Anda di halaman 1dari 7

PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014

“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI
UNTUK PENINGKATAN RESILIENSI PULAU-PULAU KECIL
Laksmi Rachmawati1, Fitranita1, Sri Sunarti Purwaningsih1, dan Inayah Hidayati1
1
Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Jl. Gatot Subroto, Jakarta 12190
Email: rachmawati.laksmi@gmail.com

ABSTRAK
Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim diperlukan upaya untuk mengarusutamakan
kegiatan adaptasi perubahan iklim dalam perencanaan pembangunan. Secara umum, pulau kecil
rentan terhadap kenaikan muka air laut, gelombang pasang, badai, maupun keterbatasan
sumber daya seperti air dan pangan yang merupakan dampak dari perubahan iklim. Perubahan
iklim makin meningkatkan kerentanan pulau-pulau kecil sejalan dengan makin tingginya risiko
bencana hidrometeorologi. Selain itu, perubahan iklim juga berdampak pada mata pencaharian
penduduk di pulau-pulau kecil yang dapat meningkatkan kemiskinan. Untuk mengurangi
kerentanan penduduk di pulau kecil diperlukan upaya adaptasi baik secara responsif maupun
antisipatif. Pemerintah yang memiliki kemampuan untuk melakukan perencanaan pembangunan,
secara strategis menjadi ujung tombak untuk mencanangkan adaptasi yang bersifat antisipatif lewat
upaya pengarusutamaan adaptasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sampai sejauh mana
pengarusutamaan dan upaya adaptasi terhadap perubahan iklim telah dilakukan di pulau-pulau
kecil. Penelitian tahun ini dilakukan di Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif (survei pada rumah tangga
dan angket pada stakeholder pemerintah) dan metode kualitatif (wawancara mendalam dan diskusi
terfokus yang dilakukan pada masyarakat dan stakeholder pemerintah). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat dan stakeholder pemerintah akan perubahan iklim
masih terbatas. Selain itu, program adaptasi perubahan iklim belum terlihat nyata, baru pada tingkat
kegiatan pembangunan yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kegiatan adaptasi
perubahan iklim dimasa mendatang apabila telah dilakukan kajian kerentanan. Kajian terkait
kerentanan masih sangat terbatas sehingga upaya untuk merencanakan kegiatan adaptasi perubahan
iklim belum dapat ditemui. Upaya pengarusutamaan adaptasi dengan mengimplementasikan
Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API) masih menghadapi jalan panjang
terkait operasionalisasinya di lapangan.
Kata kunci: respons, adaptasi perubahan iklim, pengarusutamaan adaptasi, perencanaan
pembangunan pulau kecil

ABSTRACT
It is necessary to mainstreaming climate change adaptation into development planningn to
anticipate climate change impact, particularly for small islands. Naturally, small islands are
vulnerable ecosystem that have to deal with sea level rise, wave, storm and even limited resources
such as fresh water and food. Climate change increase the vulnerability of small islands including
its population on it via changing probability of hidrometeorological hazard incidents. Besides,
cliamte change also impact to local people livelihoods which can increase poverty. To d ecrease all
negative impacts, it is necessary to consider adaptation programs which can be characterised as
responsive or anticipatory. In this case, local government plays important role as focal point for
developing anticipative adaptation through maintreaming adaptation process. The aim of this
research is to study the mainstreaming process and adaptation that have been developed in small
islands. The research was conducted in Provinsi Kepulauan Riau and Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Using mixed methods of quantitative and qualitative methods, data collection are
conducted. The quantitative approach based on household survey and government questionnaire.
On the other hand, observation-interview-focus group discussion are explored for qualitative
methods. Research findings show that the knowledge on climate change and adaptation are still

113
ISBN: 978-979-8636-23-3

limited for both small islanders and local government. In fieldwork, what so called adaptation
programmes are dominated by more responsive usual government development programme. Even
though these programmes have potential to be developed for climate change adaptation
programmes in the future after particular vulnerability assessment. Additionally, vulnerability
assessment also limited then adaptation planning can not be done. Mainstreaming adaptation for
implementing RAN API is still long way to operationalise.
Keywords: response, adaptation to climate change, mainstreaming adaptation, small island
development planning

PENDAHULUAN
Pulau-pulau kecil secara alamiah memang termasuk kawasan yang rentan secara fisik, sosial
maupun ekonomi. Wilayah pulau kecil rentan terhadap bencana seperti kenaikan muka air laut,
gelombang pasang dan badai. Kondisi ini diperparah dengan adanya perubahan iklim yang akan
makin meningkatkan kerentanan pulau-pulau kecil sejalan dengan makin tingginya resiko bencana
hidrometeorologi2 (Barnett, 2011; Tompkins, 2004). Secara formal saintifik IPCC (2007) dalam
laporannya menyebutkan bahwa untuk daerah pesisir dan pulau kecil perubahan iklim dapat
memicu timbulnya resiko bencana seperti: (1) Kenaikan temperatur air laut; (2) Peningkatan
frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem (badai, siklon); (3) Perubahan pola variabilitas
iklim alamiah (El Nino, La Nina) yang menimbulkan perubahan pola curah hujan dan pola sirkulasi
angin dan (4) Kenaikan muka air laut.
Terbatasnya ukuran pulau kecil juga berimplikasi pada keterbatasan kapasitas sosial dan ekonomi,
sehingga pembangunan di pulau-pulau kecil sarat dengan permasalahan (Barnett dan Campbell,
2010). Pulau kecil menghadapi keterbatasan sumber daya seperti air dan pangan. Kondisi
aksesibilitas yang relatif sulit ( remoteness dan insularity) membuat ketergantungan pulau-kecil
pada daratan (mainland) cukup besar. Perubahan iklim juga berdampak pada mata pencaharian
penduduk di pulau-pulau kecil. Terkait dengan resiko bencana yang mungkin terjadi, banyak
nelayan yang tidak bisa melaut atau berkurangnya hasil tangkap. Hal ini menyebabkan
berkurangnya penghasilan mereka dan bahkan tidak mungkin makin meningkatkan kemiskinan di
pulau-pulau kecil. Indonesia termasuk salah satu negara yang dianggap memiliki kerentanan antara
sedang-tinggi terkait dengan perubahan iklim (Yusuf dan Francisco, 2009; Bappenas 2009-2010)
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sampai sejauh mana upaya adaptasi terhadap perubahan
iklim sudah dimasukkan dalam program-program pembangunan (mainstreaming) di pulau-pulau
kecil. Selama ini, pemahaman tentang perubahan iklim baik dampak (negatif dan positif) maupun
resikonya masih sangat terbatas dipahami oleh masyarakat maupun pembuat kebijakan.
Pemahaman masyarakat maupun pembuat kebijakan di daerah lebih didominasi pemahaman yang
bersifat lokal dan empiris. Seringkali pula, pemahaman tersebut dirancukan dengan pemahaman
akan perubahan lingkungan. Hal ini menyebabkan resiko global perubahan iklim kurang dapat
diantisipasi dengan baik secara lokal di tingkat masyarakat maupun strategi adaptasi pada tingkat
pembuat kebijakan terutama di pulau-pulau kecil.

114
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

Hasil penelitian tahun 2012-2013 yang dilakukan di tiga kabupaten kepulauan menunjukkan bahwa
pemahaman pengambil keputusan dan masyarakat tentang perubahan iklim maupun kerentanan
wilayah masih terbatas. Tidak semua pengambil keputusan ini memiliki pemahaman akan
perubahan iklim dan kerentanan wilayah pulau kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pengarusutamaan
adaptasi terhadap perubahan iklim belum begitu dipahami dan sampai pada pemerintah dan
masyarakat di pulau-pulau kecil. Masih terdapat penetapan program pembangunan yang bersifat
business as usual yang merupakan program klasik dan bias daratan. Disisi lain, pemahaman akan
perubahan iklim untuk stakeholder pemerintah, masih bersifat individual dan belum
merepresentasikan lembaga yang diwakili. Secara individual pun, pemahaman akan perubahan
iklim masih sangat terbatas pada jargon-jargon populer yang terkait dengan perubahan iklim dan
belum terlihat secara spesifik menjadi dasar pengambilan keputusan terkait program kebijakan
pembangunan. Kondisi ini membuat belum ada upaya khusus untuk mengantisipasi perubahan ikim
lewat kegiatan adaptasi.
Di sisi masyarakat, masih banyak yang belum memahami bahkan mendengar istilah perubahan
iklim. Namun demikian, masyarakat yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai nelayan telah
merasakan akibat langsung pada hasil tangkapan dan perubahan musim. Nelayan tersebut umumnya
sudah tidak bisa memperkirakan waktu yang baik untuk melaut karena musim atau arah angin yang
berubah cepat dan tidak menentu. Namun sebagian besar dari mereka tidak mengetahui bah wa
kondisi tersebut adalah dampak dari perubahan iklim. Namun, kondisi inilah yang mendasari
masyarakat melakukan penyesuaian dalam kehidupan mereka. Upaya melakuka penyesuaian untuk
mengurangi kerentanan ini lah yang didefinisikan oleh Galoppin (2006); IPCC (2007) dan Rencana
Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API) yang dikeluarkan oleh Bappenas (2014)
sebagai kegiatan adaptasi.
Melihat kondisi pada tingkat kabupaten kepulauan belum banyak tersentuh informasi terkait
perubahan iklim, walaupun secara strategis otonomi daerah memberi keleluasan kabupaten untuk
mengambil keputusan kebijakan pembangunan. Oleh karena itu, pada kondisi pulau-pulau kecil
penting untuk melihat pemahaman dan proses adaptasi terhadap perubahan iklim yang sudah
dilakukan untuk pemerintahan tingkat provinsi, mengingat proses pengarusutamaan adaptasi akan
bertumpu pada tingkat provinsi (Bappenas, 2014; UNDP-UNEP PEI, 2011).

LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat multiyears tahun 2012-20143. Untuk penelitian
pada tahun 2014 dilaksanakan di dua provinsi kepulauan yaitu Provinsi Kepulauan Riau dan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kedua lokasi ini dipilih untuk mengkaji bagaimana provinsi
sesuai dengan amanat Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API) bertindak
sebagai koordinator dalam upaya pengarusutamaan adaptasi. Untuk masing-masing provinsi
diambil satu kabupaten sebagai lokus penelitian yaitu Kabupaten Bintan di Provinsi Kepulauan
Riau dan Kabupaten Belitung di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

115
ISBN: 978-979-8636-23-3

METODE
Metode penelitian yang dipakai merupakan gabungan antara pendekatan kualitatif dan pendekatan
kuantitatif. Pendekatan kuantitatif memakai survei yang dilakukan pada rumah tangga yang tinggal
di pulau-pulau kecil. Untuk masing-masing wilayah Kepulauan Riau dan Bangka Belitung,
disebarkan 200 kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan dengan sistem random sampling
mengingat jumlah penduduk pulau kecil yang terbatas. Metode kualitatif dilakukan dengan
observasi, wawancara dan diskusi kelompok terfokus pada tingkat masyarakat maupun stakeholder
pemerintah. Untuk stakeholder pemerintah sebagai bagian diseminasi hasil penelitian juga
dilakukan workshop pada tingkat provinsi dan kabupaten di masing-masing lokasi penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Seperti sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk melihat sampai
sejauh mana pengarusutamaan adaptasi sudah dipahami dan dimasukkan dalam program-program
pembangunan di pulau-pulau kecil. Hasil penelitian pada tahun sebelumnya di lokasi yang berbeda
menunjukkan bahwa kegiatan adaptasi perubahan iklim belum ada atau bisa dikatakan tidak ada.
Oleh karena itu, penelitian ini akhirnya bukan untuk mengkaji kegiatan adaptasi yang sudah
dilakukan tetapi mengkaji kegiatan pembangunan yang sudah dilaksanakan dan berpotensi dapat
dikembangkan sebagai kegiatan adaptasi di masa mendatang, namun dengan catatan bahwa perlu
dilakukan kajian kerentanan terlebih dahulu.
Terkait dengan kajian kerentanan, sebenarnya DNPI telah pernah melakukan studi kajian
kerentanan perubahan iklim di Provinsi Kepulauan Riau, namun demikian sepertinya sosialisasi
dokumen ini kurang tersebar. Tidak banyak stakeholder pemerintah yang tahu tentang kajian
kerentanan ini dan isinya, hanya stakholder dari Badan Lingkungan Hidup Provinsi yang
mengetahui dokumen ini.

Selain itu upaya sosialisasi RAN API yang dilakukan oleh Bappenas masih sangat terbatas.
Dokumen tersebut masih belum tersebar pada para stakeholder pengambil keputusan untuk
perencanaan. Beberapa informasi juga menunjukkan sistem mutasi kepegawaian di daerah sangat
cepat sehingga terkadang karena dipindahkannya pegawai-pegawai yang memahami satu hal
penting termasuk kegiatan adaptasi membuat proses pengarusutamaan menjadi terhambat.
Disamping itu, operasionalisasi RAN API masih dianggap membingungkan oleh stakeholder
pemerintah daerah, sehingga mereka masih bersifat menunggu arahan dari pusat selanjutnya.

Pengetahuan masyarakat dan pemerintah masih terbatas mengenai perubahan iklim. Apabila
ditanyakan tentang istilah perubahan iklim di Belitung-Babel hanya 32 persen yang pernah
mendengar istilah tersebut. Untuk Bintan-Kepri persentase yang mendengar masih lebih banyak
yaitu 57 persen. Namun apabila ditanya lebih detail detil apa itu perubahan iklim masih belum dapat
dijelaskan oleh sebagian besar responden yang menjawab pernah mendengar istilah ini. Di sisi
pemerintah persentase yang pernah mendengar istilah perubahan iklim relatif cukup besar yaitu
mendekati 80 persen. Namun apabila ditanyakan lebih lanjut terkait adaptasi perubahan iklim,
jawaban relatif lebih rendah.
Meskipun belum memahami istilah perubahan iklim namun baik responden yang tinggal di Bintan
maupun Belitung, merasakan adanya perubahan baik dari curah hujan, intensitas hujan maupun
pergeseran musim yang merupakan dampak dari perubahan iklim. Selain itu, yang terkait dengan

116
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

kegiatan melaut secara signifikan sudah dirasakan perubahan angin dan arah arus yang menjadi
tidak menentu (89 persen untuk Babel dan 95 persen untuk Kepri). Namun demikian terkait dengan
stok air bersih, responden di Kepri merasakan lebih parah karena pada awal tahun 2014 -hampir 3
bulan tidak ada hujan, yang berarti hari terpanjang dalam sepuluh tahun terakhir.
Dengan mempergunakan kerangka yang berasal dari Tompkins dkk (2008) dicoba untuk dilihat
bagaimana pemetaan kegiatan pembangunan yang telah dilaksanakan. Tompkins dkk (2008)
membagi menjadi empat kelompok yaitu (1) Pemerintah reaktif/responsif (kuadran I); (2)
Lokal/masyarakat reaktif (kuadran II); (3) Lokal antisipatif (kuadran III) dan (4) pemerintah
antisipatif (kuadran IV).

Berdasarkan kerangka Tomkins tersebut terlihat bahwa dari beberapa kegiatan-kegiatan tersebut
diatas, masih sebatas respons/coping baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat. Namun
demikian, secara substansial kegiatan-kegiatan tersebut dapat dikembangkan sebagai bagian
adaptasi perubahan iklim. Hanya selain perlu kajian kerentanan, perlu ada evaluasi dari kegiatan-
kegiatan pembangunan yang sudah dilaksanakan. Sebagai contoh, kegiatan budidaya perikanan
sebagai bagian dari program Dinas Kelautan dan Perikanan. Selama ini pelaksanaan di lapangan
masih terkendala pada pencairan anggaran yang baru dapat dilakukan setelah Bulan Agustus. Di
Kepulauan Riau, angin kencang (Timur) telah mulai sehingga pelaksanaan budidaya perikanan
tidak dapat dilaksanakan dengan optimal. Untuk lebih detil beberapa program terkait dengan
penyediaan air bersih, perikanan dan kebencanaan dipetakan dalam chart berikut (Gambar 1).

KESIMPULAN
1. Perubahan iklim, baik dari pemahaman-dampak-adaptasi belum sepenuhnya dipahami oleh
masyarakat maupun pemerintahdi pulau-pulau kecil sehingga dapat dikatakan bahwa
pengarusutamaan adaptasi terhadap perubahan iklim belum dipahami oleh pemerintah di lokasi
penelitian.
2. Transfer pengetahuan tentang perubahan iklim di daerah masih terkendala diantaranya karena
sistem birokrasi seperti mutasi pegawai yang cukup cepat pada tingkat kabupaten maupun
provinsi. Kondisi ini membuat pegawai yang berada pada posisi terkait kegiatan adaptasi
perubahan iklim belum dapat memahmi sepenuhnya kegiatan adaptasi karena cepatnya mutasi
di lingkungan kantor tersebut. oleh karena itu perlu sosialisasi yang lebih intens dan
pendampingan yang terkait dampak dan adaptasi perubahan iklim.
3. Pembangunan yang dilaksanakan masih bersifat business as usual. Kondisi ini membuat
pembangunan di pulau-pulau kecil masih sangat bias daratan dan tidak memperhatikan
kerentanan pulau-pulau kecil
4. Adaptasi yang berusaha dikembangkan masih bersifat sektoral dan masih pada tingkat nasional.
Sedangkan implementasi Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API) untuk
kegiatan adaptasi tingkat provinsi maupun kabupaten/kota belum ada.
5. Perlunya kajian ilmiah berupa kajian kerentanan perubahan iklim untuk menjadi acuan kegiatan
adaptasi di daerah. Namun demikian kajian kerentanan yang dilakukan perlu melibatkan
stakeholder lokal sebagai bagian peningkatan kapasitas adaptasi. Selain itu hal ini juga
diperlukan agar apabila diperlukan adanya update, stakeholder lokal dapat melaksanakannya
sendiri. Selain itu, variabel-variabel yang dikembangkan dalam kajian kerentanan dapat bersifat

117
ISBN: 978-979-8636-23-3

generik dan dapat diaplikasikan untuk pulau-pulau kecil lain. Namun dapat pula ditambahkan
variabel lain yang bersifat lokal.
6. Proses pengarusutamaan masih membutuhkan waktu mengingat perlu ada kejelasan bagaimana
pelaksanaan RAN API. Pilihan dengan mempergunakan Rencana Aksi Daerah (RAD) atau
strategi lain pasti akan memberikan implikasi berbeda untuk pelaksanaan adaptasi pada tingkat
daerah.

Pemerintah

Pemerintah
- Memperbesar kapasitas waduk - Membantu (dropping) air untuk yang
- Membangun waduk baru kesulitan air -> hanya di kota, pulau kecil
- Desalinisasi air laut (??)
- Mencari sumber groundwater - Air “jam-jam” (giliran)
- Budidaya perikanan - Memberikan bantuan apabila terjadi
- Perahu dan alat tangkap (kapasitas besar- bencana
off shore)
- Sertifikasi
- Membuat talut

Pemerintah- Antisipatif Pemerintah- Reaktif

Antisipatif Reaktif

Lokal - Antisipatif Lokal - Reaktif

- Pemanenan air hujan - Mengambil air dari tempat/pulau lain


- Menjaga ekosistem mangrove yang masih - Membeli
ada (Selat Nasik- Belitung) - Tidak melaut sementara waktu
- Diversifikasi ivelihoods (budidaya - Merubah waktu melaut
perikanan, berkebun lada dan karet, - Merubah fishing ground
pengolahan hasil perikanan) - Merubah alat tangkap
- Tidak keluar rumah sementara waktu

Lokal

Gambar 1. Pemetaan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat yang
potensial dikembangkan sebagai kegiatan adaptasi perubahan iklim di masa mendatang di
Belitung dan Bintan

UCAPAN TERIMAKASIH
Kami mengucapkan terima kasih pada Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI karena penelitian ini
merupakan bagian dari DIPA 2014 sebagai kelanjutan dari program PN 9- Perubahan Iklim pada

118
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

tahun 2012-2013. Selain itu, ucapan terima kasih juga kami sampaikan pada Pusat Penelitian
Kependudukan LIPI yang telah memberi kesempatan kami untuk melaksanakan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Barnett, Jon dan John Campbell (2010) Climate change and small island states : power, knowledge,
and the South Pacific, Earthscan publication

Barnett, Jon (2001) Adapting To Climate Change In Pacific Island Countries: The Problem Of
Uncertainty, World Development , 29(6): 977-993

Bappenas (2014) Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim - RAN API
Bappenas (2009-2010) Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (series)

DNPI (2012) Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim Indonesia


Gallopin, Gilberto C. (2006) Linkages between Vulnerability, Resilience and Adaptive Capacity,
Global Environmental Change 16:293-303
IPCC (2007) Impacts, Adaptation and Vulnerability, Fourth Assessment Report - Working Group
II
Tompkins, Emma L. (2004) Planning for climate change in small islands:Insights from national
hurricane preparedness in the Cayman Islands, Global Environmental Change 15: 139–
149. Elsevier

Tompkins, Emma L. et.al. (2008) Scenario-based stakeholder engagement: Incorporating


Stakeholders preferences into Coastal Planning for Climate Change, Journal of
Environmental Management 88 : 1580-1592

UNDP-UNEP Poverty Environment Initiative (2011) Mainstreaming Climate Change Adaptation


into Development Planning: A guide to practitioners, UNDP-UNEP PEI

Yusuf, Arief Anshory and Herminia Francisco (2009) Climate Change Vulnerability Mapping for
South East Asia, EEPSEA

119

Anda mungkin juga menyukai