Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

SANITANSI INDUSTRI

“Hazard Analysis and Critical


Control Poin”

DI SUSUN
OLEH:

KELOMPOK 8
ANGGOTA : 1. Hermawati
2. Hastuti
3. Panca Yudi Hadianto

KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2019 / 2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
ucapan alhamdulillahirobbil Alamin, Karena atas berkat Rahmat- Nya yang
diberikan kepada kita terutama nikmatul imaniwal islam, diantara beberapa nikmat
tersabut sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul tentang
“Jenis-jenis , Penyakit, dan Pengendalalian Tikus”.
Dalam penulisan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin
untuk menyajikan yang terbaik. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran
dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah
ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat dipergunakan
dengan sebaik-baiknya.

Palembang, Februari 2020


Penulis

KELOMPOK 8

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2
D. Manfaat Penulisan ................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian HACCP .............................................................................. 4
B. Sejarah Berkembangnya HACCP ........................................................ 6
C. Tujuan Diterapkan HACCP bagi Industri Pangan .............................. 7
D. Penerapan HACCP ............................................................................... 8
E. Prinsip – Prinsip HACCP ..................................................................... 9
F. Pedoman Penerapan HACCP ............................................................... 11
G. Keuntungan dan Kerugian Penerapan HACCP.................................... 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 18
B. Saran ..................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan
persyaratan konsumen, Keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan
terpenting dari seluruh parameter mutu pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai
gizi suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya baik, juga lezat rasanya,
tetapi bila tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan berbagai benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan. Masalah
keamanan pangan masih menjadi masalah penting dalam bidang pangan di
Indonesia, dan perlu mendapat perhatian khusus dalam program pengawasan
pangan. Penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan di Indonesia
sampai saat ini masih tinggi, walaupun prinsip-prinsip pengendalian untuk berbagai
penyakit tersebut pada umumnya telah diketahui. Pengawasan pangan yang
mengandalkan pada uji produk akhir tidak dapat mengimbangi kemajuan yang
pesat dalam industri pangan, dan tidak dapat menjamin keamanan makanan yang
beredar di pasaran. Akan tetapi hal-hal tersebut dirasa tidak memberikan kontribusi
berarti untuk mengurangi kasus permasalahan keamanan pangan.
Oleh karena itu dikembangkan suatu sistem jaminan keamanan pangan yang
disebut Hazard Analysis Critical Control Point / HACCP yang merupakan suatu
tindakan preventif yang efektif untuk menjamin keamanan pangan. Sistem ini
mencoba untuk mengidentifikasi berbagai bahaya yang berhubungan dengan suatu
keadaan pada saat pembuatan, pengolahan atau penyiapan makanan, menilai
resiko-resiko yang terkait dan menentukan kegiatan dimana prosedur pengendalian
akan berdaya guna.
Sistem HACCP ini akan membantu dalam perencanaan berbagai kegiatan
keamanan makanan dan pendidikan kesehatan yang memusatkan perhatian pada

1
berbagai bahaya yang berhubungan dengan jenis makanan yang dikonsumsi dan
makanan yang diolah dan disiapkan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, muncul berbagai rumusan masalah yang
layak untuk dikaji dan dituangkan dalam tulisan :

1. Apakah yang dimaksud dengan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control
Point) itu?
2. Bagaimana sejarah berkembangnya sistem HACCP?
3. Mengapa perlu diterapkan suatu sistem HACCP bagi industri bidang pangan?
4. Apa saja yang dijadikan prinsip-prinsip di dalam penerapan HACCP di dalam
industri pangan?
5. Bagaimana pengaplikasian sistem HACCP pada industri pangan?
6. Apakah keuntungan dan kerugian yang terjadi di dalam penerapan HACCP bagi
industri pangan?

C. Tujuan Penulisan
Dari berbagai rumusan masalah yang disebutkan di atas, maka dapat
diketahui bahwa penulisan dari makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengertian HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point).
2. Mengetahui bagaimana sejarah tercipta dan berkembangnya sistem Hazard
Analysis and Critical Control Point.
3. Mengetahui arti penting mengapa perlu diterapkan sistem HACCP pada sebuah
industri pangan.
4. Mengetahui hal-hal yang dijadikan prinsip utama di dalam penerapan HACCP.
5. Mengetahui bagaimana pedoman pengaplikasian HACCP pada industri pangan.
6. Mengetahui berbagai keuntungan dan kerugia yang ditimbulkan dari penerapan
HACCP dalam industry pangan.

2
D. Manfaat Penulisan
Melalui penulisan ini, penulis berharap bahwa makalah ini akan memberikan
kontribusi positif bagi berbagai pihak. Bagi penulis pada khususnya, untuk melatih
kemampuan dan keahlian di dalam menulis. Kenudian bagi masyarakat luas dan
kaum cendekia yang membutuhkan referensi dan informasi mengenai HACCP
(Hazard Analysis and Critical Control Point) dan penerapannya, pada umumnya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian HACCP
Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard
Analysis and Critical Control Points / HACCP) didefinisikan sebagai suatu
pendekatan ilmiah, rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan
mengendalikan bahaya.
Dillon and Griffith (1996) dalam buku Hygiene dan Sanitasi Makanan (Siti
Fathonah, 2005) mendefinisikan HACCP sebagai sistem manajemen keamanan
makanan, dengan strategi mencegah bahaya dan resiko yang terjadi pada titik-titik
kritis pada rantai produksi makanan. Sedangkan Badan Standardisasi Nasional
(BSN) Indonesia mendefinisikan HACCP sebagai suatu sistem untuk
mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan bahaya yang nyata bagi
keamanan pangan.
HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada
kesadaran bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap
produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendaliannya untuk mengontrol
bahaya bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi dan identifikasi
titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan, daripada
mengandalkan kepada pengujian produk akhir.
Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang
tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimalkan resiko bahaya keamanan
pangan. Sistem HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan
untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap
kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik.
HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen
utama bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi,
pemasaran hingga sampai kepada pengguna akhir.

4
Hazard Analysis, adalah analisis bahaya atau kemungkinan adanya risiko
bahaya yang tidak dapat diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek mata
rantai produksi pangan yang tidak dapat diterima karena merupakan penyebab
masalah keamanan pangan. Bahaya tersebut meliputi :
1. Keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau fisik
pada bahan mentah.
2. Pertumbuhanatau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasilperubahan
kimiawi yang tidak dikehendaki (misalnya nitrosamin) pada produk antara atau
jadi, atau pada lingkungan produksi.
3. Kontaminasi atau kontaminasi ulang ( cross contamination) pada produk antara
atau jadi, atau pada lingkungan produksi.
Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah
dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau
menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman (Bryan, 1995).
Titik pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek,
prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan untuk mencegah
atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian kritis:
a. Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat
dihilangkan
b. Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya
dikurangi.
Karena HACCP dikenal sebagai sistem keamanan pangan yang efektif, maka
dengan menerapkan HACCP secara konsekuen maka perusahaan jaminan pangan
akan dapat memberikan kepercayaan pada pelanggan terhadap jaminan keamanan
yang telah dilakukan, dan akan memberikan kesan yang baik bahwa industri pangan
yang bersangkutan memenuhi komitmen yang kuat dan profesional dalam
menjamin keamanan pangan. Bahkan suatu industri pangan penerap HACCP dapat
mendemonstrasikan bahwa sistem keamanan pangannya telah memenuhi
persyaratan regulasi pemerintah dalam menjamin masyarakat terhadap
kemungkinan timbulnya bahaya keamanan pangan.

5
B. Sejarah Berkembangnya HACCP
Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di
Amerika Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics Research and
Development Laboratories, The National Aeronautics and Space Administration
serta US Air Force Space Laboratory Project Group pada tahun 1959 diminta untuk
mengembangkan makanan untuk dikonsumsi astronot pada gravitasi nol. Untuk itu
dikembangkan makanan berukuran kecil ( bite size ) yang dilapisi dengan pelapis
edible yang menghindarkannya dari hancur dan kontaminasi udara. Misi terpenting
dalam pembuatan produk tersebut adalah menjamin keamanan produk agar para
astronot tidak jatuh sakit. Dengan demikian perlu dikembangkan pendekatan yang
dapat memberi jaminan mendekati 100% aman.
Tim tersebut akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa, cara terbaik untuk
mendapatkan jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan
penyimpanan rekaman data yang baik. Konsep yang saat ini dikenal sebagai
HACCP ini, jika diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan titik-titik atau
daerah-daerah yang mungkin menyebabkan bahaya. Masalah bahaya ini didekati
dengan cara mengamati satu per satu bahan baku proses dari sejak di lapangan
sampai dengan pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah bahaya
patogen, logam berat, toksin, bahaya fisik, dan kimia serta perlakuan yang mungkin
dapat mengurangi cemaran tersebut. Disamping itu, dilakukan pula analisis
terhadap proses, fasilitas dan pekerja yang terlibat pada produksi pangan tersebut.
Pada tahun 1971, untuk pertama kalinya sistem HACCP ini dipaparkan
kepada masyarakat di negara Amerika Serikat di dalam suatu Konferensi Nasional
Keamanan Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury mendapat kontrak untuk
memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food and Drug Adminstration
(FDA). Dokumen lengkap HACCP pertama kali diterbitkan oleh Pillsbury pada
tahun 1973 dan disambut baik oleh FDA dan secara sukses diterapkan pada
makanan kaleng berasam rendah.

Pada tahun 1985, The National Academy of Scienses (NAS)


merekomendasikan penerapan HACCP dalam publikasinya yang berjudul An

6
Evaluation of The Role of Microbiological Criteria for Foods and Food
Ingredients. Komite yang dibentuk oleh NAS kemudian menyimpulkan bahwa
sistem pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat memberikan jaminan kemanan
pangan jika dibandingkan dengan sistem pengawasan produk akhir.
Selain NAS, lembaga internasional seperti International Commission on
Microbiological Spesification for Foods (ICMSF) juga menerima konsep HACCP
dan memperkenalkannya ke luar Amerika Serikat. Ketika NAS membentuk The
National Advisory Commitee on Microbiological Criteria for Foods (NACMCF),
maka konsep HACCP makin dikembangkan dengan disusunnya 7 prinsip HACCP
yang dikenal sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian diadopsi oleh berbagai
badan internasional seperti Codex Alimentarius Commission (CAC) yang kemudian
diadopsi oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia .

C. Tujuan Diterapkan HACCP bagi Industri Pangan


Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan pangan
yang bersifat sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah dikenal,
yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat
terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan tindakan
pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut. HACCP
merupakan akronim yang digunakan untuk mewakili suatu sistem hazard dan titik
kendali kriti (Hazard Analysis and Critical Control Point).
HACCP merupakan suatu sistem manajemen keamanan makanan yang sudah
terbukti dan didasarkan pada tindakan pencegahan. Identifikasi letak suatu hazard
yang mungkin akan muncul di dalam proses, tindakan pengendalian yang
dibutuhkan akan dapat ditempatkan sebagaimana mestinya. Hal ini untuk
memastikan bahwa keamanan makanan memang dikelola dengan efektif dan untuk
menurunkan ketergantungan pada metode tradisional seperti inspeksi dan
pengujian.
Beberapa industri pangan dunia menyimpulkan bahwa bisnis pangan perlu
dan harus menerapkan HACCP dengan beberapa alasan sebagai berikut :

7
1. Yang paling ditakuti pebisnis pangan adalah “food safety” karena hal itu tidak
dapat diatasi dengan “product recall” yang mahal.
2. Jaminan keamanan pangan adalah salah satu persyaratan standar dan juga wajib
oleh Regulasi (UU pangan, UU perlindungan konsumen).
3. Untuk menjadi kompetitif di pasar global.
4. Menekankan pada mutu, “food safety”, dan eliminasi “economic fraud” (miss-
labelling, kesalahan berat, salah ukuran) untuk menjaga keamanan bisnis.
5. Membutuhkan sistem keamanan pangan yang sejalan dengan program yang
sejalan dengan jaminan mutu.
6. WTO telah mendesak negara anggota dan industri untuk melakukan harmonisasi
perdagangan, ekivalensi sistem inspeksi, dan mengurangi hambatan teknis, serta
merekomendasi CAC standar untuk memfasilitasi harmonisasi
7. CAC telah mengadopsi dan merekomendasi penerapan bagi industri pangan
HACCP keseluruh dunia.
8. Negara-negara mitra bisnis Indonesia telah mengubah regulasi mereka untuk
implentasi HACCP.

D. Penerapan HACCP
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem
jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard
(bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat
dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Kunci utama
HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang
mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan pengujian
produk akhir (Winarno dan Surono, 2004).
HACCP dari perkembangannya diakui dapat memenuhi beberapa tujuan
manajemen industri pangan untuk memberikan jaminan bahwa industri tersebut
telah memproduksi produk yang aman setiap saat, memberikan bukti sistem
produksi dan penanganan produk yang aman, memberikan rasa percaya diri pada
produsen akan jaminan keamanannya, memberikan kepuasan kepada pelanggan
akan konfirmasinya terhadap standar internasional, memenuhi standar dan regulasi

8
pemerintah, dan menggunakan sumberdaya secara efektif dan efisien.
Program Per-Requisite merupakan prosedur umum yang berkaitan dengan sistem
suatu persyaratan dasar penerapan HACCP suatu operasi bisnis pangan untuk
mencegah kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau penanganan. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan pre-requisite yaitu program
harus terdokumentasi, identifikasi dari semua step dalam operasi yang kritis
terhadap keamanan dan mutu pangan, terapkan prosedur control yang efektif pada
pencatatan yang baik dan review prosedur pengendalian secara periodik dan ketika
ada suatu perubahan operasi.

E. Prinsip-Prinsip HACCP
Di dalam penerapannya, Hazard Analysis and Critical Control Point memiliki
beberapa prinsip yang dilaksanakan. Sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip, yaitu
:
1. Melakukan analisis bahaya.
Segala macam aspek pada mata rantai produksi pangan yang dapat
menyebabkan masalah keamanan pangan harus dianalisa. Bahaya yang dapat
ditimbulkan adalah keberadaan pencemar (kontaminan) biologis, kimiawi, atau
fisik bahan pangan. Selain itu, bahaya lain mencakup pertumbuhan
mikrroganisme atau perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki selama proses
produksi, dan terjadinya kontaminasi silang pada produk antara, produk jadi,
atau lingkungan produksi.
2. Menentukan Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point).
Suatu titik, tahap, atau prosedur dimana bahaya yang berhubungan dengan
pangan dapat dicegah, dieliminasi, atau dikurangi hingga ke titik yang dapat
diterima (diperbolehkan atau titik aman). Terdapat dua titik pengendalian kritis
yaitu Titik Pengendalian Kritis 1 sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan,
dan Titik Pengendalian Kritis 2 dimana bahaya dapat dikurangi.

3. Menentukan batas kritis.


Kriteria yang memisahkan sesuatu yang bisa diterima dengan yang tidak bisa
diterima. Pada setiap titik pengendalian kritis, harus dibuat batas kritis dan

9
kemudian dilakukan validasi. Kriteria yang umum digunakan dalam
menentukan batas kritis HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu, tingkat
kelembaban, Aw, ketersediaan klorin, dan parameter fisik seperti tampilan
visual dan tekstur.

4. Membuat suatu sistem pemantauan (monitoring) CCP.


Suatu sistem pemantauan (observasi) urutan, operasi, dan pengukuran selama
terjadi aliran makanan. Hal ini termasuk sistem pelacakan operasi dan penentuan
kontrol mana yang mengalami perubahan ketika terjadi penyimpangan.
Biasanya, pemantauan harus menggunakan catatan tertulis.

5. Melakukan tindakan korektif apabila pemantauan mengindikasikan adanya


CCP yang tidak berada di bawah kontrol.
Tindakan korektif spesifik yang diberlakukan pada setiap CCP dalam sistem
HACCP untuk menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan korektif
tersebut harus mampu mengendalikan membawa CCP kembali dibawah kendali
dan hal ini termasuk pembuangan produk yang mengalami penyimpangan secara
tepat.

6. Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa sistem HACCP


bekerja secara efektif.
Prosedur verifikasi yang dilakukan dapat mencakup peninjauan terhadap sistem
HACCP dan catatannya, peninjauan terhadap penyimpangan dan pengaturan
produk, konfirmasi CCP yang berada dalam pengendalian, serta melakukan
pemeriksaan (audit) metode, prosedur, dan uji. Setelah itu, prosedur verifikasi
dilanjutkan dengan pengambilan sampel secara acak dan menganalisanya.
Prosedur verifikasi diakhiri dengan validasi sistem untuk memastikan sistem
sudah memenuhi semua persyaratan Codex dan memperbaharui sistem apabila
terdapat perubahan di tahap proses atau bahan yang digunakan dalam proses
produksi.

7. Melakukan dokumentasi terhadap seluruh prosedur dan catatan yang


berhubungan dengan prinsip dan aplikasinya.

10
Beberapa contoh catatan dan dokumentasi dalam sistem HACCP adalah analisis
bahaya, penetapan CCP, penetapan batas kritis, aktivitas pemantauan CCP, serta
penyimpangan dan tindakan korektif yang berhubungan.

F. Pedoman Penerapan HACCP


HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer
sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan bukti
secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Selain meningkatkan keamanan
pangan, penerapan HACCP dapat memberikan keuntungan lain yang penting.
Selanjutnya, penerapan sistem HACCP dapat membantu inspeksi oleh lembaga
yang berwenang dan memajukan perdagangan internasional melalui peningkatan
kepercayaan keamanan pangan.
Sebelum menerapkan HACCP untuk setiap sektor rantai pangan, sektor
tersebut harus telah menerapkan Prinsip Umum Higiene Pangan dari Codex,
Pedoman Praktis dari Codex yang sesuai, serta peraturan keamanan pangan terkait,
Tanggung jawab manajemen adalah penting untuk menerapkan sistem HACCP
yang efektif. Selama melaksanakan identifikasi bahaya, penilaian dan pelaksanaan
selanjutnya dalam merancang dan menerapkan sistem HACCP, harus
dipertimbangkan dampak dan bahan baku, bahan tambahan, cara pembuatan
pangan yang baik, peran proses pengolahan dalam mengendalikan bahaya,
penggunaan yang mungkin dari produk akhir, katagori konsumen yang
berkepentingan dan bukti-bukti epidemis yang berkaitan dengan keamanan pangan.
Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada Titik Kendali
Kritis (CCPs). Perancangan kembali operasi harus dipertimbangkan jika terdapat
bahaya yang harus dikendalikan, tetapi tidak ditemukan TKK (CCPs). HACCP
harus diterapkan terpisah untuk setiap operasi tertentu. TKK vang diidetitifikasi
pada setiap contoh yang diberikan dalam setiap Pedoman praktek Higiene dari
Codex mungkin bukan satu-satunya yang diidentifikasi untuk suatu penerapan yang
spesifik atau mungkin berbeda jenisnya. Penerapan HACCP harus ditinjau kembali
dan dibuat perubahan yang diperlukan jika dilakukan modifikasi dalam produk,
proses atau tahapannya.

11
Penerapan HACCP perlu dilaksanakan secara fleksibel, dimana perubahan
yang tepat disesuaikan dengan memperhitungkan sifat dan ukuran dari operasi.
Penerapan prinsip-prinsip HACCP terdiri dari tugas-tugas berikut sebagaimana
terlihat pada tahap-tahap penerapan HACCP:
a. Pembentukan tim HACCP
Operasi pangan harus menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian
spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP yang
efektif. Secara optimal, hal tersebut dapat dicapai dengan pembentukan sebuah
tim dari berbagai disiplin ilmu. Apabila beberapa keahlian tidak tersedia,
diperlukan konsultan dari pihak luar. Adapun lingkup dari program HACCP
harus diidentifikasi. Lingkup tersebut harus menggambarkan segmen-segmen
mana saja dari rantai pangan tersebut yang terlibat dan penjenjangan secara
umum bahaya-bahaya yang dimaksudkan (yaitu meliputi semua jenjang
bahaya atau hanya jenjang tertentu).
b. Deskripsi produk
Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi
mengenai komposisi, struktur fisika/kimia (termasuk Aw, pH, d1l.), perlakuan-
perlakuan mikrosidal/statis (seperti perlakuan pemanasan, pembekuan,
penggaraman, pengasapan, dll.), pengemasan, kondisi penyimpanan dan daya
tahan serta metoda pendistribusiannya.
c. Identifikasi rencana penggunaan
Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang
diharapkan dari produk oleh pengguna produk atau konsumen. Dalam hal-hal
tertentu, kelompokkelompok populasi yang rentan, seperti yang menerima
pangan dari institusi, mungkin perlu dipertimbangkan.
d. Penyusunan bagan alir
Bagan alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam diagram alir harus
memuat segala tahapan dalam operasional produksi. Bila HACCP diterapkan
pada suatu operasi tertentu, maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan
sesudah operasi tersebut.

12
e. Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan
Tim HACCP, sebagai penyusun bagan alir harus mengkonfirmasikan
operasional produksi dengan semua tahapan dan jam operasi serta bilamana
perlu mengadakan perubahan bagan alir.

f. Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap tahapan.


Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap
tahapan, pengadaan suatu analisa bahaya dan menyarankan berbagai
pengukuran untuk mengendalikan bahaya-bahaya yang teridentifikasi (lihat
Prinsip 1). Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin terdapat
pada tiap tahapan dari produksi utama, pengolahan, manufaktur, dan distribusi
hingga sampai pada titik konsumen saat konsumsi. Tim HACCP harus
mengadakan analisis bahaya untuk mengidentifikasi program HACCP dimana
bahaya yang terdapat secara alami, karena sifatnya mutlak harus ditiadakan
atau dikurangi hingga batas-batas yang dapat diterima, sehingga produksi
pangan tersebut dinyatakan aman.
Dalam mengadakan analisis bahaya, apabila mungkin seyogyanya
dicakup hal-hal sebagai berikut :
a) kemungkinan timbulnya bahaya
b) pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan;
c) evaluasi secara kualitatif dan atau kuantitatif dari keberadaan bahaya;
d) perkembangbiakan dan daya tahan hidup mikroorganisme tertentu;
e) produksi terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur fisika dan
kimia;
f) kondisi-kondisi yang memacu keadaan di atas.
Tim HACCP harus mempertimbangkan tindakan pengendalian, jika ada
yang dapat dilakukan untuk setiap bahaya. Lebih jauh tindakan pengendalian
disyaratkan untuk mengendalikan bahaya-bahaya tertentu dan lebih, jauh satu
bahaya dikendalikan oleh tindakan pengawasan yang tertentu.
g. Penentuan TKK (CCP) (Lihat Prinsip 2)
Untuk mengendalikan bahaya yang sama mungkin terdapat lebih dari
satu TKK pada saat pengendalian dilakukan. Penentuan dari TKK pada sistem

13
HACCP dapat dibantu dengan menggunakan Pohon keputusan seperti pada
Diagram 2, yang menyatakan pendekatan pemikiran yang logis (masuk akal).
Penerapan dari pohon keputusan harus fleksibel, tergantung apakah operasi
tersebut produksi, penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, distribusi atau
lainnya. Pohon keputusan ini mungkin tidak dapat diterapkan pada setiap TKK.
Contoh-contoh pohon keputusan mungkin tidak dapat diterapkan pada setiap
situasi. Pendekatan-pendekatan lain dapat digunakan. Dianjurkan untuk
mengadakan pelatihan dalam penggunaan pohon keputusan.
Dalam banyak hal, pohon keputusan telah dipergunakan untuk
menjelaskan untuk memahami dan diterima akal untuk keperluan menentukan
CCP, hal ini tidak spesifik untuk semua operasi pangan, sebagai contoh rumah
potong hewan dan oleh karena itu harus dipergunakan untuk yang berkaitan
dengan perkiraan yang profesional serta memodifikasi beberapa kasus, maka
produk atau proses harus dimodifikasi pada tahap tersebut, atau pada tahap
sebelum atau sesudahnya untuk memasukkan suatu tindakan pengendalian.
h. Penentuan batas-batas kritis (critical limits) pada tiap TKK (CCP) (Lihat
Prinsip 3)
Batas-batas limit harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila
mungkin untuk setiap TKK. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis
akan diuraikan pada suatu tahap khusus. Kriteria yang sering digunakan
mencakup pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban,
pH, Aw, keberadaan chlorine, dan parameter-parameter sensori seperti
kenampakan visual dan tekstur.
Batas kritis harus ditentukan untuk setiap PTK. Dalam beberapa kasus
batas kritis criteria pengukurannya antara lain suhu, waktu, tingkat
kelernbaban, pH, Aw dan ketersediaan chlorine dan parameter yang
berhubungan dengan panca indra (penampakan dan tekstur).
i. Penyusunan sistem permantuan untuk setiap TKK (CCP) (Lihat Prinsip 4)
Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari
TKK yang dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus
dapat menemukan kehilangan kendali pada TKK. Selanjutnya pemantauan

14
seyogianya secara ideal member informasi yang tepat waktu untuk
mengadakan penyesuaian untuk memastikan pengendalian proses untuk
mencegah pelanggaran dari batas kritis. Dimana mungkin, penyesuaian proses
harus dilaksanakan pada saat hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan
kearah kehilangan kendali pada suatu TKK.
Penyesuaian seyogianya dilaksanakan sebelum terjadi penyimpangan.
Data yang diperoleh dari pemantauan harus dinilai oleh orang yang diberi
tugas, berpengetahuan dan berwewenang untuk melaksanakan tindakan
perbaikan yang diperlukan. Apabila pemantauan tidak berkesinambungan,
maka jumlah atau frekuensi pemantauan harus cukup untuk menjamin agar
TKK terkendali.
Sebagian besar prosedur pemantauan untuk TKK perlu dilaksanakan
secara cepat, karena berhubungan dengan proses yang berjalan dan tidak
tersedia waktu lama untuk melaksanakan pengujian analitis. Pengukuran fisik
dan kimia seringkali lebih disukai daripada pengujian mikrobiologi, karena
dapat dilaksanakan dengan cepat dan sering menunjukkan pengendalian
mikrobiologi dari produk. Semua catatan dan dokumen yang terkait dengan
kegiatan pemantauan TKK harus ditanda tangani oleh orang yang melakukan
pengamatan dan oleh petugas yang, bertanggung jawab melakukan peninjauan
kembali dalarn perusahaan tersebut.
j. Penetapan tindakan perbaikan (Lihat Prinsip 5)
Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap
TKK dalam system HACCP agar dapat menangani penyimpangan yang terjadi.
Tindakan-tindakan harus memastikan bahwa CCP telah berada dibawah
kendali. Tindakan-tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dan produk
yang terpengaruh. Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus
didokumentasikan dalam catatan HACCP.
k. Penetapan prosedur verifikasi (Lihat Prinsip 6)
Penetapan prosedur verifikasi. Metoda audit dan verifikasi, prosedur dan
pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisa, dapat
dipergunakan untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar.

15
Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa
sistem HACCP bekerja secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi mencakup :
a. Peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya.
b. Peninjauan kembali penyimpangan dan disposisi produk
c. Mengkonfirmasi apakah TKK dalam kendali.
Apabila memungkinkan, kegiatan validasi harus mencakup tindakan untuk
mengkonfirmasi kemanjuran semua elemen-elemen rencana HACCP.
l. Penetapan dokumentasi dan pencatatan (Lihat Prinsip 7)
Pencatatan dan pembuktian yang efisien serta akurat adalah penting dalam
penerapan sistem HACCP. Prosedur harus didokumentasikan. Dokumentasi
dan pencatatan harus cukup memadai sesuai sifat dan besarnya operasi.

G. Keuntungan dan Kerugian Penerapan HACCP


Setiap hal pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Begitu pula di dalam
penerapan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) bagi sebuah
industry pangan, tentunya memiliki keuntungan dan kerugian. Diantaranya :
1. Keuntungan HACCP
Penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan pangan dapat memberikan
keuntungan, yaitu mencegah terjadinya bahaya sebelum mencapai konsumen,
meminalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi makanan,
meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan sehingga secara
tidak langsung mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan.

2. Kerugian HACCP
Beberapa kerugian dari HACCP adalah tidak cocok bila diaplikasikan untuk
bahaya atau proses yang hanya sedikit diketahui, tidak melakukan kuantifikasi
(penghitungan) atau memprioritaskan risiko, dan tidak melakukan kuantifikasi
dampak dari tambahan kontrol terhadap penurunan risiko.
Akan tetapi karena pada dasaranya HACCP ini diciptakan untuk tujuan
kemaslahatan manusia dalam kaitannya dengan pangan dan pemenuhan kebutuhan
akan makanan maka ada baiknya jika setiap perusahaan maupun industri di bidang
pangan menerapkan HACCP ini sebagai system kendali mutu pangan dari produk-

16
prosuk yang dihasilkan.Agar tercipta suatu kondisi pangan masyarakat yang
kondusif, tanpa terjadi kasus-kasus dalam hal pangan lagi di masa yang akan
datang.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya maka dapat
diambil beberapa kesimpulan bahwa HACCP merupakan suatu sistem yang mampu
mengendalikan mutu suatu pangan mulai dari proses produksi. HACCP (Hazard
Analysis and Critical Control Point) merupakan alat yang digunakan untuk
manajemen resiko pangan.
HACCP adalah suatu pendekatan sistem dalam pengamanan makanan.
Dengan pendekatan HACCP ini, maka pengawasan keamanan makanan baik yang
dikelola oleh perusahaan makanan, jasa boga, rumah makan, restoran, maupun yang
dikelola sebagai makanan jajanan dan makanan rumah tangga, dapat lebih terjamin
mutunya, karena setiap tahapan proses pengolahan dikendalikan resikonya dan
bahaya yang mungkin timbul.

B. Saran
Untuk menerapkan HACCP diperlukan peningkatan mutu sumber daya
manusia sehingga pendekatan sistem ini dapat mencapai sasaran. Bagi berbagai
industry yang bergerak dalam bidang pangan, sebaiknya disarankan untuk
menggunakan sistem HACCP ini sebagai pedoman di dalam menjalankan
perusahaan dan pengendalian mutu pangan hasil produksi. Untuk pihak pemerintah
juga diharapkan ikut turut andil di dalam melakukan pengawasan terhadap berbagai
industry pangan yang beroperasi agar terciptanya suatu kondisi pangan nasional
yang kondusif bagi segenap masyarakat .

18
DAFTAR PUTAKA

Fathonah, Siti. 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan. Semarang : UNNES Press.

Purnawijayanti, HA. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam


Pengolahan Pangan. Yogyakarta : Kanisius.

Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan


Pangan. Bandung : Alumni.

http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-09.pdf.

http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_Bahaya_dan_Pengendalian_Titik_Kritis.

19

Anda mungkin juga menyukai