Anda di halaman 1dari 3

Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan yang melaksanakan

kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi orang-orang yang
beragama Islam. Secara yuridis formal, yuridis peradilan agama diatur Islam. Menurut
UU No. 7 Tahun 1989, Peradilan Agama hanya berwenang menyelesaikan perkara ;
perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq dan sedekah. Akan tetapi, dengan
diberlakukannya UU No. 3 Tahun 2006, menandai lahirnya paradigma baru peradilan
agama.

Paradigma baru tersebut menjelaskan bahwa : “Peradilan agama adalah salah


satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam
mengenai ‘perkara tertentu’ sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Kata-
kata “perkara tertentu” merupakan hasil perubahan terhadap kata “perkara perdata
tertentu” sebagaiman yang disebut dalam UU No. 7 Tahun 1989. Dengan adanya
penegasan tentang perluasan kewenangan peradilan agama tersebut, juga dimaksudkan
untuk memberikan dasar hukum kepada peradilan agama dalam menyelesaikan
masalah tertentu.

Meskipun UU No. 3 Tahun 2006 merupakan perubahan atas UU No. 7 Tahun


1989. Akan tetapi, status peraturan perundang-undangan yang lama tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini. Hal ini seperti dinyatakan
dalam salah satu pasalnya, yakni : “Pada saat undang-undang ini mulai berlaku
peraturan perundang-undang pelaksana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan
belum diganti berdasarkan undang-undang ini”.1

1
Asasriwarmi, Peradilan Agama di Indonesia, (Padang : Hayfa Press, 2008), hlm. 88.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas


Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama mengatur tentang
kewenangan absolut Peradilan Agama, kewenangan absolut / mutlak Peradilan Agama
adalah di bidang :

a. Perkawinan
b. Waris
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infak
h. Sodaqoh
i. Ekonomi syari’ah

Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas


kewenangan/kompetensi/kekuasaan mengadili Peradilan Agama bertambah,
salah satunya adalah memeriksa, mengadili dan memutus sengketa perkara
ekonomi syari’ah. Dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 memberikan
penjelasan bahwa perkara ekonomi syari’ah meliputi:

a. Bank syari’ah
b. Lembaga keuangan mikro syari’ah
c. Asuransi syari’ah
d. Reasuransi syari’ah
e. Reksa dana syari’ah
f. Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah
g. Sekuritas syari’ah
h. Pembiayaan syari’ah
i. Pegadaian syari’ah
j. Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan
k. Bisnis syari’ah

Dalam perkara ekonomi syari’ah belum ada pedoman bagi hakim dalam
menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah. Untuk memperlancar proses
pemeriksaan dan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah, dikeluarkan
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah.2

2
www.advosolo.wordpress.com Hari Sabtu, 15 September 2018 pukul 15.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai