Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

Abses paru didefinisikan sebagai semua lesi di parenkim paru dengan


proses supurasi dan nekrosis jaringan.(1) Dahulu abses paru, dan infeksi di daerah
thorak lainnya, utamanya disebabkan oleh operasi thorak dan tindakan anestesi.
Namun berkat teknologi antibiotik dan kemajuan teknik operasi thoraks serta
anestesi, jika dibandingkan dengan masa lalu, kejadian abses paru sekarang telah
turun drastis. Beberapa faktor resiko yang menyebabkan abses paru antara lain,
pasien-pasien dengan muntah yang berlarut-larut, kelainan neurologik seperti
epilepsi, overdosis obat, alkoholisme, dan lain-lain. Kejadian abses paru sering
juga berkaitan kejadiannya dengan infeksi periodontal dan hygiene gigi dan mulut
yang buruk.(2,3)

EPIDEMIOLOGI
Mortalitas/Morbiditas
Kebanyakan pasien dengan abses paru primer dapat sembuh dengan
antibiotic, dengan tingkat kesembuhan rata-rata sebanyak 90-95%.
faktor host yang menyebabkan prognosis memburuk antara lain usia
lanjut, kekurangan tenaga, malnutrisi, infeksi HIV atau bentuk lain imunosupres,
keganasan, dan durasi gejala lebih dari 8 minggu. Tingkat kematian untuk pasien
dengan status imunocompromised mendasar atau obstruksi bronkial yang
kemudian membentuk abses paru dapat mencapai 75%.
Organisme aerobik, yang biasanya didapat di rumah sakit, juga dapat
menghasilkan prognisa yang buruk. Sebuah studi retrospektif melaporkan tingkat
kematian abses paru-paru yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram
negatif digabungkan adalah sekitar 20%.
Seks
Laki-laki mempunyai prevalensi yang dominan dalam kejadian abses paru
yang dilaporkan dalam beberapa seri kasus yang sudah dipublikasikan.
Umur
Abses paru pada umumnya terjadi pada pasien usia lanjut dikarenakan
meningkatnya penyakit periodontal dan peningkatkan prevalensi disfagi dan

1
aspirasi pada usia ini. Namun, serangkaian kasus dari warga yang tinggal di pusat
perkotaan dengan prevalensi alkoholisme tinggi melaporkan usia rata-rata yang
mengalami abses paru adalah 41 tahun.(4)

ETIOLOGI
Penyebab abses paru diantaranya adalah:
Pneumonia nekrotikans, aspirasi benda asing, emboulus septik atau infeksi
pada infark paru, obstruksi bronkial oleh tumor, infeksi kista atau bula, perluasan
bronkiektasis ke parenkim, luka tembus dada, dan perluasan infeksi
transdiafragmatika seperti abses subfrenik dan amebik. (5,6,7,8)
Bakteri anaerob terdapat di hampir semua abses paru, kadang-kadang
dalam jumlah yang sangat banyak. Pada 89% kasus, penyebab abses paru adalah
bakteri anaerob. Yang paling sering adalah Peptostreptococcus, Bacteroides,
Fusobacterium dan Microaerophilic streptococcus. (6)
Kebanyakan abses paru yang terjadi pada anak-anak disebabkan oleh
adanya aspirasi benda asing. (5)
Abses paru dapat muncul sebagai komplikasi dari pneumonia aspirasi
akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya memiliki masalah
periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang berasal dari celah
gusi sampai ke saluran pernafasan bawah dan menimbulkan infeksi. Tubuh
memiliki sistem pertahanan terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya
terjadi jika sistem pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang ditemukan
pada:
- seseorang yang berada dalam keadaan tidak sadar atau sangat mengantuk karena
pengaruh obat penenang, obat bius atau penyalahgunaan alkohol.
- penderita penyakit sistem saraf.
Organisme lainnya yang tidak terlalu sering menyebabkan abses paru adalah:
- Staphylococcus aureus
- Streptococcus pyogenes
- Streptococcus pneumoniae
- Klebsiella pneumoniae

2
- Haemophilus influenzae
- spesies Actinomyces dan Nocardia
- Basil gram negatif. (9,10,11)

Penyebab non-bakteri juga bisa menyebabkan abses paru, diantaranya:


- Parasit (Paragonimus, Entamoeba)
- Jamur (Aspergillus, Cryptococcus, Histoplasma, Blastomyces, Coccidioides)

ANATOMI
Rongga thoraks atau cavitas thoracis terbagi menjadi tiga ruangan yaitu dua
rongga pleura dan sebuah rongga mediastinum. Paru-paru dan pleura mengisi
sebagian besar rongga thoraks dengan jantung diantaranya. (12)

Saluran napas bagian atas mempunyai fungsi utama sebagai penghantar udara dari
dan ke alveolus sebagai tempat pertukaran udara yang sebenarnya. Trachea, (dari
bahasa latin trachia, “pipa udara”) dimulai dari laring dan memanjang hingga +/-
12 cm hingga percabangan trachea. Selanjutnya trachea bercabang menjadi main
bronchus. Main bronchus dari masing-masing paru-paru bercabang lagi menjadi
lobar dan segmental bronchi. Paru kanan mempunyai 3 lobus yaitu lobus atas,
tengah, dan bawah. Paru kiri mempunyai 2 lobus yaitu lobus atas (termasuk
lingula) dan lobus bawah. (12)

3
Gambar 1
Dikutip dari kepustakaan 12
Tiap paru-paru masing-masing mempunyai membran serosa berlapis dua yang
disebut pleura (dari bahasa latin, berarti rusuk). Pleura terdiri dari 2 lapisan
penyusun, lapisan viscera (dari bahsa latin, viscus, “bagian dalam tubuh”) dan
lapisan parietal (dari bahasa latin, yang berarti dinding). Pleura parietalis
merupakan selaput tipis dari membrana serosa yang melapisi rongga pleura.
Pleura parietalis dibagi menjadi pars costalis yang melapisi permukaan dalam
dinding thorax, pars mediastinalis yang membungkus mediastinum dan sisi
rongga pericardium, pars diaphragmatica yang melapisi permukaan atas dari
diaphragma. Sedangkan pleura visceralis membungkus paru-paru dan melekat erat
pada permukaannya. Permukaan pleura ini tipis dan halus sehingga mudah
bergeser dengan pleura parietalis.(12)
Lobus dari paru-paru dipisahkan oleh invaginasi dari pleura visceral, yang disebut
fissura. Paru-paru kanan mempunyai dua fissura, fisurra mayor yang memisahkan
lobus superior dan lobus medial, dan fissura minor yang memisahkan lobus
medial dan lobus inferior. Sedangkan paru-paru kiri hanya mempunyai satu
fissura, yaitu fissura mayor yang memisahkan lobus superior dan lobus inferior.

4
Lobus kemudian dibagi lagi menjadi segmen, dimana setiap segmen terdapat
bronchi segmentalis dan arteri serta vena segmentalis. (13)
Pembuluh darah dalam paru– paru, arteri pulmonalis membawa darah yang sudah
tidak mengandung oksigen dari partikel kanan jantung ke paru – paru ; cabang–
cabangnya menyentuh saluran bronkial, bercabang dan bercabang lagi sampai
menjadi arteriola halus ; arteriola itu membelah – belah dan membentuk jaringan
kapiler dan kapiler –kapiler itu menyentuh dinding alveoli atau gelembung udara.
Kapiler itu hanya dapat memuat sedikit maka praktis dapat dikatakan sel – sel
darah merah membuat garis tunggal. Alirannya bergerak lambat dan dipisahkan
dari udara dalam alveoli hanya oleh dua membran yang sangat tipis, maka
pertukaran gas berlangsung dengan difusi, yang merupakan fungsi pernafasan.
Kapiler paru – paru bersatu sampai menjadi pembuluh darah lebih besar dan
akhirnya dua vena pulmonalis meninggalkan setiap paru –paru membawa darah
berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk didistribusikan keseluruh tubuh
melalui aorta. Pembuluh darah yang dilukiskan sebagai arteri bronkialis
membawa darah berisi oksigen langsung dari aorta torasika ke paru –paru guna
memberi makan dan mengantarkan oksigen kedalam jaringan paru –paru sendiri.
Cabang akhir arteri –arteri ini membentuk plexus kapiler yang tampak jelas dan
terpisah, terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonalis ,tetapi beberapa dari
kapiler ini akhirnya bersatu kedalam vena pulmonalis. Sisa darah itu diantarkan
dari setiap paru –paru oleh vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena
cava superior. Maka dengan demikian paru –paru mempunyai persediaan darah
ganda.(13)

PATOFISIOLOGI
Aspirasi sering merupakan sumber infeksi organisme campuran gram-negatif dan
anaerob. Ini bisa merupakan akibat dari aspirasi subklinis dan disebut dengan
pneumonia gravitasional. Terutama harus dicurigai terdapat aspirasi apabila
kavitas terjadi di bagian paru yang berada di bawah. Keadaan klinis seperti
hygiene mulut yang jelek, alkoholisme, atau tumor nasofaring, laring atau mulut

5
akan menyokong diagnosa. Pasien biasanya akan menderita demam dengan batuk
produktif. (5)
Faktor predisposisi terjadinya abses paru seorang pasien:
1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan.
Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis dan
kanker paru yang terinfeksi.
2. Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu
Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker
esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia.
3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah, pus,
bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus. Lokalisasi
abses tergantung pada posisi tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju
lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi
dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus
superior atau segmen superior lobus interior paru kanan, hanya kadang-
kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri. (1)

DIAGNOSIS
Untuk menentukan diagnosis pasti dari abses paru haruslah menyingkirkan
kavitas yang ditimbulkan oleh karsinoma ataupun tuberculosis.
Diagnosis abses paru dapat ditegakkan berdasarkan:
1. Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, penurunan berat badan,
panas badan yang ringan, dan batuk yang produktif.
2. Riwayat penyakit sebelumnya. Adanya riwayat penurunan kesadaran
berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan epilepsi.
3. Gambaran radiologis abses paru menunjukkan adanya kavitas berdinding
dengan air fluid level di dalam kavitas(dibahas pada bab selanjutnya).
4. Bronkoskopi. Untuk mengetahui adanya obstruksi pada bronkus.
Obstruksi bronkial skunder biasanya disebabkan oleh karsinoma.
5. Kultur sputum dapat mengidentifikasi penyebab dari abses paru (5,6,7,14)

6
GAMBARAN KLINIS
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala
pneumonia pada umumnya yaitu:
o Panas badan
 Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang
dijumpai dengan temperatur > 400C.
o Batuk
 Pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan
rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat
dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe)
o Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oroe
 Dijumpai berkisar 40 – 75% penderita abses paru.
o Nyeri yang dirasakan di dalam dada
o Batuk darah
o Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan
berat badan.
Pada pemeriksaan fisis dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti
redup pada perkusi, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari
tabuh serta takikardi.(15)

GAMBARAN RADIOLOGIS
1. Foto Thorax

Kavitas
Abses paru ditandai dengan peradangan di jaringan paru yang menimbulkan
nekrosis dengan pengumpulan nanah. Pada foto PA dan lateral abses paru
biasanya ditemukan satu kavitas, tetapi dapat pula multi-kavitas berdinding tebal
dengan diameter antara 2-20 cm. Biasanya ditemukan pula permukaan udara dan
cairan di dalamnya (air-fluid level). (15,16)

7
Gambar 2. Gambaran kavitas pada abses paru
Dikutip dari kepustakaan 17

Gambaran radiologik kavitas paru merupakan hasil dari nekrosis parenkim paru
dengan evakuasi jaringan nekrotik melalui percabangan trakeobronkial. Adanya
hubungan dengan percabangan memungkinkan udara memasuki daerah nekrotik,
dan ini menimbulkan gambaran radiologik berupa defek lusen. (6,16,18)
Nekrosis tipe ini akan mengakibatkan hilangnya corakan bronkovaskular normal
yang diakibatkan oleh dekstruksi hampir seluruh dinding alveoli, septa
interlobularis, dan bronkovaskular pada daerah kavitas. Parenkim paru normal di
sekitarnya bereaksi terhadap jaringan nekrosis ini dengan membentuk suatu reaksi
inflamasi di sekitar bahan nekrotik dengan edema lokal dan pendarahan. Dinding
kavitas dibentuk oleh infiltrat inflamasi di sekitar lesi, edema, perdarahan, dan
jaringan paru normal yang tertekan. (6,16,18)

8
Istilah abses paru biasanya digunakan untuk kavitas yang terjadi akibat infeksi
piogenik. Abses biasanya adalah komplikasi yng ditunjukkan dengan adanya
proses yang destruktif yang mengakibatkan vaskulitis dengan trombosis pada
pembuluh darah yang menyuplai parenkim paru, dan dengan demikian
mengakibatkan nekrosis dari jaringan paru tersebut. Abses yang terbentuk dari
bahan nekrotik akan tampak sebagai jaringan lunak sampai terhubung dengan
bronkus. Hubungan ini memungkinkan pengaliran keluar debris nekrotik. Bahan
nekrotik ini akan dibatukkan keluar dan akan menimbulkan gambaran radiologik
berupa defek lusen atau kavitas. Seiring dengan membesarnya fokus supurasi,
abses akhirnya akan pecah ke saluran napas. Oleh karena itu, eksudat yang
terkandung di dalamnya mungkin keluar sebagian, dan menghasilkan batas udara
air (air-fluid level) di dalam cavitas pada pemeriksaan radiografik.(6,16,18)

Kadang-kadang, abses pecah ke dalam rongga pleura dan menghasilkan fistula


bronkopleuura, yang menyebabkan pneumothorak atau empiema.(6)
Nekrosis awal dengan pencairan lesi paru tidak dapat dideteksi dengan foto polos
maupun tomografi konvensional sebelum isinya yang cair dikeluarkan. Tetapi, ct-
scan cukup peka untuk membedakan densitas yang disebabkan oleh pencairan ini,
dan mungkin berguna untuk mendeteksi adanya nekrosis awal pada infeksi paru
atau neoplasma.(18)

9
Gambar 3. Gambaran kavitas disertai air fluid level pada abses paru(panah). Foto
diambil dalam proyeksi right lateral decubitus
Dikutip dari kepustakaan 19

Gambar 4. Gambaran kavitas disertai air fluid level pada abses paru. Foto diambil
dalam posisi lateral(kiri) dan PA(kanan)
Dikutip dari kepustakaan 19

Foto thoraks yang baik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis maupun
untuk menentukan lokalisasi. Foto thorak sebaiknya dibuat dengan proyeksi PA
dan lateral. Foto thoraks yang pertama harus dibuat secepat mungkin setelah
diagnosa diperkirakan, karena selain untuk perencanaan pengobatan, juga
digunakan sebagai suatu kontrol untuk dibandingkan dengan lesi pada foto
berikutnya.(20)

2. CT- Scan

CT-scan dapat membantu visualisasi anatomi yang lebih baik daripada foto
thorax, dan sangat berguna untuk membedakan abses paru dengan empyema atau
infark paru, ataupun kelainan paru lain dengan lesi berupa kavitas.(4)

10
Gambar 5. CT-Scan pada abses paru. Terlihat gambaran kavitas dengan air
fluid level di dalamnya
Dikutip dari kepustakaan 17

Gambaran khas CT-Scan abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan
kavitas berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang
rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada
dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru
dan bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-
sisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru
umumnya 75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.(4,16)

DIAGNOSIS BANDING SECARA RADIOLOGIS

11
Karsinoma

Pemeriksaan radiologis untuk mencari tumor ganas bermacam-macam antara lain


bronkografi invasif, CT-scan dengan pesawat yang canggih, tetapi pemeriksaan
radiologik konvensional (thorax PA, lateral) masih tetap mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi. Meskipun kadang-kadang tumor itu sendiri tidak terlihat,
tetapi kelainansebagai akibat adanya tumor akan dicurigai ke arah keganasan.
Kelainan tersebut misalnya kelainan emfisema setempat, atelektasis, peradangan
sebagai komplikasi tumor, dan pembesaran kelejar hilus yang unilateral.(16)
Bayangan nodul pada paru berukuran beberapa milimeter sampai 4 cm atau lebih
dan tidak mengandung kalsifikasi harus diutamakan pada kecurigaan sebagai
karsinoma bronkogen terutama usia diatas 40 tahun.
Karsinoma bronkus primer merupakan penyebab yang paling sering berupa
kavitas soliter yang merupakan deposit sekunder. Kavitas yang jinak berlokasi di
sentral dan memiliki dinding yang regular. Sedangkan kavitas soliter yang ganas
memiliki kavitas eksentrik dengan dinding irreguler.(21) Banyak teori yang
mengemukakan mengenai terbentuknya kavitas pada karsinoma. Teori yang
paling umum adalah obstruksi dari arteri yang memperdarahi nodul tersebut,
sehingga terjadi infark sentral. (3)

12
Gambar 6. Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan kavitas.

Dikutip dari kepustakaan 17


Sifat dinding kavitas berguna untuk diagnosis banding lesi-lesi ini. Kavitas yang
disebabkan oleh penyakit maligna cenderung mempunyai dinding dalam yang
tidak teratur dan noduler, walaupun dinding luarnya bisa berbatas tegas atau tidak.
Kavitas pada inflamasi biasanya mempunyai dinding dalam yang halus. Sebagai
tambahan, semakin tebal dinding suatu kavitas, semakin besar kemungkinan
maligna, kecuali pada kasus dimana kavitas terbentuk amat cepat(dalam beberapa
hari), pada kasus dimana kavitas berasal dari trauma atau infeksi. (22)

13
Tuberculosis
Gambaran radiologis pada Tuberkulosis aktif diantaranya terdapat kavitas, bisa
tunggal atau multipel. Selain itu terdapat bayangan berawan atau bercak dengan
batas yang tidak tegas. Pada tuberkulosis lama baik aktif maupun tenang terdapat
kalsifikasi dan serat-serat fibrosis. Lesi pada tuberkulosis terutama terdapat pada
lapangan paru atas. Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada
abses paru. Pada tuberkulosis didapatkan BTA.

Gambar 7. Gambaran tuberculosis, terlihat proses terbentuknya kavitas. Kavitas


pada tuberculosis umumnya terletak di lapangan paru atas.
Dikutip dari kepustakaan 23

14
Gambar 8. Kavitas pada tuberculosis tanpa disertai air fluid level
Dikutip dari kepustakaan 23
Secara umum, kavitas yang terdapat pada abses paru dan tuberculosis adalah
hampir sama. Oleh karena tuberculosis lebih sering terjadi di lapangan paru atas,
maka kavitas pada tuberculosis juga sering terdapat pada lapangan paru atas. Lain
halnya dengan kavitas pada abses paru yang dapat terjadi di seluruh lapangan
paru. Selain itu, air-fluid level lebih sering terdapat pada kavitas yang terjadi oleh
abses paru sedangkan air-fluid level dilaporkan terjadi hanya pada 9%-21% dari
kavitas pada TB.(24) Kavitas pada tuberculosis biasanya masih dikelilingi oleh
bayangan bercak berawan.

15
TERAPI
Terapi abses paru
Terapi antibiotik
Penisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali sehari
intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negatif dapat
ditambahkan kloramfenikol 500 mg empat kali sehari. Respons terapi
yang baik akan terjadi dalam 2-4 minggu, dan selanjutnya bisa dilanjutkan
dengan terapi antibiotik peroral. Pada terapi peroral diberikan:
Penisilin oral 750 mg empat kali sehari.
Apabila hasil terapi kurang memuaskan, terapi dapat dirubah dengan:
Klindamisin 600 mg tiap 8 jam,
Metronidazol 4x500 mg, atau
Gentamisin 5 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis tiap hari.(1)
Drainase postural
Selalu dilakukan bersama dengan pemberian terapi antibiotik. Tubuh
diposisikan sedemikian rupa sehingga drainase pun menjadi lancar. Pada
kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus,
dengan produksi sputum purulen. (1)
Bronkoskopi
Penting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun menjadi
lancar.(18) Pada beberapa kasus, harus dikerjakan pula bronkoskopi untuk
menilai daerah abses pada cabang-cabang bronkial.(5)
Bedah
Sekarang ini intervensi bedah sangat jarang dilakukan pada pasien abses
paru. Tindakan bedah pada abses paru biasanya dilakukan pada kasus
dengan komplikasi seperti haemoptisis masif, fistulla bronchopleural dan
empiema.(2,16)

Untuk abses akut, sebelum dilakukan upaya pembedahan harus dilakukan


upaya medik lainnya terlebih dahulu. Tanda-tanda kemajuan pada

16
pengobatan adalah pengurangan batuk, sputum, demam, toksisitas,
infiltrasi, dan kavitasi pulmoner secara radiologik. Bila tidak ada tanda-
tanda kemajuan setelah 3-6 minggu, dapat dilakukan tindakan
pembedahan. Namun apabila tindakan bedah tidak memungkinkan akibat
kondisi pasien yang buruk, tindakan bedah yang dapat dilakukan hanyalah
pengaliran melalui reseksi iga.
Abses kronik yang tak menunjukkan respon terhadap terapi medik,
memerlukan reseksi ligamen atau lobus yang terkena. (5)

PROGNOSIS
Bila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik.(1) Lebih dari 90% dari
abses paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan oleh
obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang disebabkan
oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era preantibiotika dan
sampai 15 – 20 % pada era sekarang.(21,22)
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis
yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi.
Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai
berikut :(21)
1. Anemia dan Hipoalbuminemia
2. Abses yang besar (φ > 5-6 cm)
3. Lesi obstruksi
4. Bakteri aerob
5. Immunocompromised
6. Usia tua
7. Gangguan intelegensia
8. Perawatan yang terlambat (21)

17
Angka kematian untuk pasien dengan status yang mendasari
immunocompromised atau obstruksi bronkial yang dapat memperburuk abses
paru-paru mungkin mencapai 75%.(14)

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff, Hodd. Mukty, H. Abdul(ed). Dasar-dasar ilmu penyakit paru.


Surabaya: Airlangga University Press. 2005. Hal 136-140
2. Niederman, Michael S. Pneumonia, including community-acquired and
nosocomial pneumonia in:Crapo, james D. Glassroth, Jeffrey. Karlinsky,
Joel. King, JR, Talmadge. Textbook of pulmonary diseases. Seventh
Edition. Philadelphia:Little Brown & Company. 2004. Hal 409-412
3. Felson, Benjamin. Chest roentgenology. Philadelphia: W.B. Saunders
Company. 1973.Hal 319
4. Kamangar, Nadar. Lung abscess. Updated on [19 Agustus 2009] cited on
[27 September 2011] available at: www.emedicine.com
5. Schrock, Theodore R. Sistem pulmoner in:Handbook of surgery. Jakarta:
EGC. Hal 200-201
6. Kumar, Vinay. Cotran, Ramzi S. Robbins, Stanley L. Paru dan saluran
napas atas in:Buku ajar patologi. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran. 2007. Hal 556
7. McGowan, Pippa. Disorders of the lung in:Respiratory system. Second
Edition. Edinburgh: Mosby. 2003. Hal 129-130
8. Busroh, Ismid D.I. Rachmaad, Kukuh Basuki. Trakea, mediastinum, dan
paru in:Sjamsuhidajat, R. de Jong, Wim. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.2005. hal 430
9. Goodman, Lawrence R. Felson’s principles of chest roentgenology. Third
Edition. New York: Saunders Elsevier. Hal 216
10. Ketai, Loren H. Lofgren, Richard. Meholic, Andrew J. Infectious lung
disease in:Fundamental of chest radiology. New York:Saunders Elsevier.
2006. Hal 112-115
11. Sutton, David. Inflammatory diseases of the lung in:Pulmonary infection
in a textbook of radiology and imaging. Vol 1. 5th Edition. London:
Churchil Livingstone. 1992. Hal 416-417

19
12. Wibowo, Daniel S. Paryana, Widjaja. Anatomi tubuh manusia. Bandung:
Graha Ilmu. 2007. Hal 210-211
13. Gunderman, Richard B. Anatomy and physiology in:Essential radiology.
New York: Thieme. 2006. Hal 69-73
14. Hammond, J.M.Janet. et.al. The etiology and antimicrobial susceptibility
patterns of microorganisms in acute community-acquired lung abscess.
www.chestjournal.chestpubs.org. 4 October 1995. Page 937-940.
15. Ali, Juzar. Summer, Warren R. Levitsky, Michael G. Pulmonary
pathophysiology. New York: McGraw-Hill. 2004. Hal 409-412
16. Budjang, Nurlela. Radang paru yang tidak spesifik. Abses paru. Dalam:
Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005.
Hal 100-101
17. Datin, Abhijit. Lung Abscess. Cited on [27 September 2011] available
at:www.radiopaedia.org
18. Reed. James C. radiologi Thoraks. Foto polos dan Diagnosis Banding.
Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. 1995. Hal 320-321
19. Prais, D. Lung abscess complicatory. Cited on [27 September 2011]
available at: www.adc.bmj.com
20. Klein, J.S. Schultz, Scoot. Heffner, John E. Interventional radiology of the
chest. Available at:www.`ajronline.org.
21. Hisberg, Boaz, dkk. Factor predicting mortality of patient with lung
abscess.available at: www.chestjournal.chestpubs.org
22. Feigin, David S. Forrest, John V. Lubang pada paru in: Yang penting pada
radiologi toraks. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika. 1992. Hal 41-43
23. Wallis, R.S., J.L.Johnson: Adult tuberculosis in the 21st century:
pathogenesis, clinical features, and management. Citet on [3 Oktober
2011] available at:http://www.mevis-research.de/~hhj/Lunge/Tb.html
24. Ashari, Irwan. Tuberkulosis paru dengan kavitas. Cited on [3 Oktober
2011] available at:www.irwanashari.com

20

Anda mungkin juga menyukai