Anda di halaman 1dari 116

PEMERINTAH DAERAH KOTA SUKABUMI

DINAS KESEHATAN
UPT RSUD AL-MULK KOTA SUKABUMI
Jl. Pelabuhan II KM 6 Lembursitu Kota Sukabumi Telp (0266)-6243088
email : rsudalmulk@gmail.com

SURAT KEPUTUSAN
Nomor : .

TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KESELAMATAN KERJA, KEBAKARAN DAN
KEWASPADAAN BENCANA (K3) DI RSUD AL-MULK KOTA
SUKABUMI

DIREKTUR RSUD AL-MULK KOTA SUKABUMI

Menimbang : Bahwa dalam rangka meningkatkan kenyamanan dan


pelayanan di RSUD Al-Mulk, maka dipandang perlu untuk
menetapkan Pedoman Pelaksanaan Keselamatan Kerja
,Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K3) di RSUD Al-
Mulk.

Mengingat : 1. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2918);
2. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
3. Keputusan Menkes No. 876/Menkes/SK/VIII/2001
tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan
Lingkungan.
4. Keputusan Menkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri.
5. Keputusan Menkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit.
6. Surat Edaran Dirjen Yanmed No. HK.00.06.6.4.0197.
7. Standar Akreditasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN
Menetapkan

Pertama : Memberlakukan / menetapkan Pedoman Pelaksanaan


K3RS RSUD Al-Mulk Kota Sukabumi sebagaimana
tersebut dalam lampiran Surat Keputusan ini.

Kedua : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan


dengan catatan apabila dikemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan dalam Surat Keputusan ini, akan
diadakan pembetulan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan Di Sukabumi
Pada Tanggal:………………

Direktur RSUD Al-Mulk


Kota Sukabumi

dr. H. Munifah Budi Isnaeni


Nip.19700210 200604 2 007
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas
dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas
dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan
pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja
(KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di RSUD
Al-Mulk Kota Sukabumi belum terekam dengan baik.
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan
oleh masyarakat maka tuntutan pengelolaan program keselamatan kerja,
kebakaran dan kewaspadaan bencana di Rumah Sakit (K3RS) semakin
tinggi karena Sumber daya manusia Rumah Sakit, pengunjung/pengantar
pasien, pasien dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan
perlindungan dari gangguan keselamatan kerja, kebakaran dan
kewaspadaan bencana, baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian
pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di
rumah sakit yang tidak memenuhi standar.
Di dunia Internasional program K3 telah lama diterapkan diberbagai
sektor industri (akhir abad 18), kecuali disektor kesehatan. Perkembangan
K3RS tertinggal dikarenakan fokus pada kegiatan kuratif, bukan preventif.
Fokus pada kualitas pelayanan pada pasien, tenaga profesi di bidang K3
masih terbatas, organisasi kesehatan yang dianggap pasti telah melindungi
diri dalam bekerja.
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat
dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan, kemajuan teknilogi, dan kehidupan social ekonomi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya. Selain dituntut mampu memberikan pelayanan dan
pengobatan yang bermutu, Rumah Sakit juga dituntut harus melaksanakan
dan mengembangkan program K3 di Rumah Sakit (K3RS).
Upaya penerapan Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan
Bencana di Rumah Sakit (K3RS) telah diatur dalam Undang-undang Nomor
1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang-undang Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan, Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, Permenkes Nomor 1204 tahun 2004 dan dipertegas dalam
Permenkes Nomor 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
Oleh karena itu, Rumah Sakit dituntut untuk melaksanakan Upaya
Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K3) yang
dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga resiko terjadinya
Penyakit Akibat Kerja (PAK), Kecelakaan Akibat Kerja (KAK), bahaya
kebakaran dan kewaspadaan bencana di Rumah Sakit dapat dihindari.
Sehingga upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit
khususnya dalam hal kesehatan dan keselamatan bagi SDM Rumah Sakit,
pasien, pengunjung/pengantar pasien dan masyarakat sekitar Rumah Sakit
dapat dilaksanakan.

B. FALSAFAH
Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K3) di
rumah sakit, adalah suatu upaya pengelolaan resiko di lingkungan kerja
untuk meminimalkan dampak di tempat kerja dan tercipta lingkungan kerja
yang aman dan sehat, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan
Rumah Sakit.

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk
SDM Rumah Sakit, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar
pasien, masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit sehingga proses
pelayanan Rumah Sakit berjalan baik dan lancaar.

2. Tujuan Khusus
a. Terwujudnya organisasi kerja yang menunjang tercapainya K3RS;
b. Meningkatnya profesionalisme dalam hal K3 bagi manajemen,
pelaksana dan pendukung program;
c. Terpenuhi syarat-syarat K3 di setiap unit kerja;
d. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK, KAK, bahaya
kebakaran dan bencana;
e. Terselenggaranya program K3RS secara optimal dan menyeluruh;
f. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas Rumah Sakit.

D. SASARAN
1. Pengelola Rumah Sakit;
2. Pekerja Rumah Sakit;
3. Pengunjung dan Pasien Rumah Sakit.

E. UPAYA KESEHATAN KERJA DI RUMAH SAKIT


Upaya K3 di Rumah Sakit menyangkut tenaga kerja, cara /metode
kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi
peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap
petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultan dari tiga
komponen K3, yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja.
Agar K3RS dapat dipahami secara utuh, perlu diketahui pengertian tiga
komponen yang saling berinteraksi, yaitu :
1. Kapasitas kerja adalah kemampuan seoran gpekerja untuk
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik pada suatu tempat kerja
dalam waktu tertentu dengan memperhatikan status kesehatan kerja
dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima setiap
pekerja agar dapat melakukan pekerjaannnya dengan baik;
2. Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus ditanggung
oleh pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya yang dipengaruhi
dengan kondisi lingkungan krjanya;
3. Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yagn
meliputi factor fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang
mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya.
F. PENGERTIAN
1. Kesehatan Kerja Menurut WHO/ILO (1995), kesehatan kerja
bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan
fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua
jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja
yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja
dalam pekerjaannya dari resiko akibat factor yang merugikan
kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan
psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan
kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau
jabatannya;
2. Kesehatan dan Keselamatan Kerja adala upaya untuk memberikan
jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK),
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan
dan rehabilitasi;
3. Konsep dasar K3RS adalah upaya terpadu seluruh pekerja rumah
sakit, pasien, pengunjung/pengantar pasien untuk menciptakan
lingkungan kerja, tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman dan
nyaman baik bagi pekerja rumah sakit, pasien, pengunjun/pengntar
pasien maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit;
4. Pengelola K3RS adalah organisasi yang menyelenggarakan program
Kesehatan dan Keselamatan Kerja secara menyeluruh di Rumah
Sakit;
5. Sertifikasi dalam bidang K3 adalah pengetahuan dan keahlian yang
didapat baik secara formal melalui jenjang pendidikan resmi di
perguruan tinggi maupun secara informal melalui pelatihan,
workshop, seminar, pertemuan ilmiah dll;
6. Pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 Rumah Sakit
adalah pelatihan tentang K3 Rumah Sakit yang diakreditasi oleh
pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan;

G. RUANG LINGKUP PROGRAM


Standar Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana di
Rumah Sakit (K3RS) mencakup beberapa aspek, yaitu :
1. Disaster program;
2. Pencegahan dan pengendalian kebakaran;
3. Keamanan pasien, pengunjung dan petugas;
4. Keselamatan dan kesehatan pegawai;
5. Pengelolaan bahan dan barang berbahaya;
6. Kesehatan lingkungan kerja;
7. Sanitasi rumah sakit;
8. Sertifikasi/kalibrasi sarana, prasarana dan peralatan;
9. Pengelolaan limbah padat, cair dan gas;
10. Pendidikan dan pelatihan K3;
11. Pengumpulan, pengelolaan dan pelaporan data.

H. DASAR PERUNDANG-UNDANGAN
Agar penyelenggaraan Keselamatan Kerja, Kebakaran dan
Kewaspadaan Bencana di Rumah Sakit (K3RS) lebih efektif, efisien, terpadu
dan menyeluruh maka diperlukan peraturan perundang-undangan sebagai
dasar hukum dalam pelaksanaan K3 di Rumah Sakit adalah sebagai berikut
:
1. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918) pasal 3
yang memuat persyaratan keselamatan kerja adalah sebagai berikut :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. Member kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. Member alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya
suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan
angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja
baik physic maupun phychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara dan proses kerjanya;
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman atau barang;
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,
perlakuan dan penyimpanan barang;
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang berbahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007
tentang pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 tentang
Perizinan Rumah Sakit; dan
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1087/Menkes/SK/VIII/2010
tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
BAB II
PENGORGANISASIAN K3

A. STRUKTUR ORGANISASI
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab
manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing
serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus
ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung
jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta
penegakkan disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3RS secara
spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua
tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab
timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan
pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja,
sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan
mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana program
yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan, maka
perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.
Struktur organisasi Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan
Bencana di Rumah Sakit (K3RS) berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 adalah :
1. Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur, bukan kerja
rangkap dan merupakan unit organisasi yang bertanggung jawab
langsung kepada Direktur Rumah Sakit, karena berkaitan langsung
dengan regulasi, kebijakan, biaya, logistik dan Sumber Daya Manusia.
Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3RS, yang dibantu oleh
unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di Rumah Sakit.
2. Keanggotaan organisasi/unit pelaksana K3RS beranggotakan unsur-
unsur dari petugas dan jajaran Direksi Rumah Sakit. Organisasi/unit
pelaksana K3RS terdiri dari sekurang-kurangnya ketua, sekretaris
dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3 RS dipimpin oleh ketua.
Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris
serta anggota.

Ketua organisasi/unit pelaksana K3RS sebaiknya adalah salah satu


manajemen tertinggi di Rumah Sakit atau sekurang-kurangnya manajemen
DIREKTUR
dibawah langsung Direktur Rumah Sakit. Sedang sekretaris organisasi/unit
pelaksana K3RS adalah seorang tenaga profesional K3RS, yaitu manajer
K3RS atau ahli K3. KETUA TIM K3RS

WAKIL KETUA
Berikut Struktur Organisasi
TIM K3RS K3RS
SEKRETARIS
TIM K3RS

DIVISI I DIVISI II DIVISI III DIVISI IV


UPAYA UPAYA UPAYA
UPAYA KEWASPADAAN
PENANGGULANGAN KESEHATAN
KESEHATAN BENCANA
KEBAKARAN LINGKUNGAN KERJA

TIM PENDUKUNG
B. SUSUNAN KEPANITIAAN

1. Tenaga Staf Panitia K3RS


NAMA JABATAN
Ketua
Wakil Ketua
Sekertaris
Penanggung Jawab Kesehatan Kerja
Penanggung Jawab Kewaspadaan
Bencana
Penanggung Jawab Penanggulangan
Kebakaran
Penanggung Jawab Kesehatan
Lingkungan Kerja
2. Tenaga Pendukung Panitia K3RS
a. General Manager = 3 orang
b. Kepala Bagian = orang
c. Kepala Ruangan = 2 orang
d. Kepala Instalasi = 3 Orang

C. URAIAN TUGAS
1. Tugas pokok Panitia K3RS
a. Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada Direktur Rumah
Sakit mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3;
b. Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk
pelaksanaan dan prosedur;
c. Membuat program K3RS
2. Fungsi Panitia K3RS
a. Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta
permasalahan yang berhubungan dengan K3;
b. Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya
promosi K3; pelatihan dan penelitian K3 di Rumah Sakit;
c. Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3;
d. Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan
korektif;
e. Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS;
f. Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol
bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan;
g. Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan
sesuai kegiatannya;
h. Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru,
pembangunan gedung dan proses.

3. Uraian Tugas Panitia K3RS


a. Ketua Panitia K3RS
NAMA JABATAN : Ketua Panitia K3RS

TUGAS POKOK : Mengawasi pelaksanaan kegiatan K3 di


RSUD Al-Mulk
WEWENANG : 1. Menyusun program kerja PK3RS.
2. Memberikan usulan kepada Direktur
RSUD Al-Mulk Kota Sukabumi tentang
perbaikan masalah K3.
URAIAN TUGAS : 1. Menentukan langkah, kebijakan demi
tercapainya pelaksanaan program
Panitia K3 RSUD Al-Mulk
2. Memimpin semua rapat pleno Panitia
K3 RSUD Al-Mulk Kota Sukabumi atau
menunjuk anggota untuk memimpin
rapat pleno.
3. Melakukan rapat dan evaluasi program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
RSUD Al-Mulk
PERSYARATAN : Minimal dokter umum yang memiliki
JABATAN sertifikat K3.
TANGGUNG : Bertanggung jawab kepada Direktur
JAWAB RSUD Al-Mulk

b. Wakil Ketua Panitia K3RS


NAMA JABATAN : Wakil Ketua Panitia K3RS

TUGAS POKOK : Membantu ketua dalam mengawasi


pelaksanaan kegiatan K3 di RSUD Al-
Mulk
WEWENANG : Membantu ketua dalam menyusun
program kerja Panitia K3 RSUD Al-Mulk
URAIAN TUGAS : Menggantikan ketua dalam memimpin
semua rapat panitia K3 RSUD Al-Mulk
Kota Sukabumi jika ketua berhalangan
hadir.
PERSYARATAN : Minimal pendidikan S1 dari segala
JABATAN jurusan.
TANGGUNG : Bertanggung jawab kepada Ketua Panitia
JAWAB K3 RSUD Al-Mulk

c. Sekretaris Panitia K3RS


NAMA JABATAN : Sekretaris Panitia K3RS.

TUGAS POKOK : Melakukan pencatatan dan pengumpulan


dokumen yang berkaitan dengan K3 di
RSUD Al-Mulk
WEWENANG : Membantu Ketua dalam menyusun
program kerja Panitia K3RS.
URAIAN TUGAS : 1. Mencatat notulen rapat rutin.
2. Mengumpulkan dokumen yang
berkaitan dengan K3RS.
PERSYARATAN : Pendidikan minimal SLTA dari segala
JABATAN jurusan.
TANGGUNG : Bertanggung jawab kepada Ketua Panitia
JAWAB K3 RSUD Al-Mulk

d. Penanggung Jawab Penanggulangan Kebakaran


NAMA JABATAN : Penanggung Jawab Penanggulangan
Kebakaran
TUGAS POKOK : Membantu ketua dalam melaksanakan
kegiatan K3 di RSUD Al-Mulk Kota
Sukabumi khususnya di bidang
pencegahan dan penanggulangan
kebakaran.
WEWENANG : Bertanggung jawab dalam pelaksanaan
program penanggulangan kebakaran di
RSUD Al-Mulk
URAIAN TUGAS : 1. Melaksanakan program pencegahan
dan penanggulangan kebakaran.
2. Melakukan identifikasi risiko bahaya
kebakaran di lingkungan RSUD Al-
Mulk
3. Melakukan pengecekan sarana dan
prasarana yang menunjang
pencegahan dan penanggulangan
kebakaran.

PERSYARATAN : Minimal pengalaman di bidang


JABATAN Maintenance selama 1 tahun.
TANGGUNG : Bertanggung jawab kepada Ketua Panitia
JAWAB K3 RSUD Al-Mulk
e. Penanggung Jawab Kewaspadaan Bencana
NAMA JABATAN : Penanggung Jawab Kewapadaan Bencana

TUGAS POKOK : Membantu ketua dalam melaksanakan


kegiatan K3 di RSUD Al-Mulk Kota
Sukabumi khususnya di bidang
kewaspadaan bencana.
WEWENANG : Bertanggung jawab dalam pelaksanaan
program kewaspadaan bencana di RSUD
Al-Mulk
URAIAN TUGAS : Melaksanakan program kewaspadaan
bencana.
PERSYARATAN : Minimal D3 Keperawatan yang bertugas di
JABATAN UGD.
TANGGUNG : Bertanggung jawab kepada Ketua Panitia
JAWAB K3 RSUD Al-Mulk

f. Penanggung Jawab Kesehatan Lingkungan Kerja


NAMA JABATAN : Penanggung Jawab Kesehatan
Lingkungan Kerja
TUGAS POKOK : Membantu ketua dalam melaksanakan
kegiatan K3 di RSUD Al-Mulk Kota
Sukabumi khususnya di bidang
kesehatan lingkungan kerja.
WEWENANG : Bertanggung jawab dalam pelaksanaan
program kesehatan lingkungan kerja di
RSUD Al-Mulk
URAIAN TUGAS : Melaksanakan program kesehatan
lingkungan kerja.
PERSYARATAN : Minimal D3 Keperawatan.
JABATAN
TANGGUNG : Bertanggung jawab kepada Ketua Panitia
JAWAB K3 RSUD Syekh Yusuf

g. Penanggung Jawab Kesehatan Kerja


NAMA JABATAN : Penanggung Jawab Kesehatan Kerja.
TUGAS POKOK : Membantu ketua dalam melaksanakan
kegiatan K3 di RSUD Al-Mulk Kota
Sukabumi khususnya di bidang
kesehatan kerja.
WEWENANG : Bertanggung jawab dalam pelaksanaan
program kesehatan kerja di RSUD Al-Mulk
URAIAN TUGAS : Melaksanakan program kesehatan kerja.

PERSYARATAN : Minimal D3 Keperawatan.


JABATAN
TANGGUNG : Bertanggung jawab kepada Ketua Panitia
JAWAB K3 RSUD Syekh Yusuf

h. Tenaga Pendukung Panitia K3RS


NAMA JABATAN : Tenaga Pendukung Panitia K3RS.

TUGAS POKOK : Membantu panitia K3RS dalam


memobilisasi kegiatan K3 di RSUD Al-
Mulk
WEWENANG : Bertanggung jawab melaksanakan
mobilisasi kegiatan K3 di RSUD Al-Mulk
URAIAN TUGAS : Mobilisasi pegawai dalam penanggulangan
bencana di RSUD Al-Mulk
PERSYARATAN : 1. Kepala Bagian
JABATAN 2. Kepala Instalasi
3. Kepala Ruangan
TANGGUNG : Bertanggung jawab kepada Ketua Panitia
JAWAB K3 RSUD Syekh Yusuf

D. RENCANA PROGRAM

1. Pengembangan kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di


Rumah Sakit
a. Pembentukan atau revitalisasi organisasi K3RS;
b. Merencanakan program K3RS selama 3 tahun ke depan (setiap 3
tahun dapat direvisi kembali, sesuai dengan kebutuhan

2. Pembudayaan perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja di


Rumah Sakit (K3RS)
a. Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran Rumah Sakit, baik
bagi pekerja, pasien maupun pengunjung Rumah Sakit;
b. Penyebaran media komunikasi dan informasi baik melalui film,
leaflet, poster, pamflet, dll;
c. Promosi K3 pada setiap pekerja yang bekerja disetiap unit RS
dan para pasien serta para pasien serta pengunjung Rumah
Sakit.

3. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) K3RS


a. Pelatihan Umum K3RS;
b. Pelatihan intern Rumah Sakit, khususnya pekerja perunit
Rumah Sakit;
c. Pengiriman SDM untuk pendidikan formal, pelatihan lanjutan,
seminar dan workshop yang berkaitan dengan K3.

4. Pengembangan Peodoman, Petunjuk Teknis dan Standard


Operasional Procedure (SOP) K3RS
a. Penyusunan pedoman praktis ergonomic di Rumah Sakit;
b. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja;
c. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan keselamatan
kerja;
d. Penyusunan pedoman pelaksanaan tanggap darurat di RS;
e. Penyusunan pedoman pelaksanaan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran;
f. Penyusunan pedoman pengelolaan penyehatan lingkungan
Rumah Sakit;
g. Penyusunan pedoman pengelolaan factor resiko dan pengelolaan
limbah Rumah Sakit;
h. Penyusunan petunjuk teknis pencegahan kecelakaan dan
penanggulangan bencana;
i. Penyusunan control terhadap penyakit infeksi;
j. Penyusunan SOP angkat angkut pasien di Rumah Sakit;
k. Penyusunan SOP terhadap Bahan Beracun dan Berbahaya (B3);
l. Penyusunan SOP kerja dan peralatan di masing-masing unit
kerja Rumah Sakit.
5. Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja
a. Mapping lingkungan tempat kerja (area atau tempat kerja yang
dianggap beresiko dan berbahaya, area/tempat kerja yang belum
melaksanakan program K3RS, area/tempat kerja yang sudh
melaksanakan program K3RS, area/tempat kerja yang sudah
melaksanakan dan mendokumentasikan pelaksanaan program
K3RS);
b. Evaluasi lingkungan tempat kerja (walk through dan observasi,
wawancara SDM Rumah Sakit, survey dan kuesioner, checklist
dan evaluasi lingkungan tempat kerja secara rinci.

6. Pelayanan kesehatan kerja


a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja,
pemeriksaan kesehatan berkala, dan pemeriksaan kesehatan
khusus bagi SDM Rumah Sakit;
b. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi
SDM Rumah Sakit yang menderita sakit;
c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan
kemampuan fisik SDM Rumah Sakit;
d. Perlindungan spesifik dengan pemberian imunisasi pada SDM
Rumah Sakit yang bekerja pada area/tempa kerja yang beresiko
dan berbahaya;
e. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja.
7. Pelayanan keselamatan kerja
a. Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana,
prasarana dan peralatan kesehatan di Rumah Sakit;
b. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja di
Rumah Sakit;
c. Pengelolaan, pemeliharaan dan sertifikasi sarana, prasarana dan
peralatan Rumah Sakit;
d. Pengadaan peralatan K3RS.
8. Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah
padat, cair dan gas
a. Penyediaan fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan limbah
padat, cair dan gas;
b. Pengelolaan limbah medis dan non medis.
9. Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahya
a. Inventarisasi jasa, bahan beracun berbahaya dan barang
berbahya (Permenkes No. 472 tahun 1996);
b. Membuat kebijakan dan prosedur pengandaan, penyimpanan
dan penanggulangan bila terjadi kontaminasi dengan acuan
Lembar Data Keselamatan Bahan (MSDS-Material Safety Data
Sheet) atau Lembar Data Pengaman(LDP); lembar informasi dari
pabrik tentang sifat khusus (fisik/kimia) dari bahan, cara
penyimpanan, resiko pajanan dan cara penanggulangan bila
terjadi kontaminasi.

10. Pengembangan manajemen tanggap darurat


a. Menyusun rencana tanggap darurat (survey bahaya, membentuk
tim tanggap darurat, menetapkan prosedur pengendalian,
pelatihan, dll;
b. Pembentukan organisasi/tim kewaspadaan bencana;
c. Pelatihan dan uji coba terhadap kesiapan petugas tanggap
darurat;
d. Inventarisasi tempat-tempat beresiko dan berbahaya serta
membuat denahnya (laboratorium, rontgen, farmasi, CSSD,
kamar operasi, genset, kamar isolasi penyakit menular, dll;
e. Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap darurat/bencana;
f. Membuat kebijakan prosedur kewaspadaan, upaya pencegahan
dan pengendalian bencana pada tempat-tempat yang beresiko
tersebut;
g. Membuat rambu-rambu/tanda khusus jalan keluar untuk
evakuasi apabila terjadi bencana.
h. Memberikan Alat Pelindung Diri (APD) pada petugas di tempat-
tempat yang beresiko (masker, apron, kaca mata, sarung tangan
dll);
i. Sosialisasi dan penyuluhan ke seluruh SDM Rumah Sakit;
j. Pembentukan system komuinikasi internal dan eksternal
tanggap darurat Rumah Sakit;
k. Evakuasi system tanggap darurat.

11. Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan


kegiatan K3
a. Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan serta
penanggulangan kecelakaan kerja, PAK, kebakaran dan bencana
(termasuk format pencatatan dan pelaporan yang sesuai dengan
kebutuhan);
b. Pembuatan system pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
(alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka serta SOP
pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris celaka
(near miss) dan celaka);
c. Pendokumentasian data :
 Data seluruh SDM Rumah Sakit;
 Data SDM Rumah Sakit yang sakit dilayani;
 Data pekerja luar Rumah Sakit yang sakit dilayani;
 Data pemeriksaan kesehatan SDM Rumah sakit
i. Sebelum bekerja (awal) (orang);
ii. Berkala (orang)
iii. Khusus (orang)
 Cakupan MCU bagi SDM Rumah Sakit;
 Angka absensi SDM Rumah Sakit;
 Kasus penyakit umum pada pekerja luar Rumah Sakit;
 Jenis penyakit yang terbanyak dikalangan pekerja Rumah Sakit;
 Jenis penyakit yang terbanyak dikalangan pekerja Luar Rumah
Sakit;
 Kasus penyakit akibat kerja (SDM Rumah Sakit);
 Kasus penyakit akibat kerja (pekerja luar Rumah Sakit);
 Kasus diduga penyakit akibat kerja (SDM Rumah Sakit);
 Kasus diduga penyakit akibat kerja (pekerja luar Rumah Sakit);
 Kasus kecelakaan akibat kerja (SDM Rumah Sakit);
 Kasus kecelakaan akibat kerja (pekerja luar Rumah Sakit);
 Kasus kebakaran/peledakan akibat bahan kimia;
 Data kejadian nyaris celaka (near miss) dan celaka;
 Data sarana, prasarana dan peralatan keselamatan kerja;
 Data perizinan;
 Data kegiatan pemantauan keselamatan kerja;
 Data pelatihan dan sertifikasi;
 Data pembinaan dan pengawasan terhadap kantin dan pengelolaan
makanan di Rumah Sakit (dapur);
 Data promosi kesehatan dan keselamatan kerja bagi SDM Rumah
Sakit, pasien dan pengunjung/pengantar pasien;
 Data petugas kesehatan RS yang berpendidikan formal kesehatan
kerja, sudah dilatih kesehatan dan keselamatan kerja dan sudah
dilatih tentang diagnose PAK;
 Data kegiatan pemantauan APD (jenis, jumlah, kondisi dan
penggunaannya);
 Data kegiatan pemantauan kesehatan lingkungan kerja dan
pengendalian kesehatan lingkungankerja dan pengendalian bahaya
di tempat kerja (unit kerja Rumah Sakit).

12. Review program tahunan


a. Melakukan internal audit K3 dengan menggunakan instrument
self assessment akreditasi Rumah Sakit;
b. Umpan balik SDM Rumah Skit melalui wawancara langsung,
observasi singkat, survey tertulis dan kuesioner, dan evaluasi
ulang;
c. Analisa biaya terhadap SDM Rumah Sakit atas kejadian penyakit
dan kecelakaan akibat kerja;
d. Mengikuti akreditasi Rumah Sakit.
BAB III
FASILITAS DAN PERALATAN

Dengan mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan
dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit, maka pedoman standar Fasilitas
dan Peralatan sebagai berikut :

A. SISTEM KOMUNIKASI
1. Tersedia saluran telepon internal dan eksternal dan berfungsi dengan
baik;
2. Tersedia saluran telepon khusus untuk keadaan darurat (untuk UGD,
sentral telepon dan posko tanggap darurat);
3. Instalasi kabel telah terpasang rapi, aman dan berfungsi dengan baik;
4. Tersedia komunikasi lain (HT, paging system dan alarm) untuk
mendukung komunikasi tanggap darurat;
5. Tersedia system panggilan perawat (nurse call) yang terpasang dan
berfungsi dengan baik;
6. Tersedia system tata suara pusat (central sound system);
7. Tersedia peralatan pemantau kemanan/CCTV (close circuit television).

B. ALAT PELINDUNG DIRI


Alat pelindung diri adalah alat yang dipergunakan untuk pengaman
bagi pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terhadap
resiko terkontaminasi diri dari pasien, radiasi penyinaran, bahan berbahaya
dan beracun (B3), penggunaan peralatan, dll.
Jenis - jenis APD dan pemanfaatannya meliputi:
1. Pelindung kepala;
a. Penutup atau Pengaman Rambut
Digunakan di Kamar Operasi, ICU, Laboratorium, Ruang Peracikan
Obat, IRD, semua ruang tindakan pasien, laundry dan dapur.
b. Helmet
Digunakan di tempat pengolahan limbah, gudang, area pembangunan
2. Pelindung mata ; Kacamata pelindung digunakan pada tempat
pengolahan limbah
3. Pelindung telinga; Sumbat telinga digunakan pada tempat yang bising
seperti daerah sekitar generator.
4. Pelindung pernapasan ; Masker digunakan di Kamar Operasi, ICU,
Laboratorium, Ruang peracikan obat, IRD, semua ruang tindakan pasien,
Radiologi, Ruang perawatan penyakit menular, Laundry, dan Dapur serta
tempat pengolahan limbah.
5. Pelindung tangan; Sarung tangan tindakan digunakan pada saat
melakukan tindakan terhadap pasien di Kamar Operasi, ICU,
Laboratorium, IRD, Radiologi, semua ruang tindakan pasien, serta Ruang
perawatan penyakit menular, dan Ruang peracikan obat. Sarung tangan
panjang digunakan Laundry, dan tempat pengolahan limbah.
6. Pelindung kaki digunakan pada di Kamar Operasi, ICU, Laboratorium,
IRD, semua ruang tindakan pasien, serta Ruang perawatan, Laundry,
Dapur, Tempat pengolahan limbah.
7. Pelindung Badan ; Apron dada digunakan di Radiologi, baju tindakan
digunakan di kamar Operasi, jas laboratorium digunakan di
laboratorium.

C. PERLENGKAPAN KEAMANAN PASIEN


Merupakan sarana yang berkaitan dengan fisik gedung atau
bangunan rumah sakit dengan mengutamakan keamanan dan kenyamanan
pasien, keluarga pasien, dan pengunjung Rumah Sakit. Fasilitas
perlengkapan tersebut meliputi :
1. Pegangan pada tepi tangga;
2. Pegangan pengaman pada samping kloset dan bel panggil;
3. Pintu dapat dibuka dari luar;
4. Tempat tidur dilengkapi tralis penahan dibagian tepi;
5. Sumber listrik (stop kontak) mempunyai pengaman;
6. Pasokan Oksigen cukup di tempat-tempat penting, seperti Kamar
Operasi, ICU, IGD;
7. Tersedia suction/alat penghisap pada keadaan gawat darurat;
8. Pasokan tenaga listrik 24 jam pengganti listrik PLN bilamana padam.

D. PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN


Bangunan rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pemadam
kebakaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
1. Tersedia APAR sesuai dengan Norma Standar Pedoman dan Manual
(NSPM) Kebakaran seperti yang diatur oleh Permenaker No. 4 tahun
1980.
2. Hidran terpasang dan berfungsi dengan baik dan tersedia air yang
cukup sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan;
3. Tersedia alat penyemprot air (sprinkler) dengan jumlah yang memenuhi
kebutuhan luas area;
4. Tersedia koneksi Siamese;
5. Tersedia pompa HIDRAN dengan generator cadangan;
6. Tersedia dan tercukupi air untuk pemadaman kebakaran;
7. Tersedia instalasi alarm kebakaran otomatis/manual sesuai dengan
Permenaker No. 2 tahun 1983.

E. PENANGANAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN


1. Pengertian
Bahan berbahaya dan beracun adalah bahan atau zat yang
mempunyai karakteristik mudah terbakar, mudah meledak, beracun
bersifat reaktif koroksif atau menyebabkan infeksi.
Bahan Mudah Terbakar : Bahan yang apabila berdekatan dengan api,
percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan, mudah menyala /
terbakar dan apabila telah nya akan terus terbakar dalam waktu lama.
Bahan Mudah Meledak : Bahan yang melalui reaksi kimia dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan yang tinggi yang dengan cepat
merusak lingkungan sekitar
Bahan Bersifat Reaktif : Bahan yang mudah menyebabkan kebakaran
atau ledakan karena sifat kimia yang tidak stabil pada suhu tinggi karena
mengalami oksidasi.
Bahan Korosif : Bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit
atau mengkorosikan baja.
Bahan Infeksious : Bahan yang berbahaya bagi lingkungan karena
mengandung kuman penyakit yang dapat menular.
Bahan Beracun : Adalah bahan yang mengandung racun berbahaya
bagi manusia dan lingkungan karena dapat menyebabkan kematian atau
sakit serius
Bahan Iritan : Adalah bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada
mata, kulit dan selaput lendir
Material Safety Sheet ( MSDS ) : Lembar data pengaman Bahan adalah
lembar petunjuk yang berisi informasi tentang sifat fisik, kimia dari bahan
berbahaya dan beracun, cara pengamanan dan tindakkan khusus yang
dapat dilakukan dalam keadaan darurat apabila terpapar bahan berbahaya
dan beracun.

2. Ketentuan
a. Pemesanan
1) Pemesanan Bahan berbahaya dan beracun dapat dilakukan
apabila disertai permintaan tertulis yang ditandatangani oleh
kepala bagian logistik farmasi
2) Pemesanan bahan berbahaya dan beracun menggunakan nota
pemesanan yang terpisah dengan bahan yang tidak termasuk
bahan berbahaya dan beracun
3) Pemesanan harus disertai dengan notifikasi bahwa bahan yang
dipesan merupakan B3
4) Pemesanan dilakukan melalui Distributor resmi yang terdaftar
pada balai POM atau Departemen perindustrian dan perdagangan
5) Setiap pemesanan harus mencantumkan dengan jelas nama
bahan, nama dagang, nama kimia, jumlah yang dipesan nama dan
alamat distributor.
6) Setiap pemesanan harus mencantumkan pernyatan bahwa pihak
distributor akan melampirkan MSDS pada saat penyerahan B3
7) Tidak diperkenankan memesan B3 yang terlarang berdasarkan
peraturan pemerintah RI No. 74 tahun 2001 tentang pengelolaan
bahan berbahaya dan beracun
8) Pemesanan B3 yang termasuk golongan bahan dengan
penggunaan terbatas sesuai dengan peraturan pemerintah RI No.
74 Tahun 2001 tentang pengelolan bahan berbahaya dan beracun
harus mendapat persetujuan PK3RS dengan masa berlaku 1 tahun
b. Penyerahan Barang
1) Pada saat penyerahan B3, nota penyerahan harus mencantumkan

dengan jelas nama, bahan, nama dagang, nama kimia jumlah


bahan nama distributor, dan nama pengimpor / produsen.
2) Setiap B3 yang diserahkan harus disertai dengan lembar data
pengaman bahan (material Safety data sheet) yang berisi merek
dagang, rumus kimia jenis B3, klasifikasi, teknik penyimpanan,
dan tatacara penanganan bila kecelakaan
3) Pada saat diserahkan, B3 harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
a) Diserahkan dalam bentuk kemasan yang kompak
b) Wadah kemasan tidak bocor
c) Tidak berkarat
d) Tidak rusak
e) Disertai dengan penandaan nama dangan, nama bahan, berat
yang sesuai dengan yang tertera pada nota penyerahan bahan
4) Setiap B3 yang diserahkan harus telah memiliki tanda peringatan
sesuai dengan jenis dan bahayanya. Simbol bahaya dan petunjuk
P3K yang mudah dilihat, dibaca, dimengerti dan tidak luntur
5) Bahan berbahaya dan beracun tidak dapat diterima apabila :
a) Dokumen tidak lengkap
b) Sudah kadaluarsa
c) Label yang tertera pada bahan dan dokumen tidak cocok
6) Penyerahan B3 harus dilakukan secara langsung kepala petugas
bagian logistik sedangkan bahan langsung ditempatkan pada
ruang Penyimpanan B3
c. Penanganan Bahan Kimia
1) Penandaan
a) Setiap bahan berbahaya dan beracun harus diberikan
penandaan agar dapat dikenali oleh setiap orang
b) Penandaan meliput nama bahan, nama kimia dan simbol bahan
berbahayaan beracun ( B3 )
c) Penandaan harus diberikan pada setiap kemasan luar/
pembungkus bahan, dengan tulisan dan simbol yangs jelas,
mudah terbaca, tidak mudah terlepas dan bertahan lama
d) Simbol yang dipergunakan untuk penandaan bahan B3
mengacu pada ketentuan yang berlaku yaitu sebagai berikut
BAHAN IRITASI BAHAN TOKSIK
BAHAN KOROSIF BAHAN MUDAH MELEDAK

BAHAN

OKSIDATOR BAHAN
MUDAH TERBAKAR

2) Tata Cara pengunaan Bahan Berbahaya dan Beracun


a) Dalam menangani bahan kimia berbahaya dan beracun setiap
karyawan harus menghindari terjadinya inhalasi bahan,
penyerapkan melalui kulit, tertelan melalui mulut, atau kontak
langsung dengan peralatan/ bahan yang terkantaminasi.
b) Pengambilan bahan kimia cair dengan mempergunakan pipet
yang disedot dengan mulut tidak diperkenankan karena dapat
menyebabkan tertelanya bahan kimia tersebut.
c) Dalam menuangkan bahan kimia cair, tidak boleh dilakukan
dengan terburu- buru yang sampai mengotori label
d) Sebelum menuangkan bahan kimia, pekerja harus membaca
dengan teliti label kimia. Apabila label sudah tidak jelas atau
tidak ada maka tidak diperkenankan mengambil bahan kimia
dari kontener
e) Apabila menuang bahan kimia cair dari kontener yang besar
kedalam gelas ukur yang kecil maka gelas ukur harus ditahan
agar cairan tidak tumpah
f) Setiap pekerja yang menangani bahan kimia berbahaya dan
beracun harus mempergunakan sarung tangan gown. Sepatu
tertutup dan celana pendek, baju lengan diperkenankan dan
sepatu yang terbuka apabila bekerja dengan bahan kimia yang
berbahaya dan beracun
g) Makan, minum atau merokok tidak diperkenankan apabila
sedang bekerja dengan bahan kimia bebahaya dan beracun
h) Tidak diperkenankan mengembalikan bahan kimia yang
berlebih setelah ditungkan kedalam wadah semula karena hal
ini akan dapat menimbulkan suatu reaksi kimia yang
berbahaya. Harus diupayakan pengambilan bahan secara tepat
tanpa berlebihan
i) Apabila sedang mengerjakan pencampuran bahan kimia, tidak
diperkenankan meninggalkan tempat sehingga proses
pencampuran/reaksi tidak diawasi
j) Tidak diperkenankan mencicipi/meras bahan kimia jenis
apapun. Apabila harus mencium bahan kimia maka lakukan
sehingga hanya sebagai kecil uap yang masuk kehidung
k) Tidak diperkenankan menyimpan mantel, baju lais, atau buku
dalam ruang berisi bahan kimia karena bisa terkontaminasi
oleh bahan kimia

3) Tatacara Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun


a) Untuk menghindari terjadinya kecelakaan akibat bahan kimia
berbahaya maka bahan kimia berbahaya dan beracun harus
disimpan. Dipergunakan dan dibuang dengan cara yang sesuai
tertentu
b) Setiap bagian dan setiap personal di rumah sakit harus
melakukan secara benar seluruh ketentuan penyimpanan,
penggunaan pembuangan bahan kimia berbahaya dan beracun
c) Setiap bagian yang menyimpan bahan kimia berbahaya dan
beracun dalam jumlah besar dan jenis bahan kimia yang
banyak, harus mempunyai ruangan penyimpanan khusus
d) Semua bahan kimia berbahaya dan beracun harus diberikan
label yang benar agar tidak terjadi pencampuran bahan yang
tidak sesuai
e) Semua bahan kimia berbahaya dan beracun harus diperiksa
secara teratur untuk mendeteksi kebocoran atau kerusakan
wadah
f) Bahan kimia yang menjadi basah akibat kelembaban yang
tinggi harus dikeringkan sebelum dipergunakan
g) Sampah yang berasal dari bahan kimia harus dibuang pada
kontener yang telah disiapkan khusus untuk bahan tersebut,
tidak boleh dibuang pada sampah untuk bahan kimia lain.
h) Tidak diperkenankan mempergunakan lampu spirtus dalam
ruang berisi bahan kimia apabila tidak diinstruksikan
i) Setiap wadah dari gelas harus diperiksa apakah ada keretakan
atau tidak karena akan menyebabkan cedera serius apabila
terjadi kebocoran bahan kimia.
j) Untuk menghindari terjadinya peledakan bahan kimia maka
setiap bahan kimia dengan konsentrasi yang tinggi harus
disimpan dalam rungan suhu yang lebih rendah dari titik nyala
bahan kimia tersebut
k) Setiap bahan kimia yang mudah meledak atau terbakar harus
diidentifikasi titik nyala dari bahan tersebut
l) Setiap karyawan harus memperhatikan bahwa beberapa bahan
kimia padat tidak boleh terkena air, terkena pemanasan. Terjadi
gesekan atau terkena cahaya/sinar matahari karena akan
mudah terbakar.
m) Setiap karyawan harus mengetahui dari alat pemadam. Api
ringan ( APAR), tempat pembilasan, dan mengetahui cara
mempergunakan peralatan tersebut
n) Setelah kejadian pemaparan, kecelakan peledakan atau adanya
tumpuhan bahan, karyawan harus segera memberitahukan
kepala bagiannya atau atasan langsung

d. Penanganan Bahan Gas


1) Penggunalan Gas yang tidak benar dapat menimbulkan
peledakan, kebakam, keracunan intoksidasi akibat inhalasi gas tau
dapat mencederai kulit. Karena di rumah sakit terdapat banyak
jenis gas yang berbahaya dengan efek yang bermacam-macam
maka dibuat beberapa ketentuan umum yang berlaku untuk
semua tindakan yang mempergunakan gas.
2) Pemakaian lampu spiritus ( Bunsen ) pada daerah yang
mengndung gas harus dilakukan dengan sangat hati – hati dan
hanya dapat dilakukan apabila tidak terdapat kebocoran gas.
Lampu spiritus harus segeraa dimatikan apabila tidak
dipegunakan. Apabila sedang ada nyata api maka tidak
diperkenankan menggunakan oksigen
3) Merokok dilarang diseluruh bagian, seluruh tempat tindakan di
rumah sakit apabila ditempatkan gas dan penganan yang
mempergunakan gas
4) Penyimpanan gas apabila memungkinkan tempat yang berjauhan
dengan pusat kegiatan pelayanan dan dilindungi dari pemaparan
suhu tinggi
5) Seluruh tabung gas harus diberi label yang jelas. Tabung yang
tidak berlabel tidak boleh dipergunakan karena sangat
membahayakan.
6) Seluruh staf harus mengetahui tatacara mengidentifikasi gas
berdasarkan kode warna yang disepakati
7) Pengangkutan tabung gas dan pengisian gas harus
mempergunakan troli yang menahan tang gas tidak jatuh
8) Dalam menuang gas bentuk cair maka tidak boleh terjadi
tumpahan gas pada pakaian dan lantai
9) Setiap pekerjaan harus mempergunakan pakaian pelindungan
masker, sarung tangan dan baju lengan panjang.
e. Penyimpanan Bahan Berbahaya Dan Beracun
1) Persyaratan Umum Ruang Penyimpanan
a) Ruangan penyimpanan harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
 Kedap air, tidak bocor, ada ventillasi untuk mencegah
akumulasi gas, lubang angin harus dilengkapi dengan kasa
penutup agas burung dan binatang tidak masuk dan
dilengkapi penerangan yang mencukupi
 Instansi penerangan harus tidak menimbulkan ledakan,
dengan memsang lampu penerangan minimal 1 meter diatas
kemasan dan semua saklar untuk ruang bahan mudah
tebakar tepasang dari sisi luar
 Tersedia sarana pencucian yang dekat lokasi dan memada
misalnya wastafel untuk terpapar bahan berbahaya dan
beracun
 Tesedia sistim pemadam kesadaran dan deteksi kebakaran
yang sesuai dengan luas ruang dan jenis bahan yang
disimpan
 Tersedia pembangkit listrik cadanngan yang berfungsi secara
otomatik apabila terjadi gangguan aliran listrik
 Tersedia fasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan
dalam jumlah dan jenis yang memadai
 Peralatan komunikasi dalam ruang penyimpanan harus
tersedia agar memudahkan komunikasi dengan bagian lain.
 Setiap ruang penyimpanan harus mempunyai pompa
penyedot tumpahan B3 yang juga berfungsi menyedot
tumpahan cair
 Tersedia pengontrol suhu dan kelembaban disetiap ruang
penyimpanan bahan berbahaya dan beracun
 Ruangan penyimpanan tidak boleh terkena cahaya matahari
secara langsung karena dapat menyebabkan terjadi reaksi
kimia pda bahan kimia yang tidak stabil
 Ruangan penyimpanan bahan berbahaya dan beracun
dinyatakan sebagai “restrieted area” sehingga setiap orang
yang tidak berkepentingan tidak diperkenan masuk
 Semua sistim pengamanan ruangan penyimpanan bahan
kimia harus diperiksa sekurang kurangnya setiap bulan
 Setiap hasil pemeriksaan harus didokumentasikan
dilaporkan ke PK3RS
b) Penyimpanan bahan berbahaya dan beracun harus mengikuti
ketentuan sebagai berikut ;
 Dilakukan dengan sistem blok, terdiri dari 2 x 2 kemasan
sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhdap
setiap kemasan
 Jarak antar blok minimum 60 cm agar masih tersisa runagn
untuk melakukan pengawasan rutin
 Maksimal tumpukan 3 lapis, apabila lebih maka harus
dengan memakai rak, kecuali untuk bahan kimia yang
disimpan dalam wadah botol tidak diperkenankan untuk
disimpan bersusun
 Jarak kemasan tertular tidak boleh kurang 1 meter dari atap
 Kemasan B3 yang tidak saling cocok harus disimpan
terpisah, tidak dalam 1 blok untuk menghindari terjadinya
reaksi kimia yang membahayakan
 Penempatan kemasan harus dengan syarat tidak ada
kemungkinan tumpah ke kemasan lain.

3. Persyaratan Berdasarkan Jenis B3


a. Bahan Beracun
1) Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
2) Jauhkan dari bahan lain yang dapat beraksi
3) Tersedia alat perlindungan diri
b. Bahan Korosif
1) Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
2) Bahan disimpan dalam wadah tertutup berlabel
3) Tersedia alat pelindung diri
c. Bahan Mudah Terbakar
1) Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
2) Ruangan / bahan harus jauh dari sumber aoi / panas
4) Hindari terjadinya loncatan api listrik atau bara rokok
5) Tersedia alat pemadam kebakaran
6) Penyimpanan harus dijauhkan dari bahan kimia oksidator
7) Tesedia alat pelindung diri
d. Bahan Mudah Meledak
1) Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
2) Ruangan / bahan harus jauh dari sumber aoi / panas
3) Tersedia alat pemadam kebakaran
4) Tempat penyimpanan tidak menimbulkan gesekan atau
benturan mekanis
5) Tesedia alat pelindung diri
e. Bahan Oksidator
1) Rungan penyimpanan harus dingin, kering dan berventilasi
2) Ruangan / bahan harus jauh dari sumber api / panas
3) Ruangan harus kedap air
4) Tersedia alat pemadam kebakaran
5) Tersedia alat pelindung diri

F. PROSEDUR PENANGGULANGAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN


1. Air Raksa
a. Nama Kimia : Hg
b. Nama Lain : Mercury
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui, inhalasi, tertelan. Absorbsi kulit,
atau kontak dengan mata.
d. Gejala Keracunan :
1) Mata : Iritasi mata
2) Kulit : Iritasi Kulit
3) Inhalasi: Batuk, sakit dada, sesak napas, bronkhitis, pnuemonitis,
edema paru, ataxia. Tremor, sakit kepala, nausea, vomiting,
insomnia, gelisah, stomatitis, hypersalivasi, gangguan parut,
anoreksia, proteinuria, hematemesis, ARF, shock, cardiac areest
e. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan mengunakan air mengalir
selama 15 menit
2) Segera melakukan pembilasan dengan air
3) Berikan oksigen / bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan
4) Bila tertelan segera lakukan lavase lambung
5) Dapat diberikan antidotum yaitu Dimercaprol
6) Bila perlu dilakukan hemodialisis
f. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/ kulit
2) Pebelian cepat pada kamar bilas atau kamar mandi
2. Alkohol
a. Nama Kimia : Ethyl Alkohol
b. Nama Lain : Alkohol Ethanol
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi tertelan atau kontak denga
kulit / mata

d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata
2) Kulit : Iritasi Kulit
3) Inhalasi : Sakit kepala, lemas, batuk – batuk, pusing, tidak sadar,
kerusakan hati, anmia
e. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan air
3) Berikan oksigen / bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernafasan
4) Bila tertelan, segera lakukan lavase lambung, berikan charcoal
untuk menyerap sisa bahan yang masih berada dalam lambung
f. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit
2) Pakai baju pelindung
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/ kulit
2) Pakai masker bila kansentrasi > 2000ppm

3. Barium Sulfat
a. Nama Kimia : BaSO4
b. Nama Lain : Barium Sulfate
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi mellaui inhalasi, tertelan atau kontak
dengan mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit, terbakar.
3) Inhalasim: Iritasi saluran napas, spasme otot, nadi lambat,
ekstrasistol, hypokalemia.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran pernapasan, kardiovaskular.

f. Pertolongan Pertama
1) Segera lakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun dan air.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan bila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
Hindari kontak dengan mata/kulit.

4. Cidex
a. Nama Kimia : Glutaraldehyde (OCH(CH2)3CHO)
b. Nama Lain : Cidex
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, absorbsi kulit, tertelan
atau kontak dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit, dermatitis, sensitisasi kulit.
3) Inhalasi: Mual, muntah, batuk, asma.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.

5. Elpiji
a. Nama Kimia : C3H8/C3H6/C4H10/C4H8
b. Nama Lain : LPG (Liquified Petroleum Gas, Liquified Hidrocarbon Gas)
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontak dengan
kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata, frostbite.
2) Kulit : Frostbite.
3) Inhalasi: Pusing, kesadaran menurun, asfiksia.
e. Target Organ
Saluran napas, CNS.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
6. Fenol
a. Nama Kimia : C6H5OH
b. Nama Lain : Phenol, Carbolic Acid, Hydroxy Benzene, Phenyl Alcohol.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, absorbsi kulit, tertelan atau
kontak dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit, Dermatitis, kulit terbakar.
3) Inhalasi : Iritasi hidung/tenggorokan, anoreksia, kelemahan, nyeri
otot, urin warna gelap, sianosis, kerusakan ginjal dan hati,
tremor, konvulsi, twiching.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas, hati, ginjal.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.

7. Formalin
a. Nama Kimia : HCHO
b. Nama Lain : Formaldehyda, Methanal, Methyl Aldehida, Methylene
Oxide.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontak dengan
mata/kulit.

d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata, hiperlakrimasi.
2) Kulit : Iritasi kulit.
3) Inhalasi : Iritasi hidung, tenggorokan, batuk, wheezing, sesak
napas, Bronkhitis, Pneumonitis, dan edema paru.
e. Target Organ
Mata, saluran napas.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
Hindari kontak dengan mata/kulit.

8. Freon
a. Nama Kimia : CCl4
b. Nama Lain : Karbon klorida, Halon, Tetraklorometana.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan, absorbsi kulit atau
kontak dengan mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit.
3) Inhalasi : Mual, muntah, pusing, gangguan koordinasi, depresi
saraf pusat, gangguan hati, dan ginjal.
e. Target Organ
1) Mata, kulit, paru-paru, saraf perifer, hati, ginjal.
2) Menyebabkan kanker hati (pada binatang).
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Lakukan pembilasan cepat pada ruang bilas atau kamar mandi.

9. Hidrogen Peroksida
a. Nama Kimia : H2O2
b. Nama Lain : Peroxide, Hydrogen Diooxyde.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan atau kontak
dengan mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata, ulkus cornea.
2) Kulit : Iritasi kulit, vesikel, eritema.
3) Inhalasi: Iritasi hidung, tenggorokan, pneumonia, edema paru.
4) Sistemik : Rambut menjadi putih.
e. Target Organ
Kulit, mata, saluran napas.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Lakukan pembilasan cepat pada kamar bilas atau kamar mandi.
3) Gunakan masker apabila konsentrasi > 10 ppm.

10. Karbon Dioksida


a. Nama Kimia : CO2
b. Nama Lain : Gas CO2, Dry Ice.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan atau kontak
dengan mata/kulit.

d. Gejala Keracunan
1) Mata : Penglihatan kabur, iritasi mata, myosis.
2) Kulit : Melepuh, luka bakar (frosbite).
3) Inhalasi : Sakit kepala, berkeringat, hypersalivasi, asfiksia, kram
perut, diare, mual, muntah, lemas, twiching otot, inkoordinasi,
kejang.
e. Target Organ
Saraf pusat, saraf perifer, cholinesterase darah.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit
2) Pakai pelindung badan.

11. Klorin
a. Nama Kimia : Cl2
b. Nama Lain : Chlorine, Sodium Hypochloride, Precept, Bleaching Agent.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontak dengan
kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Rasa perih, panas, terbakar.
2) Kulit : Dermatitis, frostbite.
3) Inhalasi : Hipersalivasi, mual, muntah, rinorea, batuk, kesedakan,
nyeri substernal, sakit kepala, pusing, sinkope, edema paru,
pneumonia, hipoksemia.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit. Bila terjadi frostbite, jangan dibilas dengan air.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun bila belum ada
frostbite.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
4) Kortikosteroid, antibiotika.
g. Pencegahan Pemaparan
Hindari kontak dengan mata/kulit

12. Las Karbid


a. Nama Kimia : CH2
b. Nama Lain : Acetylene, Ethirine (Gas yang dipakai untuk las).
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontrak dengan
kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Luka beku (frostbite)
2) Kulit : Frostbite
3) Inhalasi: Sakit kepala, pusing, asfiksia.
e. Target Organ
Saluran napas, saraf pusat.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit. Bila terjadi frostbite, jangan dibilas dengan air.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun, bila belum ada
frostbite.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker.

13. Methanol
a. Nama Kimia : CH3OH
b. Nama Lain : Methyl alkohol, Carbinol, Spiritus, Wood alkohol, thiner.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, absorbsi kulit, tertelan atau
kontak dengan kulit/mata.

d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi, gangguan penglihatan, kerusakan saraf mata.
2) Kulit : Iritasi, dermatitis.
3) Inhalasi : Iritasi saluran napas/hidung, sakit kepala, pusing, mual,
muntah, gangguan kesadaran.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas, CNS, GIT.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
4) Lakukan lavese lambung, dapat diberikan Charcoal.
5) Dapat diberikan antidotom yaitu Ethanol atau Fomeprazole.
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker bila > 2000 ppm.

14. Natrium Hidroksida


a. Nama Kimia : NaOH
b. Nama Lain : Caustic Soda, Lye, Sodium Hydrate
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan, absorbsi kulit,
kontak dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata.
2) Kulit : Iritasi kulit, kulit terbakar.
3) Inhalasi : Iritasi mukosa saluran napas, pneumonitis, kerontokan
rambut temporer.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas.

f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan air.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker bila > 10 mg/m3

15. Nitrogen Dioksida


a. Nama Kimia : N2O
b. Nama Lain : Nitrogen peroksida, Dinitrogen tetraoksida-gas anestesi
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan atau kontak
dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata, penglihatan kabur, frostbite.
2) Kulit : Iritasi kulit, melepuh, frostbite.
3) Inhalasi: Iritasi hidung/tenggorokan, anastesi, batuk, frothy
sputum, penurunan fungsi paru, bronkitis, sesak napas, edema
paru, sianosis, takipnea, takikardia.
e. Target Organ
Mata, saluran napas, kardiovaskular.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker bila konsentrasi lebih besar 20 ppm.

16. Nitrogliserin
a. Nama Kimia : CH2NO3CHNO3CH2NO3
b. Nama Lain : Glyceryl, Trinitrate, Trynitroglyceryne

c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, absorbsi kulit, tertelan atau
kontak dengan kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata
2) Kulit : Iritasi kulit
3) Inhalasi: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, nyeri perut,
hipotensi, flushing, Palpitasi, methemoglobinemia, delirium,
depresi saraf pusat.
e. Target Organ
Kardiovaskuler, darah, kulit, saraf pusat
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pemaparan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Lakukan pembilasan dalam ruang bilas atau kamar mandi.
3) Pakai masker.

17. Timbal
a. Nama Kimia : Pb
b. Nama Lain : Lead, Plumbum
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui tertelan atau kontak dengan
kulit/mata.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata
2) Tertelan: Lemah, pucat, insomnia, anoreksia, berat badan
menurun, konstipasi, nyeri abdomen, anemia, tremor, paralisis,
encephalopati, gangguan ginjal, hipotensi.
e. Target Organ
Mata, saraf pusat, ginjal, saluran pernapasan, darah.

f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
4) Lakukan irigasi lambung.
5) Berikan antidotum EDTA atau Dimercaptosuccinic acid
6) Dapat diberikan Carchoal.
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker.

18. Xylene
a. Nama Kimia : C6H4(CH3)2.
b. Nama Lain : Orthoxylene-O-Xylol.
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi atau kontak dengan
mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi, vakuolisasi cornea.
2) Kulit : Iritasi, dermatitis.
3) Inhalasi: Iritasi hidung/tenggorokan, pusing, eksitasi, gangguan
koordinasi, nausea, vomiting, jalan limbung, abdominal pain,
anoreksia.
e. Target Organ
Mata, kulit, saluran napas, saraf pusat, saluran cerna, darah.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Pakai masker bila > 1900 ppm.

19. Wash Bensin


a. Nama Kimia : -
b. Nama Lain : -
c. Pemaparan
Pemaparan dapat terjadi melalui inhalasi, tertelan atau kontak
dengan mata/kulit.
d. Gejala Keracunan
1) Mata : Iritasi mata, ulkus cornea.
2) Kulit : Iritasi kulit, vesikel, eritema.
3) Inhalasi: Iritasi hidung, tenggorokan, pneumonia, edema paru.
4) Sistemik: Rambut menjadi putih.
e. Target Organ
Kulit, mata, saluran napas.
f. Pertolongan Pertama
1) Segera melakukan irigasi mata dengan menggunakan air mengalir
selama 15 menit.
2) Segera melakukan pembilasan kulit dengan sabun.
3) Berikan oksigen/bantuan pernapasan apabila ada gangguan
pernapasan.
g. Pencegahan Pemaparan
1) Hindari kontak dengan mata/kulit.
2) Lakukan pembilasan cepat pada kamar bilas atau kamar mandi.
3) Gunakan masker apabila konsentrasi > 10 ppm.

G. RAMBU – RAMBU
1. Rambu penunjuk arah jalan keluar, alat pemadam api, tempat
berbahaya dan tanda-tanda larangan;

2. Denah, marka, tempat alat pemadam api;


H. SANITASI
1. Closet, urinoar, wastafel dan bak mandi dari bahan kualitas baik,
utuh dan tidak cacat, serta mudah dibersihkan;
2. Urinoar dipasangkan/ditempel pada dinding, kuat dan berfungsi
dengan baik;
3. Wastafel dipasang rata, tegak lurus dinding, kuat, tidak menimbulkan
bau, dilengkapi disinfektan dan dilengkapi tisu yang dapat dibuang
(disposable tissues);
4. Bak mandi tidak berujung lancip, tidak menjadi sarang nyamuk dan
mudah dibersihkan;
5. Indeks perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet
dan kamar mandi 10 : 1;
6. Indeks perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah dengan jumlah
toiletnya dan kamar mandinya 20 :1;
7. Air untuk keperluan sanitasi seperti mandi, cuci, urinoar, wastafel,
closet, keluar dengan lancar dan jumlahnya cukup.

I. PENGOLAHAN LIMBAH
1. Pengertian
b. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari
kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.
c. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang
berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari
limbah medis padat dan non-medis.
d. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,
limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer
bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
e. Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur,
perkantoran, taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali
apabila ada teknologinya.
f. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal
dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya
bagi kesehatan.
g. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal
dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur,
perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik.
h. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme
patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organism
tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan
penyakit pada manusia rentan.
i. Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan
stock bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan
bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan
bahan yang sangat infeksius.
j. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker
yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan sel hidup.
k. Minimasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi
bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang
limbah (recycle)

2. Pengolahan Limbah
a. Limbah padat
1) Tersedianya tempat/kontainner penampung limbah sesuai dengan
criteria limbah;
2) Tersedianya incinerator atau yang sejenisnya, terpelihara dan
berfungsi dengan baik;
3) Tersedia tempat pembuangan limbah padat sementara, tertutup
dan berfungsi dengan baik.

b. Limbah cair
Tersedianya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan
perizinannya.
c. Limbah gas
Monitoring limbah gas berupa NO2, So2, logam berat, dan dioksin
dilakukan minimal 1 (satu) kali setahun.

J. SERTIFIKASI DAN PERIZINAN


Sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit harus sesuai standar
pelayanan Rumah sakit dengan dilengkapi sertifikasi dan perizinan.
Perizinan sesuai dengan peraturan yang berlaku meliputi :
1. Izin Mendirikan Bangunan;
2. Izin berdasarkan Undang-undang Gangguan;
3. Rekomendasi Dinas Pemadam Kebakaran;
4. Izin Operasional Rumah Sakit;
5. Izin Instalasi Listrik;
6. Izin Pemakaian Diesel;
7. Izin Instalasi Petir;
8. Izin Pemakaian Boiler;
9. Penggunan Radiasi;
10. Izin Bejana Tekan;
11. Izin Pengolahan Limbah Padat, Cair dan Gas.
BAB IV
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR

A. KEBIJAKAN UMUM

Rumah Sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar,


modal dan teknologi. Namun keberadaan Rumah Sakit juga memiliki
dampak negative terhadap timbulnya penyakit dan kecelakaan kerja akibat
kerja, bila Rumah Sakit tersebut tidak melaksanakan prosedur K3. Oleh
sebab itu, perlu dilaksanakan regulasi sebagai berikut :
1. Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan Rumah Sakit;
2. Menyediakan Organisasi K3RS sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman
Manajemen K3 d Rumah Sakit;
3. Melakukan sosialisasi K3RS pada seluruh jajaran Rumah Sakit;
4. Membudayakan perilaku K3RS;
5. Meningkatkan SDM yang professional dalam bidang K3 di masing-
masing unit kerja di Rumah Sakit;
6. Meningkatkan Sistem Informasi K3RS.

B. PROSEDUR – PROSEDUR
1. Advokasi ke pimpinan Rumah Sakit, sosialisasi dan pembudayaan
K3RS;
2. Menyusun kebijakan K3RS yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah
Sakit;
3. Membentuk Organisasi K3RS;
4. Perencanaan K3 sesuai Standar K3RS yang ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan;
5. Menyusun pedoman, petunjuk teknis dan SOP-K3RS ;
6. Melaksanakan 12 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit (K3RS);
7. Melaksanakan evaluasi Pelaksanaan Program K3RS;
8. Melakukan Internal Audit Program K3RS dengan menggunakan
instrument penilaian sendiri (self assessment) akreditasi Rumah Sakit
yang berlaku;
9. Mengikuti Akreditasi Rumah Sakit.
BAB V
FAKTOR – FAKTOR BAHAYA DI RUMAH SAKIT

Sumber bahaya yang ada di Rumah Sakit harus diidentifikasi dan


dinilai untuk menentukan tingkat resiko yang merupakan tolok ukur
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK.
Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di Rumah Sakit meliputi :
Bahaya Pekerja yang paling
No Lokasi
Potensial Beresiko
1. FISIK :
Bising IPS-RS, laundry, Karyawan yang bekerja
dapur, CSSD, di lokasi tersebut
gedung genset-
boiler, IPAL
Getaran Ruang mesin-mesin Perawat, cleaning
dan peralatan yang service dll
menghasilkan
getaran (ruang gigi
dll)
Debu Genset, bengkel Petugas sanitasi, teknisi
kerja, laboratorium gigi, petugas IPS dan
gigi, gudang rekam rekam medis
medis, incinerator
Panas CSSD, dapur, Pekerja dapur, pekerja
laundry, laundry, petugas
incinerator, boiler sanitasi dan IPS-RS
Radiasi X-Ray, Ok yang Ahli radiologi,
menggunakan c- radiotherapist dan
arm, ruang radiographer, ahli
fisioterapi, unit gigi fisioterapi dan petugas
roentgen gigi
2. KIMIA :
Disinfektan Semua area Petugas kebersihan,
perawat
Cytotoxics Farmasi, tempat Pekerja farmasi,
pembuangan perawat, petugas
limbah, bangsal pengumpul sampah
Ethylene oxide Kamar operasi Dokter, perawat
Formaldehyde Laboratorium, Petugas kamar mayat,
kamar mayat, petugas laboratorium
gudang farmasi dan farmasi
Methyl: Ruang pemeriksaan Petugas/dokter gigi,
Methacrylate, Hg gigi dokter bedah, perawat
(amalgam)
Solvents Laboratorium, Teknisi, petugas
bengkel kerja, laboratorium, petugas
semua area di RS pembersih
Gas-gas anastesi Ruang operasi gigi, Dokter gigi, perawat,
OK, ruang dokter bedah,
pemulihan dokter/perawat anastesi
3. BIOLOGIK :
AIDS, Hepatitis B dan IGD, kamar Dokter, dokter gigi,
Non A – Non B Operasi, ruang perawat, petugas,
pemeriksaan gigi, petugas laboratorium,
laboratorium, petugas sanitasi dan
laundry laundry
Cytomegalovirus Ruang kebidanan, Perawat, dokter yang
ruang anak bekerja di bagian ibu
dan anak
Rubella Ruang ibu dan Dokter dan perawat
anak
Tuberculosis Bangsal, Perawat, petugas
laboratorium, ruang laboratorium, fisioterapi
isolasi
4. ERGONOMIK :
Pekerjaan yang Area pasien dan Petugas yang
dilakukan secara tempat menangani pasien dan
manual penyimpanan barang
barang (gudang)
Postur yang salah
dalam melakukan
Semua area Semua karyawan
pekerjaan
Pekerjaan yang Dokter gigi, petugas
berulang pembersih, fisioterapis,
sopir, operator
Semua area
computer, yang
berhubungan dengan
pekerjaan juru tulis
5. PSIKOSOSIAL :
Sering kontak dengan
pasien, kerja bergilir, Semua area Semua karyawan
kerja berlebih,
ancaman secara fisik
6. KECELAKAAN KERJA
: Semua area Semua karyawan
Sengatan listrik,
tertusuk benda tajam,
dll
BAB VI
DISASTER PROGRAM

A. PENDAHULUAN

Bencana dapat terjadi kepada siapa saja dimana asaja dan kapan saja
serta datangnya tidak dapat diduga, diterka dan dapat menimbulkan
kerugian dan korban yang tidak sedikit bahkan kematian.
Rumah sakit sebagai salah satu “Public Area” tidak mustahil
menghadapi bahaya dari bencana ini oleh karena itu diperlukan tindakan
penanggulangan terhadap bencana, maka diperlukanlah organisasi untuk
mengantisipasi keadaan dan melakukan tindakan yang tepat.

B. BATASAN DISASTER /BENCANA

1. Pengertian
Bencana adalah rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam atau
manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia kerugian
harta benda kerusakan lingkungan kerusakan sarana dan prasarana umum
serta menimbulkan gangguan tata kehidupan dan penghidupan yang
memerlukan pertolongan dan bantuan secara khusus
Korban massal adalah banyaknya korban dengan penyebab kejadian
yang sama sehingga membutuhkan pertolongan medik yang lebih memadai
dalam hal fasilitas maupun tenaga sehingga dapat memberikan pelayanan
yang cepat dan tepat.

2. Kategori Disaster/ Bencana


Yang termasuk dalam kategori bencana disaster di Rumah Sakit
harus ditetapkan oleh rumah sakit itu sendiri sebagai contoh misalnya :
a. Intern
Bencana yang berasal dari intern rumah sakit dan menimpah rumah
sakit dengan segala obyek vitalnya yaitu pasien pegawai material dan
dokumen. Contoh Kebakaran
b. Ekstern
Bencana bersumber berasal dari luar rumah sakit yang dalam waktu
singkat mendatangkan korban bencana dalam jumlah melebih rata
rata keadaan biasa sehingga memerlukan penanganan khusus dan
mobilisasi tenaga pendukung lainnya. Contoh Korban keracunan
missal, korban kecelakaan massal

C. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Sebagai pedoman bagi seluruh karyawan Rumah Sakit dalam
mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mencegah dan
menanggulangi bencana di rumah sakit
2. Untuk meningkatkan sistem koordinasi antar personil bagian agar
dapat bertindak secara terpadu dan terorganisir.
3. Agar korban bencana dapat ditangani secara cepat dan tepat sesuai
kondisinya.

D. SISTEMATIKA
Sebagai sistimatika pedoman disaster program ini adalah sebagai
berikut :
1. Metodelogi
2. Organisasi
3. Perencanaan SDM Logistik dan Transportasi
4. Perencanaan Komunikasi
5. Pencatatan dan Pelaporan

E. ORGANISASI DAN TATA KERJA


Kedudukan Rumah Sakit terhadap Supra Struktural
1. Pada saat terjadi bencana ekstern rumah sakit maka Rumah Sakit
bersikap siap siaga stand by sebagai berikut : Supra Struktural
adalah Dinas kesehtan terkait hubungan terjalin melalui garis
koordinasi dengan direktur Rumah Sakit Direktur memberikan
instruksi kepada Tim Disaster Rumah Sakit untuk langkah-langkah
lebih lanjut sesuai hasil koordinasi dengan pihak supra structural
Tim disaster memberikan laporan dan rekomendasi atas pelaksanaan
instruksi direktur dan kondisi situasi dilapangan Tim disaster juga
dapat berkoordinasi dengan pihak lain yang terkait seperti 118,
ambulance RS lain, PMI, Puskesmas guna memperlancar pelaksanaan
penanganan bencana.
2. Rumah Sakit memberikan pelayanan bilamana korban telah tiba di
rumah sakit yaitu : TRIASE, melakukan seleksi pasien berdasarkan
tingkat kegawatdaruratan untuk memberikan prioritas penanganan.
Penderita dikelompokkan dalam 5 golongan dibedakan dengan
menggunakan label pita berwarna merah, biru, kuning, hijau, atau
hitam. Pada label ditulis nama pasien umur jenis kelamin alamat
pasien. Bila pasien tidak dikenal maka ditulis “tidak dikenal”.
TINDAKAN PENDAHULUAN : Dilakukan tindakan analisa situasi yaitu
Mengumpulkan informasi tentang bencana dari berbagai sumber
(media electronik, seperti Radio TV dll). Penyebaran analisa kepada
unit unit terkait tentang terjadinya becana serta kondisi siaga (Siaga I
Siaga II) dst melalui pagging. Pengaktifan koordinasi pengendalian
operasi pertolongan.
RENCANA OPERASI PERTOLONGAN Berdasarkan informasi yang
didapatkan dilakukan operasi pertolongan dengan mengirimkan unit
ambulan dengan dilengkapi dokter jaga perawat dan peralatan medis
emergensi.
3. Kedudukan Tim Disaster dalam organisasi Rumah Sakit
Tim Disaster Rumah Sakit terdiri dari Pimpinan disaster dan tim
pendukung Pimpinan disaster Rumah Sakit berada langsung dibawah
garis komando Direktur rumah sakit dan bertanggungjawab atas
pelaksanaan penanggulangan disaster kepada direktur rumah sakit
Dalam melaksanakan penanggulangan disaster Tim Disaster dibantu
oleh tim pendukung

Pengorganisasian Tim Disaster Rumah Sakit yang mana anggotanya


terdiri dari setiap unit kerja terkait dengan tugas fungsi dan wewenangnya
masing masing sebagai berikut :
1. Pimpinan Disaster
Pada saat jam dinas kantor yang bertindak sebagai pimpinan disaster
adalah Wadir Pelayanan Medik Rumah Sakit dan di luar jam kantor
yang bertindak sebagai pimpinan disaster adalah Kepala Jaga yang
bertugas saat itu sebagai pengganti direktur rumah sakit
Berwenang :
 Menentukan keadaan bencana
 Menentukan tingkat siaga
 Memobilisasi Tenaga
Bertugas :
 Mengkoordinasi segenap unsur di rumah sakit yang bertugas
menanggulangi bencana.
 Berkoordinasi dengan unsur dari luar rumah sakit bilamana
dipandang perlu setelah berkonsultasi dengan direktur Rumah
Sakit.
2. Tim Evakuasi
Terdiri dari perawat petugas kebersihan petugas administrasi dan
keuangan
Bertugas :
 Membantu pasien dan keluarganya untuk keluar dari gedung
rumah sakit menyelamatkan diri.
 Menyelamatkan harta benda milik rumah sakit dan pasien
3. Tim Keamanan
Adalah Satuan Pengamanan dari rumah sakit
Bertugas :
 Mengamankan lokasi bencana dari orang orang yang tidak
bertanggungjawab,
 Mengamankan jalur lalu lintas ambulans, tenaga medis, dokumen-
dokumen, dan harta benda.
 Mengamankan jalur transportasi intern rumah sakit
4. Tim Medis
Dipimpin oleh dokter IGD yang bertugas saat itu dan dibantu oleh
perawat IRD.
Berwenang :
Menentukan kondisi kegawatdaruratan korban
Menentukan penanganan lanjut untuk para korban misalnya dirujuk
atau tidak,
Menentukan tempat rujukan yang tepat buat korban
Bertugas :
Memberikan pertolongan medis pertama kepada korban bencana
5. Tim Logistik Umum
Adalah petugas dapur dan laundry
Bertugas :
Melakukan perencanaan dan menyediakan logistik umum yang
dibutuhkan oleh petugas maupun korban bencana yang dibutuhkan
saat itu
6. TimPenunjang
Tim Penunjang ini terdiri dari·
 Penunjang medik yaitu radiologi, farmasi, laboratorium, ambulan,
dan rekam medis yang bertugas memberikan bantuan penunjang
medis sesuai bidangnya
 Penunjang Umum yaitu petugas tekhnik akan memberikan
bantuan penunjang yang sifatnya umum seperti mengamanan
kelistrikan agar tetap berfungsi dan dapat memberikan tenaga
listrik sesuai kebutuhan dan bantuan komunikasi serta bantuan
umum yang lain yang dibutuhkan saat bencana.
7. Tim Khusus
Adalah petugas perawat di Kamar Operasi Bila ada operasi yang
sedang berlangsung dan operasi harus diselasaikan maka operasi
diselesaikan dan ditutup sementara maka petugas kamar operasi
bertugas : Mengupayakan tenaga listrik tetap terjamin dengan
berkoordinasi petugas tekhnik, Berkoordinasi dengan pimpinan
disaster untuk kondisi dan situasi bencana, Petugas Kamar Operasi
berwenang menghentikan kegiatan operasi dan mengevakuasi pasien
bilamana situasi bencana tidak memungkinkan lagi, Bila tidak ada
operasi operasi baru dimulai maka operasi dihentikan dan dilakukan
evakuasi pasien oleh petugas kamar operasi sesuai ketentuan, Bila
Korban bencana dari luar Rumah Sakit maka perawat Kamar Operasi
berperan menyiapkan segala sesuatu untuk persiapan operasi baik
kamar operasi yang akan digunakan tim operasi yaitu dokter anastesi
dan dokter operator dll. Bagi korban yang memerlukan tindakan
operasi segera Perawat OK dapat dalam keadaan stand by di tempat
atau bila diperlukan perawat OK dapat menjemput korban yang telah
tiba di IRD rumah sakit

F. PENANGGULANGAN BENCANA DARI LUAR RUMAH SAKIT


1. Metodologi
Bencana dari luar rumah sakit akan mendatangkan korban yang
bersifat massal karenanya berdasarkan jumlah korban yang datang
bencana dengan korban massal dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
 Siaga 3 : jumlah korban yang datang 3 – 4 orang saja
 Siaga 2 : jumlah korban yang datang 5 – 10 orang
 Siaga 1 : jumlah korban yang datang lebih dari 10 orang
Keadaan siaga ini ditentukan oleh Dokter IRD yang berdinas pada
saat itu yang selanjutnya dilaporkan kepada Pimpinan Disaster Wadir
Pelayanan Medik. Triage dipimpin oleh dokter IRD bersama perawat
IRD, Penanggulangan awal penderita dilakukan oleh dokter IRD,
perawat IRD, tenaga perawat dari ruangan lain yang dimobilisasikan.
Korban dikelompokkan dalam 5 kelompok korban dan diberi label
sebagai berikut :
 Label Merah : Penderita yang memerlukan tindakan cepat live
saving sehingga terhindar dari kecacatan atau
kematian,
 Label Biru : Penderita yang trauma kepala berat dan
pendarahan dalam ronggaperut.
 Label Kuning : Penderita dengan trauma ringan atau hanya
memerlukan tindakan bedah minor yang
selanjutnya korban diperbolehkan pulang.
 Label Hijau : Penderita yang tidak mengalami luka dan bila
dibiarkan tidak berbahaya.
 Label Hitam : Penderita yang sudah meninggal dunia.
Pada label dituliskan nama korban umur jenis kelamin alamat pasien,
Bila korban tidak dikenal ditulis “tidak dikenal”

2. Organisasi
Dalam keadaan bencana disaster plan seperti ini maka secara
otomatis pengorganisasian penanggulangan bencana yang telah
ditetapkan menjadi aktif.

3. Perencanaan SDM
Perencanaan Sumber Daya Manusia SDM untuk menghadapi
penanggulangan bencana ditentukan berdasarkan : Jumlah korban
yang ada pada saat itu, Jumlah tenaga yang ada pada saat itu.
Ketentuan perencanaan SDM adalah sebagai berikut :
 Siaga 3 : Dokter IRD dan Perawat IRD yang berdinas dibantu
oleh perawat poliklinik agar dapat memenuhi
kebutuhan tenaga.
 Siaga 2 : Diperlukan tambahan tenaga perawat dari Perawatan
I sesuai kebutuhan.
 Siaga 1 : Diperlukan tambahan tenaga dari unit pelayanan
perawatan IV & V serta perawat yang sedang tidak
berdinas.
4. Perencanaan Komunikasi
Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit
merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu ada hal-hal yang
harus dipenuhi dalam berkomunikasi yaitu :
a. Komunikasi dilakukan dengan singkat jelas dan benar bagi
pengirim berita
b. Sebutkan identitas nama instansi dan alamat dan isi berita yang
mmenyebutkan jenis kejadian lokasi kejadian jumlah korban,
tindakan yang telah dilakukan
c. Penerima harus mencatat identitas pelapor jam menerima berita
isi berita dan mencari kebenaran berita tersebut melaporkan ke
atasan.
Alat-alat komunikasi yang dapat dipakai adalah :
a. Airphone intercom
b. Telepon
c. Faximile
d. Pesawat HT
e. Handphone

5. Perencanaan Logistik
Perbekalan logistik umum dan obat-obatan dan alat umum maupun
alat medis sangat diperlukan saat penanggulangan bencana hal
menjadi peranan penting bagi tim pendukung logistik untuk
merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi pada saat itu.

6. Perencanaan Transportasi
Peranan Transportasi juga tidak kala pentingnya untuk pengangkutan
korban oleh karena itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat
transportasi ambulan untuk merujuk korban kerumah sakit rujukan
dan bilamana perlu dapat berkoordinasi 118, dengan Ambulan

7. Pelaporan
Informasi cepat tentang jumlah/beratnya korban korban harus segera
di dapat dalam 2 s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan
tepat oleh Pimpinan Disaster dan Tim Disaster selanjutnya dibuatkan
laporannya untuk disampaikan kepada direktur rumah sakit.
G. PENANGANAN BENCANA DARI DALAM RUMAH SAKIT
1. Metodologi
Sebagai contoh bencana dari dalam rumah sakit yang banyak
menyebabkan kerugian dan korban adalah kebakaran. Oleh
karenanya metodelogi ini dititik beratkan pada penanggulangan
kebakaran selanjutnya bencana lain tinggal mengikutinya.
Kebakaran di Rumah Sakit dapat digolongkan menjadi :
a. Kebakaran Ringan : kebakaran yang melibatkan area yang sempit
dengan api yang kecil
b. Kebakaran Sedang : kebakaran yang melibatkan area lebih luas
bersifat local dengan besarnya api sedang.
c. Kebakaran Berat : kebakaran yang melibatkan area yang luas
dengan api yang besar

2. Organisasi
Secara otomatis organisasi penaggulangan bencana menjadi aktif
sesuai ketentuan yang berlaku.

3. Perencanaan Sumber Daya Manusia


Perencanaan Sumber Daya Manusia SDM untuk menghadapi
penanggulangan bencana ditentukan berdasarkan golongan
kebakaran & Jumlah korban yang ada pada saat itu.
Dengan demikian dapat dibuatkan perencanaan SDM sebagai
berikut :
a. GolonganKebakaran
 Kebakaran Ringan : untuk memadamkan api diperlukan 1 – 2
orang dari pegawai yang dinas atau yang
berada disekitar kejadian saja dengan
menggunakan 1 – 2 APAR.
 Kebakaran Sedang : untuk memadamkan api diperlukan 3 – 5
orang dari pegawai yang dinas dengan apar
yang jumlahnya lebih banyak. 2 – 3 orang
untuk evakuasi pasien, dokumen, ataupun
barang berharga lainnya yang ada.
 Kebakaran Berat : untuk memadamkan api diperlukan
bantuan dari dinas kebakaran dengan
mengerahkan seluruh pegawai yang
berdinas saat itu untuk melakukan
evakuasi

b. Jumlah Korban yang ada pada saat itu


Berdasarkan jumlah korban pada saat itu maka untuk
memobilisasi perencanaan SDM dapat digunakan ketentuan pada
penanggulangan bencana missal

4. Perencanaan Logistik
Perbekalan logistik umum dan obat obatan dan alat umum maupun
alat medis sangat diperlukan saat penanggulangan bencana hal
menjadi peranan penting bagi tim pendukung logistik untuk
merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi saat itu.

5. Perencanaan Komunikasi
Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit
merupakan hal yang sangat penting Untuk itu ada hal hal yang harus
dipenuhi dalam berkomunikasi yaitu :
a. Komunikasi dilakukan dengan singkat jelas dan benar bagi
pengirim berita
b. Sebutkan identitas nama instansi dan alamat dan isi berita yang
mmenyebutkan jenis kejadian lokasi kejadian jumlah korban,
tindakan yang telah dilakukan
c. Penerima harus mencatat identitas pelapor jam menerima berita
isi berita dan mencari kebenaran berita tersebut melaporkan ke
atasan.
Alat-alat komunikasi yang dapat dipakai adalah :
a. Airphone intercom
b. Telepon
c. Faximile
d. Pesawat HT
e. Handphone

6. Perencanaan Logistik
Perbekalan logistik umum dan obat-obatan dan alat umum maupun
alat medis sangat diperlukan saat penanggulangan bencana hal
menjadi peranan penting bagi tim pendukung logistik untuk
merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi pada saat itu.
7. Perencanaan Transportasi
Peranan Transportasi juga tidak kala pentingnya untuk pengangkutan
korban oleh karena itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat
transportasi ambulan untuk merujuk korban kerumah sakit rujukan
dan bilamana perlu dapat berkoordinasi 118, dengan Ambulan

8. Pelaporan
Informasi cepat tentang jumlah/beratnya korban korban harus segera
di dapat dalam 2 s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan
tepat oleh Pimpinan Disaster dan Tim Disaster selanjutnya dibuatkan
laporannya untuk disampaikan kepada direktur rumah sakit.
BAB VII
PERSYARATAN RUANG DAN SANITASI

A. PERSYARATAN RUANG
1. Pengertian
a. Ruang bangunan dan halaman rumah sakit adalah semua ruang/unit
dan halaman yang ada di dalam batas pagar rumah sakit (bangunan
fisik dan kelengkapannya) yang dipergunakan untuk berbagai
keperluan dan kegiatan rumah sakit.
b. Pencahayaan di dalam ruang bangunan rumah sakit adalah intensitas
penyinaran pada suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang
bangunan rumah sakit yang diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan secara efektif.
c. Pengawasan ruang bangunan adalah aliran udara di dalam ruang
bangunan yang memadai untuk menjamin kesehatan penghuni
ruangan.
d. Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga
mengganggu dan/atau membahayakan kesehatan.
e. Kebersihan ruang bangunan dan halaman adalah suatu keadaan atau
kondisi ruang bangunan dan halaman bebas dari bahaya dan risiko
minimal untuk terjadinya infeksi silang, dan masalah kesehatan dan
keselamatan kerja.

2. Persyaratan
a. Lingkungan Bangunan Rumah Sakit
1) Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang
kelas, dilengkapi dengan agar yang kuat dan tidak memungkinkan
orang atau binatang peliharaan keluar masuk dengan bebas.
2) Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan
luas lahan keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang
memadai dan dilengkapi dengan rambu parkir.
3) Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika
berlokasi di daerah banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi
untuk mengatasinya.
4) Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok
5) Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan
dengan intensitas cahaya yang cukup.
6) Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek, atau
tidak terdapat genangan air dan dibuat landai menuju ke saluran
terbuka atau tertutup, tersedia lubang penerima air masuk dan
disesuaikan dengan luas halaman
7) Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan
terpisah, masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi
pengolahan limbah.
8) Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu, dan tempat-tempat
tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat
sampah.
9) Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam
keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan
kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak
memungkinkan sebagai tempat bersarang dan berkembang
biaknya serangga, binatang pengerat, dan binatang pengganggu
lainnya.
b. Konstruksi Bangunan Rumah Sakit
1) Lantai
a) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air,
permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah
dibersihkan.
b) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai
kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan air
limbah
c) Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk
konus/lengkung agar mudah dibersihkan
2) Dinding
Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan
menggunakan cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat
yang mengandung logam berat
3) Ventilasi
a) Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam
kamar/ruang dengan baik.
b) Luas ventilasi alamiah minimum 15 % dari luas lantai
c) Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian
udara dengan baik, kamar atau ruang harus dilengkapi dengan
penghawaan buatan/mekanis.
d) Penggunaan ventilasi buatan/mekanis harus disesuaikan
dengan peruntukkan ruangan.

4) Atap
a) Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat
perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
b) Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal
petir.
5) Langit-langit
a) Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah
dibersihkan.
b) Langit-langit tingginya minimal 2,70 meter dari lantai.
c) Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu
harus anti rayap.
6) Konstruksi
Balkon, beranda, dan talang harus sedemikian sehingga tidak
terjadi genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan
nyamuk Aedes.
7) Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah
masuknya serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
8) Jaringan Instalasi
a) Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air
limbah, gas, listrik, sistem pengawasan, sarana telekomunikasi,
dan lain-lain harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan
agar aman digunakan untuk tujuan pelayanan kesehatan.
b) Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilangan dengan
pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan negatif untuk
menghindari pencemaran air minum.
9) Lalu Lintas Antar Ruangan
a) Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus
didisain sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak
ruangan, sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi
antar ruangan serta menghindari risiko terjadinya kecelakaan
dan kontaminasi
b) Penggunaan tangga atau elevator dan lift harus dilengkapi
dengan sarana pencegahan kecelakaan seperti alarm suara dan
petunjuk penggunaan yang mudah dipahami oleh pemakainya
atau untuk lift 4 (empat) lantai harus dilengkapi ARD
(Automatic Rexserve Divide) yaitu alat yang dapat mencari lantai
terdekat bila listrik mati.
c) Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan
mudah bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya
dan dilengkapi ram untuk brankar.
10) Fasilitas Pemadam Kebakaran
11) Bangunan rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pemadam
kebakaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku
c. Ruang Bangunan
Penataan ruang bangunan dan penggunaannya harus sesuai dengan
fungsi serta memenuhi persyaratan kesehatan yaitu dengan
mengelompokkan ruangan berdasarkan tingkat risiko terjadinya
penularan penyakit sebagai berikut :
1) Zona dengan Risiko Rendah
Zona risiko rendah meliputi : ruang administrasi, ruang komputer,
ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis, dan
ruang pendidikan/pelatihan.
a) Permukaan dinding harus rata dan berawarna terang
b) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan,
kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai
dengan dinding harus berbentuk konus.
c) Langit-langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan
yang kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus
kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.
d) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter,
dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai.
e) Ventilasi harus dapat menjamin aliran udara di dalam
kamar/ruang dengan baik, bila ventilasi alamiah tidak
menjamin adanya pergantian udara dengan baik, harus
dilengkapi dengan penghawaan mekanis (exhauster) .
f) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian
minimal 1,40 meter dari lantai.
2) Zona dengan Risiko Sedang
Zona risiko sedang meliputi : ruang rawat inap bukan penyakit
menular, rawat jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu
pasien. Persyaratan bangunan pada zona dengan risiko sedang
sama dengan persyaratan pada zona risiko rendah.

3) Zona dengan Risiko Tinggi


Zona risiko tinggi meliputi : ruang isolasi, ruang perawatan
intensif, laboratorium, ruang penginderaan medis (medical
imaging), ruang bedah mayat (autopsy), dan ruang jenazah dengan
ketentuan sebagai berikut :
a) Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang.
b) Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik
setinggi 1,50 meter dari lantai dan sisanya dicat warna terang.
c) Dinding ruang penginderaan medis harus berwarna gelap,
dengan ketentuan dinding disesuaikan dengan pancaran sinar
yang dihasilkan dari peralatan yang dipasang di ruangan
tersebut, tembok pembatas antara ruang Sinar X dengan kamar
gelap dilengkapi dengan transfer cassette.
d) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan,
kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai
dengan dinding harus berbentuk konus
e) Langit-langit terbuat dari bahan mutipleks atu bahan yang
kuat, warna terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat,
dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.
f) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter,
dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai.
g) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian
minimal 1,40 meter dari lantai.
4) Zona dengan Risiko Sangat Tinggi
Zona risiko tinggi meliputi : ruang operasi, ruang bedah mulut,
ruang perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin, dan
ruang patologi dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Dinding terbuat dari bahan porslin atau vinyl setinggi langit-
langit, atau dicat dengan cat tembok yang tidak luntur dan
aman, berwarna terang.
b) Langit-langit terbuat dari bahan yang kuat dan aman, dan
tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.
c) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 m, dan
semua pintu kamar harus selalu dalam keadaan tertutup.
d) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah
dibersihkan dan berwarna terang.
e) Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan)
lampu bedah dengan profil baja double INP 20 yang dipasang
sebelum pemasangan langit-langit
f) Tersedia rak dan lemari untuk menyimpan reagensia siap pakai
g) Ventilasi atau pengawasan sebaiknya digunakan AC tersendiri
yang dilengkapi filter bakteri, untuk setiap ruang operasi yang
terpisah dengan ruang lainnya. Pemasangan AC minimal 2
meter dari lantai dan aliran udara bersih yang masuk ke dalam
kamar operasi berasal dari atas ke bawah. Khusus untuk ruang
bedah ortopedi atau transplantasi organ harus menggunakan
pengaturan udara UCA (Ultra Clean Air) System
h) Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara
luar, untuk itu harus dibuat ruang antara.
i) Hubungan dengan ruang scrub–up untuk melihat ke dalam
ruang operasi perlu dipasang jendela kaca mati, hubungan ke
ruang steril dari bagian cleaning cukup dengan sebuah loket
yang dapat dibuka dan ditutup.
j) Pemasangan gas media secara sentral diusahakan melalui
bawah lantai atau di atas langit-langit.
k) Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis.
d. Kualitas Udara Ruang
1) Tidak berbau (terutana bebas dari H2S dan Amoniak
2) Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10 micron
dengan rata-rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi
150 μg/m3, dan tidak mengandung debu asbes.
Indeks angka kuman untuk setiap ruang/unit seperti tabel berikut :
Tabel : I.1
Indeks Angka Kuman Menurut Fungsi Ruang atau Unit
Konsentrasi Maksimum
No Ruang atau Unit Mikro-organisme per m2 Udara
(CFU/m3)
1 Operasi 10
2 Bersalin 200
Pemulihan/perawata
3 200 – 500
n
4 Observasi bayi 200
5 Perawatan bayi 200
6 Perawatan premature 200
7 ICU 200
8 Jenazah/Autopsi 200 – 500
9 Penginderaan medis 200
10 Laboratorium 200 – 500
11 Radiologi 200 – 500
12 Sterilisasi 200
13 Dapur 200 – 500
14 Gawat Darurat 200
Administrasi.
15 200 – 500
pertemuan
16 Ruang luka bakar 200

Konsentrasi gas dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum


seperti dalam tabel berikut :

e. Pencahayaan
Pencahayaan, penerangan, dan intensitasnya di ruang umum dan
khusus harus sesuai dengan peruntukkannya seperti dalam tabel
berikut :
f. Pengawasan
Persyaratan penghawaan untuk masing-masing ruang atau unit
seperti berikut :
1) Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi,
laboratorium, perlu mendapat perhatian yang khusus karena sifat
pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang tersebut.
2) Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif
sedikit (minimum 0,10 mbar) dibandingkan ruang-ruang lain di
rumah sakit.
3) Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian
rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban seperti
dalam tabel berikut :
4) Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi udara
segar dalam ruangan harus cukup (mengikuti pedoman teknis
yang berlaku)
g. Kebisingan
Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan atau unit
seperti tabel berikut :

h. Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit


Perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan
jumlah kamar mandi seperti pada tabel berikut :

i. Jumlah Tempat Tidur


Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk kamar
perawatan dan kamar isolasi sebagai berikut :
1) Ruang bayi :
a) Ruang perawatan minimal 2 m2/tempat tidur
b) Ruang isolasi minimal 3,5 m2/tempat tidur
2) Ruang dewasa :
a) Ruang perawatan minimal 4,5 m2/tempat tidur
b) Ruang isolasi minimal 6 m2/tempat tidur
j. Lantai dan dan Dinding
Lantai dan dinding harus bersih, dengan tingkat kebersihan sebagai
berikut :
(1) Ruang Operasi : 0 - 5 CFU/cm2 dan bebas patogen dan gas
gangrene
(2) Ruang perawatan : 5 – 10 CFU/cm2
(3) Ruang isolasi : 0 – 5 CFU/cm2
(4) Ruang UGD : 5 – 10 CFU/cm2

3. Tata Laksana
a. Pemeliharaan Ruang Bangunan
1) Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore
hari.
2) Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah
pembenahan/merapi-kan tempat tidur pasien, jam makan, jam
kunjungan dokter, kunjungan keluarga, dan sewaktu-waktu
bilamana diperlukan.
3) Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus
dihindari.
4) Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan
pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan bahan antiseptikyang
tepat.
5) Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel
tersendiri.
6) Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua)
kali setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah
pudar.
7) Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding
harus segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.
b. Pencahayaan
1) Lingkungan rumah sakit, baik dalam maupun luar ruangan harus
mendapat cahaya dengan intensitas yang cukup berdasarkan
fungsinya.
2) Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk
menyimpan barang/peralatan perlu diberikan penerangan.
3) Ruang pasien/bangsal harus disediakan penerangan umum dan
penerangan untuk malam hari dan disediakan saklar dekat pintu
masuk, sekitar individu ditempatkan pada titik yang mudah
dijangkau dan tidak menimbulkan berisik.
c. Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara
1) Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus harus mendapat
perhatian yang khusus. Bila menggunakan sistem pendingin,
hendaknya dipelihara dan dioperasikan sesuai buku petunjuk
sehingga dapat menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembaban
nyaman bagi pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit yang
menggunakan pengatur udara (AC) sentral harus diperhatikan
cooling tower-nya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella
dan untuk AHU (Air Handling Unit) filter udara harus dibersihkan
dari debu dan bakteri atau jamur.
2) Suplai udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis,
dan exhaustfan hendaknya diletakkan pada ujung system ventilasi.
3) Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang-kurangnya 1 (satu) fan
dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m3/detik, dan
frekuensi pergantian udara per jam adalah 2 (dua) sampai dengan
12 kali.
4) Pengambilan supply udara dari luar, kecuali unit ruang individual,
hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minimal 7,50 meter dari
exhauster atau perlengkapan pembakaran.
5) Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap.
6) Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.
7) Suplai udara untuk daerah sensitif, ruang operasi, perawatan bayi,
diambil dekat langit-langit dan exhaust dekat lantai, hendaknya
ddisediakan 2 (dua) buah exhaust fan dan diletakkan minimal 7,50
cm dari lantai.
8) Suplai udara di atas lantai.
9) Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang
hendaknya tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk
suplai udara ke WC, toilet, gudang.
10) Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilenglengkapi dengan
saringan 2 beds. Saringan I dipasang di bagian penerimaan udara
dari luar dengan efisiensi 30 % dan saringan II (filter bakteri)
dipasang 90 %. Untuk mempelajari sistem ventilasi sentral dalam
gedung hendaknya mempelajari khusus central air conditioning
system.
11) Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang
(cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.
12) Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih
tinggi dibandingkan ruang-ruang lain dan menggunakan cara
mekanis (air conditioner).
13) Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air
conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas
lantai atau minimum 0,20 meter dari langit-langit.
14) Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) 1
(satu) kali sebulan harus disinfeksi dengan menggunakan aerosol
(resorcinol, trietylin glikol), atau disaring dengan elektron
presipitator atau menggunakan penyinaran ultra violet.
15) Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun
dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter
kualitas udara (kuman, debu, dan gas).
d. Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara
1) Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa
sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang
terhindar dari kebisingan.
2) Sumber-sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan
sekitarnya agar diupayakan untuk dikendalikan antara lain
dengan cara :
a) Pada sumber bising di rumah sakit peredaman. Penyekatan,
pemindahan, pemeliharaan mesin-mesin yang menjadi sumber
bising.
b) Pada sumber bising dari luar rumah sakit :
penyekatan/penyerapan bising dengan penanaman pohon (freen
belt), meninggikan tembok, dan meninggikan tanah (bukit
buatan).
e. Penghawaan (Ventilasi) dan Pengaturan Udara
1) Fasilitas Penyediaan Air Minum dan Air Bersih
a) Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan.
b) Tersedia air bersih minimum 500 lt/tempat tidur/hari
c) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan
yang membutuhkan secara berkesinambungan.
d) Distribusi air minum dan air bersih disetiap ruangan/kamar
harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan
tekanan positif.
e) Persyaratan penyehatan air termasuk kualitas air minum dan
kualitas air bersih sebagaimana tercantum dalam Bagian III
tentang Penyehatan Air.
2) Fasilitas Toilet dan Kamar Mandi
a) Harus tersedia dan selalu terpelihara serta dalam keadaan
bersih.
b) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin,
berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
c) Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban,
peturasan dan tempat cuci tangan)tersendiri. Khususnya untuk
unit rawat inap dan kamar karyawan harus tersedia kamar
mandi.
d) Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi
dengan penahan bau (water seal).
e) Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung
dengan dapur, kamar operasi, dan ruang khusus lainnya.
f) Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan
udara luar.
g) Toilet dan kamar mandi harus terpisah antara pria dan wanit,
unit rawat inap dan karyawan, karyawan dan toilet pengunjung.
h) Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah
dijangkau dan ada petunjuk arah, dan toilet untuk pengunjung
dengan perbandingan 1 (satu) toilet untuk 1 – 20 pengunjung
wanita, 1 (satu) toilet untuk 1 – 30 pengunjung pria.
i) Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk
memelihara kebersihan.
j) Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang
dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.
3) Fasilitas Pembuangan Limbah
Persyaratan pembuangan sampah (padat medis dan domestik),
limbah cair dan gas sebagaimana tercantum dalam bagian IV
tentang Pengelolaan Limbah.

B. PENYEHATAN HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN MINUMAN


1. Pengertian
a. Makanan dan minuman di rumah sakit adalah semua makanan dan
minuman yang disajikan dan dapur rumah sakit untuk pasien dan
karyawan; makanan dan minuman yang dijual didalam lingkungan
rumah sakit atau dibawa dari luar rumah sakit.
b. Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan individu. Misalnya, mencuci tangan, mencuci
piring, membuang bagian makanan yang rusak.
c. Sanitasi adlah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan lingkungan. Misalnya, menyediakan air bersih,
menyediakan tempat sampah dan lain-lain.

2. Persyaratan Higiene dan Sanitasi Makanan


a. Angka kuman E.Coli pada makanan harus 0/gr sampel makanan dan
pada minuman angka kuman E.Coli harus 0/100 ml sampel
minuman.
b. Kebersihan peralatan ditentukan dengan angka total kuman
sebanyak-banyaknya 100/cm2 permukaan dan tidak ada kuman E.
Coli.
c. Makanan ayng mudah membususk disimpan dalam suhu panas lebih
dari 65,5° atau dalam suhu dingin kurang dari 4° C. Untuk makanan
yang disajikan lebih dari 6 jam disimpan suhu – 5° C sampai -1° C.
d. Maknaan kemasan tertutup sebaiknya disimpan dalam suhu ± 10° C.
e. Penyimpanan bahan mentah dilakukan dalam suhu sebagai berikut :
Tabel I.8
Suhu Penyimpanan Menurut Jenis Bahan Makanan
Jenis Bahan Makanan
Digunakan untuk
3 hari atau kurang 1 minggu atau kurang 1 minggu atau lebih
Ikan, udang, dan olahannya -5° C sampai 0° C -10° C sampai -5° C
Kurang dari -10° C
Telur, susu, dan olahannya 5° C sampai 7° C -5° C sampai 0° C
Kurang dari -5° C
Sayur, buah, dan minuman 10° C 10° C 10° C
Tepung dan biji 25° C 25° C 25° C
f. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80 -90 %.
g. Cara penyimpanan bahan makanan tidak menempel pada lantai,
dinding, atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Jarak bahan makanan dengan lantai 15 cm
2) Jarak bahan makanan dengan dinding 5 cm
3) Jarak bahan makanan dengan langit-langit 60 cm
3. Tata Cara Pelaksanaan
a. Bahan Makanan dan Makanan Jadi
2) Pembelian bahan sebaiknya ditempat yang resmi dan berkualitas
baik.
3) Bahan makanan dan makanan jadi yang berasal dari instalasi Gizi
atau dari luar rumah sakit/jasaboga harus diperiksa secara fisik,
dan laboratorium minimal 1 bulan Peraturan Mnteri Kesehatan No.
715/MenKes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi
Jasaboga.
4) Makanan jadi yang dibawa oleh keluarga pasien dan berasal dari
sumber lain harus selalu diperiksa kondisi fisiknya sebelum
dihidangkan.
5) Bahan makanan kemasan (terolah) harus mempunyai label dan
merek serta dalam keadaan baik.
b. Bahan Makanan Tambahan
Bahan makanan tambahan (bahan pewarna, pengawet, pemanis
buatan) harus sesuai dengan ketentuan.
c. Penyimpanan Bahan Makan dan Makanan Jadi
Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan
dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya,
serangga dan hewan lain.
(1) Bahan Makanan Kering
a) Semua gudang bahan makanan hendaknya berada di bagian
yang tinggi
b) Bahan makanan tidak diletakkan di bawah saluran/pipa air (air
bersih maupun air limbah)untuk menghindari terkena bocoran.
c) Tidak ada drainase disekitar gudang makanan.
d) Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak
dengan ketinggian rak terbawah 15 cm – 25 cm.
e) Suhu gudang bahan makanan kering dan kaleng dijaga kurang
dari 22° C.
f) Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga.
g) Penempatan bahan makanan harus rapi dan ditata tidak padat
untuk menjaga sirkulasi udara.
(2) Bahan Makanan Basah/Mudah Membusuk dan Minuman
a) Bahan makanan seperti buah, sayuran, dan minuman,
disimpan pada suhu penyimpanan sejuk (cooling) 10 °C – 15 °C
b) Bahan makanan berprotein yang akan segera diolah kembali
disimpan pada suhu penyimpanan dingin (chilling) 4 °C–10°C
c) Bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka
waktu sampai 24 jam disimpan pada penyimpanan dingin
sekali (freezing) dengan suhu 0 °C – 4 °C.
d) Bahan makanan berprotein yang mudah rusak untuk jangka
waktu kurang dari 24 jam disimpan pada penyimpanan beku
(frozen) dengan suhu < 0 °C.
e) Pintu tidak boleh sering dibuka karena akan meningkatkan
suhu.
f) Makanan yang berbau tajam (udang, ikan, dan lain-lain) harus
tertutup.
g) Pengambilan dengan cara First in First Out (FIFO), yaitu yang
disimpan lebih dahulu digunakan dahulu, agar tidak ada
makanan yang busuk.
(3) Makanan Jadi
a) Makanan jadi harus memenuhi persyaratan bakteriologi
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Jumlah kandungan
logam berat dan residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang
batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.
b) Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi atau
dikemas dan tertutup serta segera disajikan
(4) Pengolahan Makanan
Unsur-unsur yang terkait dengan pengolahan makanan :
a) Tempat Pengolahan Makanan
- Perlu disediakan tempat pengolahan makanan (dapur)
sesuai dengan persyaratan konstruksi, bangunan dan
ruangan dapur
- Sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan makanan selalu
dibersihkan dengan antiseptik.
- Asap dikeluarkan melalui cerobong yang dilengkapi dengan
sungkup asap.
- Intensitas pencahayaan diupayakan tidak kurang dari 200
lux.
b) Peralatan Masak
Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan
dalam proses pengolahan makanan.
- Peralatan masak tidak boleh melepaskan zat beracun
kepada makanan
- Peralatan masak tidak boleh patah dan kotor.
- Lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau
garam-garam yang lazim dijumpai dalam makanan.
- Peralatan agar dicuci segera sesudah digunakan,
selanjutnya didesinfeksi dan dikeringkan
- Peralatan yang sudah bersih harus disimpan dalam
keadaan kering dan disimpan pada rak terlindung dari
vektor.
c) Penjamah Makanan
- Harus sehat dan bebas dari penyakit menular.
- Secara berkala minimal 2 kali setahun diperiksa
kesehatannya oleh dokter yang berwenang.
- Harus menggunakan pakaian kerja dan perlengkapan
pelidung pengolahan makanan dapur.
- Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar
dari kamar kecil.
d) Pengangkutan Makanan
Makanan yang telah siap santap perlu diperhatikan dalam cara
pengangkutannya, yaitu :
- Makanan diangkut dengan menggunakan kereta dorong
yang tertutup dan bersih.
- Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih
tersedia udara untuk ruang gerak.
- Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur
untuk mengangkut bahan/barang kotor.
e) Penyajian Makanan
- Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran
dan peralatan yang dipakai harus bersih
- Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan
tertutup.
- Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat
ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan
suhu mnimal 60° C dan 4° C untuk makanan dingin.
- Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat
dan berpakaian bersih.
- Makanan jadi harus segera disajikan.
- Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan
kepada pasien.

d. Pengawasan Higiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman


Pengawasan dilakukan secara :
1) Internal
Pengawasan dilakukan oleh petugas sanitasi atau petugas
penanggung jawab kesehatan lingkungan rumah sakit.
Pemeriksaan parameter mikrobiologi dilakukan pengambilan
sampel makanan dan minuman meliputi bahan makanan dan
minuman yang mengandung protein tinggi, makanan siap santap,
air bersih, alat makanan dan masak serta usap dubur penjamah.
Pemeriksaan parameter kimiawi dilakukan pengambilan sampel
minuman berwarna, makanan yang diawetkan, sayuran, daging,
ikan laut.
Pengawasan secara berkala dan pengambilan sampel dilakukan
minimal 2 (dua) kali dalam setahun.
Bila terjadi keracunan makanan dan minuman d irumah sakit
maka petugas sanitasi harus mengambil sampel makanan dan
minuman untuk diperiksakan ke laboratorium.
2) Eksternal
Dengan melakukan uji petik yang dilakukan oleh Petugas Sanitasi
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota secara insidentil
atau mendadak untuk menilai kualitas.

C. PENYEHATAN AIR
1. Pengertian
a. Air minum adalah air ayng melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum.
b. Sumber penyediaan air minum dan untuk keperluan rumah sakit
berasal dari Perusahaan Air Minum, air yang didistribusikan melalui
tangki air, air kemasan dan harus memenuhi syarat kualitas air
minum.
2. Persyaratan
a. Kualitas Air Minum
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum.
b. Kualitas Air yang Digunakan di Ruang Khusus
1) Ruang Operasi
Bagi rumah sakit yg menggunakan air yg sudah diolah seperti dari
PDAM, sumur bor, dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat
melakukan pengolahan tambahan dgn catridge filter dan
dilengkapi dgn disinfeksi menggunakan ultra violet (UV)
2) Ruang Farmasi dan Hemodialisis
Air yang digunakan di ruang farmasi terdiri dari air yang
dimurnikan untuk penyiapan obat, penyiapan injeksi, dan
pengenceran dalam hemodialisis.
3. Tata Laksana
a. Kegiatan pengawasan kualitas air dengan pendekatan surveilans
kualitas air antara lain meliputi :
1) Inspeksi sanitasi terhadap sarana air minum dan air bersih;
2) Pengambilan, pengiriman, dan pemeriksaan sampel air;
3) Melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi pemeriksaan
laboratorium; dan
4) Tindak lanjut berupa perbaikan sarana dan kualitas air.
b. Melakukan inspeksi sanitasi sarana air minum dan air bersih rumah
sakit dilaksanakan minimal 1 tahun sekali. Petunjuk teknis inspeksi
sanitasi sarana penyediaan air sesuai dengan petunjuk yang
dikeluarkan Direktorat Jenderal PPM dan PL, Departemen Kesehatan.
c. Pengambilan sampel air pada sarana penyediaan air inum dan/atau
air bersih rumah sakit tercantum dalam Tabel 1.9
Tabel I.9
Jumlah Sampel untuk Pemeriksaan Mikrobiologik Menururt Jumlah Tempat Tidur
Jumlah Minimum Sampel Air Perbulan
Jumlah Tempat untuk
Tidur Pemeriksaan Mikrobiologik
Air Minum Air Bersih
25 – 100 4 4
101– 400 6 6
401 – 1000 8 8
> 1000 10 10

d. Pemeriksaan kimia air minum dan/atau air bersih dilakukan minimal


2 (dua) kali setahun (sekali pada musim kemarau dan sekali pada
musim hujan) dan titik pengambilan sampel masing-masing pada
tempat penampungan (reservoir) dan keran terjauh dari reservoir.
e. Titik pengambilan sampel air untuk pemeriksaan mikrobiologik
terutama pada air kran dari ruang dapur, ruang operasi, kamar
bersalin, kamar bayi, dan ruang makan, tempat penampungan
(reservoir), secara acak pada kran-kran sepanjang system distribusi,
pada sumber air, dan titik-titik lain yang rawan pencemaran.
f. Sampel air pada butir 3 dan 4 tersebut diatas dikirim dan
diperiksakan pada laboratorium yang berwenang atau yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan atau Pemerintah Daerah setempat.
g. Pengambilan dan pengiriman sampel air dapat dilaksanakan sendiri
oleh pihak rumah sakit atau pihak ketiga yang direkomendasikan oleh
Dinas Kesehatan.
h. Sewaktu-waktu dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota dalam
rangka pengawasan (uji petik) penyelenggaraan penyehatan
lingkungan rumah sakit, dapat mengambil langsung sampel air pada
sarana penyediaan air minum dan/atau air bersih rumah sakit untuk
diperiksakan pada laboratorium.
i. Setiap 24 jam sekali rumah sakit harus melakukan pemeriksaan
kualitas air untuk pengukuran sisa khlor bila menggunakan
disinfektan kaporit, pH dan kekeruhan air minum atau air bersih
yang berasal dari sistem perpipaan dan/atau pengolahan air pada
titik/tempat yang dicurigai rawan pencemaran.
j. Petugas sanitasi atau penanggung jawab pengelolaan kesehatan
lingkungan melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi dan
pemeriksaan laboratorium.
k. Apabila dalam hasil pemeriksaan kualitas air terdapat parameter yang
menyimpang dari standar maka harus dilakukan pengolahan sesuai
parameter yang menyimpang.
l. Apabila ada hasil inspeksi sanitasi yang menunjukkan tingkat risiko
pencemaran amat tinggi dan tinggi harus dilakukan perbaikan
sarana.

D. PENGELOLAAN LIMBAH
1. Pengertian
a. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari
kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.
b. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang
berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari
limbah medis padat dan non-medis.
c. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,
limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer
bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
d. Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur,
perkantoran, taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali
apabila ada teknologinya.
e. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal
dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya
bagi kesehatan.
f. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal
dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur,
perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik.
g. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme
patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organism
tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan
penyakit pada manusia rentan.
h. Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan
stock bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan
bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan
bahan yang sangat infeksius.
i. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker
yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan sel hidup.
j. Minimasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi
bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang
limbah (recycle)

2. Persyaratan
a. Limbah Medis Padat
1) Minimasi Limbah
a) Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai
dari sumber.
b) Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi
penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun.
c) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan
kimia dan farmasi.
d) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah
medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan
pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang
berwenang.
2) Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
a) Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang
menghasilkan limbah
b) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari
limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.
c) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah
tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah
tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk
dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat
membukanya.
d) Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat
digunakan kembali.
e) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus
melalui proses sterilisasi sesuai Tabel I.10. Untuk menguji
efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacillus
stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan
tes Bacillus subtilis.
Tabel 10
Metode Sterilisasi Untuk Limbah yang Dimanfaatkan Kembali
Metode Sterilisasi Suhu Waktu Kontak
Sterilisasi dengan panas
- Sterilisasi kering dalam oven
”Poupinel”
- Sterilisasi basah dalam otoklaf
Sterilisasi dengan bahan kimia
- Ethylene oxide (gas)
- Glutaraldehyde (cair)
160° C
170° C
121° C
50° C - 60° C
120 menit
60 menit
30 menit
3 – 8 jam
30 menit
f) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk
dimanfaatkan kembali. Apabila rumah sakit tidak mempunyai
jarum yang sekali pakai (disposable), limbah jarum hipodermik
dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses salah satu
metode sterilisasi pada Tabel I.10
g) Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan
dengan penggunaan wadah dan label seperti Tabel I.11
h) Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali
untuk pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar
X.
Tabel I.11
Jenis Wadah dan label Limbah Medis Padat Sesuai Kategorinya
Warna
Kantong Lambang
No Kategori Kontaine
Plastik Keterangan
r
1. Radiokatif Merah Kantong Box Simbol
timbale radioaktif
2 Sangat Kuning Kantong
Infeksius plastik kuat,
antibocor,
atau
kontainer
yang dapat
disterilisasi
dengan
otoklaf
3 Limbah Kuning Kantong
Infeksius, plastik kuat
patologi dan dan anti
anatomi bocor, atau
kontainer
4 Sitotoksis Ungu Kontainer
plastik kuat
dan anti
bocor
5 Limbah kimia Coklat Kantong
dan farmasi plastikatau
kontainer

i) Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti


bocor, dan diberi label bertuliskan ” Limbah Sitotoksis”.
3) Pengumpulan, Pengangkutan, dan Penyimpanan Limbah Media
Padat di Lingkungan Rumah Sakit
a) Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan
penghasil limbah menggunakan troli khusus yang tertutup.
b) Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis
yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim
kemarau paling lama 24 jam.
4) Pengumpulan, Pengemasan dan Pengangkutan ke Luar Rumah
Sakit
a) Pengelola harus mengumpulkan dan mengmas pada tempat
yang kuat.
b) Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan
kendaraan khusus.

5) Pengolahan dan Pemusnahan


a) Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung
ke tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman
bagi kesehatan.
b) Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis
padat disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis
limbah medis padat yang ada, dengan pemanasan
menggunakan otoklaf atau dengan pembakaran menggunakan
insinerator.
b. Limbah Medis Non Padat
1) Pemilahan dan Pewadahan
a) Pewadahan limbah padat non-medis harus dipisahkan dari
limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastic
warna hitam.
b) Tempat Pewadahan
(1) Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi
kantong plastik warna hitam sebagai pembungkus limbah
padat dengan lambang ”domestik” warna putih
(2) Bila kepadatan lalat disekitar tempat limbah pada melebih 2
(dua) ekor per-block grill, perlu dilakukan pengendalian
padat.
2) Pengumpulan, Penyimpanan, dan Pengangkutan
a) Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat
lebih dari 20 ekor per-block grill atau tikus terlihat pada siang
hari, harus dilakukan pengendalian.
b) Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga
dan binatang pengganggu yang lain minimal 1 (satu) bulan
sekali.
3) Pengolahan dan Pemusnahan
Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non-medis harus
dilakukan sesuai persyaratan kesehatan.
c. Limbah Cair
Kalitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air
atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen
sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-
58/MenLH/12/1995 atau peraturan daerah setempat.
d. Limbah Gas
Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnah limbah medis
padat dengan insinerator mengacu pada Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor Kep-13/MenLH/12/1995 tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
3. Tata Laksana
a. Limbah Medis Padat
1) Minimisasi Limbah
a) Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah
sebelum membelinya.
b) Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
c) Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada
secara kimiawi.
d) Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti
dalam kegiatan perawatan dan kebersihan.
e) Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku
sampai menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun.
f) Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan
g) Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk
menghindari kadaluarsa.
h) Menghabiskan bahan dari setiap kemasan
i) Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar
oleh distributor.
2) Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
a) Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari
sumber yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi,
limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sototksis, limbah
kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan
limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
b) Tempat pewadahan limbah medis padat :
(1) Terbuat dari bahan yang kuat, cuup ringan, tahan karat,
kedap air, dan mempunyai permukaan yang halus pada
bagian dalamnya, misalnya fiberglass.
(2) Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia
tempat pewadahan yang terpisah dengan limbah padat
nonmedis.
(3) Kantong plastik diangkat setiap haru atau kurang sehari
apabila 2/3 bagian telah terisi limbah.
(4) Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada
tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang
aman.
(5) Tempat pewadahan limbah medis padat infeksius dan
sitotoksik yang tidak langsung kontak dengan limbah harus
segera dibersihkan dengan larutan disinfektan apabila akan
dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik
yang telah dipakai dan kontak langsung dengan limbah
tersebut tidak boleh digunakan lagi.
c) Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah
melalui sterilisasi meliputi pisau bedah (scalpel), jarum
hipodermik, syringes, botol gelas, dan kontainer.
d) Alat-alat lain yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui
sterilisasi adalah radionukleida yang telah diatur tahan lama
untuk radioterapi seperti puns, needles, atau seeds.
e) Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi dengan
ethylene oxide, maka tangki reactor harus dikeringkan sebelum
dilakukan injeksi ethylene oxide. Oleh karena gas tersebut
sangat berbahaya, maka sterilisasi harus dilakukan oleh
petugas yang terlatih. Sedangkan sterilisasi dengan
glutaraldehyde lebih aman dalam pengoperasiannya tetapi
kurang efektif secara mikrobiologi.
f) Upaya khsus harus dilakukan apabila terbukti ada kasus
pencemaran spongiform encephalopathies.
3) Tempat Penampungan Sementara
a) Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di
lingkungannya harus membakar limbahnya selambat-
lambatnya 24 jam.
b) Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka
limbah medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama
dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai
insinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya
24 jam apabila disimpan pada suhu ruang.
4) Transportasi
a) Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke
kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang
kuat dan tertutup.
b) Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan
manusia maupun binatang.
c) Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat
pelindung diri yang terdiri :
- Topi/helm;
- Masker;
- Pelindung mata;
- Pakaian panjang (coverall);
- Apron untuk industri;
- Pelindung kaki/sepatu boot; dan
- Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty
gloves)
5) Pengolahan, Pemusnahan, dan Pembuangan Akhir Limbah Padat
a) Limbah Infeksius dan Benda Tajam
(1) Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan
agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan
pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclave sedini
mungkin. Untuk limbah infeksius yang lain cukup dengan
cara disinfeksi.
(2) Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila
memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan limbah
infeksius lainnya. Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam.
(3) Setelah insinerasi atau disinfeksi, residunya dapat dibuang
ke tempat pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika
residunya sudah aman.
b) Limbah Farmasi
(1) Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan
insinerator pirolitik (pyrolytic incinerator), rotary kiln,
dikubur secara aman, sanitary landfill, dibuang ke sarana air
limbah atau inersisasi. Tetapi dalam jumlah besar harus
menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti
rotary kiln, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi.
(2) Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus
dikembalikan kepada distributor, sedangkan bila dalam
jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan,
supaya dimusnahkan melalui insinerator pada suhu diatas
1.000° C.
c) Limbah Sitotoksis
(1) Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang
dengan penimbunan (landfill) atau ke saluran limbah umum.
(2) Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke
perusahaan penghasil atau distribusinya, insinerasi pada
suhu tinggi, dan degradasi kimia. Bahan yang belum dipakai
dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus
dikembalikan ke distributor apabila tidak ada insinerator
dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah
kadaluarsa atau tidak lagi dipakai.
(3) Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1.200° C dibutuhkan
untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi
pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang
berbahaya ke udara.
(4) Insinerator dengan 2 (dua) tungku pembakaran pada suhu
1.200° C dengan minimum waktu tinggal 2 detik atau suhu
1.000° C dengan waktu tinggal 5 detik di tungku kedua
sangat cocok untuk bahan ini dan dilengkapi dengan
penyaring debu.
(5) Insinerator juga harus dilengkapi dengan peralatan
pembersih gas. Insinerasi juga memungkinkan dengan rotary
kiln yang didesain untuk dekomposisi panas limbah kimiawi
yang beroperasi dengan baik pada suhu diatas 850° C.
(6) Insinerator dengan 1 (satu) tungku atau pembakaran
terbuka tidak tepat untuk pembuangan limbah sitotoksis.
(7) Metode degradasi kimia yang mengubah senyawa sitotoksik
menjadi senyawa tidak beracun dapat digunakan tidak
hanya untuk residu obat tapi juga pencucian tempat urin,
tumpahan dan pakaian pelindung.
(8) Cara kimia relatif mudah dan aman meiputi oksidasi oleh
Kalium permanganat (KMnO4) atau asam sulfat (H2SO4) ,
penghilangan nitrogen dengan asam bromida, atau reduksi
dengan nikel dan aluminium.
(9) Insinerasi maupun degradasi kimia tidak merupakan solusi
yang sempurna untuk pengolahan limbah. Tumpahan atau
cairan biologis yang terkontaminasi agen antineoplastik.
Oleh karena itu, rumah sakit harus berhati-hati dalam
menangani obat sitotoksik.
(10) Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak
tersedia, kapsulisasi atau inersisasi dapat dipertimbangkan
sebagai cara yang dapat dipilih.
d) Limbah Bahan Kimiawi
(1) Pembuangan Limbah Kimia Biasa
Limbah kimia biasa yang tidak bisa didaur seperti gula,
asam amino, dan garam tertentu dapat dibuang ke saluran
air kotor. Namun demikian, pembuangan tersebut harus
memenuhi persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang
ada seperti bahan melayang, sushu, dan pH.
(2) Pembuangan Limbah Kimia Berbahaya Dalam Jumlah Kecil
Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu
yang terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan
insinerasi pirolitik, kapsulisasi, atau ditimbun (landfill).
(3) Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar
Tidak ada cara pembuangan yang aman dan sekaligus
murah untuk limbah berbahaya. Pembuangannya lebih
ditentukan kepada sifat v=bahaya yang dikandung oleh
limbah tersebut. Limbah tertentu yang bisa dibakar seperti
banyak bahan pelarut dapat diinsinerasi. Namun, bahan
pelarut dalam jumlah besar seperti pelarut halogenida yang
mengandung klorin atau florin tidak boleh diinsinerasi
kecuali insineratornya dilengkapi dengan alat pembersih gas.
(4) Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia
berbahaya tersebut ke distributornya yang akan
menanganinya dengan aman, atau dikirim ke negara lain
yang mempunyai peralatan yang cocok untuk megolahnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan
limbah kimia berbahaya:
- Limbah berbahaya yang komposisinya berbeda harus
dipisahkan untuk menghindari rekasi kimia yang tidak
diinginkan.
- Limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar tidak boleh
ditimbun karena dapat mencemari air tanah.
- Limbah kimia disinfektan dalam jumlah besar tidak boleh
dikapsulisasi karena sifatnya yang korosif dan mudah
terbakar.
- Limbah padat bahan kimia berbahaya cara
pembuangannya harus dikonsultasikan terlebih dahulu
kepada instansi yang berwenang.
e) Limbah Bahan Kimiawi
(1) Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak
boleh dibakar atau diinsinerasi karena berisiko mencemari
udara dengan uap beracun dan tidak boleh dibuang ke
landfill karena dapat mencemari air tanah.
(2) Cara yang disarankan adalah dikirim ke negara yang
mempunyai fasilitas pengolah limbah dengan kandungan
logam berat tinggi. Bila tidak memungkinkan, limbah
dibuang ke tempat penyimpanan yang aman sebagai
pembuangan akhir untuk limbah yang berbahaya. Cara lain
yang paling sederhana adalah dengan kapsulisasi kemudian
dilanjutkan dengan landfill. Bila hanya dalam jumlah kecil
dapat dibuang dengan limbah biasa.
f) Limbah Bahan Kimiawi
(1) Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer
bertekanan adalah dengan daur ulang atau penggunaan
kembali. Apabila masih dalam kondisi utuh dapat
dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas. Agen
halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol
harus diperlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya
untuk pembuangannya.
(2) Cara pemuangan yang tidak diperbolehkan adalah
pembakaran atau insinerasi karena dapat meledak.
 Kontainer yang masih utuh
Kontainer-kontainer yang harus dikembalikan ke
penjualnya adalah :
- Tabung atau silinder nitrogen oksida yang biasanya
disatukan dengan peralatan anestesi.
- Tabung atau silinder etilin oksida yang biasanya
disatukan dengan peralatan sterilisasi
- Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen,
nitrogen, karbon dioksida, udara bertekanan,
siklopropana,hidrogen, gas elpiji, dan asetilin.
 Kontainer yang sudah rusak
Kontainer yang rusak tidak dapat diisi ulang harus
dihancurkan setelah dikosongkan kemudian baru
dibuang ke landfill.
 Kaleng aerosol
Kaleng aerosol kecil harus dikumpulkan dan dibuang
bersama dengan limbah biasa dalam kantong plastik
hitam dan tidak untuk dibakar atau diinsinerasi. Limbah
ini tidak boleh dimasukkan ke dalam kantong kuning
karena akan dikirim ke insinerator. Kaleng aerosol dalam
jumlah banyak sebaiknya dikembalikan ke penjualnya
atau ke instalasi daur ulang bila ada.
g) Limbah Radioaktif
(1) Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam
kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut peraturan,
infrastruktur, organisasi pelaksana, dan tenaga yang
terlatih.
(2) Setiap rumah sakit yang menggunkan sumber radioaktif
yang terbuka untuk keperluan diagnosa, terapi atau
penelitian harus menyiapkan tenaga khusus yang terlatih
khusus di bidang radiasi.
(3) Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan
radioaktif yang aman dan melakukan pencatatan.
(4) Instrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia untuk
monitoring dosis dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang
baik akan menjamin pelacakan limbah radioaktif dalam
pengiriman maupun pembuangannya dan selalu diperbarui
datanya setiap waktu
(5) Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah
berdasarkan ketersediaan pilihan cara pengolahan,
pengkondisian, penyimpanan, dan pembuangan. Kategori
yang memungkinkan adalah :
- Umur paruh (half-life) seperti umur pendek (short-lived),
(misalnya umur paruh < 100 hari), cocok untuk
penyimpanan pelapukan,
- Aktifitas dan kandungan radionuklida,
- Bentuk fisika dan kimia,
- Cair : berair dan organik,
- Tidak homogen ((seperti mengandung lumpur atau
padatan yang melayang),
- Padat : mudah terbakar/ tidak mudah terbakar (bila ada)
dan dapat dipadatkan/tidak mudah dipadatkan (bila ada)
- Sumber tertutup atau terbuka seperti sumber tertutup
yang dihabiskan,
- Kandungan limbah seperti limbah yang mengandung
bahan berbahaya (patogen, infeksius, beracun).
(6) Setelah pemilahan, setiap kategori harus disimpan terpisah
dalam kontainer, dan kontainer limbah tersebut harus :
- Secara jelas diidentifikasi,
- Ada simbol radioaktif ketika sedang digunakan
- Sesuai dengan kandungan limbah,
- Dapat diisi dan dikosongkan dengan aman,
- Kuat dan saniter.
(7) Informasi yang harus dicatat pada setiap kontainer limbah :
- Nomor identifikasi,
- Radionuklida,
- Aktifitas (jika diukur atau diperkirakan) dan tanggal
pengukuran,
- Asal limbah (ruangan, laboratorium, atau tempat lain),
- Angka dosis permukaan dan tanggal pengukuran,
- Orang yang bertanggung jawab.
(8) Kontainer untuk limbah padat harus dibungkus dengan
kantong plastik transparan yang dapat ditutup dengan
isolasi plastik
(9) Limbah padat radioaktif dibuang sesuai dengan persyaratan
teknis dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP
Nomor 27 Tahun 2002) dan kemudian diserahkab kepada
BATAN untuk penanganan lebih lanjut atau dikembalikan
kepada negara distributor. Semua jenis limbah medi
termasuk limbah radioaktif tidak boleh dibuang ke tempat
pembuangan akhir sampah domestik (landfill) sebelum
dilakukan pengolahan terlebih ahulu sampai memenuhi
persyaratan.
b. Limbah Padat Non-Medis
1) Pemilahan Limbah Padat Non-Medis
a) Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara limbah
yang dapat dimanfaatkan dengan limbah yang tidak dapat
dimanfaatkan kembali
b) Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara
limbahbasah dan limbah kering.
2) Tempat Pewadahan Limbah padat Non-Medis
a) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat,
kedap air, dan mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan
pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass.
b) Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa
mengotori tangan.
c) Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau sesuai
dengan kebutuhan.
d) Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 3 x 24
jam atau apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh limbah,
maka harus diangkut supaya tidak menjadi perindukan vektor
penyakit atau binatang pengganggu.
3) Pengangkutan
Pengangkutan limbah padat domestik dari setiap ruangan ke
tempat penampungan sementara menggunakan troli tertutup.
4) Tempat Penampungan Limbah Padat Non-Medis Sementara
a) Tersedia tempat penampungan limbah padat non-medis
sementara dipisahkan antara limbah yang dapat dimanfaatkan
dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali. Tempat
tersebut tidak merupakan sumber bau, dan lalat bagi
lingkungan sekitarnya dilengkapi saluran untuk cairan lindi.
b) Tempat penampungan sementara limbah padat harus kedap air,
bertutup dan selalu dalam keadaan tertutup bila sedang tidak
diisi serta mudah dibersihkan.
c) Terletak pada lokasi yang muah dijangkau kendaraan
pengangkut limbah padat.
d) Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.
5) Pengolahan Limbah Padat
Upaya untuk mengurangi volume, mengubah bentuk atau
memusnahkan limbah apdat dilakukan pada sumbernya. Limbah
yang masih dapat dimanfaatkan hendaknya dimanfaatkan kembali
untuk limbah padat organik dapat diolah menajdi pupuk.
6) Lokasi Pembuangan Limbah Padat Akhir
Limbah padat umum (domestik) dibuang ke lokasi pembuangan
akhir yang dikelola oleh pemerintah daerah (Pemda), atau badan
lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
c. Limbah Cair
Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai dengan
karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur
penanganan dan penyimapangannya.
1) Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran
tertutup, kedap air, dan limbah harus mengalir dengan lancar,
serta terpisah dengan saluran air hujan.
2) Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair
sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan
disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum
ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan.
3) Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui
debit harian limbah yang dihasilkan.
4) Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan
saluran air limbah harus dilengkapi/ditutup dengan gril.
5) Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL), bila tidak mempunyai IPAL harus
dikelola sesuai kebutuhan yang berlaku melalui kerjasam dengan
pihak lain atau pihak yang berwenang.
6) Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (effluent)
dilakukan setiap bulan sekali untuk swapantau dan minimal
3bulan sekali uji petik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7) Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung
atau terkena zat radioaktif, pengelolaannya dilakukan sesuai
ketentuan BATAN.
8) Parameter radioaktif diberlakukan bagi rumah sakit sesuai dengan
bahan radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit yang
bersangkutan.
d. Limbah Gas
1) Monitoring limbah gas berupa NO2, So2, logam berat, dan dioksin
dilakukan minimal 1 (satu) kali setahun
2) Suhu pembakaran minimum 1.000° C untuk pemusnahan bakteri
patogen, virus, dioksin, dan mengurangi jelaga.
3) Dilengkapi alat untuk mengurangi emisi gas dan debu.
4) Melakukan penghijauan dengan menanam pohon yang banyak
memproduksi gas oksigen dan dapat menyerap debu.
5) Pengelolaan limbah medis rumah sakit secara rinci mengacu pada
pedoman pengelolaan limbah medis sarana pelayanan kesehatan.
E. PENGELOLAAN TEMPAT PENCUCIAN LINEN (LAUNDRY)
1. Pengertian
Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi
dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan disinfektan,
mesin uap (steam boiler), pengering, meja dan meja setrika.
2. Persyaratan
a. Suhu air panas untuk pencucian 70° C dalam waktu 25 menit atau
95° C dalam waktu 10 menit
b. Penggunaan jenis deterjen dan disinfektan untuk proses pencucian
yang ramah lingkungan agar limbah cair yang dihasilkan mudah
terurai oleh lingkungan
c. Standar kuman bagi linen bersih setelah keluar dari proses tidak
mengandung 6 x 103 spora spesies Bacilus per inci persegi.
3. Tata Laksana
a. Di tempat laundry tersedia kran air bersih dengan kualitas dan
tekanan aliran yang memadai, air panas untuk disinfeksi dan tersedia
disinfektan.
b. Peralatan cuci dipasang permanen dan diletakkan dekat dengan
saluran pembuangan air limbah serta tersedia mesin cuci yang dapat
mencuci jenis-jenis linen yang tersedia mesin cuci yang dapat
mencuci jenis-jenis linen yang berbeda.
c. Tersedia ruangan dan mesin cuci yang terpisah untuk linen infeksius
dan non infeksius.
d. Laundry harus dilengkapi saluran air limbah tertutup yang dilengkapi
dengan pengolahan awal (pre-treatment) sebelum dialirkan ke
instalasi pengolahan air limbah.
e. Laundry harus disediakan ruang-ruang terpisah sesuai kegunaannya
yaitu ruang linen kotor, ruang linen bersih, ruang untuk
perlengkapan kebersihan, ruang perlengkapan cuci, ruang kereta
linen, kamar mandi dan ruang peniris atau pengering untuk alat-alat
termasuk linen.
f. Untuk rumah sakit yang tidak mempunyai Laundry tersendiri,
pencuciannya dapat bekerjasama dengan pihak lain dan pihak lain
tersebut harus mengikuti persyaratan dan tatalaksana yang telah
ditetapkan.
g. Perlakuan terhadap linen
1) Pengumpulan, dilakukan :
a) Pemilahan antara linen infeksius dan non-infeksius dimulai dari
sumber dan memasukkan linen ke dalam kantong plastic sesuai
jenisnya serta diberi label.
b) Menghitung dan mencatat linen di ruangan.
2) Penerimaan
a) Mencatat linen yang diterima dan telah terpisah antara
infeksius dan non-infeksius.
b) Linen dipilah berdasarkan tingkat kekotorannya.
3) Perlakuan
a) Menimbang berat linen untuk menyesuaikan dengan kapasitas
mesin cuci dan kebutuhan deterjen dan disinfektan.
b) Membersihkan linen kotor dan tinja, urin, darah, dan
muntahan kemudian merendamnya dengan menggunakan
disinfektan.
c) Mencuci dikelompokkan berdasarkan tingkat kekotorannya.
4) Pengeringan
5) Penyetrikaan
6) Penyimpanan
(a) Linen harus dipisahkan sesuai jenisnya.
(b) Linen baru yang diterima ditempatkan di lemari bagian bawah.
(c) Pintu lemari selalu tertutup.
7) Distribusi dilakukan berdasarkan kartu tenda terima dari petugas
penerima, kemudian petugas menyerahkan linen bersih kepada
petugas ruangan sesuai kartu tanda terima.
8) Pengangkutan
(a) Kantong untuk membungkus linen bersih harus dibedakan
dengan kantong yang digunakan untuk membungkus linen
kotor.
(b) Menggunakan kereta dorong yang berbeda dan tertutup antara
linen bersih dan linen kotor. Kereta dorong harus dicuci dengan
disinfektan setelah digunakan mengangkut linen kotor.
(c) Waktu pengangkutan linen bersih dan kotor tidak boleh
dilakukan bersamaan.
(d) Linen bersih diangkut dengan kereta dorong ayng berbeda
warna.
(e) Rumah sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri,
pengangkutannya dari dan ke tempat laundry harus
menggunakan mobil khusus.
h. Petugas yang bekerja dalam pengelolaan laundry linen harus
menggunakan pakaian kerja khusus, alat pelindung diri dan
dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, serta dianjurkan
memperoleh imunisasi hepatitis B.

F. PENGENDALIAN SERANGGA, TIKUS DAN BINATANG PENGGANGGU


LAINNYA
1. Pengertian
Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya adalah
upaya untuk mengurangi populasi serangga, tikus, dan binatang
pengganggu lainnya sehingga keberadaannya tidak menjadi vektor
penularan penyakit.
2. Persyaratan
a. Kepadatan jentik Aedes sp yang diamati melalui indeks kontainer
harus 0 (nol).
b. Tidak ditemukannya lubang tanpa kawat kasa yang memungkinkan
nyamuk masuk ke dalam ruangan, terutama di ruangan perawatan.
c. Semua ruang di rumah sakit harus bebas dari kecoa, terutana pada
daur, gudang makanan, dan ruangan steril.
d. Tidak ditemukannya tandaq-tanda keberadaan tikus terutana pada
daerah bangunan tertutup (core) rumah sakit.
e. Tidak ditemukannya lalat di dalam bangunan tertutup (core) di rumah
sakit.
f. Di lingkungan rumah sakit harus bebas kucing dan anjing.
3. Tata Laksana
a. Surveilans
1) Nyamuk
a) Pengamatan Jenitik
Pengamatan jentik Aedes sp. dilakukan secara berkala di setiap
sarana penampungan air, sekurang-kurangnya setiap 1 (satu)
minggu untuk mengetahui adanya atau keadaan populasi jentik
nyamuk, dilakukan secara teratur. Selain itu, dilakukan juga
pengamatan jentik nyamuk spesies lainnya di tempat-tempat
yang potensial sebagai tempat perindukan vektor penyakit
malaria di sekitar lingkungan rumah sakit seperti saluran
pembuangan air limbah.
b) Pengamatan lubang dengan kawat kasa
Setiap lubang di dinding harus ditutup dengan kawat kasa
untuk mencegah nyamuk masuk.
c) Konstruksi pintu harus membuka ke arah luar.
2) Kecoa
a) Mengamati keberadaan kecoa yg ditandai dgn adanya kotoran,
telur kecoa, dan kecoa hidup atau mati di setiap ruangan.
b) Pengamatan dilakukan secara visual dengan bantuan senter,
setiap 2 (dua) minggu.
c) Bila ditemukan tanda-tanda keberadaan kecoa maka segera
dilakukan pemberantasan.
3) Tikus
Mengamati/memantau secara berkala setiap 2 (dua) bulan di
tempat-tempat yang biasanya menjadi tempat perkembangbiakan
tikus yang ditandai dengan adanya keberadaan tikus, antara lain :
kotoran, bekas gigitan, bekas jalan, dan tikus hidup. Ruang-ruang
tersebut anatara lain di daerah bangunan tertutup (core) rumah
sakit, antara lain dapur, ruang perawatan, laboratorium, ICU,
radiologi, UGD, ruang operasi, ruang genset/panel, ruang
administrasi, kantin, ruang bersalin, dan ruang lainnya.
4) Lalat
Mengukur kepadatan lalat secara berkala dengan menggunakan fly
grill pda daerah core dan pada daerah yang biasa dihinggapi lalat,
terutama di tempat yang diduga sebagai tempat perindukan lalat
seperti tempat sampah, saluran pembuangan limbah pdat dan
cair, kantin rumah sakit, dan dapur.
5) Binatang pengganggu lainnya
Mengamati/memantau secara berkala kucing dan anjing.
b. Pencegahan
1) Nyamuk
a) Melakukan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) dengan
Mengubur, Menguras, Menututp (3M).
b) Pengaturan aliran pembuangan air limbah dan saluran dalam
keadaan tertutup.
c) Pembersihan tananam sekitar rumah sakit secara berkala yang
menjadi tempat perindukan.
d) Pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan dan penggunaan
kelambu terutama di ruang perawatan anak.
2) Kecoa
a) Menyimpan bahan makanan dan amkaan siap saji pda tempat
tertutup.
b) Pengelolaan sampah yang memenuhi sayarat kesehatan.
c) Menututp lubang-lubang atau celah-celah agar kecoa tidak
masuk ke dlam ruangan.
3) Tikus
a) Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang-lubang di
dinding, plafon, pintu, dan jendela.
b) Melakukan pengelolaan sampah yang memenuhi syarat
kesehatan.
4) Lalat
Melakukan pengelolaan sampah/limbah yang memnuhi syarat
kesehatan.
5) Binatang pengganggu lainnya
Melakukan pengelolaan makanan dan limbah yang memenuhi
syarat kesehatan.
c. Pemberantasan
1) Nyamuk
a) Pemberantasan dilakukan apabila larva atau jentik nyamuk
Aedes sp. > 0 dengan abatisasi.
b) Melakukan pemberantasan larva/jentik dengan menggunakan
predator.
c) Melakukan oiling untuk memberantas culex.
d) Bila diduga ada kasus demam berdarah yang tertular di rumah
sakit, maka perlu dilakukan pengasapan (fogging) di rumah
sakit.

2) Kecoa
a) Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu
membersihkan telur yang terdapat pada celah-celah dinding,
lemari, peralatan dan telur kecoa dimusnahkan dengan
dibakar/dihancurkan.
b) Pemberantasan kecoa
Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi.
(1) Secara fisik atau mekanis :
- Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul
- Menyiram tempat perindukan dengan air panas
- Menutup celah-celah dinding
(2) Secara kimiawi dengan menggunakan insektisida dengan
pengasapan, bubuk, semprotan, dan umpan.
3) Tikus
Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan pemasangan
perangkap, pemukulan atau sebagai alternatif terakhir dapat
dilakukan secara kimia dengan menggunakan umpan beracun.
4) Lalat
Bila kepadatan lalat di sekitar tempat sampah (perindukan)
melebihi 2 (dua) ekor per block grill maka dilakukan pengendalian
lalat secara fisik, biologik, dan kimia.
5) Binatang pengganggu lainnya
Bila terdapat kucing dan anjing, maka perlu dilakukan :
a) Penangkapan, kemudian dibuang jauh dari rumah sakit.
b) Bekerjasama dengan Dinas Peternakan setempat untuk
menangkap kucing dan anjing.

G. MELALUI DISINFEKSI DAN STERILISASI


1. Pengertian
a. Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan/atau menghilangkan
kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan
ruang melalui disinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi.
b. Disinfeksi adalah upaya untuk mengurangi/menghilangkan jumlah
mikroorganisme patogen penyebab penyakit (tidak termasuk spora)
dengan cara fisik dan kimiawi.
c. Sterilisasi adalah upaya untuk menghilangkan semua
mikroorganisme dengan cara fisik dan kimiawi.
2. Persyaratan
a. Suhu pada disinfeksi secara fisik dengan air panas untuk peralatan
sanitasi 80° C dalam waktu 45-60 detik, sedangkan untuk peralatan
memasak 80° C dalam waktu 1 menit.
b. Disinfektan harus memenuhi kriteria tidak merusak peralatan
maupun orang, disinfektan mempunyai efek sebagai deterjen dan
efektif dalam waktu yang relatif singkat, tidak terpengaruh oleh
kesadahan air atau keberadaan sabun dan protein yang mungkin ada.
c. Penggunaan disinfektan harus mengikuti petunjuk pabrik.
d. Pada akhir proses disinfeksi terhadap ruang pelayanan medis (ruang
operasi dan ruang isolasi) tingkat kepadatan kuman pada lantai dan
dnding 0-5 CFU/cm2, bebas mikroorganisme patogen dan gas
gangren. Untuk ruang penunjang medis (ruang rawat inap, ruang
ICU/ICCU, kamar bayi, kamar bersalin, ruang perawatan luka bakar,
dan laundry) sebesar 5-10 CFU/cm2.
e. Sterilisasi peralatan yang berkaitan dengan perawatan pasien secara
fisik dengan pemanasan pada suhu ± 121° C selama 30 menit atau
pda suhu 134° C selam 13 menit dan harus mengacu pada petunjuk
penggunaan alat sterilisasi yang digunakan.
f. Sterilisasi harus menggunakan disinfektan yang ramah lingkungan.
g. Petugas sterilisasi harus menggunakan alat pelindung diri dan
menguasai prosedur sterilisasi yang aman.
h. Hasil akhir proses sterilisasi untuk ruang operasi dan ruang isolasi
harus bebas dari mikroorganisme hidup.
3. Tata Laksana
a. Kamar/ruang operasi yang telah dipakai harus dilakukan disinfeksi
dan disterilisasi sampai aman untuk dipakai pada operasi berikutnya.
b. Instrumen dan bahan medis yang dilakukan sterilisasi harus melalui
persiapan, meliputi :
1) Persiapan sterilisasi bahan dan alat sekali pakai.
Penataan – Pengemasan – Pelabelan – Sterilisasi
2) Persiapan sterilisasi instrumen baru :
Penataan dilengkapi dengan sarana pengikat (bila diperlukan) -
Pelabelan – Sterilisasi
3) Persiapan sterilisasi instrumen dan bahan lama :
Disinfeksi – Pencucian (dekontaminasi) – Pengeringan (pelipatan
bila perlu) - Penataan – Pelabelan – Sterilisasi

c. Indikasi kuat untuk tindakan disinfeksi/sterilisasi :


1) Semua peralatan medik atau peralatan perawatan pasien yang
dimasukkan ke dalam jaringan tubuh, sistem vaskuler atau
melalui saluran darah harus selalu dalam keadaan steril sebelum
digunakan.
2) Semua peralatan yang menyentuh selaput lendir seperti endoskopi,
pipa endotracheal harus disterilkan/ didisinfeksi dahulu sebelum
digunakan.
3) Semua peralatan operasi setelah dibersihkan dari jaringan tubuh,
darah atau sekresi harus selalu dalam keadaan steril sebelum
dipergunakan.
d. Semua benda atau alat yang akan disterilkan/didisinfeksi harus
terlebih dahulu dibersihkan secara seksama untuk menghilangkan
semua bahan organik (darah dan jaringan tubuh) dan sisa bahan
linennya.
e. Sterilisasi (132° C selama 3 menit pada gravity displacement steam
sterilizer) tidak dianjurkan untuk implant.
f. Setiap alat yang berubah kondisi fisiknya karena dibersihkan,
disterilkan atau didisinfeksi tidak boleh dipergunakan lagi. Oleh
karena itu, hindari proses ulang yang dapat mengakibatkan keadan
toxin atau mengganggu keamanan dan efektivitas pekerjaan.
g. Jangan menggunakan bahan seperti linen, dan lainnya yang tidak
tahan terhadap sterilisasi, karena akan mengakibatkan kerusakan
seperti kemasannya rusak atau berlubang, bahannya mudah sobek,
basah, dan sebagainya.
h. Penyimpanan peralatan yang telah disterilkan harus ditempatkan
pada tempat (lemari) khusus setelah dikemas steril pada ruangan :
1) Dengan suhu 18° C – 22° C dan kelembaban 35% - 75%, ventilasi
menggunakan sistem tekanan positif dengan efisiensi partikular
antara 90%-95% (untuk partikular 0,5 mikron)
2) Dinding dan ruangan terbuat dari bahan yang halus, kuat, dan
mudah dibersihkan.
3) Barang yang steril disimpan pada jarak 19 cm – 24 cm.
4) Lantai minimum 43 cm dari langit-langit dan 5 cm dari dinding
serta diupayakan untuk menghindari terjadinya penempelan debu
kemasan.
i. Pemeliharaan dan cara penggunaan peralatan sterilisasi harus
memperhatikan petunjuk dari pabriknya dan harus dikalibrasi
minimal 1 kali satu tahun.
j. Peralatan operasi yang telah steril jalur masuk ke ruangan harus
terpisah dengan peralatan yang telah terpakai.
k. Sterilisasi dan disinfeksi terhadap ruang pelayanan medis dan
peralatan medis dilakukan sesuai permintaan dari kesatuan kerja
pelayanan medis dan penunjang medis.

H. MELALUI DISINFEKSI DAN STERILISASI


1. Pengertian
a. Radiasi adalah emisi dan penyebaran energi melalui ruang (media)
dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau partikelpartikel atau
elementer dengan kinetik yang sangat tinggi yang dilepaskan dari
bahan atau alat radiasi yang digunakan oleh instalasi di rumah sakit.
b. Pengamanan dampak radiasi adalah upaya perlindungan kesehatan
masyarakat dari dampak radiasi melalui promosi dan pencegahan
risiko atas bahaya radiasi, dengan melakukan kegiatan pemantauan,
investigasi, dan mitigasi pada sumber, media lingkungan dan
manusia yang terpajan atau alat yang mengandung radiasi
2. Persyaratan
Persyaratan sesuai Keputusan Badan pengawas Tenaga Nuklir Nomor 01
Tahun 1999, tentang Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi
adalah :
a. Nilai Batas Dosis (NBD) bagi pekerja yang terpajan radiasi sebesar 50
mSv (mili Sievert) dalam 1 (satu) tahun.
b. NBD bagi msyarakat yang terpajan sebesar 5 mSv (mili Sievert) dalam
1 (satu) tahun.
3. Tata Laksana
a. Perizinan
Setiap rumah sakit yang memanfaatkan peralatan yang memajankan
radiasi dan menggunakan zat radioaktif, harus memperoleh izin dari
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (sesuai PP Nomor 64 Tahun 2000
tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir, pasal 2 ayat 1).

b. Pengawasan
Penerimaan dosis radiasi terhadap pekerja atau masyarakat tidak
boleh melebihi nilai batas dosis yang ditetapkan oleh Badan
Pengawas.
c. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja terhadap
Pemanfaatan Radiasi Pengion
1) Organisasi
Setiap pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiasi
harus memiliki organisasi proteksi radiasi dimana petugas radiasi
tersebut telah memiliki surat ijin sebagai petugas radiasi dari
Badan Pengawas.
2) Peralatan Proteksi Radiasi
Pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiasi harus
menyediakan dan mengusahakan peralatan proteksi radiasi,
pemantau dosis perorangan, pemantau daerah kerja, dan
pemantau lingkungan hidup, yang dapat berfungsi dengan baik
sesuai dengan jenis sumber radiasi yang digunakan.
3) Pemantauan Dosis Perorangan
Pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiasi
mewajibkan setiap pekerja radiasi untuk memakai peralatan
pemantau dosis perorangan, sesuai dengan jenis instalasi dan
sumber radiasi yang digunakan.
Pengamanan terhadap bahan yang memancarkan radiasi
hendaknya mencakup rancangan instalasi yang memenuhi
persyaratan, penyediaan pelindung radiasi atau kontainer.
Proteksi radiasi yang disediakan harus mempunyai ketebalan
tertentu yang mampu menurunkan laju dosis radiasi. Tebal bahan
pelindung sesuai jenis dan energi radiasi, aktivitas dan sumber
radiasi, serta sifat bahan pelindung.
Perlengkapan dan peralatan yang disediakan adalah monitoring
perorangan, survei meter, alat untuk mengangkat dan megangkut,
pakaian kerja, dekontaminasi kit, alat-alat pemeriksaan tanda-
tanda radiasi.
4) Pemantauan Dosis Perorangan
Pengelola rumah sakit harus menyelenggarakan pemeriksaan
kesehatan awal secara teliti dan menyeluruh, untuk setiap orang
yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi, secara berkala selama
bekerja sekurang-kurangnya sekali dalam 1 tahun.
Pengelola rumah sakit harus memeriksakan kesehatan pekerja
radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja kepada dokter
yang ditunjuk, dan hasil pemeriksaan kesehatan diberikan kepada
pekerja radiasi yang bersangkutan.
Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, pengelola rumah sakit harus
menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi pekerja radiasi
yang diduga menerima pajanan berlebih.
5) Pemantauan Dosis Perorangan
Pengelola rumah sakit harus tetap menyimpan dokumen yang
memuat catatan dosis hasil pemantauan daerah kerja, lingkungan,
dan kartu kesehatan pekerja selama 30 tahun sejak pekerja radiasi
berhenti bekerja.
6) Jaminan Kualitas
Pengelola rumah sakit harus membuat program jaminan kualitas
bagi instalasi yang mempunyai potensi dampak radiasi tinggi.
Untuk menjamin efektivitas pelaksaan Badan pengawas
melakukan inspeksi dan audit selama pelaksanaan program
jaminan kualitas.
7) Pendidikan dan Pelatihan
Setiap pekerja harus memperoleh pendidikan dan pelatihan
tentang keselamatan dan kesehatan kerja terhadap radiasi.
Pengelolan rumah sakit bertanggung jawab atas pendidikan dan
pelatihan.
d. Kalibrasi
Pengelola rumah sakit wajib mengkalibrasikan alat ukur radiasi scara
berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. Pengelola rumah
sakit wajib mengkalibrasi keluaran radiasi (output) peralatan
radioterapi secara berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali.
Kalibrasi hanya dapat dilakukan oleh instalasi yang telah
terakreditasi dan ditunjuk oleh Badan Pengawas.
e. Penanggulangan Kecelakaan Radiasi
Pengelola rumah sakit harus melakukan upaya pencegahan terjadinya
kecelakaan radiasi. Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, pengelola
rumah sakit harus melakukan upaya penanggulangan diutamakan
pada keselamatan manusia. Lokasi tempat kejadian harus diisolasi
dengan memberi tanda khusus seperti pagar, barang atau bahan yang
terkena pancaran radiasi segera diisolasi kemudian didekontaminasi.
Jika terjadi kecelakaan radiasi, pengelola rumah sakit harus segera
melaporkan terjadinya kecelakaan radiasi dan upaya
penanggulangannya kepada Badan Pengawas dan instansi terkait
lainnya.
f. Pengelolaan Limbah Radioaktif
Penghasil limbah radioaktif tingkat rencah dan tingkat sedang wajib
mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan menyimpan
semenatara limbah radioaktif sebelum diserahkan kepada Badan
Pelaksana.
Pengelolaan limbah radioaktif pada unit kedokteran nuklir dilakukan
pemilahan menurut jenis yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah
radioaktif yang berasal dari luar negeri tidak diizinkan untuk
disimpan di wilayah Indonesia.
5. Pendidikan dan Pelatihan K3
Pendidikan dan Pelatihann K3 di Rumah Sakit, ditetapkan sebagai
berikut :
Setiap pegawai di Rumah Sakit diberikan kesempatan mengikuti
pendidikan dan pelatihan K3 untuk menambah pengetahuan dan
ketrampilan dibidang K3.
Rumah Sakit melalui urusan diklat menyelenggarakan pendidikan
dan pelatihan K3 bagi pegawai secara berkala dan berkesinambungan.
Materi pendidikan dan latihan K3 akan selalu disesuaikan dengan
kebutuhan, kemajuan dan perkembangan K3.
Pendidikan dan pelatihan K3 dapat melalui seminar, workshop,
pertemuan ilmiah, dll.

6. Evaluasi dan Pelaporan


Evaluasi dan Pelaporan tentang kegiatan- kegiatan K3 di Rumah
Sakit, adalah sebagai berikut :
a. Memuat seluruh aspek K3, yaitu :
Disaster Program
Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran
Keamanan Pasien, Pengunjung dan pegawai
Keselamatan dan Kesehatan Pegawai
Pengelolaan bahan dan Barang Berbahaya
Kesehatan Lingkungan Kerja
Sanitasi Rumah Sakit
Sertifikasi/Kaliberasi Sarana, Prasarana dan Peralatan
Pengelolaan Limbah Padat, Cair dan Gas
Pendidikan dan Latihan K3
Pengumpulan, Pengolahan, dan Pelaporan Data
b. Evaluasi ini dilakuan untuk jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan
jenis kegiatan yang dilaksanakan, dapat dilakukan 3 bulan, 6 bulan, dst.
c. Hasil Evaluasi dibuatkan laporannya dan pelaporan disampaikan kepada
direktur rumah sakit untuk mendapatkan tindak lanjut, untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun.

7. Peningkatan Mutu
Peningkatan Mutu K3 Rumah Sakit, meliputi :
Ada pencatatan tentang semua kejadian serta penanggulangan kasus
K3.
Dilakukan analisa terhadap kasus kejadian K3 di rumah sakit oleh
Panitia K3 Rumah Sakit.
Hasil Analisa dibuatkan rekomendasi dan laporannya kepada direktur
rumah sakit
BAB V
KEBAKARAN

A. LATAR BELAKANG
Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari/mewaspadai akan
faktor-faktor yang menjadi sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan
mengambil langkah-langkah untuk mencegah kemungkinan tersebut
menjadi kenyataan. Pencegahan kebakaran membutuhkan suatu program
pendidikan dan pengawasan beserta pengawasan pegawai, suatu rencana
pemeliharaan yang cermat dan teratur atas bangunan dan kelengkapannya,
inspeksi/pemeriksaan, penyediaan dan penempatan yang baik dari
peralatan pemadam kebakaran termasuk memeliharanya baik segi siap-
pakainya maupun dari segi mudah dicapainya.

B. PENGERTIAN
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat
yang tidak kita hendaki, merugikan dan pada umumnya sukar
dikendalikan.

C. RUANG LINGKUP
a. Pencegahan Kebakaran
Pengelolaan pencegahan kebakaran di Rumah Sakit yaitu dengan
mengendalikan sumber panas seperti Listrik, listrik statis, nyala api dan
bahan mudah terbakar seperti kertas, karpet, karet, dll.
Cara pengendaliannya adalah sebagai berikut :
Menetapkan larangan merokok di Rumah Sakit.
Monitoring Inspeksi Listrik secara teratur.
Menyediakan alat Pemadam Api ringan dengan jumlah cukup sesuai
ketentuan yang berlaku.
Inspeksi Peralatan Pemadaman Kebakaran secara berkala.
Pemasangan tanda-tanda peringatan bahaya kebakaran pada tempat-
tempat berisiko.
b. Penanggulangan Kebakaran
Apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah
menghilangkan adanya Oksigen dalam kebakran tersebut. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan Alat pemadam Api Ringan (APAR) yang
fungsinya mengisolasi adanya oksigen dalam api tersebut, selain itu
dapat digunakan air untuk memadamkan kebakaran sebagai media yang
dapat menimbulkan reaksi pendinginan panas dan isolasi oksigen dari
kebakaran tersebut.
Agar pegawai dapat melakukan penanggulangan kebakaran secara
dini maka dilakukanlah pelatihan secara berkala cara menggunakan
APAR dan simulasi penggunaan APAR.
Cara penanggulangan Kebakaran di RS adalah sebagai berikut :
Menyediakan dan mengontrol fungsi alat pendeteksian panas agar
berfungsi baik.
Menyediakan dan mengontrol fungsi Alat pendeteksi asap agar
berfungsi baik.
Alarm kebakaran dengan jumlah cukup.
Alat pemadam api ringan (APAR) dengan jumlah cukup sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Diklat pemadaman api bagi pegawai Rumah Sakit, yang dilakukan
secara berkala 2 kali dalam satu tahun.
BAB VI
KEWASPADAAN BENCANA

A. LATAR BELAKANG
Bencana umumnya dapat terjadi dimana saja dan kapan saja yang
datangnya tiba-tiba. Rumah Sakit sebagai salah satu “Public Area” tidak
mustahil menghadapi bahaya ini. Sehubungan dengan hal tersebut di atas
perlu disusun suatu acuan atau pedoman bagi seluruh pegawai Rumah
Sakit untuk menghadapi suatu bencana yang mungkin akan terjadi di
Rumah Sakit.

B. PENGERTIAN
Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam atau manusia yang mengakibatkan korban dan
penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan,
kerusakan sarana, dan prasarana umum yang memerlukan pertolongan dan
bantuan secara khusus.

C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari kegiatan-kegiatan kewaspadaan bencana di Rumah
Sakit, meliputi :
1. Diperlukan pedoman pencegahan dan penanggulangan bencana yang
dapat digunakan bagi seluruh pegawai Rumah Sakit dalam mengambil
langkah-langkah yang diperlukan guna mencegah dan menanggulangi
bencana di Rumah Sakit, oleh karena itu telah dibuat pedoman
penanggulangan bencana yang dapat dievaluasi untuk perbaikan sistem
penanggulangan bencana.
2. Pembekalan Bagi Pegawai dalam menghadapi bencana. Untuk
pembekalan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman pegawai dalam
penanggulangan bencana maka diadakan Pelatihan dan Simulasi
Penanggulangan Bencana yang dilaksanakan sebanyak 2 x setiap
tahunnya.
3. Ditetapkan sistem komunikasi dalam penanggulangan bencana yaitu tata
cara penggunaan telepon, daftar nomor penting, dan kewenangan
penggunaan telepon.
4. Tersedianya rambu-rambu khusus untuk jalur evakuasi pasien.
5. Sarana dan Prasarana rumah sakit mengikuti ketentuan perijinan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
PENDIDIKAN DAN LATIHAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam upaya untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan,
Keterampilan, dan pengalaman pegawai rumah sakit dalam melaksanakan
kegiatan /unsur-unsur K3 maka dipandang perlu untuk melaksanakan
pendidikan dan latihan K3.
Tujuan diselenggarakankannya diklat K3 adalah untuk membentuk
karyawan yang peka, tanggap dan waspada terhadap K3 sehingga
mempunyai kesadaran dan kemauam untuk melakukan kegiatan-kegiatan
K3.

B. PENGERTIAN
Diklat adalah suatu upaya menambah pengetahuan, ketrampilan dan
pengalaman secara sistimatik dari suatu pengetahuan, ketrampilan, dan
pengalaman yang ingin didapatkan.

C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup kegiatan diklat adalah :
1. Diklat kelas
Diklat kelas untuk pembahasan teori, dan diskusi sesuai dengan materi
yang disampaikan dan berkaitan dengan unsur-unsur K3.
2. Simulasi
Dilakukan simulasi K3 yang bermanfaat memberikan pengalaman dan
gambaran suatu peristiwa kejadian K3, seperti :
Pemadaman api dengan APAR
Evakuasi Pasien
BAB VIII
SISTEM EVALUASI DAN PELAPORAN

A. LATAR BELAKANG
Evaluasi dan pelaporan merupakan suatu bagian yang tidak
terpisahkan dari sebuah kegiatan, baik yang bersifat rutin maupun yang
tidak terjadwal. Evaluasi bertujuan untuk menganalisa hasil kegiatan yang
telah dilakukan sekaligus memberikan penilaian apakah kegiatan yang
dilakukan telah mencapai sasaran yang diharapkan atau hasil kegiatan
belum memenuhi harapan sehingga perlu dilakukan tindak lanjut sehingga
dicapai sasaran yang diharapkan.

B. PENGERTIAN
Evaluasi merupakan hasil pelaksanaan kegiatan dari rencana kegiatan
- kegiatan atau yang telah dibuat. Pelaporan adalah kegiatan membuat
analisa dan rekomendasi dari hasil pelaksanaan kegiatan atau evaluasi.

C. RUANG LINGKUP
Kegiatannya meliputi :
1. Pengumpulan data dari pelaksanaan kegiatan dari unsur – unsur K3
rumah sakit.
2. Mengadakan pertemuan 6 (enam) bulanan guna membahas hasil
pelaksanaan kegiatan K3.
3. Melakukan analisa dan membuat rekomendasi
4. Membuat laporan hasil evaluasi untuk selanjutnya disampaikan kepada
direktur rumah sakit.
BAB IX
PENUTUP

Dalam pembuatan pedoman ini disadari bahwa pedoman ini tidak


sempurna masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan. Oleh kerena itu
masukkan dan saran untuk perbaikan peningkatan pedoman ini,
merupakan sesuatu yang sangat berharga.
Semoga ini dapat menjadi pegangan bagi setiap orang yang melibatkan
diri untuk berkecimpung di bidang K3 RSUD Al-Mulk Kota Sukabumi

Direktur RSUD Al-Mulk


Kota Sukabumi

dr. H. Munifah Budi Isnaeni


Nip.19700210 200604 2 007

Anda mungkin juga menyukai