Anda di halaman 1dari 4

2.1.

1 Penyembuhan Luka

a. Fase Homeostasis

Pada saat jaringan terluka, pembuluh darah pada luka akan terputus sehingga

menyebabkan pendarahan, reaksi tubuh pertama sekali yaitu berusaha menghentikan

pendarahan dengan mengaktifkan faktor koagulasi intrinsik dan ekstrinsik, yang

mengarah ke agregasi platelet dan formasi clot vasokontriksi, pengerutan ujung

pembuluh darah yang putus (retraksi) dan reaksi haemostasis (Primadina, 2019)

Reaksi haemostasis akan terjadi saat darah pada luka berkontak dengan matriks

ekstraseluler dan kolagen, hal tersebut akan memicu pengeluaran platelet atau dikenal

juga dengan trombosit yang mengekspresi glikoprotein pada membran sel yang

nantinya akan menempel satu sama lain dan membentuk massa (clotting). Massa ini

akan mengisi cekungan luka membentuk matriks provisional sebagai scaffold untuk

migrasi sel-sel radang pada fase inflamasi (Landén, 2016).

Proses ini memerlukan peranan platelet dan fibrin. Ketika pembuluh darah

pecah, proses pembekuan dimulai dari rangsangan collagen terhadap platelet. Platelet

menempel dengan platelet lainnya dimediasi oleh protein fibrinogen dan faktor Von

Willebrand. Agregasi platelet bersama dengan eritrosit akan menutup kapiler untuk

menghentikan pendarahan. Saat platelet teraktivasi, membran fosfolipid berikatan

dengan faktor pembekuan V, dan berinteraksi dengan faktor pembekuan X, aktivitas

protrombinase dimulai, memproduksi trombin secara eksponensial. Trombin kembali

mengaktifkan platelet lain dan mengkatalisasi pembentukan fibrinogen menjadi fibrin.

Fibrin berlekatan dengan sel darah merah membentuk bekuan darah dan menutup luka.

(Suryadi, 2013).
b. Fase Inflamasi

Fase inflamasi dimulai segera setelah terjadi luka sampai hari ke-5 setelah

terjadinya luka. Tujuan utama dari fase ini yaitu menghilangkan jaringan yang mati

dan pencegahan infeksi oleh agen mikrobial patogen (Gutner, 2007). Reaksi inflamasi

merupakan respon fisiologis normal tubuh dalam mengatasi luka, inflamasi ditandai

adanya rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), calor (hangat), dan dolor (nyeri)

(Suryadi, 2013) Netrofil, limfosit dan makrofag merupakan sel yang pertama kali

mencapai daerah luka. Pada saat proses hemostasis tercapai, sel radang akut serta

neutrofil akan menginvasi daerah radang dan menghancurkan semua debris dan bakteri

haemostasis. Leukosit akan melepaskan bermacam-macam faktor untuk menarik sel

yang akan memfagosit debris, bakteri, dan jaringan yang rusak, serta pelepasan sitokin

yang akan memulai proliferasi jaringan.

c. Fase Proliferasi

. Pada fase ini fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat

kolagen akan terbentuk dan menyebabkan adanya kekuatan untuk menyatukan tepi

luka pada fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi dan epitelisasi (Perdanakusuma,

2007).

Fase ini terjadi pada hari ke 3-14, fase proliferasi dapat dimulai setelah jaringan

yang mati, dan sisa material yang tidak berguna pada luka telah dibersihkan.

Pembentukan jaringan granulasi pada luka menjadi tanda bahwa fase proliferasi

dimulai (Triyono, 2005). Fibroblas muncul pertama kali pada hari ke 3 dan mencapai

puncak pada hari ke 7. Peningkatan jumlah fibroblas pada daerah luka merupakan

kombinasi dari proliferasi dan migrasi. Proses perbaikan untuk pembentukan protein
struktural yang berperan dalam pembentukan jaringan merupakan peran penting dari

fibroblas (Triyono, 2005). Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-

serat kolagen, kapiler-kapiler baru membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan

tidak rata disebut jaringan granulasi (Farmitalia, 2012).

Reepitelisasi terjadi beberapa jam setelah luka, sel epitel tumbuh dari tepi luka,

lalu bermigrasi ke jaringan yang masih hidup, dalam 24 jam epidermis akan mendekati

tepi luka dan menebal. Sel basal marginal pada tepi luka menjadi longgar ikatannya

dari dermis di dekatnya, membesar dan bermigrasi ke permukaan luka yang sudah

mulai terisi matriks sebelumnya. Sel basal pada daerah dekat luka mengalami

pembelahan yang cepat dan bermigrasi dengan pergerakan menyilang hingga defek

yang terjadi tertutup semua. Sel epitel yang bermigrasi berubah bentuk menjadi lebih

kolumner dan meningkat aktivitas mitotiknya apabila sudah terbentuk jembatan.

Proses reepitelisasi sempurna kurang dari 48 jam pada luka sayat yang tepinya saling

berdekatan dan memerlukan waktu lebih panjang pada luka dengan defek lebar

(Triyono, 2005).

d. Fase Remodeling

Fase remodeling ini berlangsung mulai dari hari ke-21 hingga sekitar 1 tahun,

fase ini membutuhkan waktu yang lama dengan tujuan untuk memaksimalkan

kekuatan dan integritas struktural jaringan baru pengisi luka, pertumbuhan epitel dan

pembentukan jaringan parut (Velnar, 2009) Fase ini dimulai saat luka sudah terisi oleh

jaringan granulasi dan proses reepitelisasi usai. Fase ini terjadi kontraksi dari luka dan

remodeling kolagen.
Meskipun jumlah kolagen sudah maksimal, kekuatan tahanan luka hanya 15 %

dari kulit normal. Proses ini didasari pergantian dari kolagen tipe III menjadi kolagen

tipe I dan proses remodeling akan meningkatkan kekuatan tahanan luka secara drastis.

Peningkatan kekuatan terjadi secara signifikan pada minggu ketiga hingga minggu

keenam setelah luka. Kekuatan tahanan luka maksimal akan mencapai 90% dari

kekuatan kulit normal. Hasil akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang pucat, tipis,

lemas, dan mudah digerakkan dari dasarnya (Lawrence, 2002).

Anda mungkin juga menyukai