprit 10 cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak
sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau
ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat

7
timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang,
mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi
obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau
yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak
keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia
spinal secara kontinyu dapat dimasukan kateter.

Gambar 3. Posisi Duduk dan Lateral Decubitus

6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah


hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit – ligamentum
flavum dewasa ± 6cm.

Gambar 4. Posisi ujung jarum pada anestesi spinal


 Penyebaran Anastetik Lokal, tergantung :
a. Faktor utama:
1. Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
2. Posisi pasien
3. Dosis dan volume anestetik local

8
b. Faktor tambahan :
1. Ketinggian suntikan
2. Kecepatan suntikan/barbotase
3. Ukuran jarum
4. Keadaan fisik pasien
5. Tekanan intra abdominal
 Lama kerja anestetik lokal tergantung :
1. Jenis anestetia local
2. Besarnya dosis
3. Ada tidaknya vasokonstriktor
4. Besarnya penyebaran anestetik local
 Komplikasi tindakan anestesi spinal :
1. Hipotensi berat
Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml
sebelum tindakan.
2. Bradikardia
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok
sampai T-2
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4. Trauma pembuluh saraf
5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total
 Komplikasi pasca tindakan :
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urine
5. Meningitis

II. Anestesi Epidural


Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan
menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada di antara ligamentum
flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5 mm dan di bagian
posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf
spinal yang terletak di lateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat
dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik – motorik juga
lebih lemah.

9
Gambar 5. Lokasi penyuntikan pada anestesi epidural

 Indikasi anestesi epidural :


1. Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah
2. Tatalaksana nyeri saat persalinan
3. Penurunan tekanan darahsaat pembedahan supaya tidak banyak perdarahan
4. Tambahan pada anestesia umum ringan karena penyakit tertentu
 Penyebaran obat pada anestesi epidural tergantung :
1. Volume obat yg disuntikan
2. Usia pasien
3. Kecepatan suntikan
4. Besarnya dosis
5. Ketinggian tempat suntikan
6. Posisi pasien
7. Panjang kolumna vetebralis
 Teknik anestesi epidural :
Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid.
1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.
2. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.
3. Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu:
a) Jarum ujung tajam (Crawford)
b) Jarum ujung khusus (Tuohy)
4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang
paling populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes
tergantung.
a. Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah
resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3ml. Setelah
diberikan anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural
ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau NaCl disuntikkan
perlahan dan terputus-putus. Sembari mendorong jarum epidural
sampai terasa menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang
disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam
ruang epidural, lakukan uji dosis (test dose)

10
b. Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik
ini menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada
tetes Nacl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural
perlahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang
kemudian disusul oleh tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural.
Setelah yakin, lakukan uji dosis (test dose).
5. Uji dosis (test dose)
Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah
ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis
berulang (kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml
yang sudah bercampur adrenalin 1:200.000.
a. Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum
sudah benar
b. Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang
subarakhnoid karena terlalu dalam.
c. Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat
masuk vena epidural.
6. Cara penyuntikan: setelah yakin posisi jarum atau kateter benar,
suntikkan anesteti lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sampai
tercapai dosis total. Suntikan terlalu cepat menyebabkan tekanan dalam
ruang epidural mendadak tinggi, sehingga menimbulkan peninggian
tekanan intrakranial, nyeri kepala dan gangguan sirkulasi pembuluh
darah epidural.
7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya
bergantung pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis
dikurangi sampai 50% dan pada wanita hamil dikurangi sampai 30%
akibat pengaruh hormon dan mengecilnya ruang epidural akibat
ramainya vaskularisasi darah dalam ruang epidural.
8. Uji keberhasilan analgesia
epidural :
a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.
b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum.
c. Tentang blok motorik dari skala bromage
Gambar 6. Jarum Anestesi Epidural

11
Melipat Lutut Melipat Jari
Blok tak ada ++ ++
Blok parsial + ++
Blok hampir lengkap - +
Blok lengkap - -
Tabel 1. Skala bromage untuk Blok Motorik
 Komplikasi anestesi / analgesi epidural :
1. Blok tidak merata
2. Depresi kardiovaskular (hipotensi)
3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4. Mual – muntah
 Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural
1. Lidokain (Xylokain, Lidonest)
Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relaksasi
otot baik. 0.8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik. 1.5%
lazim digunakan untuk pembedahan. 2% untuk relaksasi pasien berotot.
2. Bupivakain (Markain)
Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volum
yang digunakan <20 ml.

III. Anestesia Kaudal


Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena
kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan
di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh
ligamentum sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan
antara ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan
ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum
terminale dan kantong dura.
 Indikasi Anestesi Kaudal :
1. Bedah daerah sekitar perineum
2. anorektal misalnya hemoroid
3. fistula paraanal.
 Kontra indikasi Anestesi Kaudal : Seperti analgesia spinal dan analgesia
epidural
 Teknik Anestesia Kaudal :
1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala
lebih rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.
2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena
ukuran 20-22 pada pasien dewasa.
3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan
dan kiri dan spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan
ketiga tonjolan tersebut diperoleh hiatus sakralis.

12
5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis,
tusukkan jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk
kanalis sakralis, ubah jarum jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-
2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil
meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji apakah cairan
masuk dengan benar di kanalis kaudalis.

Gambar 7. Teknik dan Lokasi Penusukan pada Anestesi Kaudal

IV. Anestesi Spinal Total


Anestesi spinal total ialah anestesi spinal intratekal atau epidural
yang naik sampai di atas daerah servikal. Anestesi ini biasanya tidak
disengaja, pasien batuk-batuk, dosis obat berlebihan, terutama pada
analgesia epidural dengan posisi pasien yang tidak menguntungkan.
Tanda-tanda klinis anastesia spinal total ialah pasien merasa Tangan
kesemutan, Lidah kesemutan, Napas berat, Mengantuk kemudian tidak sadar,
Bradikardi dan hipotensi berat, Henti napas, Pupil midriasi.
Walaupun saraf phrenikus mungkin terkena blokade namun henti napas
lebih disebabkan oleh hipoperfusi pusat kendali napas. Kejadian ini timbul
segera setelah tindakan atau setelah 30-45 menit kemudian. Kejadian ini
bersifat sementara namun apabila tidak ditanggulangi dapat
mengakibatkan henti jantung yang dapat merenggut nyawa pasien.
Pengenalan dini anestesia spinal total ini amat penting agar pertolongan
dapat segera dilakukan.
Tindakan terhadap anestesi spinal total ini adalah dengan menaikkan
curah jantung, infus cairan koloid 2-3 L, menaikkan kedua tungkai,
kendalikan pernapasan dengan O2 100% kalau perlu dengan intubasi dan
intubasi ini dapat dilakukan dengan mudah karena telah terjadi relaksasi
otot maksimal, beri atropin untuk melawan bradikardi dan beri efedrin
untuk melawan hipotensi.

13
BLOK PERIFER (Blok Saraf)
I. Infiltrasi Lokal
Penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi
II. Blok Lapangan (Field Block)
Infiltrasi sekitar lapangan operasi (contoh, untuk ekstirpasi tumor kecil)
III. Analgesia Permukaan (Topikal)
Obat analgetika lokal dioles atau disemprot di atas selaput mukosa
IV. Analgesia Regional Intravena (Bier Block)
Anestesi jenis ini dapat dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45 menit
pada lengan atau tungkai. Biasanya dikerjakan untuk orang dewasa dan pada
lengan.
Teknik analgesia regional intravena:
1. Pasang kateter vena (venocath) pada kedua punggung tangan. Pada sisi
tangan atau lengan yang akan dibedah digunakan untuk memasukkan obat
anestetik lokal, sedangkan sisi lain untuk memasukkan obat-obat yang
diperlukan seandainya terjadi kegawatan atau diperlukan cairan infus.
2. Eksanguinasi (mengurangi darah) pada sisi lengan yang akan dibedah dengan
menaikkan lengan dan peraslah lengan secara manual atau dengan bantuan
perban elastik (eshmark bandage) dari distal ke proksimal. Tindakan ini
untuk mengurangi sirkulasi darah dan tentunya dosis obat.
3. Pasang pengukur tekanan darah pada lengan atas seperti akan mengukur
tekanan darah biasa dengan torniket atau manset ganda dan bagian proksimal
dikembangkan dahulu sampai 100 mmHg di atas tekanan sistolik supaya
darah arteri tidak masuk ke lengan dan tentunya juga darah vena tidak akan
masuk ke sistemik. Perban elastik dilepaskan.
4. Suntikkan lidokain atau prilokain 0,5% 0,6 ml/kg (bupivakain tidak
dianjurkan karena toksisitasnya besar) melalui kateter di punggung tangan
dan kalau untuk tungkai lewat vena punggung kaki dosis 1-1,2 ml/kg.
Analgesia tercapai dalam waktu 5-15 menit dan pembedahan dapat dimulai.
5. Setelah 20-30 menit atau kalau pasien merasa tak enak atau nyeri pada
torniket, kembangkan manset distal dan kempiskan manset proksimal.
6. Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukan secara bertahap, buka
tutup selang beberapa menit untuk menghindari keracunan obat. Pada bedah
sangat singkat, untuk mencegah keracunan sistemik, torniket harus tetap
dipertahankan selama 30 menit untuk memberi kesempatan obat keluar vena
menyebar dan melekat ke seluruh jaringan sekitar. Untuk tungkai jarang
dikerjakan karena banyak pilihan lain yang lebih mudah dan aman seperti
blok spinal, epidural, atau kaudal.

14
BAB III
KESIMPULAN

Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai


bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus
seperti bedah endoskopi urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul,
bedah obstetri, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan
setelah bayi ditidurkan dengan anestesi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi
lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan
tekanan intrakranial. Kontraindikasi relatif meliputi neuropati, nyeri punggung,
penggunaan obat-obatan praoperasi golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid
seperti aspirin, novalgin, parasetamol), heparin subkutan dosis rendah, dan pasien
yang tidak stabil.
Anestesi epidural, suatu bentuk anestesi regional yang melibatkan injeksi
obat melalui kateter ditempatkan ke dalam ruang epidural. Injeksi dapat
menyebabkan keduanya kehilangan sensasi (anestesi) dan hilangnya rasa sakit
(analgesia), dengan menghalangi transmisi sinyal melalui saraf di dalam atau dekat
tulang belakang.
Menyuntikkan obat ke dalam ruang epidural terutama dilakukan untuk
analgesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan sejumlah teknik yang
berbeda dan untuk berbagai alasan. Selain itu, beberapa efek samping-epidural
analgesia mungkin bermanfaat dalam keadaan tertentu (misalnya, vasodilatasi
mungkin bermanfaat jika pasien menderita penyakit pembuluh darah perifer).
Ketika kateter dimasukkan ke ruang epidural, sebuah infus kontinyu dapat
dipertahankan selama beberapa hari, jika diperlukan.
Analgesia kaudal sebenarnya sama dengan anestesia epidural, karena
kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat di tempatkan di
ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum
sakrokogsigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum
supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal
berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Boulton TB, Blogg CE. 1994. Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta: EGC
2. Dobson, MB. 1994. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC
3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009. Petunjuk Anestesiologi: Edisi
Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI
4. Miller RD. 2000. Anesthesia. Edisi Kelima. Chruchill Livingstone. Philadelphia
5. Morgan, E. 2006. Clinical Anesthesiology. Edisi Keempat. McGraw-
Hill Company
6. Muhiman M, Thaib R, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI
7. Mulroy MF. 1996. Regional Anesthesia, An Illistrated Procedural Guide.
Edisi Kedua. Boston: Little Brown Company
8. Robyn Gymrek, MD. 2010. Regional Anesthesia at www.emedicine.com
9. Werth, M. Pokok-pkok Anestesi. Jakarta: EGC

16

Anda mungkin juga menyukai