Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Politik Pertanian

Widodo (1983) mengemukakan bahwa politik pertanian adalah bagian dari politik
ekonomi di sektor pertanian, sebagai salah satu sektor dalam kehidupan ekonomi suatu
masyarakat.

Menurut Monke dan Pearson (1989) politik pertanian adalah campur tangan pemerintah
di sektor pertanian dengan tujuan meningkatkan efisien yang menyangkut alokasi sumber daya
untuk dapat menghasilkan output nasional yang maksimal dan memeratakan pendapatan, yaitu
mengalokasikan keuntungan pertanian antargolongan dan antardaerah, keamanan persediaan
jangka pendek, kestabilan harga jangka pendek, dan menjamin ketersediaan bahan makanan
jangka panjang.

Mubyarto (1987) menyebutkan bahwa politik pertanian pada dasarnya merupakan


kebijakan pemerintah untuk memperlancar dan mempercepat laju pembangunan pertanian, yang
tidak saja menyangkut kegiatan petani, tetapi juga perusahaan-perusahaan pertanian dan
perkebunan, perusahaan-perusahaan pengangkutan, perkapalan, perbankan, asuransi, serta
lembaga-lembaga pemerintah dan semi pemerintah yang terkait dengan kegiatan sektor
pertanian.

Sumber: Hanafie, R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta: Andi Offset.

Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Pertanian

Beberapa kebijakan pemerintah Indonesia dalam bidang pertanian :

1. Kebijakan harga

Harga merupakan cerminan dari interaksi antara penawaran dan permintaan yang
bersumber dari sektor rumah tangga (sebagai sektor konsumsi) dan sektor industri (sebagai
sektor produksi). Penetapan harga dasar oleh pemerintah menimbulkan konsekuensi lanjut
terhadap pemerintah sehingga pemerintah harus ikut campur tangan dalam rantai
pemasaran karena adanya imperfeksi pasaryang merugikan produsen dan atau konsumen.

Kebijakan harga produk pertanian bertujuan untuk mencapai salah satu atau kombinasi
dari tujuan-tujuan berikut :

 Kontribusi terhadap anggaran pemerintah.


 Pertumbuhan devisa negara.
 Mengurangi ketidakstabilan harga.
 Memperbaiki distribusi pemasaran dan alokasi sumber daya.
 Memberikan arah produksi, serta meningkatkan taraf swasenbada pangan dan serat-seratan.
 Meningkatkan pendapatan dan taraf kesejahteraan penduduk.
 Keadaan produsen dikatakan lebih baik apabila surplus produsen lebih tinggi dan sebaliknya
keadaan konsumen dikatakan lebih baik bila surplus konsumen mengalami kenaikan.

2. Kebijakan produksi

Masalah pangan merupakan salah satu masalah nasional yang sangat penting dari
keseluruhan proses pembangunan dan ketahanan nasional suatu bangsa. Pangan menyangkut
kesejahteraan hidup dan kelangsungan hidup suatu bangsa karena merupakan salah satu
kebutuhan manusia, selama itu pula diperlukan pangan karena manusia tidak dapat bertahan
hidup lama tanpa makan.

Kedudukan pangan di Indonesia adalah salah satu sektor yang sangat strategis karena:

a. Banyaknya pihak yang terlibat dalam bidang produksi, pengolahan, dan distribusi
b. Meskipun terlihat ada kecenderungan menurunnya total pengeluaran rumah tangga yang
dibelanjakan untuk konsumsi bahan pangan, namun masih merupakan bagian terbesar dari
seluruh pengeluarannya, terutama untuk pangan beras.

Permasalahan pangan di Indonesia karna adanya ciri-ciri di bidang konsumsi dan


produksi. Konsumsi pangan di Indonesia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Adanya perbedaaan dalam pola konsumi antar tempat. Secara umum, pola konsumsi pangan
di Indonesia digolongkan menjadi dua yaitu daerah yang masyarakatnya merupakan
konsumen beras utama atau mengarah ke beras dan daerah yang masyarakatnya di samping
mengkonsumsi beras juga mengkonsumsi bahan bukan beras sebagai bahan pokoknya
b. Tingkat konsumsi yang berbeda antar tempat lebih mempersulit keadaan dalam alokasi dan
distribusi pangan.
c. Konsumsi pangan meningkat terus, khususnya beras.
d. Jumlah penduduk yang cukup besar dan meningkat terus membawa konsekuensi untuk terus
meningkatkan penyeediaan kebutuhan pangan.
e. Tidak meratanya penyebaran penduduk antar daerah membawa dampak terhadap masalah
distribusi pangan .

Sementara ciri produksi pangan di Indonesia antara lain:

a. Adanya ketimpangan antara tempat yang berkaitan dengan kerumitan dalam pemasaran dan
distribusinya.
b. Selain produksi pangan tidak merata menurut tempat, juga tidak merata menurut waktu yang
pada akhirnya akan menimbulkan kendala tambahan dalam struktur distribusi, serta secara
langsung akan berpengaruh terhadap harga yng akan diterima petani dan yang harus
dibayarkan oleh konsumen
c. Produksi pertanian, khususnya padi-padian setiap tahun selalu berfluktuasi, dipengaruhi oleh
kondisi cuaca, serangan hama dan penyakit tanaman, banjir, bencana alam dan lain-lain.
d. Produksi berada ditangan jutaan petani kecil yang tersebar tidak merata dan umumnya
mereka hanya mengusahakan lahan relative sempit kurang dari 0,5 Ha, sehingga
menyulitkan pengumpulan untuk didistribusikan kedaerah lain yang memerlukannya.

Mengingat upaya untuk mencapai tingkat keseimbangan yang tinggi antara pangan dan
kesempatan kerja adalah hal yang sangat penting tidak saja ditinjau dari kesejahteraan sosial
melainkan juga merupakan usaha yang strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara
menyeluruh maka dengan adanya usaha tani yang areanya sempit dan tersebar tersebut
menimbulkan kesulitan tersendiri dalam pengembangan produksi.

3. Kebijakan subsidi
Pemberian subsidi kepada petani merupakan salah satu kebijakan utama pembangunan
pertanian yang telah lama dilaksanakan pemerintah dengan cangkupan dan besaran yang berubah
dari waktu ke waktu. Pemberian insentif tidak saja didasarkan oleh pertimbangan ekonomi, tetapi
juga karena desakan dan dorongan politik dan sosial. Bisa terjadi, pemberian subsidi dan
dukungan harga bagi petani lebih didominasi oleh pertimbangan politik dan sosial. Sebagai
contoh, berbagai penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa penggunaan pupuk pada
usahatani sawah telah berlebihan sehingga pemberian subsidi harga pupuk yang terus meningkat
merupakan kebijakan yang tidak tepat dipandang dari pertimbangan ekonomi. Namun demikian,
pemberian subsidi pupuk yang terus meningkat mendapatkan dukungan politik dari parlemen
maupun masyarakat luas karena dipandang bijaksana menolong petani yang sebagian besar
masih hidup dalam kemiskinan.

Ada dua argumentasi yang melandasi pentingnya pemerintah memberikan bantuan


kepada petani:

 Pertama, suatu kewajiban pemerintah membantu petani yang sebagian besar merupakan
masyarakat miskin yang tidak mempunyai kapasitas yang memadai untuk
mengembangkan kapasitas produksi pertanian sementara eksistensi produksi pertanian ke
depan masih sangat diperlukan;
 Kedua, melindungi petani miskin dari ancaman eksternal akibat ketidakadilan
perdagangan dalam rangka memberdayakan mereka menjadi masyarakat yang mandiri
mampu menghidupi dirinya dan juga menjaga eksistensi sektor pertanian ke depan.

Beberapa fakta yang mendukung argumentasi ketidakmampuan petani mengembangkan


kapasitas produksi pertaniannnya antara lain :

Pertama, walaupun terjadi penurunan insiden kemiskinan dari 19,14% pada tahun 2000
menjadi 16.60% pada tahun 2004, namun jumlah penduduk miskin secara absolute sangat besar
yaitu sekitar 36 juta dan diperkirakan sekitar 20 juta diantarnya berada di wilayah pedesaan. Dari
sekitar 20 juta penduduk miskin di pedesaan sekitar 55 persen bergantung pada sektor pertanian.

Kedua, walaupun surplus usahatani cukup prospekstif, sebagai contoh surplus usahatani
padi tanpa memperhitungkan lahan sebesar 61%, namun pendapatan per kapita petani per tahun
berkisar Rp 2.304.909 - Rp 2.684.865 (Rp 6.403 - Rp 7.458 per hari per kapita) (PATANAS,
20041 dan 20052) atau dibawah $ 1 per hari masih jauh dibawah garis kemiskinan berdasarkan
kriteria World Bank $ 2 per hari per kapita.

4. Kebijakan Pemasaran

Kegiatan pemerintah untuk mengatur distribusi barang (terutama beras) antar daerah dan
atau antar waktu sehingga diantara harga yang dibayarkan konsumen akhir dan harga yang
diterima oleh produsen terdapat marjin pemasaran dalam jumlah tertentu sehingga dapat
merangsang proses produksi dan proses pemasaran.

Pemasaran yang tidak efisien menyebabkan bagian petani (farmer’s share) menjadi kecil,
yang pada gilirannya tidak akan merangsang peninggkatan produksi lebih lanjut. Efisiensi
pemasaran biasanya diukur dari besar-kecilnya margin pemasaran, setelah mempertimbangkan
berbagai fungsi yang dijalankan dalam kegiatan pemasaran tersebut.

a. Margin Pemasaran

Perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dengan harga yang diterima
produsen disebut dengan margin pemasaran, yang dirumuskan sebagai berikut :

M = Pr-Pf

Dimana :

M : Margin Pemasaran

Pr : Harga ditingkat pengecer (retail price).

Pf : Harga ditingkat petani (farn gate price).

Selain menerima keuntungan, lembaga pemasaran juga telah mengeluarkan sejumlah


biaya untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi- fungsi pemasaran yang dijalankan
oleh lembaga pemasaran dapat berupa penyimpanan (storage), penggolongan mutu (gradding),
standarisasi (standardization), transportasi (transportation), dan pengolahan (processing).
Dengan demikian, margin pemasaran sama dengan keuntungan ditambah biaya untuk
menjalankan fungsi-fungsi pemasaran atau secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
M = II + CM

Dimana :

M : Marjin pemasaran.

II : Keuntungan lembaga pemasaran.

CM : Biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran untuk menjalankan fungsi


pemasaran.

Selisih antara harga ditingkat pengecer dn harga ditingkat petani disebut margin
pemasaran yang besarnya sama dengan hasil kali antara selisih harga tersebut dengan jumlah
yang dipasarkan.

b. Keseimbangan antartempat

Untuk meningkatkan guna antartempat dibutuhkan biaya transfer, sedangkan untuk


meningkatkan guna antarwaktu dibutuhkan biaya penyimpanan. Keseimbangan antartempat
dibedakan menjadi 2, yaitu keseimbangan antar tempat tanpa biaya transfer dan keseimbangan
antartempat dengan biaya transfer. Biaya transfer adalah biaya yang dibutuhkan untuk
memindahkan barang antar dua tempat.

Untuk melancarkan pemasaran hasil-hasil pertanian, pemerintah menentukan berbagai


kebijakan, antara lain menetapkan rantai pemasaran yang sependek mungkin, membentuk kantor
pemasaran bersama atau menetapkan pola, serta menunjuk distributor dan pengecer tertentu
untuk komoditi yang tertentu pula.

Sumber:

http://pepagroakelompok1.blogspot.co.id/2011/06/kebijakan-pemerintah-dalam-subsidi.html

http://anakekp.blogspot.co.id/2013/10/makalah-kebijakan-pertanian.html

Anda mungkin juga menyukai