Sk-Pedoman-Pelaksanaan-k3rs Al Mulk
Sk-Pedoman-Pelaksanaan-k3rs Al Mulk
DINAS KESEHATAN
UPT RSUD AL-MULK KOTA SUKABUMI
Jl. Pelabuhan II KM 6 Lembursitu Kota Sukabumi Telp (0266)-6243088
email : rsudalmulk@gmail.com
SURAT KEPUTUSAN
Nomor : .
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KESELAMATAN KERJA, KEBAKARAN DAN
KEWASPADAAN BENCANA (K3) DI RSUD AL-MULK KOTA
SUKABUMI
MEMUTUSKAN
Menetapkan
Ditetapkan Di Sukabumi
Pada Tanggal:………………
A. LATAR BELAKANG
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas
dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas
dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan
pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja
(KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di RSUD
Al-Mulk Kota Sukabumi belum terekam dengan baik.
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan
oleh masyarakat maka tuntutan pengelolaan program keselamatan kerja,
kebakaran dan kewaspadaan bencana di Rumah Sakit (K3RS) semakin
tinggi karena Sumber daya manusia Rumah Sakit, pengunjung/pengantar
pasien, pasien dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan
perlindungan dari gangguan keselamatan kerja, kebakaran dan
kewaspadaan bencana, baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian
pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di
rumah sakit yang tidak memenuhi standar.
Di dunia Internasional program K3 telah lama diterapkan diberbagai
sektor industri (akhir abad 18), kecuali disektor kesehatan. Perkembangan
K3RS tertinggal dikarenakan fokus pada kegiatan kuratif, bukan preventif.
Fokus pada kualitas pelayanan pada pasien, tenaga profesi di bidang K3
masih terbatas, organisasi kesehatan yang dianggap pasti telah melindungi
diri dalam bekerja.
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat
dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan, kemajuan teknilogi, dan kehidupan social ekonomi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya. Selain dituntut mampu memberikan pelayanan dan
pengobatan yang bermutu, Rumah Sakit juga dituntut harus melaksanakan
dan mengembangkan program K3 di Rumah Sakit (K3RS).
Upaya penerapan Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan
Bencana di Rumah Sakit (K3RS) telah diatur dalam Undang-undang Nomor
1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang-undang Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan, Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, Permenkes Nomor 1204 tahun 2004 dan dipertegas dalam
Permenkes Nomor 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
Oleh karena itu, Rumah Sakit dituntut untuk melaksanakan Upaya
Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K3) yang
dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga resiko terjadinya
Penyakit Akibat Kerja (PAK), Kecelakaan Akibat Kerja (KAK), bahaya
kebakaran dan kewaspadaan bencana di Rumah Sakit dapat dihindari.
Sehingga upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit
khususnya dalam hal kesehatan dan keselamatan bagi SDM Rumah Sakit,
pasien, pengunjung/pengantar pasien dan masyarakat sekitar Rumah Sakit
dapat dilaksanakan.
B. FALSAFAH
Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K3) di
rumah sakit, adalah suatu upaya pengelolaan resiko di lingkungan kerja
untuk meminimalkan dampak di tempat kerja dan tercipta lingkungan kerja
yang aman dan sehat, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan
Rumah Sakit.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk
SDM Rumah Sakit, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar
pasien, masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit sehingga proses
pelayanan Rumah Sakit berjalan baik dan lancaar.
2. Tujuan Khusus
a. Terwujudnya organisasi kerja yang menunjang tercapainya K3RS;
b. Meningkatnya profesionalisme dalam hal K3 bagi manajemen,
pelaksana dan pendukung program;
c. Terpenuhi syarat-syarat K3 di setiap unit kerja;
d. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK, KAK, bahaya
kebakaran dan bencana;
e. Terselenggaranya program K3RS secara optimal dan menyeluruh;
f. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas Rumah Sakit.
D. SASARAN
1. Pengelola Rumah Sakit;
2. Pekerja Rumah Sakit;
3. Pengunjung dan Pasien Rumah Sakit.
H. DASAR PERUNDANG-UNDANGAN
Agar penyelenggaraan Keselamatan Kerja, Kebakaran dan
Kewaspadaan Bencana di Rumah Sakit (K3RS) lebih efektif, efisien, terpadu
dan menyeluruh maka diperlukan peraturan perundang-undangan sebagai
dasar hukum dalam pelaksanaan K3 di Rumah Sakit adalah sebagai berikut
:
1. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918) pasal 3
yang memuat persyaratan keselamatan kerja adalah sebagai berikut :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. Member kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. Member alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya
suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan
angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja
baik physic maupun phychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara dan proses kerjanya;
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman atau barang;
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,
perlakuan dan penyimpanan barang;
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang berbahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007
tentang pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 tentang
Perizinan Rumah Sakit; dan
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1087/Menkes/SK/VIII/2010
tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
BAB II
PENGORGANISASIAN K3
A. STRUKTUR ORGANISASI
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab
manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing
serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus
ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung
jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta
penegakkan disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3RS secara
spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua
tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab
timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan
pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja,
sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan
mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana program
yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan, maka
perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.
Struktur organisasi Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan
Bencana di Rumah Sakit (K3RS) berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 adalah :
1. Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur, bukan kerja
rangkap dan merupakan unit organisasi yang bertanggung jawab
langsung kepada Direktur Rumah Sakit, karena berkaitan langsung
dengan regulasi, kebijakan, biaya, logistik dan Sumber Daya Manusia.
Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3RS, yang dibantu oleh
unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di Rumah Sakit.
2. Keanggotaan organisasi/unit pelaksana K3RS beranggotakan unsur-
unsur dari petugas dan jajaran Direksi Rumah Sakit. Organisasi/unit
pelaksana K3RS terdiri dari sekurang-kurangnya ketua, sekretaris
dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3 RS dipimpin oleh ketua.
Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris
serta anggota.
WAKIL KETUA
Berikut Struktur Organisasi
TIM K3RS K3RS
SEKRETARIS
TIM K3RS
TIM PENDUKUNG
B. SUSUNAN KEPANITIAAN
C. URAIAN TUGAS
1. Tugas pokok Panitia K3RS
a. Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada Direktur Rumah
Sakit mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3;
b. Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk
pelaksanaan dan prosedur;
c. Membuat program K3RS
2. Fungsi Panitia K3RS
a. Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta
permasalahan yang berhubungan dengan K3;
b. Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya
promosi K3; pelatihan dan penelitian K3 di Rumah Sakit;
c. Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3;
d. Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan
korektif;
e. Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS;
f. Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol
bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan;
g. Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan
sesuai kegiatannya;
h. Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru,
pembangunan gedung dan proses.
D. RENCANA PROGRAM
A. SISTEM KOMUNIKASI
1. Tersedia saluran telepon internal dan eksternal dan berfungsi dengan
baik;
2. Tersedia saluran telepon khusus untuk keadaan darurat (untuk UGD,
sentral telepon dan posko tanggap darurat);
3. Instalasi kabel telah terpasang rapi, aman dan berfungsi dengan baik;
4. Tersedia komunikasi lain (HT, paging system dan alarm) untuk
mendukung komunikasi tanggap darurat;
5. Tersedia system panggilan perawat (nurse call) yang terpasang dan
berfungsi dengan baik;
6. Tersedia system tata suara pusat (central sound system);
7. Tersedia peralatan pemantau kemanan/CCTV (close circuit television).
2. Ketentuan
a. Pemesanan
1) Pemesanan Bahan berbahaya dan beracun dapat dilakukan
apabila disertai permintaan tertulis yang ditandatangani oleh
kepala bagian logistik farmasi
2) Pemesanan bahan berbahaya dan beracun menggunakan nota
pemesanan yang terpisah dengan bahan yang tidak termasuk
bahan berbahaya dan beracun
3) Pemesanan harus disertai dengan notifikasi bahwa bahan yang
dipesan merupakan B3
4) Pemesanan dilakukan melalui Distributor resmi yang terdaftar
pada balai POM atau Departemen perindustrian dan perdagangan
5) Setiap pemesanan harus mencantumkan dengan jelas nama
bahan, nama dagang, nama kimia, jumlah yang dipesan nama dan
alamat distributor.
6) Setiap pemesanan harus mencantumkan pernyatan bahwa pihak
distributor akan melampirkan MSDS pada saat penyerahan B3
7) Tidak diperkenankan memesan B3 yang terlarang berdasarkan
peraturan pemerintah RI No. 74 tahun 2001 tentang pengelolaan
bahan berbahaya dan beracun
8) Pemesanan B3 yang termasuk golongan bahan dengan
penggunaan terbatas sesuai dengan peraturan pemerintah RI No.
74 Tahun 2001 tentang pengelolan bahan berbahaya dan beracun
harus mendapat persetujuan PK3RS dengan masa berlaku 1 tahun
b. Penyerahan Barang
1) Pada saat penyerahan B3, nota penyerahan harus mencantumkan
BAHAN
OKSIDATOR BAHAN
MUDAH TERBAKAR
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata
2) Kulit : Iritasi Kulit
3) Inhalasi : Sakit kepala, lemas, batuk – batuk, pusing, tidak sadar,
kerusakan hati, anmia
e. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan air
3) Berikan oksigen / bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernafasan
4) Bila tertelan, segera lakukan lavase lambung, berikan charcoal
untuk menyerap sisa bahan yang masih berada dalam lambung
f. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit
2) Pakai baju pelindung
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/ kulit
2) Pakai masker bila kansentrasi > 2000ppm
3. Barium Sulfat
a. Nama Kimia : BaSO4
b. Nama Lain : Barium Sulfate
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi mellaui inhalasi, tertelan atau kontak
dengan mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit, terbakar.
3) Inhalasim: Iritasi saluran napas, spasme otot, nadi lambat,
ekstrasistol, hypokalemia.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran pernapasan, kardiovaskular.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera lakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun dan air.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan bila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
Hindari kontak dengan mata/kulit.
4. Cidex
a. Nama Kimia : Glutaraldehyde (OCH(CH2)3CHO)
b. Nama Lain : Cidex
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, absorbsi kulit, tertelan
atau kontak dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit, dermatitis, sensitisasi kulit.
3) Inhalasi: Mual, muntah, batuk, asma.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
5. Elpiji
a. Nama Kimia : C3H8/C3H6/C4H10/C4H8
b. Nama Lain : LPG (Liquified Petroleum Gas, Liquified Hidrocarbon Gas)
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontak dengan
kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata, frostbite.
2) Kulit : Frostbite.
3) Inhalasi: Pusing, kesadaran menurun, asfiksia.
e. Target Organ
Saluran napas, CNS.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
6. Fenol
a. Nama Kimia : C6H5OH
b. Nama Lain : Phenol, Carbolic Acid, Hydroxy Benzene, Phenyl Alcohol.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, absorbsi kulit, tertelan atau
kontak dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit, Dermatitis, kulit terbakar.
3) Inhalasi : Iritasi hidung/tenggorokan, anoreksia, kelemahan, nyeri
otot, urin warna gelap, sianosis, kerusakan ginjal dan hati,
tremor, konvulsi, twiching.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas, hati, ginjal.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
7. Formalin
a. Nama Kimia : HCHO
b. Nama Lain : Formaldehyda, Methanal, Methyl Aldehida, Methylene
Oxide.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontak dengan
mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata, hiperlakrimasi.
2) Kulit : Iritasi kulit.
3) Inhalasi : Iritasi hidung, tenggorokan, batuk, wheezing, sesak
napas, Bronkhitis, Pneumonitis, dan edema paru.
e. Target Organ
Mata, saluran napas.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
Hindari kontak dengan mata/kulit.
8. Freon
a. Nama Kimia : CCl4
b. Nama Lain : Karbon klorida, Halon, Tetraklorometana.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan, absorbsi kulit atau
kontak dengan mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit.
3) Inhalasi : Mual, muntah, pusing, gangguan koordinasi, depresi
saraf pusat, gangguan hati, dan ginjal.
e. Target Organ
1) Mata, kulit, paru-paru, saraf perifer, hati, ginjal.
2) Menyebabkan kanker hati (pada binatang).
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Lakukan pembilasan cepat pada ruang bilas atau kamar mandi.
9. Hidrogen Peroksida
a. Nama Kimia : H2O2
b. Nama Lain : Peroxide, Hydrogen Diooxyde.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan atau kontak
dengan mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata, ulkus cornea.
2) Kulit : Iritasi kulit, vesikel, eritema.
3) Inhalasi: Iritasi hidung, tenggorokan, pneumonia, edema paru.
4) Sistemik : Rambut menjadi putih.
e. Target Organ
Kulit, mata, saluran napas.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Lakukan pembilasan cepat pada kamar bilas atau kamar mandi.
3) Gunakan masker apabila konsentrasi > 10 ppm.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Penglihatan kabur, iritasi mata, myosis.
2) Kulit : Melepuh, luka bakar (frosbite).
3) Inhalasi : Sakit kepala, berkeringat, hypersalivasi, asfiksia, kram
perut, diare, mual, muntah, lemas, twiching otot, inkoordinasi,
kejang.
e. Target Organ
Saraf pusat, saraf perifer, cholinesterase darah.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit
2) Pakai pelindung badan.
11. Klorin
a. Nama Kimia : Cl2
b. Nama Lain : Chlorine, Sodium Hypochloride, Precept, Bleaching Agent.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontak dengan
kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Rasa perih, panas, terbakar.
2) Kulit : Dermatitis, frostbite.
3) Inhalasi : Hipersalivasi, mual, muntah, rinorea, batuk, kesedakan,
nyeri substernal, sakit kepala, pusing, sinkope, edema paru,
pneumonia, hipoksemia.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit. Bila terjadi frostbite, jangan dibilas dengan air.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun bila belum ada
frostbite.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
4) Kortikosteroid, antibiotika.
g. Pencegahan Pemaparan
Hindari kontak dengan mata/kulit
13. Methanol
a. Nama Kimia : CH3OH
b. Nama Lain : Methyl alkohol, Carbinol, Spiritus, Wood alkohol, thiner.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, absorbsi kulit, tertelan atau
kontak dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi, gangguan penglihatan, kerusakan saraf mata.
2) Kulit : Iritasi, dermatitis.
3) Inhalasi : Iritasi saluran napas/hidung, sakit kepala, pusing, mual,
muntah, gangguan kesadaran.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas, CNS, GIT.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
4) Lakukan lavese lambung, dapat diberikan Charcoal.
5) Dapat diberikan antidotom yaitu Ethanol atau Fomeprazole.
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker bila > 2000 ppm.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan air.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker bila > 10 mg/m3
16. Nitrogliserin
a. Nama Kimia : CH2NO3CHNO3CH2NO3
b. Nama Lain : Glyceryl, Trinitrate, Trynitroglyceryne
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, absorbsi kulit, tertelan atau
kontak dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata
2) Kulit : Iritasi kulit
3) Inhalasi: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, nyeri perut,
hipotensi, flushing, Palpitasi, methemoglobinemia, delirium,
depresi saraf pusat.
e. Target Organ
Kardiovaskuler, darah, kulit, saraf pusat
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pemaparan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Lakukan pembilasan dalam ruang bilas atau kamar mandi.
3) Pakai masker.
17. Timbal
a. Nama Kimia : Pb
b. Nama Lain : Lead, Plumbum
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui tertelan atau kontak dengan
kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata
2) Tertelan: Lemah, pucat, insomnia, anoreksia, berat badan
menurun, konstipasi, nyeri abdomen, anemia, tremor, paralisis,
encephalopati, gangguan ginjal, hipotensi.
e. Target Organ
Mata, saraf pusat, ginjal, saluran pernapasan, darah.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
4) Lakukan irigasi lambung.
5) Berikan antidotum EDTA atau Dimercaptosuccinic acid
6) Dapat diberikan Carchoal.
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker.
18. Xylene
a. Nama Kimia : C6H4(CH3)2.
b. Nama Lain : Orthoxylene-O-Xylol.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontak dengan
mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi, vakuolisasi cornea.
2) Kulit : Iritasi, dermatitis.
3) Inhalasi: Iritasi hidung/tenggorokan, pusing, eksitasi, gangguan
koordinasi, nausea, vomiting, jalan limbung, abdominal pain,
anoreksia.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas, saraf pusat, saluran cerna, darah.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker bila > 1900 ppm.
G. RAMBU – RAMBU
1. Rambu penunjuk arah jalan keluar, alat pemadam api, tempat
berbahaya dan tanda-tanda larangan;
I. PENGOLAHAN LIMBAH
1. Pengertian
b. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari
kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.
c. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang
berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari
limbah medis padat dan non-medis.
d. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,
limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer
bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
e. Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur,
perkantoran, taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali
apabila ada teknologinya.
f. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal
dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya
bagi kesehatan.
g. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal
dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur,
perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik.
h. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme
patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organism
tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan
penyakit pada manusia rentan.
i. Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan
stock bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan
bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan
bahan yang sangat infeksius.
j. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker
yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan sel hidup.
k. Minimasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi
bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang
limbah (recycle)
2. Pengolahan Limbah
a. Limbah padat
1) Tersedianya tempat/kontainner penampung limbah sesuai dengan
criteria limbah;
2) Tersedianya incinerator atau yang sejenisnya, terpelihara dan
berfungsi dengan baik;
3) Tersedia tempat pembuangan limbah padat sementara, tertutup
dan berfungsi dengan baik.
b. Limbah cair
Tersedianya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan
perizinannya.
c. Limbah gas
Monitoring limbah gas berupa NO2, So2, logam berat, dan dioksin
dilakukan minimal 1 (satu) kali setahun.
A. KEBIJAKAN UMUM
B. PROSEDUR – PROSEDUR
1. Advokasi ke pimpinan Rumah Sakit, sosialisasi dan pembudayaan
K3RS;
2. Menyusun kebijakan K3RS yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah
Sakit;
3. Membentuk Organisasi K3RS;
4. Perencanaan K3 sesuai Standar K3RS yang ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan;
5. Menyusun pedoman, petunjuk teknis dan SOP-K3RS ;
6. Melaksanakan 12 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit (K3RS);
7. Melaksanakan evaluasi Pelaksanaan Program K3RS;
8. Melakukan Internal Audit Program K3RS dengan menggunakan
instrument penilaian sendiri (self assessment) akreditasi Rumah Sakit
yang berlaku;
9. Mengikuti Akreditasi Rumah Sakit.
BAB V
FAKTOR – FAKTOR BAHAYA DI RUMAH SAKIT
A. PENDAHULUAN
Bencana dapat terjadi kepada siapa saja dimana asaja dan kapan saja
serta datangnya tidak dapat diduga, diterka dan dapat menimbulkan
kerugian dan korban yang tidak sedikit bahkan kematian.
Rumah sakit sebagai salah satu “Public Area” tidak mustahil
menghadapi bahaya dari bencana ini oleh karena itu diperlukan tindakan
penanggulangan terhadap bencana, maka diperlukanlah organisasi untuk
mengantisipasi keadaan dan melakukan tindakan yang tepat.
1. Pengertian
Bencana adalah rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam atau
manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia kerugian
harta benda kerusakan lingkungan kerusakan sarana dan prasarana umum
serta menimbulkan gangguan tata kehidupan dan penghidupan yang
memerlukan pertolongan dan bantuan secara khusus
Korban massal adalah banyaknya korban dengan penyebab kejadian
yang sama sehingga membutuhkan pertolongan medik yang lebih memadai
dalam hal fasilitas maupun tenaga sehingga dapat memberikan pelayanan
yang cepat dan tepat.
D. SISTEMATIKA
Sebagai sistimatika pedoman disaster program ini adalah sebagai
berikut :
1. Metodelogi
2. Organisasi
3. Perencanaan SDM Logistik dan Transportasi
4. Perencanaan Komunikasi
5. Pencatatan dan Pelaporan
2. Organisasi
Dalam keadaan bencana disaster plan seperti ini maka secara
otomatis pengorganisasian penanggulangan bencana yang telah
ditetapkan menjadi aktif.
3. Perencanaan SDM
Perencanaan Sumber Daya Manusia SDM untuk menghadapi
penanggulangan bencana ditentukan berdasarkan : Jumlah korban
yang ada pada saat itu, Jumlah tenaga yang ada pada saat itu.
Ketentuan perencanaan SDM adalah sebagai berikut :
Siaga 3 : Dokter IRD dan Perawat IRD yang berdinas dibantu
oleh perawat poliklinik agar dapat memenuhi
kebutuhan tenaga.
Siaga 2 : Diperlukan tambahan tenaga perawat dari Perawatan
I sesuai kebutuhan.
Siaga 1 : Diperlukan tambahan tenaga dari unit pelayanan
perawatan IV & V serta perawat yang sedang tidak
berdinas.
4. Perencanaan Komunikasi
Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit
merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu ada hal-hal yang
harus dipenuhi dalam berkomunikasi yaitu :
a. Komunikasi dilakukan dengan singkat jelas dan benar bagi
pengirim berita
b. Sebutkan identitas nama instansi dan alamat dan isi berita yang
mmenyebutkan jenis kejadian lokasi kejadian jumlah korban,
tindakan yang telah dilakukan
c. Penerima harus mencatat identitas pelapor jam menerima berita
isi berita dan mencari kebenaran berita tersebut melaporkan ke
atasan.
Alat-alat komunikasi yang dapat dipakai adalah :
a. Airphone intercom
b. Telepon
c. Faximile
d. Pesawat HT
e. Handphone
5. Perencanaan Logistik
Perbekalan logistik umum dan obat-obatan dan alat umum maupun
alat medis sangat diperlukan saat penanggulangan bencana hal
menjadi peranan penting bagi tim pendukung logistik untuk
merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi pada saat itu.
6. Perencanaan Transportasi
Peranan Transportasi juga tidak kala pentingnya untuk pengangkutan
korban oleh karena itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat
transportasi ambulan untuk merujuk korban kerumah sakit rujukan
dan bilamana perlu dapat berkoordinasi 118, dengan Ambulan
7. Pelaporan
Informasi cepat tentang jumlah/beratnya korban korban harus segera
di dapat dalam 2 s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan
tepat oleh Pimpinan Disaster dan Tim Disaster selanjutnya dibuatkan
laporannya untuk disampaikan kepada direktur rumah sakit.
G. PENANGANAN BENCANA DARI DALAM RUMAH SAKIT
1. Metodologi
Sebagai contoh bencana dari dalam rumah sakit yang banyak
menyebabkan kerugian dan korban adalah kebakaran. Oleh
karenanya metodelogi ini dititik beratkan pada penanggulangan
kebakaran selanjutnya bencana lain tinggal mengikutinya.
Kebakaran di Rumah Sakit dapat digolongkan menjadi :
a. Kebakaran Ringan : kebakaran yang melibatkan area yang sempit
dengan api yang kecil
b. Kebakaran Sedang : kebakaran yang melibatkan area lebih luas
bersifat local dengan besarnya api sedang.
c. Kebakaran Berat : kebakaran yang melibatkan area yang luas
dengan api yang besar
2. Organisasi
Secara otomatis organisasi penaggulangan bencana menjadi aktif
sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Perencanaan Logistik
Perbekalan logistik umum dan obat obatan dan alat umum maupun
alat medis sangat diperlukan saat penanggulangan bencana hal
menjadi peranan penting bagi tim pendukung logistik untuk
merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi saat itu.
5. Perencanaan Komunikasi
Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit
merupakan hal yang sangat penting Untuk itu ada hal hal yang harus
dipenuhi dalam berkomunikasi yaitu :
a. Komunikasi dilakukan dengan singkat jelas dan benar bagi
pengirim berita
b. Sebutkan identitas nama instansi dan alamat dan isi berita yang
mmenyebutkan jenis kejadian lokasi kejadian jumlah korban,
tindakan yang telah dilakukan
c. Penerima harus mencatat identitas pelapor jam menerima berita
isi berita dan mencari kebenaran berita tersebut melaporkan ke
atasan.
Alat-alat komunikasi yang dapat dipakai adalah :
a. Airphone intercom
b. Telepon
c. Faximile
d. Pesawat HT
e. Handphone
6. Perencanaan Logistik
Perbekalan logistik umum dan obat-obatan dan alat umum maupun
alat medis sangat diperlukan saat penanggulangan bencana hal
menjadi peranan penting bagi tim pendukung logistik untuk
merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi pada saat itu.
7. Perencanaan Transportasi
Peranan Transportasi juga tidak kala pentingnya untuk pengangkutan
korban oleh karena itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat
transportasi ambulan untuk merujuk korban kerumah sakit rujukan
dan bilamana perlu dapat berkoordinasi 118, dengan Ambulan
8. Pelaporan
Informasi cepat tentang jumlah/beratnya korban korban harus segera
di dapat dalam 2 s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan
tepat oleh Pimpinan Disaster dan Tim Disaster selanjutnya dibuatkan
laporannya untuk disampaikan kepada direktur rumah sakit.
BAB VII
PERSYARATAN RUANG DAN SANITASI
A. PERSYARATAN RUANG
1. Pengertian
a. Ruang bangunan dan halaman rumah sakit adalah semua ruang/unit
dan halaman yang ada di dalam batas pagar rumah sakit (bangunan
fisik dan kelengkapannya) yang dipergunakan untuk berbagai
keperluan dan kegiatan rumah sakit.
b. Pencahayaan di dalam ruang bangunan rumah sakit adalah intensitas
penyinaran pada suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang
bangunan rumah sakit yang diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan secara efektif.
c. Pengawasan ruang bangunan adalah aliran udara di dalam ruang
bangunan yang memadai untuk menjamin kesehatan penghuni
ruangan.
d. Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga
mengganggu dan/atau membahayakan kesehatan.
e. Kebersihan ruang bangunan dan halaman adalah suatu keadaan atau
kondisi ruang bangunan dan halaman bebas dari bahaya dan risiko
minimal untuk terjadinya infeksi silang, dan masalah kesehatan dan
keselamatan kerja.
2. Persyaratan
a. Lingkungan Bangunan Rumah Sakit
1) Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang
kelas, dilengkapi dengan agar yang kuat dan tidak memungkinkan
orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas.
2) Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan
luas lahan keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang
memadai dan dilengkapi dengan rambu parkir.
3) Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika
berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi
untuk mengatasinya.
4) Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok
5) Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan
dengan intensitas cahaya yang cukup.
6) Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek, atau
tidak terdapat genangan air dan dibuat landai menuju ke saluran
terbuka atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan
disesuaikan dengan luas halaman
7) Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan
terpisah, masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi
pengolahan limbah.
8) Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu, dan tempat-tempat
tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat
sampah.
9) Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam
keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan
kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak
memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembang
biaknya serangga, binatang pengerat, dan binatang pengganggu
lainnya.
b. Konstruksi Bangunan Rumah Sakit
1) Lantai
a) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air,
permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah
dibersihkan.
b) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai
kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan air
limbah
c) Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk
konus/lengkung agar mudah dibersihkan
2) Dinding
Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan
menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat
yang mengandung logam berat
3) Ventilasi
a) Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam
kamar/ruang dengan baik.
b) Luas ventilasi alamiah minimum 15 % dari luas lantai
c) Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian
udara dengan baik, kamar atau ruang harus dilengkapi dengan
penghawaan buatan/mekanis.
d) Penggunaan ventilasi buatan/mekanis harus disesuaikan
dengan peruntukkan ruangan.
4) Atap
a) Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat
perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
b) Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal
petir.
5) Langit-langit
a) Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah
dibersihkan.
b) Langit-langit tingginya minimal 2,70 meter dari lantai.
c) Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu
harus anti rayap.
6) Konstruksi
Balkon, beranda, dan talang harus sedemikian sehingga tidak
terjadi genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan
nyamuk Aedes.
7) Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah
masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
8) Jaringan Instalasi
a) Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air
limbah, gas, listrik, sistem pengawasan, sarana telekomunikasi,
dan lain-lain harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan
agar aman digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan.
b) Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilangan dengan
pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untuk
menghindari pencemaran air minum.
9) Lalu Lintas Antar Ruangan
a) Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus
didisain sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak
ruangan, sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi
antar ruangan serta menghindari risiko terjadinya kecelakaan
dan kontaminasi
b) Penggunaan tangga atau elevator dan lift harus dilengkapi
dengan sarana pencegahan kecelakaan seperti alarm suara dan
petunjuk penggunaan yang mudah dipahami oleh pemakainya
atau untuk lift 4 (empat) lantai harus dilengkapi ARD
(Automatic Rexserve Divide) yaitu alat yang dapat mencari lantai
terdekat bila listrik mati.
c) Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan
mudah bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya
dan dilengkapi ram untuk brankar.
10) Fasilitas Pemadam Kebakaran
11) Bangunan rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pemadam
kebakaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
c. Ruang Bangunan
Penataan ruang bangunan dan penggunaannya harus sesuai dengan
fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan yaitu dengan
mengelompokkan ruangan berdasarkan tingkat risiko terjadinya
penularan penyakit sebagai berikut :
1) Zona dengan Risiko Rendah
Zona risiko rendah meliputi : ruang administrasi, ruang komputer,
ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis, dan
ruang pendidikan/pelatihan.
a) Permukaan dinding harus rata dan berawarna terang
b) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan,
kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai
dengan dinding harus berbentuk konus.
c) Langit-langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan
yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus
kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.
d) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter,
dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai.
e) Ventilasi harus dapat menjamin aliran udara di dalam
kamar/ruang dengan baik, bila ventilasi alamiah tidak
menjamin adanya pergantian udara dengan baik, harus
dilengkapi dengan penghawaan mekanis (exhauster) .
f) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian
minimal 1,40 meter dari lantai.
2) Zona dengan Risiko Sedang
Zona risiko sedang meliputi : ruang rawat inap bukan penyakit
menular, rawat jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu
pasien. Persyaratan bangunan pada zona dengan risiko sedang
sama dengan persyaratan pada zona risiko rendah.
e. Pencahayaan
Pencahayaan, penerangan, dan intensitasnya di ruang umum dan
khusus harus sesuai dengan peruntukkannya seperti dalam tabel
berikut :
f. Pengawasan
Persyaratan penghawaan untuk masing-masing ruang atau unit
seperti berikut :
1) Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi,
laboratorium, perlu mendapat perhatian yang khusus karena sifat
pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang tersebut.
2) Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif
sedikit (minimum 0,10 mbar) dibandingkan ruang-ruang lain di
rumah sakit.
3) Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian
rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban seperti
dalam tabel berikut :
4) Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi udara
segar dalam ruangan harus cukup (mengikuti pedoman teknis
yang berlaku)
g. Kebisingan
Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan atau unit
seperti tabel berikut :
3. Tata Laksana
a. Pemeliharaan Ruang Bangunan
1) Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore
hari.
2) Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah
pembenahan/merapi-kan tempat tidur pasien, jam makan, jam
kunjungan dokter, kunjungan keluarga, dan sewaktu-waktu
bilamana diperlukan.
3) Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus
dihindari.
4) Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan
pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan bahan antiseptikyang
tepat.
5) Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel
tersendiri.
6) Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua)
kali setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah
pudar.
7) Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding
harus segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.
b. Pencahayaan
1) Lingkungan rumah sakit, baik dalam maupun luar ruangan harus
mendapat cahaya dengan intensitas yang cukup berdasarkan
fungsinya.
2) Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk
menyimpan barang/peralatan perlu diberikan penerangan.
3) Ruang pasien/bangsal harus disediakan penerangan umum dan
penerangan untuk malam hari dan disediakan saklar dekat pintu
masuk, sekitar individu ditempatkan pada titik yang mudah
dijangkau dan tidak menimbulkan berisik.
c. Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara
1) Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus harus mendapat
perhatian yang khusus. Bila menggunakan sistem pendingin,
hendaknya dipelihara dan dioperasikan sesuai buku petunjuk
sehingga dapat menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembaban
nyaman bagi pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit yang
menggunakan pengatur udara (AC) sentral harus diperhatikan
cooling tower-nya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella
dan untuk AHU (Air Handling Unit) filter udara harus dibersihkan
dari debu dan bakteri atau jamur.
2) Suplai udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis,
dan exhaustfan hendaknya diletakkan pada ujung system ventilasi.
3) Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang-kurangnya 1 (satu) fan
dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m3/detik, dan
frekuensi pergantian udara per jam adalah 2 (dua) sampai dengan
12 kali.
4) Pengambilan supply udara dari luar, kecuali unit ruang individual,
hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minimal 7,50 meter dari
exhauster atau perlengkapan pembakaran.
5) Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap.
6) Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.
7) Suplai udara untuk daerah sensitif, ruang operasi, perawatan bayi,
diambil dekat langit-langit dan exhaust dekat lantai, hendaknya
ddisediakan 2 (dua) buah exhaust fan dan diletakkan minimal 7,50
cm dari lantai.
8) Suplai udara di atas lantai.
9) Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang
hendaknya tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk
suplai udara ke WC, toilet, gudang.
10) Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilenglengkapi dengan
saringan 2 beds. Saringan I dipasang di bagian penerimaan udara
dari luar dengan efisiensi 30 % dan saringan II (filter bakteri)
dipasang 90 %. Untuk mempelajari sistem ventilasi sentral dalam
gedung hendaknya mempelajari khusus central air conditioning
system.
11) Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang
(cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.
12) Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih
tinggi dibandingkan ruang-ruang lain dan menggunakan cara
mekanis (air conditioner).
13) Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air
conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas
lantai atau minimum 0,20 meter dari langit-langit.
14) Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) 1
(satu) kali sebulan harus disinfeksi dengan menggunakan aerosol
(resorcinol, trietylin glikol), atau disaring dengan elektron
presipitator atau menggunakan penyinaran ultra violet.
15) Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun
dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter
kualitas udara (kuman, debu, dan gas).
d. Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara
1) Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa
sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang
terhindar dari kebisingan.
2) Sumber-sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan
sekitarnya agar diupayakan untuk dikendalikan antara lain
dengan cara :
a) Pada sumber bising di rumah sakit peredaman. Penyekatan,
pemindahan, pemeliharaan mesin-mesin yang menjadi sumber
bising.
b) Pada sumber bising dari luar rumah sakit :
penyekatan/penyerapan bising dengan penanaman pohon (freen
belt), meninggikan tembok, dan meninggikan tanah (bukit
buatan).
e. Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara
1) Fasilitas Penyediaan Air Minum dan Air Bersih
a) Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan.
b) Tersedia air bersih minimum 500 lt/tempat tidur/hari
c) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan
yang membutuhkan secara berkesinambungan.
d) Distribusi air minum dan air bersih disetiap ruangan/kamar
harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan
tekanan positif.
e) Persyaratan penyehatan air termasuk kualitas air minum dan
kualitas air bersih sebagaimana tercantum dalam Bagian III
tentang Penyehatan Air.
2) Fasilitas Toilet dan Kamar Mandi
a) Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam keadaan
bersih.
b) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin,
berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
c) Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban,
peturasan dan tempat cuci tangan)tersendiri. Khususnya untuk
unit rawat inap dan kamar karyawan harus tersedia kamar
mandi.
d) Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi
dengan penahan bau (water seal).
e) Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung
dengan dapur, kamar operasi, dan ruang khusus lainnya.
f) Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan
udara luar.
g) Toilet dan kamar mandi harus terpisah antara pria dan wanit,
unit rawat inap dan karyawan, karyawan dan toilet pengunjung.
h) Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah
dijangkau dan ada petunjuk arah, dan toilet untuk pengunjung
dengan perbandingan 1 (satu) toilet untuk 1 – 20 pengunjung
wanita, 1 (satu) toilet untuk 1 – 30 pengunjung pria.
i) Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk
memelihara kebersihan.
j) Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang
dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.
3) Fasilitas Pembuangan Limbah
Persyaratan pembuangan sampah (padat medis dan domestik),
limbah cair dan gas sebagaimana tercantum dalam bagian IV
tentang Pengelolaan Limbah.
C. PENYEHATAN AIR
1. Pengertian
a. Air minum adalah air ayng melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum.
b. Sumber penyediaan air minum dan untuk keperluan rumah sakit
berasal dari Perusahaan Air Minum, air yang didistribusikan melalui
tangki air, air kemasan dan harus memenuhi syarat kualitas air
minum.
2. Persyaratan
a. Kualitas Air Minum
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum.
b. Kualitas Air yang Digunakan di Ruang Khusus
1) Ruang Operasi
Bagi rumah sakit yg menggunakan air yg sudah diolah seperti dari
PDAM, sumur bor, dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat
melakukan pengolahan tambahan dgn catridge filter dan
dilengkapi dgn disinfeksi menggunakan ultra violet (UV)
2) Ruang Farmasi dan Hemodialisis
Air yang digunakan di ruang farmasi terdiri dari air yang
dimurnikan untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi, dan
pengenceran dalam hemodialisis.
3. Tata Laksana
a. Kegiatan pengawasan kualitas air dengan pendekatan surveilans
kualitas air antara lain meliputi :
1) Inspeksi sanitasi terhadap sarana air minum dan air bersih;
2) Pengambilan, pengiriman, dan pemeriksaan sampel air;
3) Melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi pemeriksaan
laboratorium; dan
4) Tindak lanjut berupa perbaikan sarana dan kualitas air.
b. Melakukan inspeksi sanitasi sarana air minum dan air bersih rumah
sakit dilaksanakan minimal 1 tahun sekali. Petunjuk teknis inspeksi
sanitasi sarana penyediaan air sesuai dengan petunjuk yang
dikeluarkan Direktorat Jenderal PPM dan PL, Departemen Kesehatan.
c. Pengambilan sampel air pada sarana penyediaan air inum dan/atau
air bersih rumah sakit tercantum dalam Tabel 1.9
Tabel I.9
Jumlah Sampel untuk Pemeriksaan Mikrobiologik Menururt Jumlah Tempat Tidur
Jumlah Minimum Sampel Air Perbulan
Jumlah Tempat untuk
Tidur Pemeriksaan Mikrobiologik
Air Minum Air Bersih
25 – 100 4 4
101– 400 6 6
401 – 1000 8 8
> 1000 10 10
D. PENGELOLAAN LIMBAH
1. Pengertian
a. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari
kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.
b. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang
berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari
limbah medis padat dan non-medis.
c. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,
limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer
bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
d. Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur,
perkantoran, taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali
apabila ada teknologinya.
e. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal
dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya
bagi kesehatan.
f. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal
dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur,
perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik.
g. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme
patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organism
tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan
penyakit pada manusia rentan.
h. Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan
stock bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan
bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan
bahan yang sangat infeksius.
i. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker
yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan sel hidup.
j. Minimasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi
bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang
limbah (recycle)
2. Persyaratan
a. Limbah Medis Padat
1) Minimasi Limbah
a) Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai
dari sumber.
b) Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi
penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun.
c) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan
kimia dan farmasi.
d) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah
medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan
pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang
berwenang.
2) Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
a) Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang
menghasilkan limbah
b) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari
limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.
c) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah
tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah
tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk
dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat
membukanya.
d) Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat
digunakan kembali.
e) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus
melalui proses sterilisasi sesuai Tabel I.10. Untuk menguji
efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacillus
stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan
tes Bacillus subtilis.
Tabel 10
Metode Sterilisasi Untuk Limbah yang Dimanfaatkan Kembali
Metode Sterilisasi Suhu Waktu Kontak
Sterilisasi dengan panas
- Sterilisasi kering dalam oven
”Poupinel”
- Sterilisasi basah dalam otoklaf
Sterilisasi dengan bahan kimia
- Ethylene oxide (gas)
- Glutaraldehyde (cair)
160° C
170° C
121° C
50° C - 60° C
120 menit
60 menit
30 menit
3 – 8 jam
30 menit
f) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk
dimanfaatkan kembali. Apabila rumah sakit tidak mempunyai
jarum yang sekali pakai (disposable), limbah jarum hipodermik
dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses salah satu
metode sterilisasi pada Tabel I.10
g) Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan
dengan penggunaan wadah dan label seperti Tabel I.11
h) Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali
untuk pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar
X.
Tabel I.11
Jenis Wadah dan label Limbah Medis Padat Sesuai Kategorinya
Warna
Kantong Lambang
No Kategori Kontaine
Plastik Keterangan
r
1. Radiokatif Merah Kantong Box Simbol
timbale radioaktif
2 Sangat Kuning Kantong
Infeksius plastik kuat,
antibocor,
atau
kontainer
yang dapat
disterilisasi
dengan
otoklaf
3 Limbah Kuning Kantong
Infeksius, plastik kuat
patologi dan dan anti
anatomi bocor, atau
kontainer
4 Sitotoksis Ungu Kontainer
plastik kuat
dan anti
bocor
5 Limbah kimia Coklat Kantong
dan farmasi plastikatau
kontainer
2) Kecoa
a) Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu
membersihkan telur yang terdapat pada celah-celah dinding,
lemari, peralatan dan telur kecoa dimusnahkan dengan
dibakar/dihancurkan.
b) Pemberantasan kecoa
Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi.
(1) Secara fisik atau mekanis :
- Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul
- Menyiram tempat perindukan dengan air panas
- Menutup celah-celah dinding
(2) Secara kimiawi dengan menggunakan insektisida dengan
pengasapan, bubuk, semprotan, dan umpan.
3) Tikus
Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan pemasangan
perangkap, pemukulan atau sebagai alternatif terakhir dapat
dilakukan secara kimia dengan menggunakan umpan beracun.
4) Lalat
Bila kepadatan lalat di sekitar tempat sampah (perindukan)
melebihi 2 (dua) ekor per block grill maka dilakukan pengendalian
lalat secara fisik, biologik, dan kimia.
5) Binatang pengganggu lainnya
Bila terdapat kucing dan anjing, maka perlu dilakukan :
a) Penangkapan, kemudian dibuang jauh dari rumah sakit.
b) Bekerjasama dengan Dinas Peternakan setempat untuk
menangkap kucing dan anjing.
b. Pengawasan
Penerimaan dosis radiasi terhadap pekerja atau masyarakat tidak
boleh melebihi nilai batas dosis yang ditetapkan oleh Badan
Pengawas.
c. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja terhadap
Pemanfaatan Radiasi Pengion
1) Organisasi
Setiap pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiasi
harus memiliki organisasi proteksi radiasi dimana petugas radiasi
tersebut telah memiliki surat ijin sebagai petugas radiasi dari
Badan Pengawas.
2) Peralatan Proteksi Radiasi
Pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiasi harus
menyediakan dan mengusahakan peralatan proteksi radiasi,
pemantau dosis perorangan, pemantau daerah kerja, dan
pemantau lingkungan hidup, yang dapat berfungsi dengan baik
sesuai dengan jenis sumber radiasi yang digunakan.
3) Pemantauan Dosis Perorangan
Pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiasi
mewajibkan setiap pekerja radiasi untuk memakai peralatan
pemantau dosis perorangan, sesuai dengan jenis instalasi dan
sumber radiasi yang digunakan.
Pengamanan terhadap bahan yang memancarkan radiasi
hendaknya mencakup rancangan instalasi yang memenuhi
persyaratan, penyediaan pelindung radiasi atau kontainer.
Proteksi radiasi yang disediakan harus mempunyai ketebalan
tertentu yang mampu menurunkan laju dosis radiasi. Tebal bahan
pelindung sesuai jenis dan energi radiasi, aktivitas dan sumber
radiasi, serta sifat bahan pelindung.
Perlengkapan dan peralatan yang disediakan adalah monitoring
perorangan, survei meter, alat untuk mengangkat dan megangkut,
pakaian kerja, dekontaminasi kit, alat-alat pemeriksaan tanda-
tanda radiasi.
4) Pemantauan Dosis Perorangan
Pengelola rumah sakit harus menyelenggarakan pemeriksaan
kesehatan awal secara teliti dan menyeluruh, untuk setiap orang
yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi, secara berkala selama
bekerja sekurang-kurangnya sekali dalam 1 tahun.
Pengelola rumah sakit harus memeriksakan kesehatan pekerja
radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja kepada dokter
yang ditunjuk, dan hasil pemeriksaan kesehatan diberikan kepada
pekerja radiasi yang bersangkutan.
Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, pengelola rumah sakit harus
menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi pekerja radiasi
yang diduga menerima pajanan berlebih.
5) Pemantauan Dosis Perorangan
Pengelola rumah sakit harus tetap menyimpan dokumen yang
memuat catatan dosis hasil pemantauan daerah kerja, lingkungan,
dan kartu kesehatan pekerja selama 30 tahun sejak pekerja radiasi
berhenti bekerja.
6) Jaminan Kualitas
Pengelola rumah sakit harus membuat program jaminan kualitas
bagi instalasi yang mempunyai potensi dampak radiasi tinggi.
Untuk menjamin efektivitas pelaksaan Badan pengawas
melakukan inspeksi dan audit selama pelaksanaan program
jaminan kualitas.
7) Pendidikan dan Pelatihan
Setiap pekerja harus memperoleh pendidikan dan pelatihan
tentang keselamatan dan kesehatan kerja terhadap radiasi.
Pengelolan rumah sakit bertanggung jawab atas pendidikan dan
pelatihan.
d. Kalibrasi
Pengelola rumah sakit wajib mengkalibrasikan alat ukur radiasi scara
berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. Pengelola rumah
sakit wajib mengkalibrasi keluaran radiasi (output) peralatan
radioterapi secara berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali.
Kalibrasi hanya dapat dilakukan oleh instalasi yang telah
terakreditasi dan ditunjuk oleh Badan Pengawas.
e. Penanggulangan Kecelakaan Radiasi
Pengelola rumah sakit harus melakukan upaya pencegahan terjadinya
kecelakaan radiasi. Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, pengelola
rumah sakit harus melakukan upaya penanggulangan diutamakan
pada keselamatan manusia. Lokasi tempat kejadian harus diisolasi
dengan memberi tanda khusus seperti pagar, barang atau bahan yang
terkena pancaran radiasi segera diisolasi kemudian didekontaminasi.
Jika terjadi kecelakaan radiasi, pengelola rumah sakit harus segera
melaporkan terjadinya kecelakaan radiasi dan upaya
penanggulangannya kepada Badan Pengawas dan instansi terkait
lainnya.
f. Pengelolaan Limbah Radioaktif
Penghasil limbah radioaktif tingkat rencah dan tingkat sedang wajib
mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan menyimpan
semenatara limbah radioaktif sebelum diserahkan kepada Badan
Pelaksana.
Pengelolaan limbah radioaktif pada unit kedokteran nuklir dilakukan
pemilahan menurut jenis yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah
radioaktif yang berasal dari luar negeri tidak diizinkan untuk
disimpan di wilayah Indonesia.
5. Pendidikan dan Pelatihan K3
Pendidikan dan Pelatihann K3 di Rumah Sakit, ditetapkan sebagai
berikut :
Setiap pegawai di Rumah Sakit diberikan kesempatan mengikuti
pendidikan dan pelatihan K3 untuk menambah pengetahuan dan
ketrampilan dibidang K3.
Rumah Sakit melalui urusan diklat menyelenggarakan pendidikan
dan pelatihan K3 bagi pegawai secara berkala dan berkesinambungan.
Materi pendidikan dan latihan K3 akan selalu disesuaikan dengan
kebutuhan, kemajuan dan perkembangan K3.
Pendidikan dan pelatihan K3 dapat melalui seminar, workshop,
pertemuan ilmiah, dll.
7. Peningkatan Mutu
Peningkatan Mutu K3 Rumah Sakit, meliputi :
Ada pencatatan tentang semua kejadian serta penanggulangan kasus
K3.
Dilakukan analisa terhadap kasus kejadian K3 di rumah sakit oleh
Panitia K3 Rumah Sakit.
Hasil Analisa dibuatkan rekomendasi dan laporannya kepada direktur
rumah sakit
BAB V
KEBAKARAN
A. LATAR BELAKANG
Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari/mewaspadai akan
faktor-faktor yang menjadi sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan
mengambil langkah-langkah untuk mencegah kemungkinan tersebut
menjadi kenyataan. Pencegahan kebakaran membutuhkan suatu program
pendidikan dan pengawasan beserta pengawasan pegawai, suatu rencana
pemeliharaan yang cermat dan teratur atas bangunan dan kelengkapannya,
inspeksi/pemeriksaan, penyediaan dan penempatan yang baik dari
peralatan pemadam kebakaran termasuk memeliharanya baik segi siap-
pakainya maupun dari segi mudah dicapainya.
B. PENGERTIAN
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat
yang tidak kita hendaki, merugikan dan pada umumnya sukar
dikendalikan.
C. RUANG LINGKUP
a. Pencegahan Kebakaran
Pengelolaan pencegahan kebakaran di Rumah Sakit yaitu dengan
mengendalikan sumber panas seperti Listrik, listrik statis, nyala api dan
bahan mudah terbakar seperti kertas, karpet, karet, dll.
Cara pengendaliannya adalah sebagai berikut :
Menetapkan larangan merokok di Rumah Sakit.
Monitoring Inspeksi Listrik secara teratur.
Menyediakan alat Pemadam Api ringan dengan jumlah cukup sesuai
ketentuan yang berlaku.
Inspeksi Peralatan Pemadaman Kebakaran secara berkala.
Pemasangan tanda-tanda peringatan bahaya kebakaran pada tempat-
tempat berisiko.
b. Penanggulangan Kebakaran
Apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah
menghilangkan adanya Oksigen dalam kebakran tersebut. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan Alat pemadam Api Ringan (APAR) yang
fungsinya mengisolasi adanya oksigen dalam api tersebut, selain itu
dapat digunakan air untuk memadamkan kebakaran sebagai media yang
dapat menimbulkan reaksi pendinginan panas dan isolasi oksigen dari
kebakaran tersebut.
Agar pegawai dapat melakukan penanggulangan kebakaran secara
dini maka dilakukanlah pelatihan secara berkala cara menggunakan
APAR dan simulasi penggunaan APAR.
Cara penanggulangan Kebakaran di RS adalah sebagai berikut :
Menyediakan dan mengontrol fungsi alat pendeteksian panas agar
berfungsi baik.
Menyediakan dan mengontrol fungsi Alat pendeteksi asap agar
berfungsi baik.
Alarm kebakaran dengan jumlah cukup.
Alat pemadam api ringan (APAR) dengan jumlah cukup sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Diklat pemadaman api bagi pegawai Rumah Sakit, yang dilakukan
secara berkala 2 kali dalam satu tahun.
BAB VI
KEWASPADAAN BENCANA
A. LATAR BELAKANG
Bencana umumnya dapat terjadi dimana saja dan kapan saja yang
datangnya tiba-tiba. Rumah Sakit sebagai salah satu “Public Area” tidak
mustahil menghadapi bahaya ini. Sehubungan dengan hal tersebut di atas
perlu disusun suatu acuan atau pedoman bagi seluruh pegawai Rumah
Sakit untuk menghadapi suatu bencana yang mungkin akan terjadi di
Rumah Sakit.
B. PENGERTIAN
Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam atau manusia yang mengakibatkan korban dan
penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan,
kerusakan sarana, dan prasarana umum yang memerlukan pertolongan dan
bantuan secara khusus.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari kegiatan-kegiatan kewaspadaan bencana di Rumah
Sakit, meliputi :
1. Diperlukan pedoman pencegahan dan penanggulangan bencana yang
dapat digunakan bagi seluruh pegawai Rumah Sakit dalam mengambil
langkah-langkah yang diperlukan guna mencegah dan menanggulangi
bencana di Rumah Sakit, oleh karena itu telah dibuat pedoman
penanggulangan bencana yang dapat dievaluasi untuk perbaikan sistem
penanggulangan bencana.
2. Pembekalan Bagi Pegawai dalam menghadapi bencana. Untuk
pembekalan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman pegawai dalam
penanggulangan bencana maka diadakan Pelatihan dan Simulasi
Penanggulangan Bencana yang dilaksanakan sebanyak 2 x setiap
tahunnya.
3. Ditetapkan sistem komunikasi dalam penanggulangan bencana yaitu tata
cara penggunaan telepon, daftar nomor penting, dan kewenangan
penggunaan telepon.
4. Tersedianya rambu-rambu khusus untuk jalur evakuasi pasien.
5. Sarana dan Prasarana rumah sakit mengikuti ketentuan perijinan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
PENDIDIKAN DAN LATIHAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam upaya untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan,
Keterampilan, dan pengalaman pegawai rumah sakit dalam melaksanakan
kegiatan /unsur-unsur K3 maka dipandang perlu untuk melaksanakan
pendidikan dan latihan K3.
Tujuan diselenggarakankannya diklat K3 adalah untuk membentuk
karyawan yang peka, tanggap dan waspada terhadap K3 sehingga
mempunyai kesadaran dan kemauam untuk melakukan kegiatan-kegiatan
K3.
B. PENGERTIAN
Diklat adalah suatu upaya menambah pengetahuan, ketrampilan dan
pengalaman secara sistimatik dari suatu pengetahuan, ketrampilan, dan
pengalaman yang ingin didapatkan.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup kegiatan diklat adalah :
1. Diklat kelas
Diklat kelas untuk pembahasan teori, dan diskusi sesuai dengan materi
yang disampaikan dan berkaitan dengan unsur-unsur K3.
2. Simulasi
Dilakukan simulasi K3 yang bermanfaat memberikan pengalaman dan
gambaran suatu peristiwa kejadian K3, seperti :
Pemadaman api dengan APAR
Evakuasi Pasien
BAB VIII
SISTEM EVALUASI DAN PELAPORAN
A. LATAR BELAKANG
Evaluasi dan pelaporan merupakan suatu bagian yang tidak
terpisahkan dari sebuah kegiatan, baik yang bersifat rutin maupun yang
tidak terjadwal. Evaluasi bertujuan untuk menganalisa hasil kegiatan yang
telah dilakukan sekaligus memberikan penilaian apakah kegiatan yang
dilakukan telah mencapai sasaran yang diharapkan atau hasil kegiatan
belum memenuhi harapan sehingga perlu dilakukan tindak lanjut sehingga
dicapai sasaran yang diharapkan.
B. PENGERTIAN
Evaluasi merupakan hasil pelaksanaan kegiatan dari rencana kegiatan
- kegiatan atau yang telah dibuat. Pelaporan adalah kegiatan membuat
analisa dan rekomendasi dari hasil pelaksanaan kegiatan atau evaluasi.
C. RUANG LINGKUP
Kegiatannya meliputi :
1. Pengumpulan data dari pelaksanaan kegiatan dari unsur – unsur K3
rumah sakit.
2. Mengadakan pertemuan 6 (enam) bulanan guna membahas hasil
pelaksanaan kegiatan K3.
3. Melakukan analisa dan membuat rekomendasi
4. Membuat laporan hasil evaluasi untuk selanjutnya disampaikan kepada
direktur rumah sakit.
BAB IX
PENUTUP