Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PBL 2

MPKT-B (SAINS)

PENURUNAN PERMUKAAN TANAH DI DKI JAKARTA

Disusun oleh Home Group 2 MPKT-B (Sains) G

1. Putri Nadila Amalia 1606


2. Reforma Yunita Masri Tanjung 1606
3. Siti Fachrunnisa Malik 1606
4. Solita Yuki 1606
5. Sopiyatul Marwa 1606
6. Yuhana Kinanah 1606823443

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dalam makalah
yang berjudul “Penurunan Permukaan Tanah di DKI Jakarta” ini, kami membahas mengenai
masalah penurunan permukaan tanah di DKI Jakarta yang saat ini tengah mengancam
wilayah DKI Jakarta untuk ke depannya. Masalah ini merupakan suatu hal yang penting yang
perlu diketahui supaya masyarakat dapat mengetahui dampak dan risiko dari penurunan
permukaan tanah. Tidak hanya itu, hal tersebut perlu dibahas agar masyarakat semakin
termotivasi untuk berusaha menjaga dan memanfaatkan alam sebagai tempat hidup di Bumi
dengan sebaik-baiknya.

Makalah ini kami buat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai masalah
yang berkaitan dengan penurunan permukaan tanah dan juga untuk memenuhi tugas PBL 2
mata kuliah MPKT-B. Dalam proses pengerjaan dan pendalaman materi “Penurunan
Permukaan Tanah di DKI Jakarta” ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan,
koreksi, dan saran. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tri Wahyuni
S.Farm., Apt., M.Biomed. selaku dosen kami dalam mata kuliah MPKT-B.

Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak yang
telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Terima Kasih.

Depok, 4 Desember 2016

Home Group 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................................................ 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 1
1.4 Manfaat ................................................................................................................................... 1
BAB II..................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Penurunan Permukaan Tanah................................................................................ 2
2.2 Kondisi Topografi dan Struktur Permukaan Tanah di DKI Jakarta ........................................ 2
2.3 Data Penurunan Permukaan Tanah Wilayah DKI Jakarta ...................................................... 3
2.4 Penyebab Penurunan Permukaan Tanah ................................................................................. 4
2.4.1 Faktor Penyebab Penurunan Permukaan Tanah Secara Umum ...................................... 4
2.4.2 Tiga Penyebab Penurunan Permukaan Tanah di DKI Jakarta ........................................ 5
2.5 Dampak Penurunan Permukaan Tanah ................................................................................... 5
2.6 Solusi Mengatasi Masalah Penurunan Permukaan Tanah di DKI Jakarta .............................. 7
2.7 Teknologi yang Digunakan untuk Mengatasi Masalah Penurunan Permukaan Tanah ........... 7
2.7.3 Mengukur Perubahan Tinggi Permukaan Tanah............................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Perumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan penurunan permukaan tanah (land subsidence) ?
- Di mana daerah yang rawan terjadi penurunan permukaan tanah di wilayah DKI
Jakarta?
- Apa saja faktor penyebab penurunan permukaan tanah, khususnya di wilayah DKI
Jakarta?
- Apa saja dampak yang ditimbulkan dari penurunan permukaan tanah, khususnya
untuk wilayah DKI Jakarta?
- Apa saja solusi yang ditawarkan dalam mengatasi masalah penurunan permukaan
tanah?
- Teknologi apa saja yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi penurunan
permukaan tanah?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini, yaitu:
- Untuk mengetahui definisi dan pengertian dari penurunan permukaan tanah
- Untuk mengetahui faktor penyebab penurunan permukaan tanah di DKI Jakarta
- Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat penurunan permukaan tanah di
DKI Jakarta
- Untuk mengetahui solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah
penurunan permukaan tanah di DKI Jakarta
1.4 Manfaat

Manfaat yang ingin kami berikan dari penulisan makalah ini adalah untuk
menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai masalah penurunan permukaan
tanah yang kerap terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta.
Dari wawasan tersebut, diharapkan kita dapat bersama-sama mengetahui dan
menerapkan upaya untuk mengatasi dan mencegah terjadinya penurunan permukaan
tanah yang lebih signifikan dan menciptakan lingkungan sekitar yang lebih baik.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penurunan Permukaan Tanah

Penurunan muka tanah adalah salah satu fenomena deformasi permukaan bumi
secara vertikal disamping terjadi fenomena uplift. Dengan kata lain, deformasi
merupakan perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik yang dapat bersifat
absolut maupun relatif. Absolut berarti perilaku dari gerakan titik itu sendiri yang
diteliti dan dikaji, sedangkan relatif berarti yang dikaji adalah gerakan titik yang satu
terhadap titik yang lainnya (Kuang, 1996). Penurunan permukaan tanah (Land
Subsidence) adalah suatu proses gerakan penurunan muka tanah yang didasarkan atas
datum tertentu (kerangka referensi geodesi) dimana terdapat berbagai macam variabel
penyebabnya. Penurunan tanah alami terjadi secara regional yaitu meliputi daerah yang
luas atau terjadi secara lokal yaitu hanya sebagian kecil permukaan tanah. Hal ini
biasanya disebabkan oleh adanya rongga di bawah permukaan tanah, biasanya terjadi di
daerah yang berkapur (Whittaker and Reddish, 1989).

Penurunan permukaan tanah (Land Subsidence) adalah suatu fenomena alam


yang banyak terjadi di kota – kota besar yang berdiri di atas lapisan sedimen, seperti
Jakarta, Bandung, Semarang, Bangkok, Shanghai, dan Tokyo. Rata – rata laju
penurunan muka tanah ini dihitung berdasarkan perubahan posisi vertikal titik ikat
tanah dari dua atau lebih epok pengukuran.

2.2 Kondisi Topografi dan Struktur Permukaan Tanah di DKI Jakarta


 Kondisi Topografi
- Jakarta dikategorikan sebagai daerah datar dan landau
- Batas paling selatan wilayah DKI Jakarta antara 5-50 mdpl
- Di daerah bagian Selatan banjir kanal terdapat perbukitan rendah dengan
ketinggian antara 50-70 m
- Ketinggian dari pantai sampai ke banjir kanal berkisar antara 0-10 mdpl, diukur
dari titik nol di Tanjung Priuk
- Daerah pantai merupakan daerah rawa atau daerah yang selalu tergenang air saat
musim hujan

2
 Struktur Permukaan Tanah

- Tanah Aluvial adalah tanah yang berasal dari endapan lumpur yang dibawa
melalui sungai-sungai.
- Tanah Latosol adalah tanah yang terbentuk dari batuan beku,sedimen,dan
metafomorf.
- Tanah yang rawan akan penurunan adalah tanah aluvial

2.3 Data Penurunan Permukaan Tanah Wilayah DKI Jakarta


 Penurunan tanah rata-rata di Jakarta adalah 5 cm/tahun
 Setiap daerah memiliki tingkat penurunan tanah yang berbeda-beda
 Penurunan tanah yang paling besar terjadi di Jakarta Utara
 Sejak tahun 2000-2011, penurunan tanah di Jakarta ada yang mencapai 1,7 meter

1. Timur : Gempol, penurunan rata-rata 3 cm/tahun


2. Selatan : Pondok Indah dan Kuningan , penurunan rata-rata 4 cm/tahun
3. Barat : Cengkareng Barat, Meruya, Kebon Jeruk dan Daan Mogot dengan penurunan
rata-rata 10 cm/tahun

3
4. Pusat : Jalan Gunung Sahari, Jalan MH Thamrin dan Cikini dengan penurunan rata-
rata 7cm/ tahun
5. Utara : Muara Angke, Muara Baru, Pantai Indah Kapuk dan Kelapa Gading dengan
penurunan rata-rata 14 cm/tahun

2.4 Penyebab Penurunan Permukaan Tanah

2.4.1 Faktor Penyebab Penurunan Permukaan Tanah Secara Umum

Menurut Whittaker and Reddish (1989), faktor penyebab penurunan muka


tanah secara umum antara lain :

1. Penurunan tanah alami (natural subsidence).


Yaitu penurunan tanah yang disebabkan oleh proses-proses geologi.
Beberapa penyebab terjadinya penurunan tanah alami bisa digolongkan
menjadi :
a. Siklus geologi, yaitu penurunan muka tanah terkait dengan siklus geologi.
Proses-proses yang terlihat dalam siklus geologi adalah pelapukan
(denuation), pengendapan (deposition), dan pergerakan kerak bumi
(crustal movement).
b. Sedimentasi daerah cekungan
Daerah cekungan biasanya terdapat di daerah tektonik lempeng terutama
di dekat perbatasan lempeng. Sedimen yang terkumpul di cekungan
semakin lama semakin banyak dan menimbulkan beban yang bekerja
semakin meningkat, kemudian proses kompaksi sedimen tersebut
menyebabkan terjadinya penurunan pada permukaan tanah.

2. Penurunan tanah akibat pengambilan airtanah (groundwater extraction).

Pengambilan air tanah secara besar-besaran yang melebihi kemampuan


pengambilannya akan mengakibatkan berkurangnya jumlah airtanah pada
suatu lapisan akuifer. Hilangnya airtanah ini menyebabkan terjadinya
kekosongan pori-pori tanah sehingga tekanan hidrostatis di bawah permukaan
tanah berkurang sebesar hilangnya airtanah tersebut. Selanjutnya akan terjadi
pemampatan lapisan akuifer.

4
3. Penurunan akibat beban bangunan (settlement).

Tanah memiliki peranan penting dalam pekerjaan konstruksi. Tanah


dapat menjadi pondasi pendukung bangunan atau bahan konstruksi dari
bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bendungan. Penambahan bangunan
di atas permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan di bawahnya mengalami
pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan adanya deformasi partikel
tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari dalam pori, dan sebab
lainnya yang sangat terkait dengan keadaan tanah yang bersangkutan. Proses
pemampatan ini pada akhirnya menyebabkan terjadinya penurunan permukaan
tanah.

2.4.2 Tiga Penyebab Penurunan Permukaan Tanah di DKI Jakarta


Menurut para peneliti, amblasnya jalan di Jakarta tersebut disebabkan oleh 3 faktor:

1. Penurunan secara alami, karena kondisi batuan yang mengalami pelapukan dan
kondisi ini diperburuk dengan kecenderungan meningkatnya muka air laut
sampai hampir di sebagian besar kota-kota dunia akibat pemanasan global
(global warming).
2. Penurunan karena adanya penyedotan air tanah secara berlebihan. Pengambilan
air bawah tanah menjadi penyebab utama penurunan permukaan tanah di
jakarta. berdasarkan data departemen energi dan sumber daya mineral tahun
2007, jumlah air tanah terekstraksi mencapai titik tertinggi pada tahun 1995. dari
3000-3500 pompa terpasang, terekstraksi 30-35 juta meter kubik air. tahun
berikutnya jumlah sumur pompa terus meningkat tapi jumlah air terekstraksi
semakin menurun. tahun 2007 jumlah pompa yang terpasang 3700 sedangkan
jumlah air yang terekstraksi sebesar 20 juta meter kubik.
3. Penurunan akibat beban dari gedung-gedung yang ada di Jakarta.

2.5 Dampak Penurunan Permukaan Tanah


Penurunan muka tanah memberikan dampak negatif secara langsung di sekitar
wilayah terdampak, seperti menyebabkan banjir dan Rob (tidal flooding) di daerah
pantai (coastal zone), kerusakan pada gedung-gedung dan rumah-rumah, serta
infrastruktur seperti jembatan dan jalan, bahkan dapat menyebabkan meledaknya pipa
gas. Penurunan muka tanah juga mempunyai implikasi terhadap kehidupan sosial

5
seperti berkurangnya kualitas hidup dan lingkungan (kondisi sanitasi dan kesehatan) di
wilayah terdampak.

Penurunan muka tanah merupakan salah satu bencana yang berpotensi


menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Selain kerugian ekonomi langsung
(direct losses), penurunan muka tanah juga menyebabkan kerugian ekonomi secara
tidak langsung (indirect losses) seperti berkurangnya pendapatan, hilangnya mata
pencaharian penduduk, guncangan bisnis, bahkan menurunnya laju pertumbuhan
ekonomi.

Dampak penurunan permukaan tanah di wilayah DKI Jakarta ini terbagi menjadi
4 kategori berdasarkan jenis kerusakannya, yaitu :

1. Banjir Jakarta semakin parah

Pernah disebutkan di sebuah artikel majalah bahwa Jakarta dibangun di dataran


rendah dan dekat dengan rawa-rawa maka tidak heran jika Jakarta sering dilanda
banjir. Ditambah dengan masalah penurunan tanah maka banjir Jakarta akan
semakin parah dan berakibat pada terhambatnya aktivitas warga sekitar serta
berdampak pula pada kerusakan infrastruktur, kesehatan, dan perekonomian.

2. Kerusakan infrastruktur yang berada di atas permukaan tanah


Penurunan tanah dapat menyebabkan tanah yang mengisi bawahan aspal menjadi
kopong atau hilang dan dapat menyebabkan aspal retak, yakni kerusakan
infrastruktur.
3. Menimbulkan kerugian ekonomi
Terhambatnya aktivitas warga akibat penurunan tanah dapat berdampak pada
hilangnya mata pencaharian mereka, juga kerugian ekonomi bagi perusahaan-
perusahaan. Dampak besarnya adalah guncangan bisnis dan gangguan laju ekonomi
Negara.
4. Menurunkan tingkat kesehatan dan sanitasi lingkungan
Banjir akibat penurunan tanah tentu dapat menyebkan gangguan kesehatan, seperti
menjamurnya pertumbuhan jentik nyamuk pada genangan air dan juga kelangkaan
air bersih.

6
2.6 Solusi Mengatasi Masalah Penurunan Permukaan Tanah di DKI Jakarta

Untuk mengatasi dan menanggulangi permasalahan penurunan tanah merupakan


hal cukup sulit, dan dapat dilakukan jika semua pihak turut serta berkontribusi dalam
upaya penurunan tanah tersebut. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengurangi penurunan tanah yang terjadi di daerah DKI Jakarta:
a. Memanfaatkan penggunaan penggunaan air bawah tanah (ABT) seperlunya tanpa
melakukan eksploitasi berlebihan dan menggantinya dengan air permukaan sebagai
sumber air baku atau dari PDAM.
b. Membuat kolam pengumpul air hujan, dapat berupa pengumpul air dibawah ataupun
diatas permukaan tanah.
c. Pemerintah DKI berupaya untuk meninggikan area yang mengalami penurunan
permukaan tanah dengan cara menguruknya. Selain itu dilakukan juga dengan cara
meninggikan penghalang atau jeti agar air laut yang meluap ketika pasang tinggi
yang masuk ke wilayah permukaan tidak meluas genangannya dan tidak
mengganggu aktivitas warga yang tinggal di pesisir utara Jakarta.
d. Membuat sumur injeksi dan sumur resapan, memiliki tujuan yang sama yaitu untuk
mengembalikan air kedalam tanah. Sumur Injeksi atau Injection Well berfungsi
untuk mengurangi, menyimpan atau menabung air dan konservasi lingkungan.
Bedanya ialah kapasitas air yang dimasukkan melalui sumur injeksi akan jauh lebih
besar daripada sumur resapan, karena ditekan dengan mesin pemompa. Sumur
injeksi merupakan metode paling optimal untuk mengembalikan kadar air bawah
tanah. Untuk sumber air yang digunakan merupakan air bekas banjir atau air sungai
yang dibuat sebagai cadangan air tanah.
e. Membuat lubang biopori yang dapat dibuat di manfaatkan sebagai cara untuk
melakukan pemadatan dan pembaruan tanah dengan sampah yang diurai dalam
lubang biopori tersebut, sehingga dapat meminimalisir penurunan tanah.

2.7 Teknologi yang Digunakan untuk Mengatasi Masalah Penurunan Permukaan


Tanah
Dalam mengatasi masalah penurunan permukaan tanah yang terjadi di
berbagai wilayah di Indonesia, khususnya di wilayah DKI Jakarta, dibutuhkan beberapa
metode pemantauan untuk mengetahui perkembangan penurunan permukaan tanah tiap
tahunnya. Dengan memantau keadaan tanah atau topografi tersebut, dapat diperkirakan

7
langkah pengecegahan yang tepat sebelum benar-benar menimbulkan akibat yang fatal
terhadap masyarakat di sekitar wilayah tersebut.

Pemantauan penurunan muka tanah di suatu wilayah dapat dilakukan melalui


berbagai metode, antara lain :
1. Mengukur kompaksi lapisan tanah.
2. Menggunakan metode emisi akustik yang menggunakan gelombang suara.
3. Mengukur perubahan tinggi permukaan tanah (metode geodetik).
2.7.1 Mengukur Kompaksi Lapisan Tanah
Pada metode yang pertama, yaitu mengukur kompaksi lapisan tanah, hal ini dilakukan dengan
menempatkan stasiun pemantauan di tempat – tempat tertentu. Setiap stasiun terdiri dari rangkaian
alat sebagai berikut :

a. Sistem Ekstensometer, yaitu alat yang digunakan untuk memantau penurunan tanah
pada tiap lapisan yang diperkirakan mengalami penurunan.
b. Sistem Sumur Pantau yang digunakan untuk memantau penurunan muka air tanah pada
beberapa lapisan akuifer.
c. Sistem Piezometer yang digunakan untuk memantau nilai tekanan air pori pada
beberapa lapisan yang mengalami penurunan.

Penurunan muka air tanah pada prinsipnya terjadi karena proses kompaksi pada lapisan -
lapisan tanah di bawahnya. Jadi besar penurunan muka tanah di permukaan bisa diamati dengan
mengukur kompaksi lapisan tanah di bawahnya. Kompaksi ditentukan atas dasar perubahan jarak
antara dua horizontal lapisan dan diukur secara terus-menerus pada sumur pantau ( Sumaryo, 1997
dalam Khaerudin, 2003 ).

Alat yang digunakan untuk mengukur kompaksi lapisan tanah ini adalah ekstensometer, dengan
prinsip kerjanya yaitu mengukur perubahan jarak antara permukaan tanah dengan jarak sumur.
Suatu alat pemberat diletakkan di dasar sumur yang kemudian dihubungkan dengan suatu kabel
atau pipa melalui katrol ke suatu pemberat di permukaan tanah ( counter weight ). Sehingga besar
kompaksi / penurunan tanah ini ditunjukkan oleh perubahan panjang kawat yang berada didalam
sumur dan kemudian direkam oleh suatu alat perekam.

Beberapa sumur pantau dibangun di sekitar daerah yang diperkirakan mengalami penurunan
muka tanah. Ekstensometer dipasang pada sumur-sumur tersebut dengan kedalaman tertentu,
biasanya sampai menembus ke lapisan akuifer. Alat ini dipasang dalam waktu yang relatif lama dan
digunakan untuk merekam kompaksi atau penurunan muka tanah secara kontinyu.

2.7.2 Metode Emisi Akustik

Emisi akustik adalah suara / bunyi yang dibangkitkan dari dalam material ( tanah ) yang
mengalami tegangan dan selanjutnya mengalami deformasi. Prinsip kerja dari metode emisi
akustik ini adalah gelombang bunyi yang ditimbulkan akibat adanya deformasi, akan
dideteksi oleh sebuah sensor yang disebut piezoelectric. Kemudian transduser mengubah
gelombang bunyi ini menjadi gelombang elektrik. Sinyal ini kemudian diperkuat

8
( amplified ), difilter dan direkam. Hasil rekaman kemudian dikorelasikan dengan material
yang diuji. Apabila tidak terdapat emisi gelombang bunyi yang terdeteksi berarti material
tersebut dalam keadaan stabil, tidak terjadi deformasi, dan juga sebaliknya.

Kelebihan dari sistem ini adalah mampu mendeteksi terjadinya deformasi lebih cepat
dibandingkan metode pemantauan yang lainnya ( Koerner, 1984 dalam Khaerudin, 2003 ),
karena sistem ini mempunyai sensitivitas yang tinggi dan sangat ekonomis untuk pemantauan
daerah yang luas.

2.7.3 Mengukur Perubahan Tinggi Permukaan Tanah


Pemantauan penurunan muka tanah dengan metode mengukur perubahan
tinggi permukaan tanah pada dasarnya dilakukan dengan mengukur titik – titik
kontrol yang dibuat di lokasi yang diperkirakan mengalami penurunan muka tanah.
Besarnya kecepatan penurunan muka tanah ditentukan dengan melakukan
pengukuran tinggi dari titik – titik kontrol tersebut secara berulang agar didapatkan
selisihnya, paling sedikit dua kali. Mengukur perubahan tinggi permukaan tanah
ini merupakan metode dengan pendekatan geodetik, yaitu lebih mengutamakan
pada aspek penentuan posisi suatu titik untuk analisis geometrik. Secara umum
metode – metode geodetik yang dilakukan antara lain seperti metode sipat datar
(leveling), suvey GPS, dan InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar).

2.7.3.1 Metode Sipat Datar (Levelling)


Pengukuran menyipat datar mempunyai maksud untuk menentukan
beda tinggi antara titik-titik pada permukaan bumi. Alat ukur yang digunakan
adalah rambu ukur yang diberdirikan di tiap titik. Dengan mengetahui tinggi
rambu tiap titik pada garis lurus yang sama maka sipat datar antar titik dapat
diketahui dengan mengurangi tinggi-tinggi pada tiap rambu tersebut. Sebagai
acuan penentuan tinggi titik-titik tersebut digunakan muka air laut rata-rata
(MSL) atau tinggi lokal. Bayangkan sebuah meja dan kursi di atas lantai.
Semuanya dapat diukur ketinggiannya dengan sebuah penggaris dari dasar
lantai. Lantai dapat disebut sebagai datum, dimana ketinggian benda di atasnya
dideferensikan. Dalam hubungan ini Levelling dapat di definisikan sebagai
suatu metoda untuk menggambarkan ketinggian benda secara relatif terhadap
lantai (datum) sebagai referensi.

9
Dalam aplikasi praktis, levelling di lakukan dengan bantuan instrumen
(alat ukur sipat datar) dan suatu bak ukur.

Tinggi titik A = 1.500 – 0.750 = 0.750 m di atas datum


Tinggi titik B = 0.00 m (datum)
Tinggi titik C = 1.500 – 1.050 = 0.450 m di atas datum
Datum merupakan bidang mendatar yang melewati titik B. Dalam
istilah geodesi datum ketinggian yang digunakan adalah berupa tinggi
permukaan air laut rata-rata (mean sea level). Berdasarkan datum tersebut
dapat dikembangkan jaringan levelling, sebagai titik kontrol ketinggian yang
biasanya di sebut Bench Mak (BM).

Instrumen Rambu-2

sipat datar Rambu-1


Belakang Muka

bb1 Belakang Muka


bm1
bb2
bm2

Titik

HB – HA = (bb1 – bm1) + (bb2 – bm2)


Titik

Gambar: Pengukuran sipat datar.

10
Dimana :
HA = Tinggi di titik A
HB = Tinggi di titik B
bb1 / bb2 = Bacaan rambu ke belakang rambu 1 atau rambu 2
bm1 / bm2 = Bacaan rambu ke muka rambu 1 atau rambu 2
2.7.3.2 Metode InSAR
InSAR memberikan pemahaman yang lebih baik dalam variasi spasial,
yang menjadi kelemahan dari metode GPS. Beberapa peneliti telah melakukan
penelitian terhadap pemantauan penurunan tanah, seperti (Hirose 2001), (Chang
2004), (Guoqing 2008), (Koehn 2009), (Abidin 2003), dll. Dalam kasus Jakarta,
metode InSAR sangat tepat untuk diterapkan. Sebagian besar tutupan lahan
adalah bahan yang baik untuk radar backscatter yang mengarah ke pengamatan
SAR yang baik.
Metode InSAR berbasiskan pada penggunaan citra satelit radar. Hasil
dari metode INSAR mengkonfirmasi dan melengkapi hasil dari metode –
metode sipat datar dan survey GPS tentang karakteristik fenomena penurunan
tanah. InSAR pada prinsipnya menggunakan perbedaan fase antara dua citra,
yang juga dinamakan interferogram (Ilham, 2009 dalam Edward,2011).
Perbedaan fase seperti yang Nampak pada interferogram ini pada
dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (Francis 1996 seperti dalam
Abidin 2008) :
1. Adanya perbedaan perbedaan relatif posisi satelit pada saat pengambilan
kedua citra.
2. Adanya perbedaan paralaks yang disebabkan oleh pencitraan objek dari
posisi satelit yang berbeda.
3. Adanya perbedaan kondisi permukaan tanah dan troposfer antara saat
pengambilan citra.
4. Adanya perubahan posisi titik – titik permukaan tanah (deformasi antara dua
saat pengambilan citra.

11
2.7.3.3 Metode Survey GPS
GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan
penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem ini
didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi serta informasi
mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia tanpa tergantung waktu dan
cuaca, kepada banyak orang secara simultan. Pada saat ini, sistem GPS sudah
banyak digunakan orang di seluruh dunia dalam berbagai bidang aplikasi. Di
Indonesia pun, GPS sudah banyak diaplikasikan, terutama yang terkait dengan
aplikasi – aplikasi yang menurut informasi tentang posisi dan perubahan posisi.
Dilihat dari mekanisme pengaplikasiannya, metode penentuan posisi
dengan GPS dapat dikelompokkan atas beberapa metode yaitu: absolute,
differential, static, rapid static, pseudo-kinematic, dan stop-and-go (Abidin,
2006). Berdasarkan aplikasinya, metode – metode penentuan posisi dengan GPS
dapat dibagi atas dua kategori utama, yaitu survei dan navigasi.
Dalam konteks posisi, GPS dapat memberikan spektrum relatif luas
keakurasian posisi dari tingkat yang sangat akurat (milimeter) dan untuk tingkat
biasa (meter). Untuk pemantauan penurunan tanah, dalam rangka untuk
memantau penurunan besarnya bahkan sangat kecil, akurasi posisi yang ideal
yang harus dicapai adalah di tingkat milimeter (mm). Dalam rangka untuk
mencapai tingkat akurasi survei GPS maka metode statis didasarkan pada data
fase harus dilaksanakan dengan pengukuran ketat dan pengolahan data strategi
(Leick, 1995; Abidin et al, 2002). Mengingat akurasi dan presisi diperoleh GPS
yang menjadi lebih tinggi dan lebih tinggi, dapat diharapkan bahwa peran GPS
untuk pemantauan penurunan tanah akan menjadi lebih dan lebih penting dalam
waktu dekat.
2.7.3.4 Penentuan Posisi Dengan GPS
Pada dasarnya konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi
( pengikatan ke belakang ) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak secara simultan ke
beberapa satelit GPS yang koordinatnya telah diketahui. Secara vektor, prinsip dasar
penentuan posisi dengan GPS dapat diperlihatkan pada gambar dibawah ini.

12
2.7.3.5 Metode Penentuan Posisi Dengan GPS
Pada dasarnya, tergantung pada mekanisme pengaplikasiannya, metode penentuan
posisi dengan GPS dapat dikelompokkan atas beberapa metode yaitu : absolute, differential,
static, rapic static, pseudo-kinematic, dan stop-and-go ( Abidin, 2006 ). Berdasarkan
aplikasinya, metode – metode penentuan posisi dengan GPS dapat dibagi atas dua kategori
utama, yaitu survei dan navigasi, seperti yang diilustrasikan pada gambar dibawah ini.

2.7.3.6 Ketelitian GPS


Ketelitian posisi yang didapat dengan pengamatan GPS secara umum akan tergantung
pada empat faktor yaitu : metode penentuan posisi yang digunakan, geometri dan distribusi
dari satelit-satelit yang diamati, ketelitian data yang digunakan, dan strategi atau metode
pengolahan.

13
14
DAFTAR PUSTAKA

 Arifin, Zainal. ( n.d). Teori Sipat Datar (Levelling). Modul Kuliah Ilmu Ukur Tanah.
Diperoleh dari http://download.spmabanjarbaru.sch.id/files/Alat%20Penyipat%20Datar.pdf
 Hastari, Rahmi. (2014). Penurunan Tanah DKI Jakarta. Diperoleh dari
http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Penurunan_Tanah_DKI_Jakarta
 Anonim. (n.d). Dampak Penurunan Tanah. DIperoleh dari
https://sites.google.com/site/jakartadampak/dampak-penurunan-tanah

15

Anda mungkin juga menyukai