Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI HUTAN

ACARA III
ANALISIS VEGETASI METODE KUADRAN

Disusun oleh :

Nama : Ayuning Sukmawati

NIM : 15/379510/KT/07981

Co-Assisten : Rina Fatkhiyah

Shift/Sub : Kamis, 15.00/Sub A

LABORATORIUM EKOLOGI HUTAN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2016
ACARA III
ANALISIS VEGETASI METODE KUADRAN

I. TUJUAN
Mengetahui struktur kuantitatif komunitas pohon berdasarkan spesies
penyusun dan INP-nya.

II. DASAR TEORI

Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari


susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi
hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas
tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tetumbuhan
yang menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai
dalam analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi spesies dan
struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari (Tjitrosoepomo, 2002).
Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon,
perdu, serta herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu terdiri dari
dua komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau
komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati
habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain.
Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh
komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang
tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan
pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami
perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik (Setiadi, 1984).
Metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan
petak contoh (plotless) metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang
berbentuk pohon dan tiang, contohnya vegetasi hutan. Apabila diameter
tersebut lebih besar atau sama dengan 20 cm maka disebut pohon, dan jika
diameter tersebut antara 10-20 cm maka disebut pole (tiang), dan jika tinggi
pohon 2,5 m sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta (pancang) dan
mulai anakan sampai pohon setinggi 2,5 meter disebut seedling
(anakan/semai) (Syafei, 1990).
Cara ini terdiri dari suatu seri titik-titik yang telah ditentukan di
lapangan, dengan letak bisa tersebar secara random atau merupakan garis lurus
(berupa deretan titik-titik). Umumnya dilakukan dengan susunan titik-titik
berdasarkan garis lurus yang searah dengan mata angin (arah kompas). Titik
pusat kuadran adalah titik yang membatasi garis transek setiap jarak 10 m
(Polunin, 1990).
Metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui
komposisi, dominasi pohon dan menaksir volumenya. Metode ini sering sekali
disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan
ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik. Metode ini cocok digunakan
pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa dengan
melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat
lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau
vegetasi kompleks lainnya. Beberapa sifat yang terdapat pada individu
tumbuhan dalam membentuk populasinya, dimana sifat-sifatnya bila dianalisa
akan menolong dalam menentukan struktur komunitas (Jumin, 1992).

III. ALAT DAN BAHAN


Bahan :
- Tumbuhan spesies pohon berdiameter ≥ 10 cm (keliling ≥ 31,4 cm)
Alat :
- Kompas
- Tali
- Roll meter
- Pita meter
- Alat tulis
- Kertas untuk mencatat data

IV. CARA PELAKSANAAN


1. Transek dibuat menembus hutan.
2. Dalam tiap garis transek dibuat titik-titik pengamatan dengan jarak antar
titik sama.
3. Jarak antar titik ditentukan dengan mempertimbangkan jarak antar pohon
(berdiameter ≥ 10 cm) di lapangan.
4. Pola penempatan dan jumlah titik dijelaskan pada saat praktikum.
5. Pada tiap titik pengamatan dibuat 4 kuadran, masing-masing kuadran I,
II, III, dan IV.
6. Dalam tiap kuadran ditentukan pohon terdekat.
7. Spesies, keliling (dalam cm), dan jarak (dalam m) antara titik
pengamatan dengan titik terdekat dicatat.
8. Jika perubahan jumlah spesies kumulatif tidak terjadi seiring dengan
penambahan ukuran kuadrat, atau tidak ada lagi titik pengamatan yang
bisa dibuat, maka pengambilan data dihentikan.
Jumin, Hasan Basri. 1992. Ekologi Tanaman. Rajawali Press: Jakarta

Polunin, N. 1990. Ilmu Lingkungan dan Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press

Setiadi, D. 1984. Inventarisasi Vegetasi Tumbuhan Bawah dalam Hubungannya


dengan Pendugaan Sifat Habitat Bonita Tanah di Daerah Hutan Jati
Cikampek, KPH Purwakarta, Jawa Barat. Bogor: Bagian Ekologi,
Departemen Botani, Fakultas Pertanian IPB

Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi


Tumbuhan. Bandung: ITB

Tjitrosoepomo, G. 2002. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press

Anda mungkin juga menyukai