OLEH:
ABDI HIDAYAT
HERRIK YUZA
MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2020
1. Mendefinisikan kinerja
Pertama, sistem manajemen kinerja dapat menentukan aspek-aspek kinerja yang relevan bagi
organisasi, terutama melalui analisis pekerjaan.
2. Mengukur kinerja
Kedua, sistem tersebut mengukur aspek-aspek kinerja melalui penilaian kinerja (performance
appraisal) yang hanya merupakan salah satu metode untuk mengelola kinerja karyawan.
Penilaian kinerja (performance appraisal) merupakan proses dimana organisasi mendapatkan
infornasi tentang seberapa baik seorang karyawan melakukan pekerjaannya.
Seperti yang terlihat dalam gambar di atas, merupakan suatu hal yang penting untuk
menyediakan umpan balik dan evaluasi kinerja formal tetapi hal itu bukan satu-satunya bagian
terpenting dari proses manajemen kinerja yang efektif yang dapat memberikan kontribusi atas
keunggulan bersaing. Visible CEO dan dukungan senior manajemen untuk sistem juga
dibutuhkan.
Langkah pertama dari proses manajemen kinerja dimulai dengan memahami dan
mengidentifikasi keluaran-keluaran atau hasil-hasil yang penting dari kinerja. Divisi,
departemen, team, dan karyawan harus bekerja sama atas tujuan dan perilaku mereka, dan
memilih untuk menentukan aktivitas apa yang membantu mereka untuk mencapai strategi dan
tujuan organisasi.
Langkah kedua menyangkut pemahaman atas proses (atau bagaimana) untuk mencapai tujuan
yang telah dibuat di langkah pertama. Ini termasuk mengidentifikasi pengukuran tujuan,
perilaku dan aktivitas yang akan membantu karyawan untuk mencapai hasil kinerja. Tujuan,
perilaku dan aktivitas harus dapat diukur sehingga manajer dan karyawan dapat menentukan
apakah telah tercapai. Selain itu tujuan, perilaku dan aktivitas harus merupakan bagian dari
deskripsi pekerjaan karyawan.
Langkah ketiga, dukungan organisasi termasuk menyediakan karyawan dengan pelatihan, alat
dan sumber daya yang dibutuhkan, dan umpan balik komunikasi yang sering antara karyawan
dan manajer yang berfokus pada kinerja yang baik dan tantangan kinerja yang dihadapi.
Langkah keempat, manajer dan karyawan mendiskusikan dan membandingkan hasil dari target
kinerja dan sikap yang karakter pendukung dengan hasil yang sebenarnya. Dilanjutkan dengan
langkah kelima, dimana hasil dari evaluasi yang dilakukan sebelumnya dapat diperoleh
informasi-informasi berkaitan dengan kekurangan yang dihadapi dan mencari tahu bagaimana
cara untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut.
Langkah terakhir dari proses manajemen kinerja yaitu mengidentifikasi hal-hal apa yang harus
didapat atas semua yang dilakukan oleh karyawan. Hal-hal tersebut dapat berupa kompensasi
(peningkatan gaji dan pemberian bonus), promosi dan pengembangan karir .
Strategi ini menekankan pentingnya sistem manajemen kinerja untuk menuntun para karyawan
agar dapat berkontribusi terhadap keberhasilan organisasi.
Kebanyakan sistem-sistem penilaian perusahaan tetap sama dalam waktu yang lama dan
melalui berbagai penekanan strategis, namun ketika strategi perusahaan berubah, perilaku para
karyawan juga harus berubah. Fakta menununjukkan bahwa sistem-sistem penilaian sering kali
tidak berubah sehingga mungkin menjelaskan alasan banyak manajer melihat sistem-sistem
penilaian kinerja memiliki dampak yang kecil terhadap efektivitas perusahaan.
2. Validity (Keabsahan)
Adalah sejauh apa ukuran kinerja menilai seluruh dan hanya aspek-aspek kinerja yang penting.
Agar ukuran kinerja menjadi abash, maka ukuran kinerja tidak boleh kurang atau tercemar.
Keabsahan berkaitan dengan memaksimalkan kesesuaian antara kinerja pekerjaan aktual
dengan ukuran kinerja pekerjaan.
Sebagai contoh ukuran kinerja tidak mengukur seluruh aspek kinerja adalah sistem pada
universitas besar yang menilai staf pengajarnya lebih berdasarkan penelitian daripada mengajar
sehingga relatif mengabaikan aspek kinerja yang penting.
Contoh ukuran yang tercemar adalah penggunaan angka penjualan aktual untuk mengevaluasi
para tenaga penjual di seluruh wilayah regional yang sangat berbeda. Penjualan sering kali
sangat bergantung pada wilayah (jumlah para pelanggan potensial, jumlah para pesaing dan
kondisi ekonomi) daripada kinerja aktual dari tenaga penjual. Tenaga penjual yang sudah
bekerja keras dan lebih baik dari orang lain mungkin tidak memiliki banyak potensi penjualan
seperti wilayah lain. Dengan demikian, angka-angka tersebut sendiri akan menjadi ukuran yang
sangat dipengaruhi oleh hal-hal di luar kendali individu yang bersangkutan.
3. Reability (Keandalan)
adalah konsistensi dari pengukuran kinerja (tidak berubah-ubah); tingkatan dimana
pengukuran kinerja adalah bebas dari kesalahan random (random error).
Sebagai contoh, jika tenaga penjual dievaluasi berdasarkan volume penjualan aktual selama
bulan tertentu, hal itu akan penting untuk mempertimbangkan keadaan tidak berubah-ubahnya
di sepanjang waktu penjualan bulanan.
Toko sepatu akan mengalami peningkatan penjualan pada masa-masa kenaikan kelas dan
menjelang hari raya besar tetapi penjualan akan menurun di luar bulan-bulan tersebut. Oleh
karena itu pengukuran kinerja harus dilakukan secara tetap di sepanjang waktu.
4. Acceptability (Penerimaan)
Adalah luasan dimana ukuran kinerja dianggap dapat memuaskan atau mencukupi oleh
individu-individu yang menggunakannya.
Penerimaan dipengaruhi oleh sejauh apa para karyawan yakin bahwa sistem manajemen
kinerjanya adil.
Dalam mengembangkan dan menggunakan sistem manajemen kinerja, para manajer harus
mengambil langkah-langkah yang ditampilkan pada kolom “Dampak” pada Tabel 2 agar dapat
memastikan bahwa sistem manajemen kinerja dianggap adil. Penelitian menunjukkan bahwa
sistem manajemen yang dianggap tidak adil cenderung ditantang secara hokum, dapat
digunakan secara tidak benar dan menurunkan motivasi karyawan untuk memperbaiki diri.
5. Specificity (Kekhususan)
adalah luasan dimana ukuran kinerja memberikan arahan rinci bagi karyawan tentang apa yang
diharapkan dari mereka (karyawan) dan bagaimana mereka dapat memenuhi harapan-harapan
tersebut.
a. Pemeringkatan
Pemeringkatan yang sederhana mensyaratkan manajer untuk memberikan peringkat kepada
karyawan di departemennya yang mempunyai kinerja tertinggi hingga individu yang
kinerjanya terendah.
c. Perbandingan pasangan
Metode perbandingan pasangan mensyaratkan para manajer untuk membandingkan tiap
karyawan dengan tiap karyawan lain pada kelompok pekerjaan, serta memberikan angka 1
kepada karyawan setiap kali ia dianggap sebagai pelaku yang berkinerja lebih tinggi. Setelah
semua pasangan dibandingkan, manajer menghitung berapa kali setiap karyawan menerima
keputusan yang menguntungkan (menjumlahkan angka-angka), dan ini menjadi angka kinerja
dari karyawan.
Pendekatan perbandingan pengukuran kinerja adalah alat yang efektif dalam membedakan
kinerja karyawan. Pendekatan tersebut hampir menghilangkan berbagai masalah toleransi,
kecenderungan memusat, dan keketatan. Hal ini sangat berguna jika hasil ukuran-ukuran itu
harus digunakan dalam membuat keputusan-keputusan administrasi seperti kenaikan gaji dan
promosi tetapi di satu sisi menempatkan beban yang berat pada manajer untuk memberikan
umpan balik khusus dari alat penilaian itu sendiri. Pada akhirnya, banyak karyawan serta
manajer cenderung tidak menerima evaluasi-evaluasi berdasarkan pendekatan perbandingan.
Evaluasi bergantung pada cara kinerja para karyawan berkaitan dengan karyawan lainnya
dalam kelompok, tim atau departemen (standar baku) bukan pada standar-standar kinerja yang
mutlak, yaitu sangat baik, baik, adil, serta buruk.
Bentuk paling umum dari pendekatan atribut manajemen kinerja adalah skala pemeringkatan
grafis. Tabel 4 menunjukkan skala pemeringkatan grafis yang digunakan pada perusahaan
manufaktur. Daftar sifat dievaluasi dengan lima angka (atau jumlah angka lainnya 1-5) skala
pemeringkatan. Manajer menganggap karyawan dapat melingkari angka yang menandai
banyaknya difat individu yang dimiliki.
Namun teknik-teknik tersebut meleset pada beberapa kriteria manajemen kinerja yang efektif.
Metode-metode itu biasanya memiliki standar-standar yang sangat tidak jelas yang terbuka
terhadap berbagai penafsiran yang berbeda oleh para penilai yang berbeda. Karena itu, para
penilai yang berbeda sering memberikan peringkat dan golongan yang sangat berbeda.
Hasilnya adalah baik keabsahan maupun keandalannya biasanya rendah.
a. Peristiwa-peristiwa penting
Pendekatan peristiwa-peristiwa penting mensyaratkan para manajer untuk mencatat contoh-
contoh khusus tentang kinerja yang efektif dan tidak efektif pada karyawannya.
Peristiwa-peristiwa tersebut memberikan umpan balik khusus kepada karyawan tentang hal-
hal yang mereka lakukan dengan baik dan hal-hal yang mereka lakukan dengan buruk. Namun,
sebagian besar manajer tidak dapat mencatat dan menyimpan peristiwa-peristiwa tersebut.
Teknik-tekniknya bervariasi, tetapi secara umum terdiri dari 4 unsur. Pertama, teknik tersebut
menentukan serangkaian perilaku utama yang diperlukan pada kinerja pekerjaan. Kedua,
teknik tersebut menggunakan sistem pengukuran untuk menilai apakah perilaku-perilaku
tersebut kelihatan. Ketiga, manajer atau konsultan memberitahukan kepada para karyawan
tentang perilakunya, bahkan mungkin menetapkan berbagai sasaran, yaitu seberapa sering para
karyawan harus menunjukkan perilaku-perilaku tersebut. Pada akhirnya, umpan balik dan
penguatan diberikan kepada para karyawan.
Pendekatan perilaku dapat menjadi sangat efektif karena menghubungkan strategi perusahaan
dengan perilaku tertentu yang diperlukan untuk melakukan strategi. Pendekatan ini juga
memberikan bimbingan dan umpan balik tertentu bagi para karyawan tentang kinerja yang
diharapkan dari mereka.
Kelemahan utama dari pendekatan ini berhubungan dengan konteks sistem organisasi.
Meskipun pendekatan perilaku dapat berhubungan erat dengan strategi perusahaan, berbagai
perilaku dan ukuran harus terus dipantau dan diperbaiki agar dapat memastikan bahwa perilaku
san ukuran tersebut masih berkaitan dengan fokus strategi.
ProMES terdiri dari 4 langkah. Pertama, orang-orang pada organisasi mengidentifikasi produk
atau serangkaian aktifitas atau tujuan, sedangkan organisasi mengharapkan dapat
mencapainya. Kedua, karyawan mendefinisakan berbagai indikator produk. Berbagai indikator
merupakan ukuran-ukuran dari seberapa baik produk yang dihasilkan oleh organisasi. Ketiga,
karyawan menetapkan berbagai kemungkinan antara jumlah indikator dan tingkat evaluasi
yang terkait dengan jumlah tersebut. Keempat, mengembangkan sistem umpan balik yang
memberikan informasi kepada para karyawan dan kelompok kerja tentang tingkat kinerja
tertentu pada setiap indikator.
Kelemahan pendekatan ini adalah para individu mungkin hanya berfokus pada aspek-aspek
kinerja yang diukur dan mengabaikan yang tidak diukur.
Umpan balik kinerja dari para manajer, rekan kerja dan para pelanggan harus berdasarkan
dimensi-dimensi, seperti keterampilan kerja sama, sikap inisiatif, dan komunikasi. Evaluasi
kinerja harus meliputi pembahasan tentang rencana-rencana karir karyawan. Pendekatan
kualitas juga sangat menekankan bahwa sistem-sistem penilaian kinerja harus dihindari untuk
memberikan evaluasi secara keseluruhan terhadap karyawan, seperti pemberian peringkat
sangat baik, baik dan buruk.
Mengkategorikan para karyawan diyakini akan mendorong mereka untuk berperilaku dengan
cara-cara yang diharapkan berdasarkan peringkatnya. Misalnya, para individu yang berkinerja
“rata-rata” mungkin tidak termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya, melainkan dapat terus
berkinerja pada level tersebut karena para karyawan tidak memiliki pengendalian atas kualitas
sistem di mana mereka bekerja, evaluasi-evaluasi-evaluasi kinerja karyawan tidak boleh
dikaitkan dengan kompensasi. Tingkat kompensasi harus berdasarkan tingkat gaji yang berlaku
di pasaran, senioritas dan hasil-hasil bisnis yang disebarluaskan secara adil bagi seluruh
karyawan.
Teknik-teknik pengendalian proses statistik sangat penting pada pendekatan kualitas. Teknik-
teknik tersebut memberikan output yang objektif kepada karyawan untuk mengidentifikasi
berbagai penyebab masalah dan pemecahannya yang potensial. Teknik-teknik tersebut dapat
berupa analisis proses, diagram sebab akibat, diagram Pareto, peta kendali, histogram dan
scattergram.
DAFTAR PUSTAKA
1. Noe, Hollenback, Gerhart and Wright. Human Resource Management: Gaining a
Competitive Advantage. 7th Edition. New York : McGrawHill International, 2010
Studi Kasus
PT. PERTAMINA (PERSERO) Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Teluk Kabung merupakan
salah satu badan usaha milik negara yang bergerak di bidang minyak dan gas. Salah satu tugas utama
dari TBBM Teluk Kabung adalah sebagai tempat Penerimaan, Penyimpanan, dan Penyaluran. TBBM
Teluk Kabung memiliki peran penting dalam mendistribusikan BBM di wilayah Sumatera Barat dan
sekitarnya.
Menurut Moeheriono (2012), salah satu faktor yang paling penting dan mampu menentukan
keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi adalah faktor sumber daya manusia atau disebut SDM.
Dalam “Ekonomi Baru”, Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan pondasi bagi penciptaan nilai.
Berbagai kajian menunjukkan bahwa hingga 85 persen nilai suatu perusahaan didasarkan pada
intangible asset (Ulrich, dkk, 2009). Sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia,
TBBM Teluk Kabung juga memiliki Manajemen kinerja. Manajemen kinerja yang ada di TBBM Teluk
Kabung dibagi menjadi 2, yaitu Manajemen kinerja organisasi dan Manajemen kinerja karyawan.
Manajemen kinerja organisasi yang ada di TBBM Teluk Kabung sering disebut POSE atau
Pertamina Operation & Service Excellent. POSE memberikan informasi tentang penilaian organisasi
secara keseluruhan yang dilakukan oleh Pertamina. Sistem penilaiannya dilakukan dengan cara audit
silang, maksudnya TBBM Teluk Kabung menilai TBBM lain, sementara itu TBBM lain menilai TBBM
Teluk Kabung. Dari penilaian tersebut akan terlihat hasil yang didapatkan dari masing-masing TBBM.
POSE memiliki 13 elemen yang dinilai dari keseluruhan perusahaan, terdiri dari kepemimpinan
dan akuntabilitas, informasi dan dokumentasi, penilaian resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Lindung Lingkungan K3LL, desain dan konstruksi yang aman, keselamatan dan kemananan operator,
quantity dan quality assurance, pemeliharaan dan kehandalan, SDM yang profesional dan
housekeeping, manajemen perubahan, manajemen keadaan darurat, penyelidikan insiden, customer
focus, serta manajemen kontraktor dan pihak terkait. PT. PERTAMINA (PERSERO) TBBM Teluk Kabung
menargetkan posisi perusahaan ada pada peringkat “GOLD” di Tahun 2014 yang memiliki standar
kriteria persentase penilaian secara keseluruhan adalah sebesar 90% (PT. PERTAMINA (PERSERO)
TBBM Teluk Kabung, 2014).
Dari hasil nilai audit POSE pada tahun 2013 sebesar 92% dan pada tahun 2014 meningkat
menjadi 93,9%. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap hasil penilaian audit POSE, terdapat 4 elemen
yang mengalami penurunan, empat elemen tersebut yaitu elemen 1 (Kepemimpinan dan
Akuntabilitas), elemen 3 (Penilaian Resiko K3LL), elemen 12 (Customer Focus), dan elemen 13
(Manajemen Kontraktor dan Pihak Terkait).
Masing-masing elemen tersebut memiliki hubungan yang kuat dengan peranan penting SDM di
TBBM Teluk Kabung, namun dari 13 elemen yang terdapat dalam POSE, masingmasing sub elemennya
tidak memiliki cakupan dalam bidang Human Resources atau dengan kata lain tidak terdapat sub
elemen yang mendukung pencapaian kinerja SDM-nya agar dapat membantu meningkatkan nilai-nilai
efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja perusahaan.
Oleh karena itu, diperlukan adanya evaluasi sistem pengukuran kinerja perusahaan dengan
pendekatan Human Resources yang lebih mendalam, sehingga dengan diberikannya usulan perbaikan
pada beberapa aspek Human Resources, diharapkan dapat membentuk perusahaan untuk
meningkatkan kinerja karyawannya. Karena, peningkatan kinerja pada aspek Human Resources sangat
berpengaruh bagi perusahaan terutama dalam hal menciptakan nilai keuntungan bagi perusahaan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka secara khusus tujuan penelitian yaitu untuk
mengidentifikasi Key performance indicator (KPI) terpilih yang dapat menunjang peningkatan nilai
POSE dengan menggunakan rancangan HR Scorecard. Mengukur nilai pencapaian kinerja masing-
masing KPI dengan menggunakan metode Scoring System dan evaluasi hasil pengukuran kinerja
dengan metode Traffic Light System. Memberikan rekomendasi perbaikan kinerja perusahaan pada
aspek Human Resources yang skor pencapaiannya masih rendah dengan metode brainstorming.
HR Efficiency (HRE)
2. Biaya perekrutan
3. Biaya Turnover
HR Deliverable (HRD)
2. Kepuasan Kerja
3. Transfer knowledge
4. Transfer Skill
5. Kepemimpinan
3. Jumlah penjualan
5. Training Karyawan
6. Biaya Reward
4. Waktu pelayanan
5. Ketepatan pengiriman