Ada dua jenis banjir, yakni banjir daerah hulu dan banjir daerah hilir, yang pencegahan dan
penanggulangannya tentu berbeda.
Selama ini pedoman dasar yang dipergunakan untuk pengelolaan air, yaitu air hujan yang jatuh ke
permukaan tanah yang penting dapat dialirkan menuju saluran, parit, sungai kecil, sungai besar dan
seterusnya akhirnya ke laut. Pedoman ini harus diganti dengan mengusahakan agar air hujan
sebanyak mungkin diresapkan ke dalam tanah dan sedikit mungkin mengalir di permukaan tanah.
Beberapa kesalahan pengelolaan di wilayah hulu yang menyebabkan banjir dan longsor dikarenakan
rendahnya kapasitas permukaan tanah menyerap air hujan. Semua ini merupakan kontribusi dari:
3. Tidak ditanaminya daerah kawasan selebar sedikitnya 100 meter kanan-kiri sepanjang sungai
(besar) dengan pohon-pohonan sebagai kawasan hijau.
4. Di daerah perbatasan antara wilayah hulu dan hilir, konversi lahan pertanian menjadi kawasan
pemukiman, perdagangan, industri, infrastruktur jalan, fasilitas umum, dan lain sebagainya yang
menyebabkan kapasitas resapan area menjadi jauh berkurang.
Untuk wilayah hulu yang terkena banjir, banjir biasanya terjadi karena meluapnya sungai utama dan
jebolnya tanggul sungai yang melewati daerah-daerah tersebut. Daerah yang terkena banjir meluas
mulai dari pinggir sungai atau tanggul yang jebol sampai ke wilayah tertentu yang posisinya lebih
rendah. Banjir yang terjadi di Solo dan Madiun akibat meluapnya Sungai Bengawan Solo dan
jebolnya tanggul sungai merupakan contoh dari kasus banjir tipe wilayah hulu.
Pencegahan dan penanggulangan banjir untuk wilayah hulu (atas) karena air luapan sungai utama
adalah: (1) memperbaiki kondisi daerah aliran sungai di wilayah hulunya sebagai daerah resapan air
yang efektif agar tidak menghasilkan debit air sungai yang sangat besar ketika periode musim hujan
tiba; (2) memperbaiki kondisi hutan yang ada di wilayah hulu; (3) memperbaiki sistem pertanian
lahan kering yang ada di wilayah hulunya; (4) menjaga dan memelihara kawasan kanan-kiri sungai
selebar 100 meter dan tanggul sungai sepanjang sungai utama sebagai kawasan hijau pohon-
pohonan.
Untuk mengendalikan banjir yang terjadi tipe wilayah hulu agar cepat teratasi jika datang air luapan
dari sungai yang melaluinya, perlu: (1) memperkuat tanggul-tanggul sungai agar tidak mudah jebol;
(2) Membuat sistem distribusi pengairan air untuk mengalirkan air banjir tersebut ke daerah lain
tanpa menimbulkan perluasan area banjir; (3) meningkatkan kapasitas resapan air di wilayah daerah
banjir.
Sedangkan kesalahan pengelolaan wilayah hilir yang menyebabkan banjir di wilayah hilir (mendekati
pantai) adalah; (1) tidak ditanaminya kawasan selebar sedikitnya 100 meter kanan-kiri sepanjang
sungai; (2) penyempitan area aliran sungai, daerah kawasan kanan-kiri sungai, dan bahkan bagian
dari tanggul sungai dan bantaran sungai yang digunakan sebagai permukiman penduduk; (3) sistem
pengaturan tata air (perkotaan) lambat mengalirkan air yang berasal dari hulu menuju ke laut; (4)
sistem drainase bagian hilir (perkotaan) yang tidak efektif dan lambat mengalirkan air ke laut, seperti
saluran terlalu sempit dan sumbatan sampah; (5) kurangnya luasan daerah-daerah resapan air di
wilayah perkotaan.
Penyebab banjir untuk wilayah hilir atau daerah pantai, pengaruh laut terutama pasang-surut laut
dan ketinggian elevasi daratan sangat mempengaruhi. Meskipun air kiriman melalui sungai besar
tertentu dari wilayah hulu tetap sebagai pemicu banjir, namun tanpa air kiriman itu wilayah hilir pun
dapat juga mengalami banjir karena hujan lokal yang intensif dengan iystem drainase yang buruk
serta air yang berasal dari pasang laut. Kasus banjir rob di wilayah pantai utara Jakarta merupakan
contoh dari kasus ini.
Beberapa prinsip atau upaya utama pencegahan banjir untuk tipe wilayah hilir adalah: (1)
membangun sistem pengairan yang mampu mengalirkan air hujan yang berkumpul di seluruh
wilayah tersebut ke laut secara cepat dan efektif; (2) membangun sistem pengairan yang mampu
mengalirkan air sungai yang berasal dari wilayah hulu menuju ke laut; (3) meningkatkan kapasitas
resapan air di seluruh wilayah hilir; (4) mengendalikan atau mengurangi volume air sungai yang
berasal dari wilayah hulunya dengan cara memperbaiki kondisi daerah aliran sungai wilayah hulunya
atau sebagai daerah resapan air yang efektif agar tidak menghasilkan debit sungai yang besar ketika
periode musim hujan tiba; (5) menjaga dan memelihara kawasan kanan-kiri sungai selebar sedikitnya
100 meter dan tanggul sungai sepanjang sungai utama sebagai kawasan hijau pohon-pohonan.
Sedangkan untuk mengendalikan banjir yang terjadi tipe wilayah hilir atau daerah pantai ketika
terjadi banjir adalah membangun tanggul-tanggul penahan ombak untuk penahan air pasang atau
banjir rob, dan membangun sistem pemompaan air untuk memompa air laut ke laut secara efektif.
1. Persiapan Pemulihan
Terdiri dari serangkaian kegiatan yang merupakan bentuk respon cepat sebagai bagian
dari upaya pemulihan (recovery) sebelum dilakukan rehabilitasi dan rekontruksi pasca
bencana yang lebih terencana. Tahapan ini dilakukan melalui proses review secara partisipatif
dampak bencana dan kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Mandiri Perdesaan yang sudah direncanakan dan atau sedang dilaksanakan.
Kegiatan tindak cepat adalah kegiatan-kegiatan yang dapat secara cepat diidentifikasi
dan dikuantifikasi bersama masyarakat tanpa harus menunggu selesainya semua pendataan
kerusakan sarana prasarana social ekonomi pedesaan. Dari hasil review tersebut, masyarakat
bisa memilih dan memutuskan pendanaan kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan
pendapatan kepada warga/keluarga yang terkena dampak bencana, terutama misalnya
kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara padat karya.
Kegiatan-kegiatan padat karya yang dilakukan misalnya : kegiatan untuk pembersihan
puing, penataan lokasi atau padat karya untuk pemulihan cepat sarana-prasarana umum
perdesaan yang rusak akibat bencana (jalan tertimbun longsoran, pembersihan kawasan
pemukiman yang dapat dipergunakan kembali). Secara parallel, sambil melakukan kegiatan
tindak cepat juga terus dilakukan pendataan atau pemetaan terhadap sarana – prasana umum
social atau ekonomi yang mengalami kerusakan secara lebih teliti, sebagai bahan
perencanaan untuk tahap rehabilitasi selanjutnya.
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama
untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pasca bencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana,
perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat,
pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik,
pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi
pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana, namun juga sebagai pelaku
aktif dalam kegiatan rehabilitasi.
Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan terintegrasi dengan
kegiatan prabencana, tanggap darurat dan pemulihan dini serta kegiatan rekonstruksi.
“Early recovery” dilakukan oleh “Rapid Assessment Team” segera setelah terjadi bencana.
Program rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat (sesuai dengan Perpres
tentang Penetapan Status dan Tingkatan Bencana) dan diakhiri setelah tujuan utama
rehabilitasi tercapai.
e. Pelayanan Kesehatan
Pemulihan pelayanan kesehatan adalah aktivitas memulihkan kembali segala bentuk
pelayanan kesehatan sehingga minimal tercapai kondisi seperti sebelum terjadi bencana.
Pemulihan sistem pelayanan kesehatan adalah semua usaha yang dilakukan untuk
memulihkan kembali fungsi sistem pelayanan kesehatan yang meliputi : SDM Kesehatan,
sarana/prasarana kesehatan, kepercayaan masyarakat.
3. Rekontruksi
Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-langkah nyata yang
terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen
semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun
masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial
dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi
masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana.
Rencana Rekonstruksi adalah dokumen yang akan digunakan sebagai acuan bagi
penyelenggaraan program rekonstruksi pasca-bencana, yang memuat informasi gambaran
umum daerah pasca bencana meliputi antara lain informasi kependudukan, sosial, budaya,
ekonomi, sarana dan prasarana sebelum terjadi bencana, gambaran kejadian dan dampak
bencana beserta semua informasi tentang kerusakan yang diakibatkannya, informasi
mengenai sumber daya, kebijakan dan strategi rekonstruksi, program dan kegiatan, jadwal
implementasi, rencana anggaran, mekanisme/prosedur kelembagaan pelaksanaan.
Pelaksana Rekonstruksi adalah semua unit kerja yang terlibat dalam kegiatan
rekonstruksi, di bawah koordinasi pengelola dan penanggungjawab kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca bencana pada lembaga yang berwenang menyelenggarakan
penanggulangan bencana di tingkat nasional dan daerah.
Lingkup Pelaksanaan Rekontruksi :
1. Program Rekonstruksi Fisik
Rekonstruksi fisik adalah tindakan untuk memulihkan kondisi fisik melalui
pembangunan kembali secara permanen prasarana dan sarana permukiman, pemerintahan dan
pelayanan masyarakat (kesehatan, pendidikan dan lain-lain), prasarana dan sarana ekonomi
(jaringan perhubungan, air bersih, sanitasi dan drainase, irigasi, listrik dan telekomunikasi
dan lain-lain), prasarana dan sarana sosial (ibadah, budaya dan lain-lain.) yang rusak akibat
bencana, agar kembali ke kondisi semula atau bahkan lebih baik dari kondisi sebelum
bencana.
Cakupan kegiatan rekonstruksi fisik mencakup, tapi tidak terbatas pada, kegiatan
membangun kembali sarana dan prasarana fisik dengan lebih baik dari hal-hal berikut:
Prasarana dan sarana
Sarana sosial masyarakat;
Penerapan rancang bangun dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana.