Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) DENGAN RESIKO PERILAKU


KEKERASAN DI RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
ESI YOLANDA (NIM.P07220117 1417)
FARADILLA SILVIANA (NIM.P07220117 1371)
FEBI SARWINDA (NIM.P07220117 1372)
ISRA EGA ADELLA (NIM.P07220117 1366)
MARYANTO (NIM.P07220117 1425)
M. SUFIAN (NIM.P07220117 1382)
MEGAWATI BR. N (NIM.P07220117 1384)
NINDY OKTAVINA (NIM.P07220117 1427)
RENALDI (NIM.P07220117 1396)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKES KEMENKES TANJUNGPINANG
PRODI DII KEPERWATAN
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji yang setinggi-tingginya penulis


mengucapkan atas kehadiran Allah SWT. Tuhan semesta alam atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini yang
berjudul “Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) dengan Resiko Perilaku Kekerasan di
Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor”. Proposal Terapi Aktivitas Kelompok
(TAK) ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.
Dalam penyusunan proposal Terapi Aktivitas Kelompok ini penulis banyak
menemui hambatan dan kesulitan. Namun berkat bimbingan, bantuan, serta saran dari
berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan proposal Terapi Aktivitas Kelompok ini
tepat pada waktunya. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada:

1. Bapak Sudarma, S.Kep., Ners., selaku kepala ruangan Bratasena Rumah Sakit
Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
2. Ibu Anti Murtianty, Amd. Kep., selaku pembimbing di ruangan Bratasena yang
banyak memberikan arahan, motivasi serta meluangkan waktu untuk
membimbing sehingga proposal TAK ini dapat diselesaikan.
3. Ibu Desi Kartikasari, Amd. Kep., selaku pembimbing di ruangan Bratasena
yang banyak memberikan bimbingan serta saran sehingga proposal Studi Kasus
ini dapat diselesaikan.
4. Perawat-perawat di ruangan Bratasena yang telah memberikan arahan, dan
motivasi sehingga proposal ini dapat diselesaikan.
5. Bapak Adil Candra, S.Kep., Ners., M.Kep., selaku dosen pembimbing di
ruangan Bratasena yang telah memberikan bimbingan serta saran sehingga
proposal Studi Kasus ini dapat diselesaikan.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua kebaikan yang telah
Bapak/Ibu/Saudara/i berikan. Proposal Terapi Aktivitas Kelompok ini masih jauh

i
dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
demi perbaikan. Akhir kata dengan segala keterbatasan penulis berharap kiranya
Proposal Terapi Aktivitas Kelompok ini bermanfaat bagi kita semua khususnya
dibidang keperawatan.
Bogor, Januari 2020

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
2.1 Konsep Dasar Perilaku Kekerasan ................................................................. 3
2.2 Terapi Aktivitas Kelompok .......................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi adalah


terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan
pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Hasil diskusi
kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif. Terapi aktivitas
kelompok ini secara signifikan memberi perubahan terhadap ekspresi kemarahan
kearah yang lebih baik pada klien dengan riwayat kekerasan. Pernyataan ini dapat
dibuktikan dengan adanya penurunan ekspresi kemarahan setelah dilakukan terapi
aktivitas kelompok.
Pada terapi aktivitas stimulasi persepsi ini klien dilatih mempersepsikan
stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi
klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi, dengan proses ini diharapkan
respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.
Terapi aktivitas kelompok ini memberi hasil yaitu kelompok menunjukkan
loyalitas dan tanggung jawab bersama, menunjukkan partisipasi aktif semua
anggotanya, mencapai tujuan kelompok, menunjukkan teerjadinya komunikasi
antar anggota dan bukan hanya antara ketua dan anggota.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Klien dapat mengendalikan perilaku kekerasan yang biasa


dilakukannya.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Klien dapat mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukannya.

1
2. Klien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan fisik.
3. Klien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui interaksi sosial.
4. Klien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan spiritual yang
biasa dilakukannya.
5. Klien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara patuh minum obat.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Perilaku Kekerasan

2.1.1 Definisi

Berdasarkan pernyataan Stuart dan Sundern dalam Fitria (2011)


perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan di mana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Menurut Fitria (2011) perilaku kekerasan atau
agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai orang
lain secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat
berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk
penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang lain adalah tindakan agresif
yang ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan
pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca,
genting, dan semua yang ada di lingkungan. Klien yang dibawa ke rumah sakit
jiwa sebagian besar akibat melakukan kekerasan dirumah (Sutejo,2017).
Menurut Sutejo (2017) klien dengan gangguan perilaku kekerasan
memiliki beberapa perilaku yang perlu diperhatikan. Perilaku klien dengan
gangguan perilaku kekerasan dapat membahayakan bagi dirinya sendiri, orang
lain, maupun lingkungan sekitar. Adapun perilaku yang harus dikenali dari
klien gangguan perilaku kekerasan, antara lain:
1. Menyerang atau menghindari
Pada keadaan ini respons fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual, sekresi HCL
meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan meningkat, disertai ketegangan otot

3
seperti; rahang terkatup, tangan mengepal, tubuh menjadi kaku dan disertai
reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya, yaitu perilaku pasif, agresif, dan asertif. Perilaku asertif
merupakan cara terbaik individu untuk mengekspresikan rasa marahnya
tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis. Dengan perilaku
tersebut, individu juga dapat mengembangkan diri.
3. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku
untuk menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku Kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan.

2.1.2 Etiologi

Etiologi perilaku kekerasan menurut Yosep (2011) yaitu:

1. Faktor Predisposisi
a. Teori Biologik
1) Neurologic factor, beragam komponen dari sistem syaraf seperti
synap, neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang
akan memengaruhi sifat agresif.
2) Genetic factor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orangtua,
menjadi potensi perilaku agresif.
3) Cyrcardian Rhytmi (irama sirkadian tubuh), memegang peranan
pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia
mengalami peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk
seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya

4
pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang lebih
mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
4) Biochemistry factor (faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmitter
di otak (eponephrin, norepinephrin, dopamin, asetilkolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui
sistem persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh
yang dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantar
melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui
serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepinephrin
serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal
vertebrata dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif.
5) Brain Area disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus
temporal, sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit
ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan bahwa
adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak
tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu
yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan
bermusushan setelah dewasa sebagai kompensasi adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya
ego dan membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif dan
tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap
rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri pelaku tindak
kekerasan.

5
2) Imitation, modeling, and informatipn processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang menolerir kekerasan. Adanya contoh, model dan
perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu
penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan
pemukulan pada boneka dengan reward positif (makin keras
pukulannya akan diberi coklat), anak lain menonton tayangan cara
mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward positif pula
(makin baik belaiannya mendapat hadiah coklat). Setelah anak-anak
keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku
sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.
3) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respons ayah saat
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respons ibu saat
marah. Ia juga belajar bahwa dengan agresivitas lingkungan sekitar
menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa
dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan.
c. Teori Sosiokultural
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh,
sesaji atau kotoran kerbau di keraton, serta ritual-ritual yang cenderung
mengarah pada kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk
sikap agresif dan ingin menang sendiri. kontrol masyarakat yang rendah
dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara
penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu juga dengan maraknya
demonstrasi, film-film kekerasan, mistik, tahayul, dan perdukunan
(santet, teluh) dalam tayangan televisi.

6
d. Aspek religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas merupakan
dorongan dan bisikan syetan yang sangat menyukai kerusakan agar
manusia menyesal (devil support). Semua bentuk kekerasan adalah
bisikan syetan melalui pembuluh darah ke jantung, otak dan organ vital
manusia lain yang dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa
kebutuhan dirinya terancam dan harus segera dipenuhi tetapi tanpa
melibatkan akal (ego) dan norma agama (super ego).
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali
berkaitan dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian massal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

7
2.1.3 Tanda dan Gejala

Menurut Budiana Keliat (2010), tanda dan gejala perilaku kekerasan


ialah sebagai berikut :
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi).
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri).
3. Gangguan hubungan sosial (menarik diri).
4. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
5. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

2.1.4 Rentang Respon

Rentang respon marah menurut Dalami dkk (2009) dimana amuk dan
agresif pada rentang maladaptif, seperti gambar berikut :

Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Violence/Amuk/PK

(Sumber: Dalami dkk, 2009)

Keterangan:

1. Asertif : Mengemukakan pendapat/ekspresi tidak senang/tidak setuju tanpa


menyakiti lawan bicara.
2. Frustasi : Respons akibat gagal mencapai tujuan, kepuasan atau rasa aman.
Individu tidak dapat menunda sementara atau menemukan alternatif lain.
3. Pasif : Perilaku yang ditandai dengan perasaan tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya.
Merasa kurang mampu, HDR, pendiam, malu, sulit diajak bicara.
4. Agresif : Suatu perilaku yang menyertai marah merupakan dorongan mental
untuk bertindak dan masih terkontrol.

8
5. Violence : Rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri sehingga dapat merusak diri dan lingkungan.

2.1.5 Tindakan Keperawatan pada Klien Perilaku Kekerasan

Keliat dkk. (2010) mengemukakan cara khusus yang dapat dilakukan


keluarga dalam mengatasi marah klien yaitu:
1. Tindakan Keperawatan
a. Berteriak, Menjerit, dan Memukul
Terima marah klien, diam sebentar, arahkan klien untuk memukul barang
yang tidak mudah rusak seperti bantal, kasur.
b. Cari Gara-gara.
Bantu klien latihan relaksasi misalnya latihan fisik maupun olahraga,
Latihan pernafasan 2X/ hari, tiap kali 10 kali tarikan dan hembusan nafas.
c. Bantu Melalui Humor
Jaga humor tidak menyakiti orang, observasi ekspresi muka orang yang
menjadi sasaran dan diskusi cara umum yang sesuai.
2. Terapi Medis
Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan jiwa.

9
2.2 Terapi Aktivitas Kelompok

2.2.1 Topik

Mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

2.2.2 Tujuan

1. Tujuan umum
Klien dapat mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2. Tujuan khusus
a. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya.
b. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan
gejala marah).
c. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku
kekerasan).
d. Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan.

2.2.3 Klien

1. Karakteristik/Kriteria
a. Klien perilaku kekerasan yang sudah mulai mampu bekerja sama dengan
perawat.
b. Klien perilaku kekerasan yang dapat berkomunikasi dengan perawat.
2. Proses Seleksi
a. Mengobservasi klien yang masuk kriteria.
b. Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria.
c. Mengumpulkan klien yang masuk kriteria.
d. Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK PK, meliputi :
menjelaskan tujuan TAK PK pada klien, rencana kegiatan kelompok, dan
aturan main dalam kelompok.

10
2.2.4 Jadwal Kegiatan
1. Tempat
Ruangan Bratasena Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
2. Lama
± 30 menit
3. Waktu
09.00 WIB
2.2.5 Metode Pelaksanaan

1. Diskusi dan tanya jawab


2. Bermain peran/simulasi

2.2.6 Media dan Alat

1. Papan nama
2. Bola
3. Musik (Laptop/Handphone)

2.2.7 Pengorganisasian

SESI I

1. Pelaksanaan
a. Hari/Tanggal : Selasa/11 Februari 2020
Waktu : 09.00 WIB
b. Alokasi waktu :
 Perkenalan dan pengarahan (5 menit)
 Terapi kelompok (20 menit)
 Penutup (5 menit)
c. Tempat : Ruangan Bratasena Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor.
d. Jumlah klien : 6 Orang

11
2. Tim Terapi
a. Leader Sesi I: Faradilla Silviana
Uraian tugas:
1) Mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2) Memimpin jalannya terapi kelompok.
3) Memimpin diskusi.
b. Co-leader Sesi I: Febi Sarwinda
Uraian tugas:
1) Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2) Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang.
3) Membantu memimpin jalannya kegiatan.
4) Menggantikan leader jika terhalang tugas.
c. Observer Sesi I: Nindy Oktavina
Uraian tugas:
1) Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu,
tempat dan jalannya acara.
2) Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota
kelompok dengan evaluasi kelompok.
d. Fasilitator Sesi I:
 Esi Yolanda
 Isra Ega Adella
 M. Sufian
 Maryanto
 Megawati Br Nainggolan
 Renaldi
Uraian tugas:
1) Anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.
2) Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan
kegiatan.
3) Membimbing kelompok selama permainan diskusi.

12
4) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
5) Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah.

2.2.8 Setting Tempat

Gambar Setting Tempat

Keterangan:

L : Leader :Observer

CL : Co-Leader P : Pasien

: Fasilitator

2.2.9 Antisipasi

1. Penanganan terhadap klien yang tidak aktif dalam aktivitas.


2. Bila klien meninggalkan kegiatan tanpa izin.
3. Klien yang tidak mau mengikuti jalannya TAK sampai selesai

13
2.2.10 Langkah Kegiatan Pendidikan Kesehatan

1. Persiapan
a. Memilih pasien sesuai dengan indikasi, yaitu pasien dengan perilaku
kekerasan.
b. Membuat kontrak dengan klien.
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam
 Salam dari terapis kepada klien
 Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama)
 Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
b. Penjelasan Tujuan TAK
Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu
mengontrol marah.
c. Penjelasan aturan main
Terapis menjelaskan aturan main berikut:
- Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis
- Lama kegiatan 30 menit
- Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
d. Kontrak waktu
Lama kegiatan ±30 menit.
3. Kerja: Penyampaian Materi Sesuai Topik
Klien duduk melingkar dan nyaman, kemudian musik akan
diputarkan dan bola harus di putarkan, ketika musik berhenti maka kalien
yang memegang bola akan diberikan pertanyaan tentang :

a. Penyebab marah
1) Tanyakan pengalaman tiap klien marah.
2) Menjawab secara lisan.

14
b. Tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar oleh penyebab
marah sebelum perilaku kekerasan terjadi
1) Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab (tanda
dan gejala).
2) Menjawab secara lisan.
c. Perilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien (verbal, merusak
lingkungan, menciderai/memukul orang lain, dan memukul diri sendiri)
1) Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah.
2) Menjawab secara lisan.
d. Mendiskusikan dampak/akibat perilaku kekerasan
1) Tanyakan akibat perilaku kekerasan
2) Menjawab secara lisan.
e. Memberikan reinforcement pada peran serta klien.
f. Beri kesimpulan penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan, dan
akibat perilaku kekerasan.
g. Menanyakan kesedian klien untuk mempelajari cara baru yang sehat
menghadapi kemarahan.
h. Jika klien dapat menjawab pertanyaan maka klien akan diberikan
reward.

4. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
b. Evaluasi objektif
Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
c. Rencana Tindak Lanjut
1) Menganjurkan klien menilai dan mengevaluasi jika terjadi penyebab
marah, yaitu tanda dan gejala; perilaku kekerasan yang terjadi; serta
akibat perilaku kekerasan.

15
2) Menganjurkan klien mengingat penyebab; tanda dan gejala; perilaku
kekerasan dan akibatnya yang belum diceritakan.
d. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu belajar cara baru yang sehat
untuk mencegah perilaku kekerasan.
2) Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

2.2.11 Kriteria Hasil


1. Evalusi Struktur
a. Kondisi lingkungsn tenang, dilakukan di tempat tertutup, dan
memungkinkan klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan.
b. Klien dan terapis duduk bersama membentuk lingkaran.
c. Peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan.
d. Alat yang digunakan dalam kondisi baik.
e. Leader, Co-Leader, Fasilitator, Observer berperan sebagaimana
mestinya.
2. Evalusi Proses
a. Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal sampai akhir.
b. Leader mampu memimpin acara.
c. Co-leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan.
d. Fasilitator mampu memotivasi peserta dalam kegiatan.
e. Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung
jawab dalam antisipasi masalah
f. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada
kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok.
g. Peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal sampai akhir.
3. Evalusi Hasil
Diharapkan dari kelompok mampu:
a. Memperkenalkan diri
b. Membicarakan perilaku kekerasan yang sedang dialami.

16
c. Membicarakan cara-cara menanggulangi perilaku kekerasan yang
dialami.
d. Bekerja sama dengan perawat selama berinteraksi.
e. Mengevaluasi kemampuan menanggulangi perilaku kekerasan.
2.2.12 Evaluasi

1. Evaluasi proses
a. Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal hingga akhir.
b. Leader mampu memimpin acara.
c. Co-leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan.
d. Fasilitator mampu memotivasi peserta dalam kegiatan.
e. Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung
jawab dalam antisipasi masalah.
f. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada
kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok.
g. Peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal hingga akhir
2. Evaluasi hasil
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan
tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 1,
kemampuan klien yang diharapkan adalah mengetahui penyebab perilaku,
mengenal tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat
perilaku kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut

17
Lembar Evaluasi Kemampuan Pasien
SESI 1: TAK
Stimulasi Persepsi: Perilaku Kekerasan
Kemampuan mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Memberi Tanggapan Tentang
NO Nama Klien Penyebab PK Tanda dan Perilaku
Akibat PK
Gejala PK Kekerasan
1.

2.

3.

4.

5.

6.

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui penyebab
perilaku kekerasan, tanda dan gejala dirasakan, perilaku kekerasan yang
dilakukan dan akibat perilaku kekerasan. Beri tanda ( √ ) jika klien mampu atau
tanda ( x ) jika klien tidak mampu.

Penutup

Demikian proposal ini kami buat, atas perhatian dan dukungan serta partisipasinya
dalam kegiatan ini kami ucapkan terima kasih.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:
Trans Info Media.
Fitria, N. 2011. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat, Budi Anna, Dkk. 2010. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:EGC.
Sutejo. 2017. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru.

Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa Cetakan Keempat. Bandung: PT. Refika
Aditama.

Anda mungkin juga menyukai