Anda di halaman 1dari 8

SEPA : Vol. 10 No.

1 September 2013 : 148 – 155 ISSN : 1829-9946

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS PERKEBUNAN DI


KABUPATEN KAIMANA PROVINSI PAPUA BARAT

Suharyanto1, Adang Agustian2 dan Parlindungan Y.Silitonga3


1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali
2
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor
3
Sekretariat Badan Litbang Pertanian, Jakarta

Abstract: Determination of superior regional commodity is the first step towards the
agriculture development which based on concept of efficiency to achieve comparative and
competitive advantage in the face of global trade.Step toward efficiency can be reached
by developing commodity that has a comparative advantage in terms of both supply and
demand side.The purpose of this study to analyzed the commodity which has the
comparative advantage of various commodities that exist in the Kaimana district.
Secondary data were collected on estate commodities production data sourced from BPS
as well as primary data through a survey of 60 farmer respondents. Data analyzed using
LQ (Location Quotient), Domestic Resources Cost Ratio (DRCR) and Private Cost Ratio
(PCR). The analysis showed that the highest LQ value for coconut contained in Teluk
Etnasub district, in the sub district Buruway cocoa and nutmeg in Kambrau sub
district.Coconut, cocoa and nutmeg have a comparative advantage in Kaimana district as
shown by DRCR smaller than one. While there is a competitive advantage only in cocoa
and nutmeg demonstrated with PCR values smaller than one.
Keywords:competitiveness, coconut, cocoa, nutmeg.

PENDAHULUAN Pembangunan berbasis pengembangan


wilayah memandang pentingnya keterpaduan
Sektor pertanian (sub sektor tanaman bahan antar sektoral, spasial, serta pelaku pembangunan
makanan, tanaman perkebunan, peternakan, di dalam maupun antar daerah. Keterpaduan
kehutanan, perikanan) merupakan sektor yang sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional
mempunyai peranan strategis dalam struktur dan sinergis antar sektor pembangunan sehingga
pembangunan perekonomian di Kabupaten setiap program pembangunan sektoral selalu
Kaimana. Indikasi ini terlihat pada peran sektor dilaksanakan dalam kerangka pembangunan
pertanian yang masih dominan memberikan andil wilayah (Rustiadi et al., 2006).Pada konsep
terhadap perekonomian dan pertumbuhan PDRB pembangunan daerah yang berbasis pada
Kabupaten Kaimana sejak tahun 2005 hingga sektor/komoditas unggulan ada beberapa kriteria
2009 yang meskipun mengalami penurunan akan sektor/komoditas sebagai motor penggerak
tetapi secara rata-rata masih diatas 50% yaitu pembangunan suatu daerah, antara lain: mampu
sebesar 54,26% (Anonim, 2009). Pembangunan memberikan kontribusi yang signifikan pada
sektor pertanian secara umum dan khususnya di peningkatan produksi, pendapatan dan
Kabupaten Kaimana memiliki peran penting dari pengeluaran, mempunyai keterkaitan ke depan
keseluruhan pembangunan, dengan pertimbangan dan belakang (forward dan backward linkage)
yaitu: (1) potensi sumber daya alam yang besar yang kuat, mampu bersaing (competitiveness),
dan beragam, (2) pangsa terhadap pendapatan memiliki keterkaitan dengan daerah lain, mampu
yang cukup besar, (3) besarnya jumlah penduduk menyerap tenaga kerja, bertahan dalam jangka
yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, waktu tertentu, berorientasi pada kelestarian
dan (4) perannya dalam penyediaan pangan sumber daya alam dan lingkungan serta tidak
masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di rentan terhadap gejolak eksternal dan internal.
pedesaan. Penetapan komoditas unggulan nasional
dan daerah merupakan langkah awal menuju

148
Suharyanto, Adang A. dan Parlindungan Y. : Analisis Daya Saing Komoditas …

pembangunan pertanian yang berpijak pada Pembangunan pertanian wilayah ditujukan


konsep efisiensi untuk meraih keunggulan untuk meningkatkan ketahanan pangan, daya
komparatif dan kompetitif dalam menghadapi era saing dan pendapatan petani. Untuk itu, maka
perdagangan bebas. Komoditas unggulan adalah perlu ditentukan subsektor atau komoditas
komoditas andalan yang memiliki posisi pertanian apa yang dapat dijadikan basis
strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis ekonomi daerah. Melalui pendekatan metode
(kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi (Location Quotient) LQ ini adalah untuk
dan kelembagaan (penguasaan teknologi, mengklasifikasikan sektor ekonomi wilayah
kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, kedalam dua sektor yaitu : sektor basis dan non
dan kondisi sosial budaya setempat) untuk basis (Wibowo dan Sutrisno, 1993). Sektor non
dikembangkan di suatu wilayah (Hendayana, basis adalah sektor yang berfungsi sebagai
2003). pelayanan didalam wilayah yang bersangkutan,
Menurut Syafaat dan Supena (2000) dalam sedangkan sektor basis adalah sektor yang
Hendayana (2003) langkah menuju efisiensi berorientasi pelayanannya ke luar wilayah yang
pembangunan pertanian dapat ditempuh dengan bersangkutan untuk mendatangkan arus
mengembangkan komoditas yang mempunyai pendapatan dan investasi sehingga sektor ini
keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi dapat dijadikan basis untuk menggerakkan
penawaran maupun permintaan. Dari sisi ekonomi dan menciptakan kesempatan kerja
penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh wilayah.Penelitian ini bertujuan menganalisis
superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi keunggulan komparatif komoditas perkebunan di
biofisik, teknologi, dan sosial ekonomi Kabupaten Kaimana dan merumuskan kebijakan
(penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya dalam pengembangannya.
manusia, adat istiadat, dan infrastruktur) petani
di suatu wilayah. Sedangkan dari sisi permintaan METODE PENELITIAN
komoditas unggulan dicirikan dari kuatnya
permintaan di pasar baik pasar domestik maupun Lokasi dan Data
internasional. Pada lingkup kabupaten/kota,
Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten
komoditas unggulan kabupaten diharapkan
Kaimana dengan sampel lokasi penelitian pada
memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) mengacu
beberapa distrik sebagai sentra produksi tanaman
kriteria komoditas unggulan nasional; (2)
perkebunanyaitu Distrik Teluk Arguni, Kaimana
memiliki nilai ekonomi yang tinggi di kabupaten;
danBuruway.Kegiatan penelitian ini
(3) mencukupi kebutuhan sendiri dan mampu
dilaksanakan pada bulan Juni-Oktober
mensuplai daerah lain/ekspor; (4) memiliki pasar
2012.Pengumpulan data dilakukan dengan
yang prospektif dan merupakan komoditas yang
menggunakan metode survey yaitu merupakan
berdaya saing tinggi; (5) memiliki potensi untuk
cara pengumpulan data dengan pengamatan atau
ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri;
penyelidikan yang kritis untuk mendapatkan
dan (6) dapat dibudidayakan secara meluas di
keterangan yang terang dan baik terhadap suatu
wilayah kabupaten.
persoalan tertentu dan di dalam suatu daerah
Setiap daerah mempunyai karakteristik
tertentu (Teken, 1965).Data yang dikumpulkan
wilayah, penduduk, dan sumber daya yang
meliputi data primer dan data sekunder. Data
berbeda-beda. Hal ini membuat potensi masing-
primer dikumpulkan dari reponden petani
masing daerah akan menjadi berbeda pula dan
tanaman perkebunan sebanyak 60 responden
akan mempengaruhi arah kebijakan
yang diambil secara acak dari ketiga distrik.
pengembangan kegiatan ekonomi di wilayah
Sedangkan data sekunder bersumber dari
tersebut. Penetapan komoditas unggulan di suatu
beberapa instansi seperti Dinas Perkebunan dan
wilayah menjadi suatu keharusan dengan
Kehutanan, BPS dan Bappeda.
pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang
mampu bersaing secara berkelanjutan dengan
Metode Analisis
komoditas yang sama yang dihasilkan oleh
wilayah lain adalah komoditas yang secara Penentuan komoditas unggulan dengan
efisien diusahakan dari sisi teknologi dan sosial pendekatan metode LQ (Location Quonient)
ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif digunakan untuk membahas kondisi
dan kompetitif. perekonomian, mengarah pada identifikasi

149
Suharyanto, Adang A. dan Parlindungan Y. : Analisis Daya Saing Komoditas …

spesialisasi kegiatan perekonomian atau Hasil analisis LQ yang dilakukan dalam


mengukur konsentrasi relatif kegiatan ekonomi kurun waktu yang berbeda(time series) akan
untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan memberikan gambaran pergeseran peran
sektor unggulan sebagai leading sector suatu komoditas perkebunan, terkait dengan
kegiatan ekonomi (industri). Dasar perkembangan wilayah yang bersangkutan.
pembahasannya sering difokuskan pada aspek Daya saing komoditas perkebunan di
tenaga kerja dan pendapatan. Namun pada Kabupaten Kaimana diukur dengan
kenyataannya teknik LQ juga dapat digunakan menggunakan pendekatan keunggulan
untuk menganalisis keunggulan berbagai sektor komparatif. Keunggulan komparatif merupakan
pembangunan (Bendavid, 1974) dan suatu konsep yang dikembangkan oleh David
(Hendayana, 2003). Dalam prakteknya Ricardo untuk menjelaskan efisiensi alokasi
penggunaan pendekatan LQ meluas tidaak sumberdaya di suatu negara dalam sistem
terbatas pada bahasan ekonomi saja akan tetapi ekonomi terbuka (Warr, 1992). Keunggulan
juga dimanfaatkan untuk menentukan sebaran komparatif suatu produk sering dianalisis dengan
komoditas atau melakukan identifikasi wilayah pendekatan Domestic Resource Cost (DRC) atau
berdasarkan potensinya. Biaya Sumberdaya Domestik (BSD).Analisis
Analisis Location Quotient (LQ) daya saing dilakukan pada tingkat
merupakan cara untuk mengetahui kemampuan usahatani/produsen. Daya saing komoditas
suatu daerah dalam sektor kegiatan produksi perkebunan dalam hal ini akan diukur dengan
komoditi tertentu (Kadariah, 1985). Analisis LQ metode DRCR (Domestic Resource Cost Ratio)
menyajikan perbandingan relatif antara dan PCR (Private Cost Ratio). Makin kecil nilai
kemampuan suatu kegiatan produksi perkebunan DRCR dan PCR maka semakin besar daya saing
di suatu kecamatan yang diselidiki, dengan komoditi perkebunan. Pada analisis daya saing,
kemampuan sektor produksi yang sama pada alokasi biaya usahatani dipilah atas komponen
tingkat kabupaten, dengan demikian dapat domestik dan tradable. Selanjutnya setelah
diketahui apakah suatu daerah seimbang atau pengalokasian biaya input dan output kedalam
belum dalam kegiatan produksi kelompok tradable dan domestik, baik secara
perkebunan.Perbandingan relatif tersebut finansial maupun ekonomi, maka tahap pertama
dinyatakan dalam formulasi matematis sebagai menghitung tingkat keuntungan atas dasar biaya
berikut : input dan harga output. Rumus DRCR dan PCR
adalah sebagai berikut (Monke and Pearson,
Si / NiSi / S 1989) :
LQi = =
S/N Ni / N
=
( − )
Si = Jumlah luas panen komoditas tanaman keterangan:
perkebunan i ditingkat kecamatan DFCHS =  (XdPdHS),
S = Jumlah luas panen komoditas tanaman RHS =  (Qy PyHS), dan
perkebunan ditingkat kecamatan TICHS =  (XtPtHS)
Ni = Jumlah luas panen komoditas tanaman DRCR = Domestic Resource Cost Ratio
perkebunan i ditingkat kabupaten DFCHS = Jumlah biaya faktor domestik dengan
N = Jumlah luas panen komoditas harga sosial
perkebunan ditingkat kabupaten RHS = Jumlah penerimaan kotor dengan
harga sosial
Nilai LQ memberikan indikasi sebagai berikut : TICHS = Jumlah biaya input tradable dengan
(1) LQ > 1, Kecamatan tersebut mempunyai harga sosial
potensi sebagai wilayah supply / Xd = Jumlah penggunaan faktor domestik
penawaran dalam kegiatan produksi PdHS = Harga Sosial faktor domestik
tanaman perkebunan i. Qy = Jumlah output tradabel
(2) LQ < 1, Kecamatan tersebut mempunyai PyHS = Harga sosial output tradabel
kecenderungan sebagai wilayah demand Xt = Jumlah penggunaan input tradabel
/permintaan tanaman perkebunan i dari PtHS = Harga sosial input tradabel
daerah lain.

150
Suharyanto, Adang A. dan Parlindungan Y. : Analisis Daya Saing Komoditas …

Rasio biaya sumberdaya domestik (DRCR)


adalah perbandingan antara input domestik
= dengan nilai tambah yang dihasilkan (pada
( − )
keterangan: perhitungan sosial), merupakan indikator
DFCHP =  (XdPdHP), kemampuan input domestik dalam memberikan
RHP =  (Qy PyHP), dan TICHP =  (XtPtHP) nilai tambah dalam suatu aktivitas ekonomi.
PCR = Private Cost Ratio Karena parameter tersebut dihitung dengan nilai
DFCHP = Jumlah biaya faktor domestik dengan sosial, maka nilai dari parameter tersebut
harga private memungkinkan untuk digunakan sebagai
RHP = Jumlah penerimaan kotor dengan indikator keunggulan komparatif.
harga private
TICHP = Jumlah biaya input tradable dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
harga private
Xd = Jumlah penggunaan faktor domestik Analisis LQ Komoditas Perkebunan
Pd HP = Harga private faktor domestik Komoditi sektor perkebunan yang mencakup
Qy = Jumlah output tradabel hasil tanaman perkebunan seperti kelapa, pala,
Py HP = Harga private output tradabel coklat, cengkeh dan vanili, sangat potensial
Xt = Jumlah penggunaan input tradabel untuk di usahakan dan di kembangkan,
Pt HP = Harga private input tradabel mengingat beberapa kawasan di Kabupaten
Kaimana sangat cocok untuk pengembangan
Selanjutnya Monke dan Pearson (1989) sektor perkebunan seluas 16.551,5 ha, dengan
menyatakan bahwa suatu aktivitas ekonomi yang distribusi lahan untuk tanaman kelapa 790 ha,
mempunyai keuntungan privat lebih dari normal tanaman pala 1.649 ha, tanaman kakao 4.000 ha,
merupakan indikator bahwa mengembangkan tanaman cengkeh 62,5 ha, dan tanaman vanili 50
aktivitas ekonomi tersebut memungkinkan ha (Anonim, 2011).
(layak), tentunya pada lingkungan yang Hasil LQ yang didasarkan pada aspek luas
memungkinkankecuali apabila sumberdaya areal panen dapat memenuhi kriteria unggul dari
terbatas atau adanya kmoditas alternatif yang sisipenawaran, karena areal panen merupakan
lebih menguntungkan.Berdasarkan hal tersebut resultan kesesuaian tumbuh tanaman dengan
maka usahatani perkebunandi Kabupaten kondisi agroekologi yang secara implisit
Kaimana masih dapat dan layak untuk dijalankan mencakup unsur-unsur (peubah) iklim, fisiologi
dan sekaligus dikembangkan. Sedangkan dan jenis tanah.Komoditas yang menghasilkan
keuntungan sosial (profitabilitas sosial) nilai LQ > 1 merupakan standar normatif untuk
merupakan indikator tingkat keuntungan relatif ditetapkan sebagai komoditas unggulan. Namun
karena dalam perhitungannya menggunakan demikian ketika banyak komoditas di suatu
harga sosial yaitu harga yang mencerminkan wilayah yang menghasilkan LQ >1, sementara
nilai kelangkaannya (social opportunity cost). yang dicari hanya satu, maka yang harus dipilih
Nilai sosial adalah suatu nilai yang akan terjadi adalah komoditas yang mendapatkan nilai LQ
pada suatu keadaan tanpa adanya distorsi atau paling tinggi. Karena nilai LQ yang semakin
kebijakan-kebijakan yang akan dapat tinggi di suatu wilayah menunjukkan semakin
berpengaruh terhadap besarnya nilai tersebut, tinggi pula potensi keunggulan komoditas
kondisi tersebut akan terjadi pada pasar tersebut. Mengingat perhitungan LQ baru
persaingan sempurna didasarkan aspek luas areal panen, maka
Rasio biaya privat (PCR) merupakan keunggulan yang diperoleh baru mencerminkan
perbandingan antara biaya faktor domestik keunggulan dari sisi penawaran dan dari sisi
dengan nilai tambah yang dihasilkan (yang permintaan. Hasil perhitungan analisis LQ
dihitung secara privat). Rasio biaya privat disajikan pada Tabel 1.
(PCR<1) mengandung makna bahwa biaya input
domestik mampu memberikan nilai tambah.

151
Suharyanto, Adang A. dan Parlindungan Y. : Analisis Daya Saing Komoditas …

Tabel 1.Hasil Perhitungan LQ Komoditas Perkebunan di Kabupaten Kaimana, 2011.

LQ
Distrik
Kelapa Kakao Pala
Buruway 1.736 2.798 0.957
Teluk Arguni 0.346 0.765 1.057
Kaimana 1.876 0.649 0.897
Teluk Etna 2.242 0.000 0.916
Kambrau 0.000 0.000 1.101
Arguni Bawah 0.000 0.000 1.099
Yamor 0.000 0.000 1.099
Rata-rata 0.886 0.602 1.018
Sumber : BPS Kaimana, 2011 (data diolah)

Pada komoditas tanaman perkebunan, perkebunan di Kabupaten Kaimana. Selain itu


komoditas kelapa, kakao dan pala secara rata- profitabilitas privat (finansial) merupakan
rata memiliki nilai LQ < 1 kecuali untuk indikator keunggulan kompetitif dari sistem
komoditas pala yang memiliki nilai LQ > 1. komoditas berdasarkan teknologi, nilai output,
Secara khusus tanaman pala terutama pala biaya input dan kebijakan yang ada. Sementara
Negeri memang merupakan tanaman spesifik profitabilitas sosial (ekonomi) merupakan
lokasi yang sudah sejak lama tumbuh dan indikator keunggulan komparatif atau efisiensi
menyebar di Kabupaten Kaimana. Untuk dari sistem komoditas pada kondisi tidak ada
komoditas kelapa nilai LQ tertinggi terdapat di distorsi pasar dan kebijakan pemerintah.
Distrik Teluk Etna diikuti Distrik Kaimana dan Profitabilitas privat (finansial) adalah
Distrik Buruway. Sedangkan untuk komoditas selisih penerimaan dan biaya total dengan dasar
kakao hanya satu Distrik yang memiliki nilai LQ perhitungan harga output yang diterima dan
> 1 yaitu Distrik Buruway, hal ini dimungkinkan harga input yang dibayar petani /produsen. Total
karena pengembangan komoditas kakao pada biaya dapat mencakup biaya-biaya input variabel
awalnya hanya terfokus di Pulau Adi yang pupuk, pestisida dan tenaga kerja serta biaya
dahulu dikelola oleh PT. Adi Jaya Mulia, yang tetap (sewa, penyusutan), yaitu jika biaya-biaya
secara administratif termasuk dalam wilayah tersebut ada pada struktur usahatani atau
Distrik Buruway.Pada komoditas pala nilai LQ budidaya. Profitabilitas sosial mengindikasikan
tertinggi terdapat di Distrik Kambrau, diikuti keunggulan komparatif suatu komoditas dalam
Distrik Arguni Bawah, Distrik Yamor dan pemanfaatan sumberdaya yang langka di dalam
Distrik Teluk Arguni. negeri. Pada kondisi ini harga input dan output
diperhitungkan dalam kondisi persaingan
Profitabilitas Privat dan Sosial Komoditas sempurna, dimana segala bentuk subsidi dan
Tanaman Perkebunan proteksi yang bersifat mendistorsi pasar telah
dihilangkan. Sistem komoditas dengan tingkat
Pada analisis profitabilitas usahatani yang
profitabilitas sosial (ekonomi) yang makin tinggi
disajikan sesuai kondisi usahatani yang terdapat
maka menunjukkan tingkat keunggulan
di lokasi penelitian Kabupaten Kaimana. Alokasi
komparatif yang semakin besar.
input pada kegiatan usahatani tanaman
Pada usahatani komoditas kelapa
perkebunan (kelapa, kakao dan pala) hanya
(dengan output kopra) selama satu tahun terakhir
terbatas pada curahan tenaga kerja. Untuk input
(tahun 2011) menunjukkan tingkat kelayakan
lainnya seperti pupuk dan obat-obatan pada
usaha yang baik, dimana nilai Revenue Cost
umumnya tidak ada yang menggunakan input
Ratio (R/C-rasio) nya lebih besar dari
tersebut.
satu.Selanjutnya, secara sosial harga jual yang
Pada analisis finansial dan ekonomi
diterima petani lebih tinggi dari pada harga
usahatani komoditas pertanian dan perikanan
privatnya (aktualnya). Hal ini sebagaimana
memberikan gambaran umum dan sederhana
terlihat bahwa keuntungan bersih pada
mengenai tingkat kelayakan usahatani komoditas

152
Suharyanto, Adang A. dan Parlindungan Y. : Analisis Daya Saing Komoditas …

komoditas kelapa, yaitu keuntungan finansial Revenue Cost Ratio (R/C-rasio) nya lebih besar
(private) sebesar Rp1.220.000/ha, R/C rasio= dari satu. Selanjutnya, secara sosial harga jual
1,16 dan keuntungan ekonomi sebesar yang diterima petani lebih tinggi dari pada harga
Rp12.453.940/ha, R/C rasio= 2,62 (Tabel 2). privatnya (aktualnya). Hal ini sebagaimana
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa secara terlihat bahwa keuntungan bersih pada
sosial petani komoditas kopra komoditas kakao, yaitu keuntungan finansial
diuntungkan.Secara ekonomi (sosial) petani (private) sebesar Rp1.161.000/ha, R/C rasio=
memperoleh pendapatan yang tinggi, karena 10,21 dan keuntungan ekonomi sebesar
rendahnya komponen biaya produksi yang harus Rp3.163.000/ha , R/C rasio= 26,10 (Tabel 3).
dikeluarkan pada usahatani.Hasil analisis Hal ini menunjukkan bahwa secara sosial petani
tersebut memperlihatkan bahwa usahatani komoditas kakao diuntungkan.Secara ekonomi
komoditas kopra memiliki profitabilitas sosial (sosial) petani memperoleh pendapatan yang
yang lebih tinggi dibanding profitabilitas tinggi, karena rendahnya komponen biaya
privatnya, sehingga hal ini merupakan indikasi produksi yang harus dikeluarkan pada usahatani.
awal bahwa usahatani komoditas kopra di Hasil analisis memperlihatkan bahwa usahatani
Kabupaten Kaimana memiliki keunggulan komoditas kakao juga memiliki profitabilitas
komparatif.Hal yang sama pada usahatani sosial yang lebih tinggi dibanding profitabilitas
komoditas kakao selama satu tahun terakhir privatnya, sehingga hal ini merupakan indikasi
(tahun 2011) juga menunjukkan tingkat awal bahwa usahatani komoditas kakao di
kelayakan usaha yang baik, dimana nilai Kaimana memiliki keunggulan komparatif.

Tabel 2. Analisis Penerimaan, Biaya Input dan Profitabilitas Privat serta


Sosial Komoditas Kelapa (Kopra) di Kaimana, 2012.

Uraian Nilai Privat Nilai Sosial


1. Penerimaan 8930000 20163940
2. Biaya Input
a. Tradable 0 0
b. Domestic 7710000 7710000
Total Biaya 7710000 7710000
3. Keuntungan 1220000 12453940
4. R/C rasio 1,16 2,62
Sumber : Analisis data primer, 2011.

Tabel 3. Analisis Penerimaan, Biaya Input dan Profitabilitas Privat serta


Sosial Komoditas Kakao di Kaimana, 2012.

Uraian Nilai Privat Nilai Sosial


1. Penerimaan 1287000 3289000
2. Biaya Input
a. Tradable 0 0
b. Domestic 126000 126000
Total Biaya 126000 126000
3. Keuntungan 1161000 3163000
4. R/C rasio 10.21 26.1
Sumber : Analisis data primer, 2011.

153
Suharyanto, Adang A. dan Parlindungan Y. : Analisis Daya Saing Komoditas …

Selanjutnya pada usahatani komoditas pala Kaimana disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan
selama satu tahun terakhir (tahun 2011) hasil analisis tersebut, dapat diketahui bahwa
menunjukkan tingkat kelayakan usaha yang nilai DRCR usahatani kopra, kakao dan pala
sangat baik, dimana nilai Revenue Cost Ratio masing-masing sebesar 0,62; 0,10; dan 0,10,
(R/C-rasio) nya jauh lebih besar dari yang mengindikasikan bahwa usahatani ketiga
satu.Selanjutnya, secara sosial harga jual yang komoditas tersebut memiliki keunggulan
diterima petani juga lebih tinggi dari pada harga komparatif khususnya untuk perdagangan antar
privatenya (aktualnya). Hal ini sebagaimana pulau atau ekspor ke luar kaimana. Selain itu,
terlihat bahwa keuntungan bersih pada untuk memenuhi kebutuhan domestik komoditas
komoditas pala, yaitu keuntungan finansial ubikayu di Kabupaten Kaimana sebaiknya
(privat) sebesar Rp12.200.000/ha, R/C rasio= diproduksi sendiri dan tidak perlu didatangkan
5,52 dan keuntungan ekonomi sebesar atau diimpor dari daerah lain.
Rp45.675.000/ha , R/C rasio= 17,92. Hasil ini Nilai PCR usahatani kakao dan pala di
jelas menunjukkan bahwa secara sosial petani kabupaten Kaimana dikategorikan memiliki
komoditas pala diuntungkan. Oleh karena itu, keunggulan kompetitif yang baik karena nilai
hasil analisis memperlihatkan bahwa usahatani PCR < 1.Sementara nilai PCR usahatani kopra
komoditas pala dengan tingkat profitabilitas >1, yang berarti tidak memiliki keunggulan
sosial yang lebih tinggi dibanding profitabilitas kompetitif. Dengan kata lain, untuk
privatnya, dapat menjadi indikasi awal bahwa meningkatkan nilai tambah output sebesar satu
usahatani komoditas pala di Kabupaten Kaimana satuan pada harga privat maka usahatani kakao
memiliki keunggulan komparatif. dan pala di Kaimana hanya memerlukan
tambahan biaya faktor domestik yang kurang
Daya Saing Komoditas Perkebunan dari satu. Sementara untuk usahatani kopra,
memerlukan tambahan biaya faktor domestik
Hasil analisis nilai keunggulan komparatif (nilai
yang lebih dari satu.
DRCR) dan keunggulan kompetitif (PCR).dari
usahatani kopra, kakao dan pala di Kabupaten

Tabel 4. Analisis Penerimaan, Biaya Input dan Profitabilitas Privat


serta Sosial Komoditas Pala di Kaimana, 2012.

Uraian Nilai Private Nilai Sosial


1. Penerimaan 14900000 48375000
2. Biaya Input
a. Tradable 0 0
b. Domestic 2700000 2700000
Total Biaya 2700000 2700000
3. Keuntungan 12200000 45675000
4. R/C rasio 5.52 17.92
Sumber : Analisis data primer, 2011.

Tabel 5.Hasil Perhitungan DRCR dan PCR Komoditas Tanaman Pangan di Kaimana, 2012.

Domestic Resources Cost Ratio Private Cost Ratio


No. Komoditas
(DRCR) (PCR)
1 Kelapa (Kopra) 0,62 6,32
2 Kakao 0,10 0,11
3 Pala 0,10 0,22
Sumber : Analisis data primer, 2011.

154
Suharyanto, Adang A. dan Parlindungan Y. : Analisis Daya Saing Komoditas …

SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Hasil analisis nilai keunggulan komparatif (nilai Anonim, 2009. Produk Domestik Regional
DRCR) dan keunggulan kompetitif (PCR) dari Bruto Kabupaten Kaimana 2009. Badan
usahatani kopra, kakao dan pala di dapat Pusat Statistik Kabupaten Kaimana.
diketahui bahwa nilai DRC usahatani kopra,
Anonim. 2011. Kaimana Dalam Angka. Badan
kakao dan pala masing-masing < 1.Hal ini
Pusat Statistik Kabupaten Kaimana.
mengindikasikan bahwa usahatani ketiga
komoditas tersebut memiliki keunggulan Bendavid, A. 1974. Regional Economic Analysis
komparatif khususnya untuk perdagangan antar for Practitioners. An Introduction to
pulau atau ekspor ke luar Kaimana. Selain itu, Common Descriptive Methods . Revised
untuk memenuhi kebutuhan domestik komoditas Edition. Praeger Publisher,Inc. New York
perkebunan di Kaimana sebaiknya diproduksi
Hendayana R. 2003. Aplikasi Metode Location
sendiri dan tidak perlu didatangkan atau diimpor
Quotient (LQ) dalam Penentuan
dari daerah lain. Nilai PCR usahatani kakao dan
Komoditas Unggulan Nasional.
pala di Kaimana dikategorikan memiliki
Informatika Pertanian 12:1-21.
keunggulan kompetitif yang baik karena nilai
PCR < 1.Sementara nilai PCR usahatani kopra Monke, E.A. & S.R. Pearson. 1989. The Policy
>1, yang berarti tidak memiliki keunggulan Analysis Matrik for Agricultural
kompetitif. Development. Cornell University
Adapun strategi peningkatan daya saing Press.Ithaca and London.
komoditas perkebunan antara lain: (1) Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2006.
menghilangkan atau mengurangi distorsi pasar Perencanaan dan Pengembangan
baik pada pasar input maupun pada pasar output, Wilayah. Bogor: Faperta IPB. 337 hlm.
(2) mengefektifkan program-program penelitian
yang bersifat terapan untuk inovasi teknologi Teken, I. B. 1965. Penelitian di Bidang Ilmu
usahatani,(3) menyediakan sarana dan prasarana Ekonomi Pertanian dan Beberapa Metode
yang dapat meningkatkan aksesibilitas sentra- Pengambilan Contoh. Fakultas Pertanian
sentra produksi terhadap pasar input maupun IPB.
output, (4) fasilitasi kredit permodalan usahatani Wibowo, R dan Soetrisno. 1993. Konsep dan
secara mudah dan bunga ringan, (5) mendorong Landasan Analisis Wilayah. Jurusan Ilmu-
penciptaan nilai tambah ditingkat petani agar ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
tidak hanya menjual dalam bentuk produk Pertanian. Universitas Jember. Jember.
primer, dan (6) konsolidasi manajemen
pengelolaan sistem usahatani dalam kelompok Warr, P. G. 1992. Comparative Advantage in
tani secara terpadu secara kontinyu dalam rangka Indonesia.Bulletin of Indonesia Economic
pemberdayaan kelompok tani. Studies, 28 (3). Jakarta.

155

Anda mungkin juga menyukai