Anda di halaman 1dari 11

Belajar Bahasa Inggris Menggunakan Facebook: Upaya Peningkatan

Kompetensi Guru Melalui Moda Daring Kombinasi

1. Latar Belakang

Pentingnya memiliki keterampilan berkomunikasi dalam bahasa Inggris semakin terasa,


terutama di era global saat ini. Dengan dibukanya perdagangan bebas dan masuknya
perusahaan asing ke Indonesia, tuntutan untuk mampu berkomunikasi bahasa Inggris tidak
dapat dihindari. Sekolah-sekolah, terutama SMK perlu menyiapkan peserta didiknya dengan
keterampilan berkomunikasi bahasa Inggris agar mampu bersaing di pasar tenaga kerja
tingkat menengah. Namun ironis sekali, ketika tuntutan kemampuan berkomunikasi Bahasa
Inggris semakin tinggi, jam pelajaran bahasa Inggris berkurang di kurikulum 2013. Hal ini
mengakibatkan semakin beratnya tugas guru Bahasa Inggris untuk memfasilitasi
pembelajaran Bahasa Inggris bagi siswanya. Oleh karena itu, sekolah harus memikirikan
upaya untuk menciptakan lingkungan berbahasa Inggris di sekolah, agar English language
acquisition dapat terjadi di lingkungan sekolah. Penciptaan lingkungan berbahasa Inggris
yang dimaksud adalah dengan melibatkan semua guru, terutama guru-guru untuk mata
pelajaran produktif, IPA dan IPS, serta Matematika. Guru-guru kelompok mata pelajaran
tersebut di atas diharapkan mampu menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di
dalam kelas. Dengan demikian, lingkungan berbahasa Inggris dapat diciptakan di sekolah,
dan para siswa terbiasa mendengar instruksi dalam bahasa Inggris. Hal ini pernah
dicanangkan di beberapa sekolah di Indonesia lewat program RSBI, dan sebagai
konsekuensinya adalah perlunya peningkatan komunikasi bahasa Inggris bagi guru-guru
kelompok mata pelajaran tersebut di atas, baik di SMK maupun di SMA.

Peningkatan keterampilan berkomunikasi bahasa Inggris bagi guru-guru sering dilakukan


secara konvensional, yakni mengirimkan guru-guru untuk mengikuti pelatihan selama
beberapa minggu, atau mendatangkan guru ke sekolah. Ketika guru-guru dikirim untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat), artinya bahwa guru tersebut harus meninggalkan
tugasnya mengajar, dan akibatnya peserta didik juga yang dirugikan.

Melihat kondisi tersebut di atas, saya mencoba menawarkan Program Peningkatan


Kemampuan Berbahasa Inggris bagi Guru-guru Kelompok Produktif, IPA dan IPS,
serta Matematika di SMK dan SMA dengan menggunakan moda daring kombinasi (a
blended learning environment) – kombinasi dari pertemuan tatap muka dan dalam jaringan
(daring). Dalam dimensi daring, alat teknologi yang digunakan untuk interaksi belajar adalah
Facebok, media sosial yang sudah sangat dikenal luas di masyarakat Indonesia.
Bagian berikut ini adalah kajian pustaka (literature review) yang terkait dengan penggunaan
Facebook dalam pembelajaran dan moda daring kombinasi sebagai suatu model
pengembangan profesionalsime guru. Tinjauan pustaka ini merupakan bagian penting dalam
pelaksanaan kegiatan ini, karena tinjauan pustaka memberikan inspirasi dalam
mengembangkan kerangka konseptual untuk pelaksanaan kegiatan diklat peningkatan
kompetensi komunikasi bahasa Inggris bagi guru ini.

2. Tinjauan Pustaka (Literature Review)

Sebagaimana telah disebutkan di atas, kajian pustaka berikut ini memuat dua hal yang
relevan, yaitu penggunaan Facebook dalam proses pembelajaran dan moda daring kombinasi
sebagai suatu model dalam pengembangan profesionalsime guru. Kajian kedua topik ini
sangat diperlukan dan telah membantu saya dalam memahami bagaimana Facebook telah
dimanfaatkan untuk proses pembelajaran, khususnya untuk pembelajaran bahasa Inggris di
dalam kelas. Kajian tentang bagaimana moda daring kombinasi seharusnya didesain untuk
pengembangan profesionalsime guru juga telah menjadi bagian dari pendalaman wawasan
saya. Pemahaman yang mendalam akan kedua hal ini telah berkontribusi dalam membentuk
kerangka konseptual dalam pelaksanaan kegiatan penggunaan Facebook untuk
pengembangan profesi guru di Indonesia.

Penggunaan Facebook dalam Proses Pembelajaran

Sejumlah studi melaporkan penggunaan teknologi Web 2.0 termasuk media sosial seperti
Facebook sebagai alat pembelajaran dalam kelas, termasuk dalam kelas bahasa Inggris.
Mondahl dan Razmerita (2014) mengatakan bahwa lingkungan belajar berbasis media sosial
dapat membangun pengetahuan secara kolaboratif, karena peserta didik akan berinteraksi
sosial dan saling berbagi informasi. Dalam lingkungan belajar berbasis media sosial, peserta
didik tidak hanya membaca dan mendapatkan informasi, mereka juga berbagi pengalaman
dan membangun pengetahuan (Lomicka & Lord, 2009). Studi mereka ini menunjukkan
efektivitas media sosial dalam pembelajaran.
Penggunaan teknologi Web 2.0 tidak hanya untuk proses pembelajaran bagi siswa, tetapi juga
telah digunakan untuk pengembangan profesionalisme (Bingham & Conner, 2015;
Rutherford, 2013). Dalam konteks pengembangan profesionalsime, interaksi sosial yang
terkait dengan pekerjaan mendukung proses belajar menjadi suatu hal yang bermakna,
berkelanjutan, dan membuat orang dapat bekerja bersama secara lebih efektif dengan kolega,
dengan pimpinannya, dan bahkan dengan orang dari departemen lainnya (Bingham &
Conner, 2015). Rutherford (2013) melaporkan bahwa sosial media (Facebook) telah
digunakan juga untuk pengembangan profesionalisme guru, tetapi kebanyakan digunakan
untuk berbagi bahan ajar dan berbagi pikiran, gagasan, dan pengalaman.

Back dan Schell (2011) menggunakan Facebook untuk pembelajaran bahasa Inggris dan
melaporkan bahwa lingkungan belajar seperti itu memiliki potensi mendukung penerapan
pendekatan komunikatif. Interaksi dan kolaborasi antar sesama peserta didik terjadi, dan guru
hanya berperan sebagai pemibimbing dan fasilitator. Studi lainnya Fewkes and McCabe
(2012), yang menggunakan Facebook juga melaporkan pendapat peserta didik yang
menyatakan bahwa peserta didik merasa terbantu dalam pengerjaan tugas-tugas mereka
melalui interaksi sosial di Facebook.

Facebook juga telah digunakan untuk pengembangan profesionalsime guru. Contohnya,


Rutherford (2010) menggunakan Facebook untuk sekelompok guru di Ontario, Kanada,
untuk berbagi gagasan dan bahan ajar. Dalam kurun waktu satu tahun, sebanyak 384 orang
guru berpartisipasi dalam diskusi di Facebook yang terkait dengan isu profesi guru, termasuk
proses pembelajaran. Topik yang paling banyak dibahas dan paling banyak peminatnya
adalah topik pengetahuan konten dan pedagogik (pedagogical content knowledge/PCK). Hal
ini sejalan dengan (Garritz, 2013, 2014) yang menyatakan bahwa guru selalu ingin meng-
update pengetahuan konten dan pedagogik mereka.

Pembahasan tentang Facebook di atas mengindikasikan bahwa Facebook sudah banyak


digunakan untuk tujuan pembelajaran karena aktivitas belajar secara kolaboratif dapat
diciptakan. Facebook menyediakan fitur-fitur untuk interaksi synchronous maupun
asynchronous, dan juga dapat digunakan untuk berbagi gambar dan video pembelajaran.
Fitur-fitur ini membuat Facebook menjadi platform yang paling populer untuk jaringan sosial
secara daring. Familiaritas, pupularitas, dan aksesibilitas Facebook bagi sejumlah besar
masyarakat, termasuk guru, telah membuat Facebook menjadi yang paling banyak digunakan
untuk tujuan pembelajaran (Manca & Ranieri, 2013). Di samping itu, Facebook juga sudah
menjadi bagian dari kehidupan rutin banyak orang untuk interaksi sosial, jadi memiliki
potensi sebagai alat belajar untuk terlibat dan berpartisipasi dalam diskusi secara daring (Hurt
et al., 2012). Contohnya, Beck dan Schell (2011) mengatakan bahwa mengajar bahasa Inggris
dengan menggunakan Facebook membuat peserta didik banyak mengalami kemajuan melalui
interaksi dengan guru dan juga antar sesama peserta didik. Belajar dengan menggunakan
Facebook tidak hanya meningkatkan hasil belajar, tetapi juga adanya penerimaan dan
adaptasi kepada budaya belajar (A.Y. Yus Tian, Vogel, & Kwok, 2010). Yang membuat
belajar lewat Facebook itu menarik adalah akses gratis ke kelas maya (virtual) dan juga
dimungkinkannya mendapat komentar yang segera lewat update status, baik dari fasilitator
maupun dari sesama peserta didik.

Pembelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan Facebook bukanlah tanpa tantangan dan
gangguan. Contohnya, Q. Wang, Woo, Quek, Yang, and Liu (2012) melaporkan bahwa
Facebook tidak mendukung format tertentu seperti powerpoints slide dan PDF. Diskusi di
Facebook sangat rentan untuk terganggu (Beck & Schell, 2011; Q. Wang et al., 2012). Shih
(2011) melaporkan beberapa tantangan dalam kelas Writing yang dia ajar. Beberapa peserta
didik terlalu menikmati penggunaan Facebook sehingga mereka lupa akan tugas-tugas belajar
yang seharusnya mereka kerjakan di Facebook. Tantangan lainnya adalah bahwa peserta
didik cenderung mengabaikan aturan ejaan dan tata bahasa yang baik dan benar saat
berinteraksi di Facebook.

Moda daring kombinasi: Model untuk pengembangan profesionalisme guru

Graham (2013) mengatakan bahwa moda daring kombinasi telah banyak dipahami dan
digunakan untuk pengembangan profesi guru, baik di tingkat sekolah dasar maupun
pendidikan tinggi. Moda daring kombinasi yang dimaksud adalah kombinasi interaksi belajar
tatap muka yang konvensional dan interaksi belajar dalam jaringan (daring). Dalam model
kombinasi ini, interaksi daring menggantikan beberapa pertemuan tatap muka. Menurut Sloan
Consortium, ada 5 prinsip kualitas yang harus dipertimbangkan di dalam mendesain
pembelajaran moda daring kombinasi: efektivitas belajar, kepuasan peserta didik, kepuasan
guru, akses dan fleksibilitas, dan efektivitas biaya (Graham, 2013; Graham & Dziuban,
2007; Naaj, Nachouki, & Ankit, 2012).
1). Efektivitas belajar
Efektivitas belaja berkaitan erat dengan bagaimana moda daring kombinasi dapat membantu
peserta didik belajar (Graham, 2013). Sejumlah studi menunjukkan bahwa pemilihan
aktivitas belajar seperti interaksi dan kolaborasi antar peserta didik berkontribusi terhadap
efektivitas belajar dalam moda daring kombinasi. Shih (2012) menyediakan banyak waktu
bagi peserta didiknya untuk berinteraksi dan berkolaborasi di Facebook, dan hal itu menjadi
faktor yang mendukung keberhasilan dalam kelas English Writing.
Dalam konteks pengembangan profesionalisme guru, Owston, Sinclair, and Wideman (2008)
melaporkan bahwa kombinasi interaksi tatap muka selama 1 hari dan interaksi daring selama
8 minggu, dan interaksi tatap muka lagi di akhir program selama 1 hari dapat berkontribusi
dalam efektivitas belajar. Pola seperti ini dirasakan sangat efektif karena tersedianya waktu
yang cukup untuk guru peserta diklat saling berdskusi, berkolaborasi, dan berbagi
pengalaman. Pola tersebut memberikan waktu bagi guru untuk mengimplementasikan apa
yang mereka pelajari, berbagai permasalahan yang mereka hadapi, dan menerima umpan
balik dari sesama peserta diklat.

2). Kepuasan peserta didik


Kepuasan peserta didik berkaitan erat dengan keterlibatan mereka dalam proses pembelajaran
yang akan memberikan pengalaman belajar, termasuk di dalamnya interaksi dengan sesama
peserta didik dan fasilitator, hasil belajar yang memenuhi ekspektasi mereka (Moore, 2005;
Naaj et al., 2012), pengelolaan kelas, dan penggunaan teknologi (Naaj et al., 2012).

3). Kepuasan guru


Faktor yang berkontribusi terhadap kepuasan guru adalah meningkatnya interaksi dengan
peserta didik, meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran,
fleksibilitas dalam lingkungan belajar, dan peluang untuk terus berimprovisasi (Vaughan,
2007).

4). Akses dan fleksibilitas


Akses yang dimaksud adalah kemudahan bagi peserta didik untuk mengakses proses belajar
yang berkualitas dalam moda daring kombinasi (Graham, 2013; Graham & Dziuban, 2007).
Melalui dimensi daring, fasilitator meningkatkan aksesibilitas informasi agar peserta didiknya
dapat dengan mudah menjangkaunya (Osguthorpe & Graham, 2003). Penting diingat bahwa
kualitas pada interaksi belajar daring harus sama dengan tatap muka (Moore, 2005). Tidak
ada gunanya meningkatkan akses bila kualitas dikorbankan (Shea, 2007).
Moda daring kombinasi harus dapat memenuhi kebutuhan yang spesifik para peserta didik
(Graham, 2013), seperti mereka yang tinggalnya jauh dari sumber belajar atau yang sibuk
dengan pekerjaan mereka. Disinilah peran dimensi daring menjadi penting karena moda
tatap muka akan sulit bagi mereka.

5). Efektivitas biaya


Menghemat biaya sering sekali menjadi salah satu tujuan dari pemilihan moda daring
kombinasi (Graham, 2013; Osguthorpe & Graham, 2003). Oleh karena itu, pertanyaan yang
sering muncul adalah “apakah moda daring kombinasi sudah hemat biaya?”
Pada level pendidikan tinggi, cara menghemat biaya adalah dari berkurangnya penggunaan
gedung dan fasilitas kampus, yang mengarah pada berkurangnya biaya kuliah, serta ongkos
transportasi.

Di samping ke-lima prinsip kualitas di atas, Macdonald (2008) juga menyarankan beberapa
aspek untuk dipertimbangkan dalam hal menjaga kualitas belajar pada moda daring
kombinasi, yaitu:
 Afektif – menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik
 Dialogik – materi dan strategi belajar dirancang untuk memenuhi kebutuhan individual para
peserta didik
 Fokus – mengutamakan unsure belajar
 Reflektif – memberikan waktu bagi peserta didik untuk berpikir
 Timely – diberikan pada waktunya bila relevan dan bermanfaat
 Reversionable – memberikan dukungan pada individu maupun kelompok
 Aksesibilitas – materi ajar tersedia bagi sejumlah peserta didik yang maksimal

3. Desain Program Moda Daring Kombinasi

Sebagaimana disebutkan di bagian Pendahuluan, Program Peningkatan Kemampuan


Berbahasa Inggris bagi Guru-guru Kelompok Produktif, IPA dan IPS, serta
Matematika di SMK dan SMA ini disajikan dalam moda daring kombinasi. Tujuan
pemilihan moda ini adalah untuk meningkatkan keterampilan berbahasa Inggris guru yang
diperoleh saat pertemuan tatap muka, memelihara dan menjaganya lewat interaksi daring,
serta meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri guru sebagai peserta diklat untuk
menggunakan bahasa Inggris baik sebagai interaksi sosial di sekolah maupun sebagai
interaksi pembelajaran di dalam kelas.

Pembelajaran dengan moda daring kombinasi ini didesain dengan memperhatikan prinsip
pembelajaran orang dewasa dan teori belajar konstruktivisme sosial (social
constructivist perspectives), sebagaimana dijabarkan berikut ini:
a. Alat teknologi yang digunakan untuk interaksi belajar harus yang user-friendly, artinya,
hanya diperlukan sedikit upaya familiarisasi alat ini kepada pengguna. Hal ini sejalan dengan
prinsip bahwa teknologi adalah sebagai alat yang memudahkan proses belajar, bukan sebagai
beban belajar tambahan (Hughes, 2005). Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, hampir
semua guru peserta telah memiliki akun Facebook, dan sudah terampil menggunakan
Facebook untuk interaksi sosial. Oleh karena itu, Facebook dipilih sebagai media
pembelajaran dan sebagai forum untuk interaksi belajar. Dalam konteks pembelajaran ini,
Facebook disesuaikan (appropriated) untuk tujuan penggunaan pembelajaran. Dengan
memilih teknologi yang sudah dikenal oleh peserta, saya dapat lebih fokus ke pembelajaran
bahasa Inggris daripada fokus ke teknologi, karena tujuan pembelajarannya adalah
peningkatan kompetensi komunikasi bahasa Inggris, bukan kompetensi teknologi.

b. Topik dan materi yang dipilih adalah materi yang otentik dan sesuai dengan kebutuhan
peserta serta yang dapat mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. Pemilihan topik yang
otentik ini sesuai dengan prinsip pembelajaran orang dewasa (Doyle, 2011).

c. Interaksi sosial dan kolaborasi sesama peserta diklat dapat dimediasi oleh teknologi
(technology-mediated interaction). Teori konstruktivisme sosial memandang bahwa proses
belajar dimulai dari interaksi sosial (Wertsch, 1991, 2008). Interaksi sosial dan kolaborasi
antar peserta diklat didesain untuk memudahkan peserta berbagi gagasan, pengalaman, dan
memberikan umpan balik yang konstruktif. Kolaborasi dilaksanakan pada saat sesi micro-
teaching, penyiapan lesson plan dan pengembangan bahan ajar, dan juga pada sesi interaksi
daring. Grafik di bawah ini menggambarkan desain instruksional pembelajaran bahasa
Inggris bagi guru-guru dalam moda daring kombinasi. Insert Figure 3 The design of the
blended learning course
4. Pelaksanaan Program Peningkatan Kompetensi Bahasa Inggris bagi Guru melalui
Moda Daring Kombinasi

Pada bagian ini, saya akan mulai menulis dari pertimbangan pemilihan sekolah dan guru yang
mencakup pendekatan kepada kepala sekolah dan guru, peserta kegiatan, materi hingga
mekanisme pelaksanaan kegiatan.

4.1. Pertimbangan penetapan sekolah dan peserta


Pelaksanaan kegiatan pembelajaran bahasa Inggris bagi guru-guru dengan menggunakan
moda daring kombinasi bukanlah hal yang mudah, terutama bila tidak tersedianya unsur
penunjang finansial. Oleh karena itu, ada beberapa hal dan tantangan yang menjadi bahan
pertimbangan untuk memilih guru menjadi peserta dalam kegiatan ini, yaitu: kesediaan guru
untuk mengikuti kegiatan hingga tuntas, kesediaan sekolah untuk mengakomodir kegiatan,
dan keterjangkauan saya sebagai fasilitator program. Dengan mempertimbangkan ketiga hal
di atas, maka sekolah yang paling berpotensi untuk ikut berpartisipasi adalah sekolah yang
pernah menyandang RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional). Saya berasumsi
bahwa sekolah-sekolah seperti ini pernah merasakan betapa pentingnya keterampilan
komunikasi bahasa Inggris bagi guru. Oleh karena itu, sekolah ini lebih berpeluang untuk
mau diajak bekerjasama.

Saya kemudian menuliskan surat kepada beberapa kepala sekolah untuk meminta izin dan
kesediaan mereka dalam menerapkan rencana kegiatan belajar ini, dan sekaligus meyakinkan
kepala sekolah akan pentingnya program tersebut untuk peningkatan kualitas komunikasi
bahasa Inggris di sekolah. Setelah mengirimkan surat, saya tindak lanjuti dengan menelepon
para kepala sekolah untuk meminta waktu bertemu. Pada pertemuan tersebut, saya ulangi lagi
maksud dan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut, dan menjelaskan manfaatnya bagi sekolah.
Akhirnya, saya mendapatkan dan menetapkan 3 sekolah yang akan berpartisipasi dalam
kegiatan ini, yakni SMKN 57 Jakarta, SMKN 3 Singaraja, dan SMA YPHB Bogor. Atas
kesepakatan dengan kepala sekolah pada tiga sekolah tersebut, diputuskan bahwa guru yang
akan berpartisipasi adalah guru-guru mata pelajaran kejuruan, IPA/IPS, dan Matematika. Hal
ini sejalan dengan persyaratan pada saat sekolah berstatus RSBI. Saya mengadakan
pertemuan kepada guru-guru calon peserta di masing-masing sekolah untuk menjelaskan
bahwa kegiatan belajar ini bersifat sukarela, tidak ada paksaan, dan tidak ada konsekuensi
apabila ingin berhenti di tengah berjalannya program. Dan tidak kalah pentingnya adalah,
saya menjelaskan apa manfaat dari keikutsertaan guru dalam kegiatan ini, yaitu hanya dari
segi kompetensi berbahasa Inggris. Hal ini perlu saya sampaikan di awal agar guru calon
peserta memahami partisipasi apa yang diharapkan dari mereka selama kegiatan berlangsung.

4.2. Peserta
Peserta kegiatan peningkatan kompetensi komunikasi bahasa Inggris bagi guru ini adalah
sebanyak 16 orang dari 3 sekolah yang berbeda. Awalnya, dari ketiga sekolah tersebut di
atas, ada sekitar 35 orang guru yang berpartisipasi sebagai peserta. Namun seiring
berjalannya kegiatan, lebih dari 50% peserta mengundurkan diri dengan berbagai alasan
seperti sibuk dengan sekolah lanjutan ke jenjang S2, susah mengatur waktu mengajar,
kurangnya kemampuan awal berbahasa Inggris dibanding peserta lainnya, dan lain-lain.
Adapun daftar nama ke-enambelas guru peserta tersebut ada pada Lampiran 1.

4.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Kegiatan pembelajaran dilaksanakan mulai pada tanggal 1 September 2012 dan berakhir pada
28 Februari 2013. Interaksi belajar secara tatap muka bertempat di SMKN 57 Jakarta, SMKN
3 Singaraja, dan SMA YPHB Bogor.
Pertemuan tatap muka dilakukan satu atau dua kali seminggu dengan durasi 1.5 jam di
masing-masing sekolah (SMKN 57 Jakarta dan SMA YPHB Bogor), dimana saya sebagai
fasilitator datang ke sekolah tersebut untuk memfasilitasi proses pembelajaran. Khusus untuk
SMKN 3 Singaraja, pertemuan tatap muka dilakukan secara intensif setiap hari dalam 2 blok
waktu, masing-masing 1 minggu. Interaksi belajar secara daring dilakukan oleh peserta dari
mana dan kaan saja lewat Facebook Group yang telah disiapkan sebelumnya, mulai dari 1
September 2012 hingga 28 Februari 2013.

4.4. Tujuan Pembelajaran


Tujuan dari kegiatan pembelajaran bahasa Inggris bagi guru-guru ini adalah:
a. Meningkatkan keterampilan komunikasi bahasa Inggris yang mencakup listening, speaking,
reading, dan writing.
b. Meningkatkan motivasi peserta dalam menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar
di dalam kelas
c. Meningkatkan kepercayaan diri (self-confidence) peserta dalam menggunakan bahasa Inggris
sebagai bahasa pengantar di dalam kelas
d. Meningkatkan keterampilan dalam menyiapkan perangkat pembelajaran dalam bahasa
Inggris

4.5. Lingkup Materi


Untuk mencapai tujuan pembelajaran di atas, materi-materi yang disiapkan adalah mencakup
sebagai berikut:
a. English expressions in the classroom
b. Bahan-bahan bacaan serta penjelasan tata bahasa
c. Pengembangan Lesson Plan dan bahan ajar
d. Problem-based learning

4.6. Aktivitas Pembelajaran


Adapun aktivias pembelajaran yang dilakukan peserta mencakup:
a. Diskusi kelompok dan tanya jawab dalam bahasa Inggris
b. Membaca dan mengerjakan latihan / tugas serta mendiskusikannya
c. Memposting di group Facebook dan memberi komentar
d. Mengembangkan lesson plan dan bahan ajar
e. Praktek mengajar peer teaching / micro teaching
f. Praktek mengajar siswa di dalam kelas

Semua aktivitas pembelajaran tersebut di atas dilakukan dalam bahasa Inggris oleh peserta,
dengan tujuan agar membiasakan diri berkomunikasi dalam bahasa Inggris.

4.7. Mekanisme pelaksanaan: Tatap Muka dan Daring

Interaksi Belajar Secara Tatap Muka


Sebagai bagian dari moda daring kombinasi, interaksi belajar secara tatap muka diberikan
kepada guru peserta diklat di sekolah mereka masing-masing. Jumlah jam pertemuan di
setiap lokasi adalah 32 jam pelajaran, dan dijadwalkan pada bulan September hingga
Desember 2012 bagi SMKN 57 Jakarta dan SMKN 3 Singaraja, dan pada bulan Nopember
2012 hingga Februari 2013 bagi guru di SMA YPHB Bogor. Jadwal terpisah ini disebabkan
oleh kondisi dan kesibukan di masing-masing sekolah. Adapun topik yang dibahas dalam
interaksi belajar tatap muka ini adalah sebagai berikut:
No Materi Jumlah Tujuan
Jam
1 English for classroom 4 Agar peserta diklat familiar
management dengan ungkapan versi bahasa
Inggris yang sering digunakan
dalam kelas.
2 Stories / reading texts, 6 Untuk meningkatkan keterampilan
games membaca, memperkaya kosakata
bahasa Inggris dan tata bahasa,
dan berlatih berbicara melalui
diskusi tentang cerita atau bacaan
yang disajikan.
3 Problem-based learning 4 Untuk memberikan alternatif bagi
guru dalam mengembangkan
strategi mengajar, mendiskusikan
dan membandingkannya dengan
strategi mengajar yang biasa
dilakukan, dan untuk berlatih
berbicara dalam bahasa Inggris
4 Developing Lesson 6 Untuk memfasilitasi peserta diklat
Plan dalam mengembangkan lesson
plan menggunakan bahasa Inggris
5 Developing learning 6 Untuk membantu peserta menulis
materials bahan ajar dan bahan tayang
dalam bahasa Inggris
6 Micro-teaching / peer 8 Untuk memberikan kesempatan
teaching kepada peserta praktek mengajar
menggunakan bahasa Inggris
sebagai bahasa pengantar, dan
mendapatkan umpan balik dari
sesama teman dan fasilitator.

Sebagai fasilitator

4.8. ....
4.9.

5. Hasil yang diperoleh

Anda mungkin juga menyukai