Strategi Pembelajaran
Strategi Pembelajaran
DISUSUN OLEH:
KUPANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang telah
diberikannya sehingga penulis dapat menuliskan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah
yang berjudul “Teori Belajar Kognitif” disusun untuk memenuhi salah satu tugas Strategi
Pembelajaran yang disusun oleh Bapak Drs. Alfons Bunga Naen, M. Pd.
Makalah ini berisi salah satu pemahaman menurut para ahli teori belajar kognitif. Oleh
karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan yang telah diberikan untuk
menyelesaikan makalah ini.
Meski telah disusun secara maksimal oleh penulis, akan tetapi sebagai manusia biasa
bahwa makalah ini sangat banyak kekurangannya dan masih jauh dari kata sempurna. Sehingga
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.
Besar harapan penulis makalah ini dapat menjadi inspirasi atau sarana pembantu
masyarakat dalam mengetahui peraturan yang berlaku selama proses perkuliahan khususnya di
Universitas Katolik Widya Mandira kupang.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga para pembaca dapat mengambil
manfaat dan pelajaran dari makalah ini.
Penulis
i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i
Daftar Isi ........................................................................................................................................................ ii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 1
1.3. Manfaat Penulisan ...................................................................................................................... 1
1.4. Tujuan Penulisan ........................................................................................................................ 1
BAB II........................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 2
2.1. Pengertian Teori Belajar Kognitif ............................................................................................. 2
2.2. Para Tokoh Teori Belajar Kognitif ........................................................................................... 2
2.2.1. Jean Piaget (1896-1980) ...................................................................................................... 2
2.2.2. Jerome Bruner (1915-2016)................................................................................................ 4
2.2.3. David Ausubel (1918-2008) ................................................................................................ 5
2.3. Prinsip-Prinsip Belajar Kognitif................................................................................................ 7
2.4. Penerapan Teori Belajar Kognitif dalam Pembelajaran......................................................... 7
BAB III ......................................................................................................................................................... 9
PENUTUP .................................................................................................................................................... 9
3.1. Kesimpulan .................................................................................................................................. 9
3.2. Saran .......................................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu mencapai suatu tujuan. Tujuan yang
dicapaipun bermacam-macam salah satunya yaitu belajar. Belajar merupakan akibat adanya
ineraksi stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Dalam proses belajar, para ahlipun mencoba
mengemukakan pendapat mereka tentang model-model dalam teori belajar yang dapat
membantu peserta didik dalam memahami suatu materi. Oleh karena itu, penulis akan
membahas salah satu model pembelajaran kognitif.
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar kognitif?
1.2.2. Siapakah yang mengemukakan teori belajar kognitif?
1.2.3. Bagaimana Penerapan Teori Belajar Kognitif dalam Pembelajaran?
1.3.Manfaat Penulisan
1.3.1. Dapat menambah wawasan pembaca.
1.3.2. Dapat menambah wawasan penulis dalam pembuatan makalah.
1.3.3. Dapat mengetahui aturan-aturan dan kewajiban yang perlu dilaksanakan.
1.4.Tujuan Penulisan
1.4.1. Untuk memahami kewajiban yang perlu dilaksanakan oleh pelaku yang melaksanakan
proses perkuliahan.
1.4.2. Untuk memenuhi nilai mata kuliah Pendidikan Etika Profesi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
penjumlahan. Jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses
pengitegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dibenak siswa) dengan
prinsip perkaliann(sebagai informasi baru), inilah yang disebut proses asimilasi.
2. Akomodasi adalah penyesuaian strukturkognitif kedalam situasi yang baru. Jika siswa
diberi sebuah soal perkalian, maka situasi ini disebut akomodasi yang dalam hal ini
berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan
spesifik.
3. Equibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Agar
siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, sekaligus menajaga
stabilitas mental dalam dirinya, diperlukan proses penyeimbangan. Proses inilah yang
disebut equilibrasi, “proses penyeimbangan antara ‘dunia luar’ dan ‘dunia dalam’”.
Tanpa proses ini, perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat dan berjalan
tak teratur (disorganized).
Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi beberapa tahap yaitu:
1. Tahap sensory-motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada 0-2 tahun,
Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motor dan persepsi yang masih sederhana.
Ciri-ciri tahap sensorimotor:
1) Didasarkan tindakan praktis.
2) Intelegensi bersifat aksi, bukan refleksi.
3) Menyangkut jarak yang pendek antara subjek dan objek.
4) Mengenai periode sensorimotor.
5) Umur hanyalah pendekatan. Periode-periode tergantung pada banyak faktor:
lingkungan sosial dan kematangan fisik.
6) Urutan periode tetap.
7) Perkembangan gradual dan merupakan proses kontinu.
2. Tahap pre-operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7
tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya simbol atau bahasa tanda, dan
telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan memperoleh pengetahuan
berdasarkan pada kesan yang lumayan abstrak.
3. Tahap concrete-operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan
dengan anak yang sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak
sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perceptual pasif.
4. Tahap formal-operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-
15 tahun. Ciri pokok tahap yang terlahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak
dan logis dengan menggunakan pola piker “kemungkinan”.
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu lain dengan yang
dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (praoperasional), dan lain lagi yang
dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operasional konkret dan
operasional formal). Secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang semakin teratur
(dan juga semakin abstrak) cara berpikirnya.
3
Langkah-langkah pembelajaran dalam merancang pembelajaran menurut Piaget, antara lain:
4
d. Ala automatisasi seperti”teaching machine” atau pelajaran berprogram, yang
menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memutar balik atau
feedback tentang respon murid.
2.2.3. David Ausubel (1918-2008)
Menurut P. Ausubel, ada dua jenis belajar:
1. Belajar Bermakna (Meaningfull Learning)
Bagi ausubel belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada
konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Belajar
dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai
dengan struktur kognitif yang dimiliknya. Sehingga peserta didik itu dapat mengaitkan
informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Sehingga peserta didik
menjadi kuat ingatannya dan transfer belajarnya mudah dicapai. Struktur kognitif dapat
berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan
dipahami sebelumnya oleh siswa.
2. Belajar Menghafal (Rote Learning)
Bila struktur kognitif yang cocok dengan fenomena baru itu belum ada maka informasi
baru tersebut dipelajari secara menghafal. Belajar menghafal ini perlu bila seseorang
memperoleh informasi baru dalam dunia pengetahuan yang sama sekali tidak
berhubungan dengan apa yang dia ketahui sebelumnya.
5
pengertian persamaan lebih inklusif dari pada persamaan kuadrat, materi persamaan
tersebut dapat dipelajari peserta didik secara bermakna.
4. Belajar menerima yang tidak bermakna
Dari setiap tipe bahan yang disajikan kepada peserta didik dalam bentuk final. Peserta
didik itu kemudian menghafalkannya. Bahan yang disajikan tadi tanpa memperhatikan
pengetahuan yang dimiliki peserta didik.
1. Kondisi dan sikap peserta didik terhadap tugas, hendaknya bersesuaian dengan intens
peserta didik. Apabila pendidik melaksanakan tugas dengan sikap bahwa ia ingin
memahami bahan pelajaran dan mengaplikasikan bahan baru serta menghubungkan
bahan terdahulu, dikatakan peserta didik itu belajar bahan baru dengan cara bermakna.
Sebaliknya bila peserta didik itu tidak berkehendak mengaitkan bahan yang dipelajari
dengan informasi yang dimiliki, maka belajar itu tidak bermakna.
2. Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik harus sesuai dengan struktur kognitif
peserta didik sehingga peserta didik tersebut dapat mengasimilasi bahan baru secara
bermakna. Belajar bermakna pada tahap mula-mula memberikan pengertian kepada
bahan baru sehingga bahan baru itu akan terserap dan kemudian diingat peserta didik. Ia
tidak menghafal asosiasi stimulus respon yang terpisah-pisah.
3. Tugas-tugas yang diberikan haruslah sesuai dengan tahap perkembangan intelektual
perkembangan peserta didik. Peserta didik yang masih didalam periode operasi konkrit,
bila diberi bahan materi matematika yang abstrak tanpa contoh-contoh konkret dari
materi tersebut akan mengakibatkan peserta didik itu tidak mempunyai keinginan belajar
materi tersebut secara bermakna. Dengan demikian peserta hanya menghafal pelajaran
tadi tanpa pengertian sehingga peserta didik mempelajari matematika dengan pernyataan-
pernyataan herbal yang tidak cermat dan tepat.
6
3. Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip
walaupun telah terjadi lupa.
7
Konsekuensinya materi yang dipelajari harus menarik minat belajar peserta didik dan
menantangnya sehingga mereka tertarik dan terlibat dalam proses pembelajaran.
2. Bahan pembelajaran dan metode pembelajaran harus menjadi perhatian utama. Peserta
didik akan sulit memahami bahan pelajaran jika frekuensi belajar tidak berurutan.
3. Dalam proses pembelajaran guru harus memperhatikan tahapan perkembangan kognitif
peserta didik. Materi dirancang sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif itu dan
harus meransang kemampuan berpikir mereka.
4. Belajar harus berppusat pada peserta didik karena peserta didik melihat sesuatu
berdasarkan dirinya sendiri. Untuk terjadinya proses belajar harus tidak ada proses
paksaan agar sifat egosentrisnya tidak terbunuh.
8
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pembelajaran bagi aliran kognitif dipandang bukan hanya sekedar mendapat stimulus dan
menghasilkan respons yang mekanistik, tetapi pembelajaran juga melibatkan kondisi mental
didalam individu pembelajar yang berhubungan dengan persepsi, perhatian, motivasi dan
lain-lain. Sehingga belajar dipahami sebagai suatu proses mental yang aktif dalam
memperoleh, mengingat dan menunjukkan kedalam perilaku. Perilaku yang Nampak tidak
dapat diamati dan diukur apabila tidak melibatkan proses mental seperti tidak melibatkan
proses mental seperti kesadaran, motivasi, keyakinan dan proses mental lainnya.
Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi
penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons.
Lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses
interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-
patah, terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, singkatnya
menyeluruh. Dalam praktek, teori ini antara lain terwujud dalam “tahap-tahap
perkembangan” yang diusulkan oleh Jean Piaget, “belajar bermakna”-nya Ausubel, dan
“belajar penemuan secara bebas” (free discovery learning) oleh Jerome Bruner.
Menurut Piaget dalam buku “Teknologi Pembelajaran” dari Drs. Bambang Warsita
(2008:69) yang menjelaskan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika
yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem syaraf.
Dalam buku “Psikologi Pendidikan” karya Wasty Soemanto (1997:123) yang menyatakan
teori belajar piaget disebut cognitive-development yang memandang bahwa proses berfikir
sebagai aktivitas gradual dari pada fungsi intelektual dari kongkrit. Belajar terdiri dari tiga
tahapan yaitu: asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan).
Menurut P. Ausubel, ada dua jenis belajar:
1. Belajar Bermakna (Meaningfull Learning)
Bagi ausubel belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada
konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Belajar
dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai
dengan struktur kognitif yang dimiliknya. Sehingga peserta didik itu dapat mengaitkan
informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Sehingga peserta didik
menjadi kuat ingatannya dan transfer belajarnya mudah dicapai. Struktur kognitif dapat
berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan
dipahami sebelumnya oleh siswa.
2. Belajar Menghafal (Rote Learning)
Bila struktur kognitif yang cocok dengan fenomena baru itu belum ada maka informasi
baru tersebut dipelajari secara menghafal. Belajar menghafal ini perlu bila seseorang
9
memperoleh informasi baru dalam dunia pengetahuan yang sama sekali tidak
berhubungan dengan apa yang dia ketahui sebelumnya. Bruner menyatakan belajar
merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal
baru dilalui informasi yang diberikan kepada dirinya
3.2.Saran
dalam teori belajar kognitif tentunya ada kelebihan ataupun kelemahan pada model teori ini.
Untuk itu diharapkan pada para pembaca untuk bisa mencari model-model pembelajaran
yang bisa memperluas wawasan pembaca.
10
DAFTAR PUSTAKA
https://id.m.wikipedia.org
www.dasarguru.com
penembushayalan.wordpress.com
www.padamu.com\
https://penembushayalan.wordpress.com/kuliah/tokoh-dan-teori-belajar/teori-belajar-
jerome-bruner/
Frans keraf.MATERI KULIAH TEORI BELAJAR.2014.
iii