Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Sekarang ini banyak masalah yang terjadi pada bayi baru lahir salah
satunya adalah ketidakmampuan bayi untuk mempertahankan suhunya dan karena
faktor lingkungannya. Masalah termoregulasi seperti hipotermia dan hipertermia
merupakan salah satu gangguan kesehatan dan penyebab sebagian besar kematian
pada bayi baru lahir. Hipotermia ataupun hipertermia yang diderita oleh bayi
beresiko menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan metabolisme tubuh,
gangguan pertumbuhan dan IQ, trauma dingin, bahkan kematian.

Kebanyakan kasus hipotermia diderita oleh bayi dengan berat badan lahir
rendah atau < 2500 gr karena bayi berat lahir rendah memiliki jaringan lemak
subkutan, lemak coklat, dan penyimpanan glikogen yang rendah sehingga
berisiko mengalami masalah ketidakstabilan suhu. Menutut Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 Persentase bayi berat lahir rendah
(BBLR) sebesar 4,4 persen sama dengan capaian pada tahun 2016. Persentase
BBLR cenderung meningkat sejak tahun 2013 sampai tahun 2015 dan menurun
lagi pada tahun 2016. Hasl riskesda tahun 2018 kasus BBLR di Indonesia
mencapat angka 6,2% berdasarkan 56,6% yang mempunyai catatan berat lahir dan
hasil Sirkesnas 2016 menunjukkan prevalensi BBLR sebesar 6,9%.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan hipotermia menjadi “top


killer” atau menjadi penyumbang sebagian besar angka morbilitas dan mortalitas
pada bayi pada masa neonatal. Pengawasan suhu pada bayi sangatlah penting
karena setiap penurunan 1°C suhu aksila meningkatkan risiko kematian 75% pada
bayi (Darmstadt, 2010; Silverman, 1958).

Menurut penelitian yang bejudul “Pentingnya Melakukan Pengukuran


Suhu Pada Bayi Baru Lahir” Paula Vivi Fridely tahun 2017, frekuensi kasus
hipotermia di RSIA Budi Kemuliaan pada periode 18 Mei- 30 Juli 2016 sebanyak
49 bayi (23%) dan kasus tidak hipotermia sebanyak 134 bayi (77%). Artinya
masih banyak terjadi kejadian hipotermia di Indonesia, baik terjadi di rumah sakit
maupun faskes lainnya.

Kejadian hiperteri biasanya terjadi pada bayi baru lahir timbul setelah
beberapa saat persalinan dan akan kembali normal dalam waktu 2-3 hari.
Sedangkan kasus hipertermia berhubungan dengan proses infeksi penyakit
(Wilkinson,2013). Biasanya terjadi pada bayi dengan penyakit tifoid atau demam
yang dikarenakan infeksi lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan banyak cara yang
efektif untuk mempertahankan suhu normal pada bayi dari tahun ke tahun.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan termoregulasi?


2. Evidence Based untuk menunjang pengaturan termoregulasi ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui mekanisme suhu tubuh meningkat.


2. Mengetahui Evidence Based untuk menunjang pengaturan termoregulasi.
BAB II
ISI

A. Pengertian Termoregulasi

Termoregulasi merupakan mekanisme fisiologis dan perilaku mengatur


keseimbangan antara panas yang hilang dan dihasilkan atau lebih sering
disebut sebagai termoregulasi. Mekanisme tubuh harus mempertahankan
hubungan antara produksi panas dan kehilangan panas agar suhu tubuh tetap
konstan dan normal. Hubungan ini diatur oleh mekanisme neurologis dan
kardiovaskuler (Potter dan Perry, 2010).

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) termoregulasi


adalah pengaturan suhu tubuh agar dalam keadaan stabil tanpa terpengaruh
oleh perubahan lingkungan. Pada termoregulasi hipotalamus yang terletak
antara hemisfer serebral sangat berperan penting. Hipotalamus merasakan
perubahan ringan pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol
pengeluaran panas, sedangkan hipotalamus posterior mengontror produksi
panas.

Termoregulasi menurut Osilla dan Sharma (2019) merupakan


mekanisme di mana menjaga suhu tubuh dengan pengaturan diri yang
terkontrol dan mneyesuaikan suhu di sekitar. Manusia memiliki suhu normal
sekitar 37 derajat celcius atau setara dengan sekitar 98,6 derajat Fahrenheit
yang diukur paling akurat menggunakan termometer rektal. Mempertahankan
suhu tubuh agar tetap normal merupakan tujuan dari termoregulasi.

Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk


penting untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan pengukuranya dapat
dilakukan melalui aksila, rektal atau kulit. Umumnya, suhu tubuh normal
orang dewasa adalah 37 derajat Celcius. Namun, hal ini berbeda dengan
kondisi bayi. Sebab, suhu tubuh normal bayi adalah antara 36,4 sampai 37,5
derajat Celcius. Pada suhu ini, tubuh bayi bekerja secara normal meski
tubuhnya sedikit terasa hangat.
Ketidakmampuan termoregulasi dapat mengakibatkan gangguan organ
Aliran darah akan berkurang, menyebabkan iskemia, dan, akhirnya, kegagalan
banyak organ. Gangguan yang sering terjadi antara lain hipertermia, heatstroke,
hipotermia, radang beku (frostbite). Oleh karena itu, termoregulasi sangat
penting bagi kehidupan manusia. Tanpa termoregulasi, tubuh manusia tidak
akan dapat berfungsi secara normal karena itu banyak penelitian terbaru
mengenai pengaturan termoregulasi yang dapat membantu ibu, bayi, serta
bidan dalam melaksanakan asuhannya.

(Gambar 1. Suhu pada bayi sumber artikel Newborn Thermoregulation))

Hipotermia menyebabkan perubahan mekanisme paru bahkan


menghambat produksi surfaktan. Saat janin, produksi panas tubuh janin akan
lebih hangat sebesar 0,5°C dari tubuh ibu, namun saat terjadi proses kelahiran,
bayi akan kehilangan panas sangat cepat karena adanya evaporasi dengan
lingkungan luar dan terpapar udara luar yang berbeda dengan kondisi janin saat
dikandungan, sedangkan bayi berat lahir rendah tidak mempunyai kompensasi
yang baik terhadap kehilangan panas. Kehilangan panas berkisar 2-4°C selang
waktu 20-40 menit (Trevisanuto, dkk., 2018).
(Gambar 2. Urutan penanganan termoregulasi pada bayi sumber artikel
Newborn Thermoregulation)

Menurut Rustina (2015) menyatakan bahwa kehilangan panas bisa


terjadi dari 4 hal, yaitu:

a) Evaporasi: kehilangan panas karena penguapan atau badan bayi basah,


contonya bayi mandi tapi tidak segera dikeringkan.
b) Konduksi: kehilangan panas karena kontak langsung dengan objek
yang lebih dingin, contohnya tangan bidan/perawat menyentuh bayi
dalam keadaan lembap/bash.
c) Radiasi: kehilangan panas karena perpindahan panas dari bay ke objek
lain tanpa kontak langsung, contohnya bayi ditempatkan di ruangan
dingin.
d) Konveksi: terjadi karena hembusan angina, contoh bayi tidur di depan
kipas angin.

(Gambar 3. Cara kehilangan panas pada bayi sumber artikel Newborn


Thermoregulation))

Selain kehilangan panas yang terjadi langsung saat proses kelahiran, hal
yang tidak kalah penting adalah proses transfer bayi, dimana sebelum transfer
bayi dilakukan adalah harus dipastikan suhu sekitar 23-25°C. Namun, tentu hal
yang sangat sulit untuk menjaga suhu ruangan saat transfer, sehingga hal yang
paling memungkinkan adalah dengan menjaga suhu tubuh bayi (Casman,
2016:19).

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan suhu meliputi demam, olahraga,


dan sistem pencernaan. Sedangkan faktor-faktor yang dapat menurunkan suhu
meliputi penggunaan obat, penggunaan alkohol, dan kondisi metabolisme
seperti kelenjar tiroid yang tidak berfungsi (Kimberly Holland, 2016).
Pendapat lain datang dari Kozier (2011) faktor yang mempengaruhi panas
tubuh antara lain Laju Metabolisme Basal (BMR), aktivitas otot, demam,
sekresi tiroksin, stimulasi epinefrin, norepinefrin, dan simpatis. Bayi
mengalami mekanisme hilangnya panas seperti konduksi, konveksi, evaporasi
dan radiasi yang menyebabkan bayi mengalami hipotermia. Dan disertai
dengan tandatanda hipotermia, seperti: bayi menggigil, aktivitas berkurang,
tangisan melemah, kulit tubuh bayi berwarna tidak merata (cutis marmorata),
kaki teraba dingin.

B. Evidence Based yang dapat di terapkan untuk Menjaga Suhu Bayi


1. Metode Kanguru Sebagai Pengganti Inkubator Untuk Bayi Berat
Lahir Rendah

Metode kangguru ini pertama kali diperenalkan olej Ryan dan


Metinez di Bogata, Columbia pada tahun 1979 sebagai alternatif
perawatan BBLR dengan keadaan fasilitas kesehatan yang masih
terbatas. Kangaroo Mother Care (KMC) merupakan metode alternatif
atau pengganti inkubator sebagai perawatan BBLR dengan metode
yang sangat mudah untuk memenuhi kebutuhan dasar bayi seperti
kehangatan dengan cara kontak langsung atau skin to skin dengan
badan ibu. kontak kulit dengan ibu dimana tubuh ibu sebagai
termoregulator untuk bayi, sehingga bayi mendapatkan kehangatan dan
terhindar dari hipotermia. Apabila suhu tubuh ibu menurun, maka suhu
tubuh bayi juga menurun.

(Gambar 4. Metode kangaroo mother care sumber google.com)

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa metode kanggru ini


efektif dalam mengontrol suhu tubuh, pemberian ASI, kedekatan ibu
dengan bayi, peningkatan berat badan dan perbaikan klinis bayi. Selain
itu, perawatan dengan metode perawatan ibu Kanguru adalah salah satu
cara untuk meningkatkan suhu tubuh pada bayi yang mengalami
hipotermia, aliran suhu ynag tersalur dari kontak kulit ibu sebagai
pengganti konduksi panas dari inkubator. Metode ini sangat praktis
tanpa efek samping dan tidak perlu mengeluarkan biaya mahal
(Sharma, Murki, & Oleti, 2016).

Kangaroo Mother Care (KMC) memiliki beberapa standar


pelaksanaan; misalnya waktu dimulainya KMC, bagaimana memulai
KMC, dan berapa lama durasi KMC yang optimal bagi bayi. World
Heath Organization merekomendasikan durasi pelaksanaan KMC
adalah minimal 1 jam untuk menjaga kestabilan kondisi bayi,
sedangkan penelitian lain menyebutkan durasi 2 jam pelaksanaan lebih
menguntungkan untuk peningkatan berat bayi.12,13 Sampai saat ini
belum ada standar waktu atau durasi penerapan KMC yang sesuai dan
efektif untuk kasus BBLR dan BBLSR.

Sabrina (2019) menyatakan sesuai dengan teori bahwa ibu mampu


mengontrol suhu tubuh bayi lebih baik dari pada inkubator. Kontak
kulit ke kulit antara ibu dan bayi menyebabkan bayi mendapatkan
lingkungan hangat seperti halnya dalam kandungan ibu. Kangaroo
Mother Care dapat menyebabkan suhu tubuh meningkat 2°C jika bayi
kedinginan dan menurunkan 1°C jika bayi kepanasan. Kangaroo
Mother Care dapat mengurangi terjadinya hipotermia pada bayi
prematur. Suhu lingkungan yang hangat pada bayi prematur dan BBLR
maupun BBLSR sangat dibutuhkan untuk efisiensi metabolisme atau
konservasi energi tubuh yang diukur melalui pengurangan kalori.
Penurunan atau penghematan kalori diharapkan dapat memperbaiki
perubahan fisiologis, dan mengakibatkan pertumbuhan yang lebih cepat
pada bayi.

Conde-Agudelo A, Diaz-Rossello JL (2016) membandingkan


metode konvensional asuhan neonatal KMC dapat menurunkan angka
kematian, infeksi / sepsis, infeksi / sepsis nosokomial, hipotermia,
penyakit severy, dan penyakit saluran pernapasan bagian bawah.

KMC sudah banyak diterapkan di Indonesia, metode ini sangat


sesuai dengan kondisi masyarakat indonesia yang membutuhkan suatu
metode yang mudah, murah, namun efektif dan terbukti dapat
membantu meningkatkan kesejahteraan bayi dengan BBLR.

2. Kantong Plastik untuk Pencegahan Hipotermia pada Bayi Prematur


dan Bayi Berat Lahir Rendah

Ada beberapa cara untuk mencegah kehilangan panas yang dapat


menyebabkan hipotermia, diantaranya adalah infant warmer, skin to
skin, penundaan pemotongan tali pusat, pemberian pelindung kepala
(topi), plastic bag/wrap, exothermic bed, dan gas penghangat
(Trevisanuto, dkk., 2018).
Skin wrap secara harfiah berarti menyelimuti/membungkus kulit,
ada dua jenis skin wrap yang bisa dipakai, plastik bisa langsug
membungkus tubuh bayi (vynil isolation bag/plastic bag) maupun
menyelimuti bayi (polyethylene plastic). Penggunaan plastik pada bayi
prematur juga dapat mengurangi risiko saat transfer, baik itu dari kamar
operasi (persalinan caesaria) dan dari kamar bersalin (persalinan
normal). Ke-empat cara kehilangan panas pun dapat dihindari karena
tubuh bayi terlindungi oleh plastik. Plastic bag/wrap efektif
mengurangi evaporasi pada bayi dengan cara memberikan perlindungan
epidermal sehingga luas tubuh yang terpapar udara luar berkurang. Hal
ini efektif mengurangi pelepasan panas tubuh bayi, dimana jenis plastik
yang digunakan adalah polyethylene. (Trevisanuto, dkk., 2018). Plastik
polyethylene memiliki sifat fleksibel, kedap air dan kedap udara. Selain
itu, plastik biasanya transparan sehingga mudah untuk melakukan
pemantauan pada bayi.
Adapun langkah-langkah pelapisan atau pembungkusanbayi dengan
plastik yaitu:
1) Plastik digunakan segera setelah bayi lahir tanpa membersihkan
tubuh bayi atau digunakan setelah tubuh bayi dibersihkan.
2) Bayi berplastik langsung diletakkan dibawah infant warmer.
3) Membersihkan kepala bayi.
4) Plastik dapat menggunakan plastik yang steril maupun non
steril/bersih.
5) Plastik menggunakan jenis polyethylene wrap (plastik dililitkan
ke tubuh bayi) atau vinil isolation bag (plastik disarungkan ke
tubuh bayi).
6) Plastik digunakan menutup seluruh area tubuh bayi sampai
dengan kepala atau hanya sampai leher.

(Gambar 5. Penggunaan polyethylene wrap sumber Casman, dkk,


2018:17)
Penggunaan kantong plastik untuk bayi prematur dengan standar
asuhan termoregulasi sangat membantu menurunkan hipotermia tanpa
menyebabkan hipertermia dan metode ini tidak membutuhkan biaya
yang banyak dan tidak membutuhkan banyak alat (Alicia, dkk,
2013:129).
3. Kateter Umbilikal dapat Menyebabkan Hipotermi pada Bayi
Saat bayi masuk ke dalam (Neonatal Intensive Care Unit) NICU
biasanya dilakukan pemasangan umbilical catheterization (UC). Kateter
umbilical adalah kateter yang dimasukkan kedalam vena atau arteri
umbilical, yang bertujuan sebagai akses ke pembuluh darah untuk
pemberian cairan, obat-obatan, pengambilan sample darah dan
pemberian transfuse yang berlangsung Selma satu hingga dua minggu
setelah bayi lahir (Intermountain Healthcare, 2017).

Hedrarto Toto Wisnu (2018) memaparkan teknik untuk melakukan


katerisasi umbilical dengan cara memotong umbilikus 1–2 cm dari
dasar dengan pisau steril. Kemudian, menentukan vena umbilikus dan
arteri umbilicus. Pegang umbilikus (yang dekat dengan pembuluh vena)
dengan forseps steril dan masukkan ke dalam vena sepanjang 4–6 cm.
Melakukan fiksasi kateter dengan dua jahitan ke umbilikus dan
menyisakan benang sepanjang 5 cm. Plester benang dan kateter. Setelah
kateter dicabut, menekan pangkal umbilikus selama 5–10 menit.

Namun, tindakan kateter umbikalis menurut Gerdian Dubbink, dkk


(2019) dapat menyebabkan hipotermia pada bayi baru lahir, terutama
pada bayi prematur. Hipotermia sendiri didefinisikan sebagai suhu di
bawah 36,5oC. Jika suhu berada di angka 36-36,5oC dikategorikan
sebagai hipotermia ringan, 32–36oC sebagai hipotermia sedang, dan di
bawah 32oC sebagai hipotermi berat. Selama UC suhu kulit diukur
menggunakan sensor suhu Phillips (Gerdina Dubbink, dkk., 2019).

Sedangkan kelahiran premature dapat menimbulkan komplikasi


seperti Respiration Distress syndrome (RDS) yang sering terjadi pada
satu jam pertama setelah bayi lahir. Selama satu jam tersebut,
hipotermia dapat memperburuk kondisi respirasi pada bayi prematur
karena energi bayi yang meningkatkan sehingga menyebabkan bayi
kelelahan (Gerdina Dubbink, dkk., 2019).

Penelitian yang dilakukan oleh Gerdina Dubbink, dkk (2019) yang


berjudul “Hypothermia During Umbilical Catheterization In Preterm
Infants” menghasilkan fakta bahwa suhu tubuh pada bayi prematur
menurun dan detak jantung meningkat saat dilakukan katerisasi
umbilikal. Oleh karena itu, riskan terjadinya hipotermi. Sebanyak 78%
(38/55) bayi sudah mengalami hipotermia sebelum prosedur UC
dimulai. Sedangkan 20% (11/55) lainnya mengalami hipotermia saat
UC berlangsung.

Untuk mencegah efek berbahaya, melakukan beberapa upaya agar


suhu bayi dapat stabil selama kateterisasi. Hal ini bisa dicapai dengan
penggunaan kasur bersuhu hangat dan lampu panas tambahan.
Kemudian, menutup inkubator setelah semua prosedur selesai. Dan
yang terakhir dapat membungkus bayi prematur dengan kantong plastik
(Gerdina Dubbink, dkk., 2019).

4. Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dapat Meningkatkan Suhu Tubuh pada


Bayi

World Health Organization (2012) menyatakan bahwa pencegahan


hipotermi pada bayi tanpa komplikasi adalah dengan menempatkan kulit
bayi dengan kulit ibu segera setelah lahir yaitu pada satu jam pertama
setelah lahir, serta inisiasi menyusu dini.Inisiasi menyusu dini (IMD)
adalah bayi mulai menyusu sendiri setelah lahir.

Penelitian lain yang dilakukan Moore (2016) mendapatkan hasil


primer bahwa adanya kontak kulit bayi dan ibu berpengaruh pada infant
thermoregulation yaitu terjadi perubahan selama atau setelah dilakukan
kontak kulit ibu dan bayi, sedangkan hasil sekunder salah satunya
berpengaruh pada detak jantung dan durasi menangis. Penelitian Chaidir
(2016) mendapatkan hasil ada perbedaan yang bermakna rata-rata suhu
bayi sebelum dan sesudah pelaksanaan IMD pada bayi baru lahir Faktor
suhu lingkungan tempat persalinan juga berpengaruh pada suhu bayi.

Asuhan untuk mencegah hipotermi adalah dengan melaksanakan


Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah
proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan dengan air susu ibunya
sendiri dalam satu jam pertama kelahiran.
Hutagol (2014) menyimpulkan bahwa IMD berpengaruh terhadap
peningkatan suhu aksila. Kehilangan panas kering lebih rendah pada
kelompok IMD walau tidak bermakna secara statistik Bayi baru lahir
kehilangan panas empat kali lebih besar dari pada orang dewasa, sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan suhu. Pada 30 menit pertama bayi
dapat mengalami penurunan suhu 3-4°C. Pada ruangan dengan suhu 20-
25°C suhu kulit bayi turun sekitar 0,3°C per menit. Apabila penurunan
suhu terus berlanjut dan tidak mendapatkan penanganan maka dapat
menimbulkan kematian pada bayi baru lahir. Resiko kematian pada bayi
baru lahir tinggi pada saat kelahiran dan semakin menurun pada hari dan
minggu berikutnya. Sekitar 50% kematian bayi terjadi dalam 24 jam
pertama kelahiran dan sekitar 75% terjadi selama minggu pertama
kelahiran. Kematian bayi dikenal dengan fenomena 2/3, pertama,
fenomena 2/3 kematian bayi pada bulan pertama, 2/3 kematian bayi pada 1
minggu pertama dan dan 2/3 kematian bayi pada 24 jam pertama.

Sa’adah (2018) juga menyatakan bahwa bahwa sebanyak 20 bayi


SC yang dilakukan IMD suhu tubuh bayi rata-rata meningkat sebesar
0,65°C dan 20 bayi SC yang ditempatkan di infant warmer suhu tubuh
bayi rata-rata meningkat sebesar 0,79°C. Selain itu, tidak ada perbedaan
perubahan suhu tubuh antara bayi yang dilakukan inisiasi menyusu dini
dengan bayi yang ditempatkan di infant warmer, sehingga dapat
disimpulkan bahwa Inisiasi Menyusu Dini (IMD) mempunyai pengaruh
yang sama dengan infant warmer pada suhu tubuh bayi SC.
Bayi yang dilahirkan melalui persalinan sectio caesaria (SC) lebih rentan
mengalami perubahan suhu atau
kehilangan panas yang signifikan dibandingkan dengan yang dilahirkan
melalui persalinan normal, hal ini disebabkan suhu kamar operasi yang
cukup rendah dibandingkan suhu ruangan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

Ahern, N.R. & Wilkinson, J. M. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan:


diagnosis NANDA, intervensi NIC, criteria hasil NOC edisi 9. Jakarta:
EGC.

Alicia Leadford, dkk. 2013. Plastic Bags For Revention Of Hypothermia In


Preterm And Low Birth Weight Infant. Pediatrics: University of Alabama
at Birmingham. Vol 132(1), 129. https://10.1542/peds.2012-2030.

Casman, Ernawati, & Saragih, D. 2018. Efektifitas Skin Wrap Dalam Mencegah
Hipotermia Pada Kelahiran Bayi Prematur. Studi Literatur Jurnal
Kesehatan Holistik, Vol 2(2), 13-22. https://doi.org/10.33377/jkh.v2i2.16

Chaidir, R. (2016). Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Suhu Tubuh Bayi
Baru Lahir Di BPM Padang Panjang. IPTEKS TERAPAN, 1, 20-26.

Darmstadt GL , Mullany LC, Katz J, Khatry SK, LeClerq SC, Darmstadt GL,
Tielsch JM. 2010. Hypothermia during the neonatal period and associated
risk of mortality in southern Nepal. Arch Ped Adolesc Med.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20603466 (Diakses pada tanggal
29 September 2019).

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah.
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROV
INSI_2017/13_Jateng_2017.pdf (Diakses pada tanggal 28 September
2019).

Fridely, Paula Vivi. 2017. Pentingnya Melakukan Pengukuran Suhu pada Bayi
Baru Lahir untuk Mengurangi Angka Kejadian Hipotermi. Jurnal Ilmiah
Bidan, Vol. II(2), 11-13.
https://media.neliti.com/media/publications/227223-pentingnya-
melakukan-pengukuran-suhu-pad-c04fc55b.pdf (Diakses tanggal 29
September 2019).

Gerdian Dubbink, dkk. 2019. Hypothermia During Umbilical Catheterization In


Preterm Infant. Belanda: Leiden University Medical Center.
https://doi.org/10.1080/14767058.2019.1598365.

Gordon Adrienne. 2017. Early Planned Removal Of Umbilical Venous Catheters


To Prevent Infection In Newborn Infants. AS: Cochrane Library.
https://doi.org/10.1002/14651858.CD012142.pub2.

Hedrarto, Toto Wisnu. 2018. Buku Panduan Pelayanan Neonatal. Jakarta: UKK
Neonatologi.

Holland, Kimberly. 2016. Thermoregulation. Chicago: University of Illinois.


Diakes dari https://www.healthline.com/health/thermoregulation#process
(Diakses pada tanggal 28 September 2019).

Hutagol, H. S., (2014). Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terhadap Suhu
dan Kehilangan Panas pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Kebidanan Stikes
UB. Vol 10(10), 69-79. doi:10.25077/jka.v3.i3.p%p.2014.

Intermountain Healthcare.2017. Umbilical Catheters (UAC and UVC). Amerika:


Intermountain Healthcare.
https://intermountainhealthcare.org/ext/Dcmnt?ncid=522981758 (Diakses
pada tanggal 28 September 2019).

Interprofessional Education and Research Committee. 2013. Newborn


Thermoregulation Self – Learning Module. Champlain Maternal Newborn
Regional Program.
http://www.cmnrp.ca/uploads/documents/Newborn_Thermoregulation_SL
M_2013_06.pdf (Diakses pada tanggal 28 September 2019).
Kurniawan, Danang. 2016. Termoregulasi. Surakarta: Akademi Keperawatan
Panti Kosala Seli, Risa. 2017. Metabolisme dan Termoregulasi pada
Manusia. Kupang: Stikes Citra Husada Mandiri

Manche, Martha. J. 2008. Keeping Infat Warm: Challenges of Hypothermia.


National association of Neonatal Nurses. Vol 8 (1), 6-12.

Moore. (2016). Early skin-to-skin contact for mothers and their healthy newborn
infants. Europe PMC Funders Group. doi: 10.1002/14651858.CD003519.

Osilla EV dan Sharma S. 2019. Physiology, Temperature Regulation. Alabama:


University of South Alabama.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507838/#!po=94.4444 (Diakses
pada tanggal 29 September 2019).

Riskesdas. 2018. Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI: LitbangKes.

Rustina, Y. 2015. Bayi Prematur: Perspektif keperawatan. Jakarta: CV Sagung


Seto.

Sari, B.M, Wardani, R.A., & Arismawati, D.F. (2018). The Effect Of Kanguru
Mother Care Method To Change Of Body Temperature In Lbw (Low Body
Weight) Babies. International Journal of Nursing and Midwifery Science
(IJNMS). Vol 2(2), 132-134.

Sharma, D., Murki, S., & Oleti, T. P. (2016). To compare cost effectiveness of
“Kangaroo Ward Care” with “Intermediate intensive care” in stable very
t infants (birth weight). Italian Journal of Pediatrics, 42(1), 64.
https://doi.org/10.1186/s13052-016- 0274-3.

Trevisanuto, D., Testoni, D., Fernanda, M., & Almeida, B. De. (2018).
Maintaining Normothermia: Why and how? Seminars in Fetal and
Neonatal Medicine, 3:35128, 1-7. https://doi.org/10.1016/j.siny.20
18.03.009.

WHO. (2012). Recommendation On Newborn Health. Geneva: WHO.

Anda mungkin juga menyukai