Anda di halaman 1dari 96

PERBANDINGAN SEVOFLURANE 8% + N2O 50%

DENGAN PROPOFOL 2 MG/KG BB IV


SEBAGAI OBAT INDUKSI ANESTESI
DALAM HAL KECEPATAN DAN
PERUBAHAN HEMODINAMIK

TESIS

OLEH

QADRI FAUZI TANDJUNG

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2008

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
LEMBAR PENGESAHAN

PERBANDINGAN SEVOFLURANE 8% + N2O 50%


DENGAN PROPOFOL 2 MG/KG BB IV
SEBAGAI OBAT INDUKSI ANESTESI
DALAM HAL KECEPATAN DAN
PERUBAHAN HEMODINAMIK

Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Chairul M. Mursin, SpAn Dr. Soejat Harto, SpAn


NIP. 130 605 510 NIP. 140 187 931
Penguji,
Penguji I Penguji II

Dr. Nazaruddin Umar, SpAn KNA Dr. Asmin Lubis, DAF SpAn
NIP. 130 905 364 NIP. 130 701 881
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ketua Departemen
Anestesiologi dan Reanimasi Anestesiologi dan Reanimasi
FK USU/RSUP HAM Medan FK USU/RSUP HAM Medan

Dr. Hasanul Arifin, SpAn Prof. Dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn KIC
NIP. 130 702 001 NIP. 130 900 680

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Ahamdulillahirobbil’alamin, segala puji syukur saya sampaikan hanya kepada Allah


SWT karena atas ridho dan karunia-Nyalah saya dapat mengikuti dan menjalani Pendidikan
Dokter Spesialis I Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara serta menyusun dan menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan. Shalawat dan salam saya sampaikan bagi Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa perubahan sistem kejahiliyahan ke sistem berilmu pengetahuan seperti
saat ini.
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan
yang sebesar – besarnya kepada :
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di universitas ini.
Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis
I di Fakultas ini.
Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, Rumah Sakit
Umum Haji Mina Medan, dan Rumah Sakit Umum dr. Soetomo Surabaya yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar dan bekerja di lingkungan Rumah Sakit
ini, khususnya kepada Bapak Direktur Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan yang telah
memberikan tempat kepada saya untuk melaksanakan penelitian ini sekaligus belajar dan
bekerja.
Rasa hormat dan terimakasih saya sampaikan kepada dr. Chairul M. Mursin SpAn, dr.
Soejat Harto SpAn, sebagai pembimbing penelitian saya, dimana dengan kesabaran,
ketulusan dan keikhlasan memberikan bimbingan, arahan dan sumbang saran kepada saya
sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Rasa hormat dan terimakasih saya sampaikan kepada dr. Hasanul Arifin SpAn sebagai
Ketua Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi, Prof.dr. Achsanuddin Hanafie SpAn KIC
sebagai Ketua Departemen Anestesiologi dan Reanimasi, dr. Nazaruddin Umar SpAn KNA
sebagai Sekretaris Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi, dr. Akhyar H. Nasution

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
SpAn sebagai Sekretaris Departemen Anestesiologi dan Reanimasi dan dr. Asmin Lubis
DAF SpAn sebagai Kepala Instalasi Anestesiologi dan Reanimasi, atas nasehat, motivasi,
kesabaran, keikhlasan dan ketulusannya telah mendidik dan memberikan bimbingan selama
saya menjalani program pendidikan ini.
Rasa hormat dan terimakasih saya sampaikan juga kepada guru – guru saya : dr. A.
Sani P. Nasution SpAn KIC, dr. Nadi Zaini Bakri SpAn, dr. Veronica H.Y SpAn KIC, dr.
Muhammad A.R. SpAn, dr. Yutu Solihat SpAn, dr. Tjahaya Indra Utama SpAn, dr. Syamsul
Bahri Siregar SpAn, dr. Walman Sitohang SpAn, dr. Tumbur SpAn dan guru – guru saya
sewaktu saya menjalani program pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Surabaya : Prof. dr. Kariyadi SpAn KIC, Prof. dr. Herlin Megawie SpAn KIC, Prof. dr. Siti
Chasnak Saleh SpAn KNA, Prof. Dr. dr. Eddy rahardjo SpAN KIC, Prof. dr. Koeshartono
SpAn KIC Pall Med (ECU), Prof. Dr. dr. Nancy Margarita Rehatta SpAn KIC KNA , Prof.
dr. Sri Wahyuningsih SpAn KIC, dr. Tommy Sonartomo SpAn KIC, dr. Bambang
Wahyuprayitno SpAn KIC, dr. Herdy Sulistiyo SpAn KIC, dr. Teguh Sylvaranto, SpAn KIC,
dr. Hardiono SpAn KIC, dr. Elizeus Hanindito SpAn KIC, dr. Hari Anggoro D. SpAn KIC,
dr. Puger Rahardjo SpAn KIC dan lain – lain baik di Fakultas kedokteran USU Medan
maupun di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu yang dengan keikhlasan dan ketulusannya telah mendidik dan
memberikan bimbingan kepada saya selama mengikuti program pendidikan ini.
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes yang
telah meluangkan waktu sebagai pembimbing metode penelitian analisa statistik pada
penelitian ini yang banyak memberikan masukan, arahan, kritikan yang bersifat membangun
demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Kepada seluruh pasien dan keluarganya di RSUP H. Adam Malik Medan, RSU Haji
Mina Medan, RSUD dr. Pirngadi Medan dan RSU dr. Soetomo Surabaya yang besar
perannya sebagai “guru” kedua saya dalam menempuh pendidikan spesialis. Khususnya yang
berperan serta dalam penelitian ini, rasa sakit mereka telah memotivasi saya untuk dapat
memberikan yang terbaik dari ilmu yang saya dapatkan dan pelajari, saya ucapkan banyak
terimakasih dan mohon maaf bila pelayanan saya kurang berkenan di hati.
Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada kakak – kakak kelas saya yang telah
menjadi ahli anestesi : dr. Dadik Wahyu, SpAn, dr. M. Ihsan, SpAn, dr. Adi Rubianto, SpAn,
dr. Mual K Sinaga, SpAn, dr. Guido M Solihin, SpAn, dr. Rr. Shinta Irina, SpAn, dr.
Rahmatsyah, SpAn dan seluruh teman – teman Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Anestesiologi dan Reanimasi, karyawan, paramedis Anestesiologi dan Reanimasi FK USU

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
dan FK UNAIR yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan program pendidikan dan
penelitian ini.
Sembah sujud, rasa syukur dan terimakasih yang tak terhingga saya persembahkan
kepada kedua orangtua saya tercinta, ibunda Hj. Yarni dan ayahanda Fauzi Tanjung SH (alm)
beserta Drs. H. Zubir Lelo BBA atas segala jerih payah, pengorbanan, do’a dan kasih sayang
beliau dalam mengasuh, membesarkan dan membimbing saya dengan keringat dan air mata.
Semoga Allah mengampuni segala dosa dan kesalahan beliau dan mengekalkan segala amal
jariyah yang telah beliau kerjakan selama ini. Demikian juga halnya kepada kedua mertua
saya Drs. H. Arsil Alamsyah, Apt dan Hj. Meijusna yang senantiasa memberi nasehat,
motivasi dan teladan. Demikian juga kepada adik – adikku Abdul Rahman (Alm) dan dr.
Yessi Devita Azraini Dewi yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil selama
saya mengikuti program pendidikan ini.
Terimakasih yang tak terkira kepada istri tercinta Meisil Hardiyani, ST dan anak –
anakku tersayang Diqa Aridani Khoiri dan Alfath Ihza Rivaldi atas do’a, pengertian,
dorongan semangat, kesabaran, dan kesetiaan yang tulus dalam suka dan duka mendampingi
saya selama pendidikan yang panjang dan cukup melelahkan ini.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah kita berlindung dan kembali, semoga kita
semua senantiasa diberi limpahan rahmat dan karunia-Nya. Amin ya Robbal’alamin

Wassalam,

Medan, Agustus 2008

Dr. Qadri Fauzi Tandjung

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………. iv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………….viii
DAFTAR GRAFIK ……………………………………………………………………….. ix
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………………… x
DAFTAR SINGKATAN ………………………………………………………………… xi
ABSTRAK ………………………………………………………………………………… xii
ABSTRACT ……………………………………………………………………………….. xiv

BAB 1
PENDAHULUAN ………………….………………………………………………………. 1
1.1. LATAR BELAKANG . ………………………………………………………….. 1
1.2. RUMUSAN MASALAH ………………………………………………………… 3
1.3. HIPOTESIS……………………………………………………………………….. 3
1.4. TUJUAN PENELITIAN …………………………………………………………. 3
1.4.1.Tujuan Umum ……………………………………………………………….. 3
1.4.2.Tujuan Khusus ……………………………………………………………….. 3
1.5. MANFAAT PENELITIAN .……………………………………………………... 4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA ……….…………………………………………………………… 5
2.1. ANESTESI INHALASI SEVOFLURANE……………………………………… 5
2.1.1. FARMAKOKINETIK……………………………………………………….. 9
2.1.2. FARMAKODINAMIK………………………………………………………14
2.1.3. Sevoflurane Untuk Tindakan Khusus ……………………………………….. 15
2.2. ANESTESI INTRAVENA PROPOFOL…………………………………………1 9
2.2.1. STRUKTUR DAN AKTIVITAS…………………………………………….1 9
2.2.2. MEKANISME KERJA……………………………………………………….2 0
2.2.3. FARMAKOKINETIK ……………………………………………………….2 0
2.2.4. FARMAKODINAMIK… ……………………………………………………2 1

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
2.3. N2O ……………………….…………………………………………………….. 26
2.4. MIDAZOLAM …………………………………………………………………...27
2.5. MEPERIDINE …………………………………………………………………...2 7
2.6. KERANGKA KONSEPTUAL ………………………………………………….2 9

BAB 3
METODE PENELITIAN …………………………………………………………………3 0
3.1. Desain …………………………………………………………………………… 30
3.2. Tempat dan Waktu ……………………………………………………………….30
3.2.1. Tempat ……………………………………………………………………… 30
3.2.2. Waktu ………………………………………………………………………...30
3.3. Populasi Penelitian ………………………………………………………………. 30
3.4. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel ……………………………………………. 30
3.5. Estimasi Besar Sampel ……………………………………………………………31
3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi …………………………………………………….. 31
3.7. Informed Consent ……………………………………………………………….. 32
3.8. Cara Kerja ……………………………………………………………………….. 32
3.9.Alur Penelitian ………………………………………………………………… 34
3.10. Identifikasi Variabel ………………………………………………………… 35
3.10.1. Variabel Bebas ……………………………………………………………. 35
3.10.2. Variabel Tergantung ……………………………………………………….35
3.11. Definisi Operasional …………………………………………………………….35
3.12. Rencana Pengolahan dan Analisa Data …………………………………………35
3.13. Masalah Etika ………………………………………………………………….. 35

BAB 4
HASIL PENELITIAN ……...……………………………………………………………..37
4.1. Karakteristik Umur, Berat Badan dan Jenis Kelamin ……………………………. 37
4.2. Karakteristik Hemodinamik Pasien Sebelum Induksi …………………………….38
4.3. Hilangnya Reflek Bulu Mata ……………………………………………………. 39
4.4. Tekanan Darah Setelah Induksi………………………. …………………………..40
4.5. Laju Jantung Setelah Induksi .…………………. ………………………………. 41
4.6. Laju Nafas Setelah Induksi ……………………… ……………………………… 41
4.7. Henti Nafas Setelah Induksi ……………………………………………………... 42

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
4.8. Saturasi Oksigen Setelah Induksi …………………………………………………43

BAB 5
PEMBAHASAN ………..………………………………………………………………….44
5.1. Waktu Induksi ……………………………………………………………………..44
5.2. Perubahan Tekanan Darah …………………………………………………………46
5.3. Laju Jantung ……………………………………………………………………….47
5.4. Laju Nafas dan Henti Nafas ……………………………………………………….48
5.5. Saturasi Oksigen …………………………………………………………………50

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN ….…...……………………………………………………51
6.1. KESIMPULAN …………………………………………………………………….51
6.2. SARAN ……………………………………………………………………………. 51

BAB 7
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… 53

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Tekanan parsial alveoli seimbang dengan tekanan parsial 5
darah arteri seimbang dengan tekanan parsial otak

Gambar 2.2. Kurva hubungan antara peningkatan konsentrasi alveolar vs waktu 7

Gambar 2.3. Rumus Bangun Sevoflurane 10

Gambar 2.4. Sevoflurane Metabolic Pathway 14

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Koefisien Partisi Anestesi Inhalasi pada suhu 37°C 11

Tabel 2.2. Equivalen MAC dalam Oksigen dan N2O/O2 12

Tabel 2.3. Sifat Fisikokimia Anestesi Inhalasi 18

Tabel 4.1. Sebaran Umur dan Berat Badan pada kedua kelompok 37

Tabel 4.2. Sebaran Jenis Kelamin pada kedua kelompok 38

Tabel 4.3. Karakteristik Hemodinamik Pasien sebelum induksi pada 38


kedua Kelompok

Tabel 4.4. Perbandingan waktu hilangnya reflek bulu mata pada 39


kedua kelompok

Tabel 4.5. Karakteristik Tekanan Darah setelah induksi pada kedua kelompok 40

Tabel 4.6. Karakteristik Laju Jantung setelah induksi pada kedua kelompok 41

Tabel 4.7. Karakteristik Laju Nafas setelah induksi pada kedua kelompok 41

Tabel 4.8. Perbandingan Henti Nafas setelah induksi pada kedua kelompok 43

Tabel 4.9. Karakteristik Saturasi Oksigen setelah induksi pada kedua kelompok 39

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 4.1. Hilangnya Reflek Bulu Mata pada kedua kelompok 40

Grafik 4.2. Henti Nafas setelah induksi kelompok sevoflurane dan propofol 42

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti 57

Lampiran 2 Penjelasan Mengenai Penelitian 59

Lampiran 3 Formulir Persetujuan Mengikuti Penelitian 62

Lampiran 4 Lembaran Observasi Pasien 63

Lampiran 5 Persetujuan Komite Etik FK USU 65

Lampiran 6 Sebaran data hasil penelitian 66

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR SINGKATAN

BB = Berat Badan
BBI = Berat Badan Ideal
BUN = Blood Urea Nitrogen
CNS = Central Nervous System
CMRO2 = Cerebral Metabolic Rate Oxygen
CPP = Cerebral Perfusion Pressure
EEG = Electro Encephalography
FDA = Food Drug Act
ICP = Intra Cranial Pressure
IM = Intra Muscular
IV = Intra Vena
LOER = Loss of Eyelash Reflex
LPM = Liter per menit
MAC = Minimum Alveolar Concentration
MAP = Mean Arterial Pressure
PS ASA = Physical Status American Society of Anesthesiologist
RL = Ringer Lactate
RSU(P) = Rumah Sakit Umum (Pusat)
SD = Standard Deviasi

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
ABSTRAK

Latar belakang dan tujuan : Perhatian utama pada anestesi umum adalah keamanan dan
keselamatan pasien, dan salah satu faktor penentunya adalah kestabilan hemodinamik selama
tindakan induksi anestesi dilakukan. Selama ini obat induksi yang sering digunakan adalah
Propofol, ada pilihan lain yang dapat digunakan sebagai obat induksi yaitu Sevoflurane.
Penelitian ini dibuat untuk mendapatkan alternatif (pilihan) obat dan tehnik induksi pada
tindakan general anestesi.

Metode : Penelitian randomized clinical trial pada 52 pasien laki – laki dan perempuan
berumur 16 – 59 tahun PS ASA I yang akan menjalani pembedahan elektif dengan anestesi
umum di RSU dr. Pirngadi Medan. Setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, pasien
dibagi dalam 2 kelompok. 26 pasien mendapat induksi dengan Sevoflurane 8% + N2O 50%
dan 26 pasien mendapat induksi dengan Propofol 2 mg/kg BB IV. Kedua kelompok
mendapat perlakuan sama, diberi infus RL 2 cc / kg BB / jam sejak puasa dan 1 jam sebelum
induksi dipremedikasi dengan Petidine 1 mg/ kg BB dan Midazolam 0,05 mg / kg BB intra
muscular. Sebelum induksi diberikan pre oksigenasi dengan oksigen 100% selama 5’. Sesaat
sebelum induksi, diukur dan dicatat tekanan darah, laju jantung, laju nafas dan saturasi
oksigen. Lama induksi diukur dengan menghitung waktu sejak awal pemberian obat sampai
hilangnya reflek bulu mata. Setelah induksi dinilai tekanan darah, laju jantung, laju nafas dan
saturasi oksigen.

Hasil : Waktu induksi sedikit lebih lama pada kelompok Propofol dibandingkan dengan
kelompok Sevoflurane (35,9 vs 32,2 detik), dengan uji statistik tidak terdapat perbedaan yang
bermakna. Didapat penurunan tekanan darah, laju jantung, setelah induksi pada kedua
kelompok dengan uji statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p> 0,05) dan 1 orang
mengalami bradikardi setelah induksi Propofol. Didapat penurunan laju nafas pada kelompok
Sevoflurane (13,8; SD 2,0) dan kelompok Propofol (12,3; SD 2,2). Dengan uji statistik
terdapat perbedaan yang bermakna (p< 0,05) dan 1 orang mengalami batuk ringan sewaktu
induksi Sevoflurane. Kejadian henti nafas setelah induksi lebih besar pada kelompok
Propofol (15 (57,7%)) dibandingkan kelompok Sevoflurane (6 (23,1%)). Dengan uji statistik
terdapat perbedaan yang bermakna (p< 0,05). Saturasi oksigen setelah induksi pada kedua

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
kelompok dipertahankan normal, dengan uji statistik tidak terdapat perbedaan bermakna (p>
0,05)

Kesimpulan : waktu induksi sedikit lebih lama pada kelompok Propofol dibandingkan
kelompok Sevoflurane. Hemodinamik yang relatif stabil pada kedua kelompok setelah
induksi. Didapat penurunan laju nafas setelah induksi pada kedua kelompok dan 1 orang
mengalami batuk ringan sewaktu induksi Sevoflurane. Henti nafas setelah induksi lebih besar
pada kelompok Propofol, dibandingkan kelompok Sevoflurane. Saturasi oksigen setelah
induksi pada kedua kelompok dipertahankan normal.

Kata kunci : waktu induksi, hilangnya reflek bulu mata, tekanan darah, laju jantung, laju
nafas, henti nafas, saturasi oksigen, Sevoflurane, N2O dan Propofol

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
ABSTRACT

Background and objective: The main interest in general anesthesia is safety and the well
being of patient, and one of its main factors is the stability of hemodynamic during induction.
The drug of induction commonly used is Propofol, with Sevoflurane as an alternate drug of
induction. The purpose of the trial is to find an alternate drug and technique for general
anesthesia.

Method: Randomized Clinical Trial Study on 52 patient men and women, 16 – 59 of age,
physical state ASA I who underwent elective surgery with general anesthesia in General
Hospital Pirngadi Medan. After meeting the inclusion and exclusion criteria, 52 patients that
were selected are divided into two groups. Group 1 received anesthesia induction with
Sevoflurane 8% + N2O 50% and group 2 received anesthesia induction with Propofol
2mg/kgBW iv. All patients received equal treatment with 2 cc/kgBW RL infusion
preinduction and premedication an hour before induction with Petidine 1 mg/kgBW and
Midazolam 0.05 mg/kgBW im. Preoxygenation with 100% oxygen was given for 5 minutes
before induction. Blood pressure, heart rate, respiratory rate and oxygen saturation were
observed as soon as induction took place. The length of induction is measured by counting
from the first injection of induction till loss of eye lash reflects occurred. Blood pressure,
heart rate, respiratory rate and oxygen saturation were assessed after the induction.

Outcome: The induction time in Propofol group is slightly longer than Sevoflurane group
(35.9 s; 32.2 sec), with no significant difference in statistical test. Blood pressure and heart
rate in both groups has no significant difference (p>0.05) after induction and 1 patient have
bradycardia after Propofol induction. Decrease in respiratory rate was found in both
Sevoflurane group (13.8 ; SD 2.0) and Propofol group (12.3 ; SD 2.2) with a significant
difference statistically (p<0.05) and 1 patient have light cough when administered
Sevoflurane induction. Incidence of apnea after induction is bigger in Propofol group (15
(57.7 %) than in Sevoflurane group (6 (23.1%) with a significant difference statistically
(p< 0.05). Oxygen saturation after induction in both groups remains normal and has no
significant difference statistically (p> 0.05).

Conclusion: Induction time is slightly longer in Propofol group than Sevoflurane group.
Hemodynamic is relatively stable in both groups after induction. Decrease of respiratory rate

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
after induction was found in both group and 1 patient have light cough when administered
Sevoflurane induction. Apnea after induction is bigger in Propofol group than Sevoflurane
group. Oxygen saturation after induction in both groups remains normal.

Key Word : Induction time, loss of eye lash reflex, blood pressure, heart rate, respiratory
rate, apnea, oxygen saturation, Sevoflurane, N2O and Propofol.

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…, 2008
USU e-Repository © 2008
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan kesadaran yang bersifat pulih
kembali (reversible) dan meniadakan nyeri secara sentral. Trias anestesia terdiri dari
analgesia, hipnotik dan arefleksia / relaksasi 1. Tahap awal dari anestesi umum adalah
induksi. Induksi anestesi adalah peralihan dari keadaan sadar dengan reflek
perlindungan masih utuh sampai dengan hilangnya kesadaran (ditandai dengan
hilangnya reflek bulu mata) akibat pemberian obat – obat anestesi 2.
Perhatian utama pada anestesi umum adalah keamanan dan keselamatan
pasien, dan salah satu faktor penentunya adalah kestabilan hemodinamik selama
tindakan induksi dilakukan, hal ini dapat dicapai apabila obat anestesi tersebut dapat
memberikan level anestesi yang adekuat untuk pembedahan tanpa menimbulkan
depresi yang serius terhadap fungsi hemodinamik.3
Banyak obat – obat yang dapat digunakan sebagai induksi anestesi baik dari
golongan inhalasi, intravena maupun intramuskuler. Selama ini di Rumah Sakit Haji
Adam Malik, Rumah Sakit Haji Mina dan Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan
untuk pasien dewasa sudah lazim digunakan Propofol sebagai obat induksi anestesi.
Hasil observasi selama ini di RSUP Haji Adam Malik, RSU Haji Mina dan
RSU dr. Pirngadi Medan ditemukan pasien merasa nyeri sewaktu disuntikkan
Propofol lewat intravena. Selain itu tekanan darah pasien sering turun setelah
penyuntikan obat Propofol sebanyak 25 – 30%.
Propofol yang merupakan suatu obat hipnotik dapat digunakan sebagai
obat alternatif untuk induksi maupun pemeliharaan anesthesia. Beberapa peneliti
mengatakan bahwa obat ini dapat digunakan dengan penyuntikan secara berkala
(intermittent). Sementara itu untuk pemeliharaan anestesi dengan cara continous
infusion dapat menggunakan syringe pump, atau lazimnya disebut sebagai tehnik
TIVA (Total Intra Venous Anesthesia).3
Beberapa keunggulan dari Propofol meliputi waktu pulih sadar lebih cepat
dengan pulih sempurna tanpa ada perasaan yang tidak enak serta rendahnya insiden
mual dan muntah paska operasi.4
Propofol menimbulkan penurunan tekanan darah arterial. Kejadian bradikardi
yang berat dan asistol setelah pemberian Propofol pernah dilaporkan terjadi pada
Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
pasien dewasa sehat walaupun telah diberikan propilaksis antikolinergik. Henti nafas
dapat terjadi dengan pemberian Propofol tergantung dari dosisnya14,24. Rasa nyeri
dapat terjadi pada waktu penyuntikan dengan Propofol.5
Di lain pihak ada tehnik induksi anestesi yang lain dengan induksi inhalasi
menggunakan obat – obat inhalasi seperti Halothane, Isoflurane dan Sevoflurane.
Induksi dengan obat anestesi inhalasi mempunyai sejarah yang panjang dalam praktek
anestesi. Iritasi jalan nafas adalah salah satu sifat terpenting dari agen anestesi
inhalasi, khususnya bila kita gunakan untuk induksi. 2
Dengan ditemukannya obat inhalasi yang baru yaitu Sevoflurane
menyebabkan anestesiologis memikirkan lagi untuk memberikan anestesi dengan satu
macam obat dari mulai induksi sampai pemeliharaan anestesi yang disebut sebagai
VIMA (Volatile Induction and Maintenance of Anesthesia).6
Sevoflurane dengan kelarutan dalam darah yang rendah, bau yang tidak
menyengat, tidak mengiritasi saluran nafas, dan kardiovaskuler yang stabil
menyebabkan induksi inhalasi berjalan dengan cepat dan mulus. Umumnya, induksi
inhalasi dengan Sevofluran berjalan dengan baik. Kejadian menahan nafas, batuk,
eksitasi, spasme laring sangat rendah. Penambahan N2O saat induksi secara nyata
mengurangi kejadian eksitasi. Waktu induksi akan menjadi lebih cepat bila
Sevoflurane diberikan bersama dengan N2O 66%, dimana waktu induksi hanya 45
detik pada infant dan anak yang lebih tua.6
Pemberian Sevoflurane tidak berhubungan dengan takikardi atau vasodilatasi
koroner pada konsentrasi anestetik, berlawanan dengan Isofluran. Berbeda dengan
Halotane dan Enfluran, Sevoflurane tidak berhubungan dengan sensitasi myocardium
terhadap adrenalin7. Sevoflurane mendepresi kontraktilitas jantung secara ringan.
Sistemik vaskuler resisten dan tekanan darah arterial menurun sangat sedikit
dibandingkan Isofluran atau Desfluran.8
Adapun penggunaan Sevoflurane di ketiga rumah sakit tersebut sangat jarang
dipakai, padahal Sevoflurane sudah tersedia di ketiga rumah sakit tersebut dan
memiliki vaporizer Sevoflurane. Pengunaan Sevoflurane di RSU Haji Mina selama ini
memakai tehnik Sevoflurane 8% + N2O 50% dengan hasil setelah 4x nafas dalam
pasien sudah tertidur dengan hemodinamik stabil.
Maka dari itu dibuatlah penelitian ini yaitu membandingkan Sevoflurane 8% +
N2O 50% dengan Propofol 2 mg / kg BB IV sebagai obat induksi dalam kecepatan
dan perubahan hemodinamik. Dibeberapa rumah sakit dilakukan penelitian dengan
Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
jenis obat yang sama antara lain : penelitian Thwaites A dkk (1997) induksi dengan
sevoflurane mempunyai beberapa keuntungan dimana MAP dipertahankan lebih baik
dengan Sevoflurane dibandingkan Propofol.9
Philip K Beverly dkk (1999) mendapatkan waktu induksi dengan Sevoflurane
8% + 75% N2O lebih pendek dibandingkan dengan Propofol10. Penelitian David A
Kirkbride dkk (2001) pada pasien yang dilaporkan tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam waktu induksi anestesi Propofol dan 8% Sevoflurane dan tetapi
kejadian apnoe lebih sering terjadi Propofol dibandingkan dengan Sevoflurane.11

1.2. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan uraian singkat dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan
pertanyaan / masalah penelitian sebagai berikut :
Apakah ada perbedaan kecepatan dan perubahan hemodinamik pada penggunaan
induksi Sevoflurane 8% + N2O 50% dibandingkan dengan Propofol 2 mg / kg BB /
IV?

1.3. HIPOTESIS
Ada perbedaan kecepatan dan perubahan hemodinamik pada penggunaan induksi
antara Sevoflurane 8% + N2O 50% dibandingkan dengan Propofol 2 mg/kg BB IV

1.4. TUJUAN PENELITIAN


1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan alternatif (pilihan) obat dan tehnik induksi pada tindakan general
anestesi.

1.4.2. Tujuan Khusus


1. Mendapatkan waktu induksi anestesi dengan Sevoflurane dan Propofol
2. Mengetahui perubahan hemodinamik (laju nafas, laju jantung, tekanan darah
dan saturasi oksigen) setelah induksi anestesi dengan Sevoflurane dan
Propofol.

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
1.5. MANFAAT PENELITIAN
1. Dengan penelitian ini diharapkan keselamatan dan keamanan pasien sewaktu
induksi lebih baik.
2. Mengetahui tehnik dan obat mana yang lebih baik untuk dapat digunakan pada
tindakan general anestesi tertentu.
3. Dengan ditemukannya obat induksi yang cepat dan hemodinamik yang stabil
dapat diaplikasikan pada kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan
intubasi yang cepat untuk mencegah aspirasi.
4. Dapat digunakan sebagai pedoman untuk penelitian selanjutnya
membandingkan obat – obat anestesi yang lain dengan Sevoflurane.

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANESTESI INHALASI SEVOFLURANE


Kedalaman anestesi ditentukan dari kadar anestetika di dalam sistem saraf
pusat. Kecepatan mencapai kadar di dalam jaringan otak yang efektif (kecepatan
induksi anestesi) tergantung pada berbagai faktor farmakokinetika yang
mempengaruhi ambilan dan distribusi anestetika.17

Ambilan dan Distribusi


Konsentrasi suatu gas tertentu dalam campuran berbagai macam gas sebanding
dengan tekanan parsial.17 Prinsip objetif dari anestesi inhalasi adalah untuk mencapai
tekanan parsial otak yang konstan dan optimal terhadap anestesi inhalasi. Hal ini
menekankan bahwa tekanan parsial alveoli (PA) dari anestesi inhalasi mencerminkan
tekanan parsial otak (Pbr). Inilah alasan dimana PA digunakan sebagai index terhadap
kedalaman anestesi, pemulihan dari anestesi, dan MAC.14 Tercapainya kadar di dalam
jaringan otak yang memadai untuk terjadinya anestesi memerlukan transfer anestetika
tersebut dari udara alveoli ke dalam darah, dan selanjutnya ke otak. Kecepatan suatu
anestetika mencapai otak tergantung pada sifat kelarutan dari anestetika tersebut,
kadarnya dalam udara yang dihirup, kecepatan ventilasi paru, aliran darah ke paru,
dan perbedaan konsentrasi anestetika antara darah arteri dan campuran darah vena
(tekanan parsial).8;17

Gambar 2.1. Tekanan parsial alveoli seimbang dengan tekanan parsial darah arteri
seimbang dengan tekanan parsial otak14

a. Kelarutan
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi transfer suatu anestetika dari
paru – paru ke dalam darah arteri adalah kelarutannya. Koefisien partisi darah:gas
Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
merupakan indeks kelarutannya yang digunakan untuk menentukan afinitas relatif
suatu anestetika terhadap darah dibandingkan terhadap udara.14;17 Apabila suatu
anestetika dengan kelarutan di dalam darah rendah berdifusi dari paru – paru menuju
darah arteri, maka hanya diperlukan relatif beberapa molekul saja untuk
meningkatkan tekanan parsialnya dan kelarutannya di dalam darah arteri akan
meningkat dengan cepat. Sebaliknya, pada anestetika dengan kelarutan sedang hingga
tinggi, maka lebih banyak molekul yang diperlukan larut sebelum terjadi perubahan
tekanan parsial secara berarti, dan tekanannya di dalam arteri akan meningkat dengan
lambat.8;14;17 Contoh: Sevoflurane yang mempunyai kelarutan rendah dalam
darah:gas-dapat mempercepat tekanan arteri yang tinggi dalam waktu singkat.
Akibatnya, obat ini cepat menghasilkan keseimbangan dengan otak dan menyebabkan
induksi anestetika yang lebih cepat.17
b. Konsentrasi Anestetika dalam Udara yang dihirup
Konsentrasi suatu anestetika inhalasi di dalam campuran gas yang dihirup
mempunyai efek langsung pada tekanannya di dalam darah arteri. Menurut hukum
Fick, meningkatkan konsentrasi anestetika yang dihirup akan meningkatkan
kecepatan induksi anestesi dengan jalan meningkatkan kecepatan transfer didalam
darah.17
c. Ventilasi Paru
Kecepatan peningkatan tekanan gas anestetika di dalam darah arteri
bergantung secara langsung pada kecepatan dan kedalaman anestesi, yaitu ventilasi
per menit. Besarnya efek berbeda – beda sesuai dengan koefisien partisi darah:gas.
Suatu peningkatan dalam ventilasi paru hanya diikuti sedikit kenaikan tekanan arteri
pada anestetika yang mempunyai kelarutan dalam darah rendah atau koefisien rendah.
Akan tetapi, pada anestetika dengan kelarutan dalam darah atau koefisiennya sedang
sampai tinggi, dapat menyebabkan peningkatan tekanan yang berarti.17
d. Aliran darah paru
Perubahan dalam kecepatan aliran darah dari / dan menuju paru
mempengaruhi proses transfer berbagai gas anestetika. Suatu peningkatan di dalam
aliran darah paru (peningkatan curah jantung) memperlambat kecepatan peningkatan
tekanan arteri. Sebaliknya, menurunnya aliran darah menuju paru menghasilkan efek
yang berlawanan dan meningkatkan kecepatan peningkatan tekanan arteri dari
anestetika inhalasi.14;17

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
e. Perbedaan konsentrasi Arteri dan Vena
Perbedaan konsentrasi anestetika antara darah arteri dan darah vena campuran
terutama bergantung pada ambilan senyawa anestetika oleh jaringan.17 Jaringan dapat
dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan kelarutan dan aliran darah.Kelompok perfusi
yang tinggi dengan vaskularisasi yang banyak (otak, jantung, hati, ginjal dan organ
organ endokrin) adalah yang pertama meng-uptake obat anestesi inhalasi.
Kelarutannya yang sedang dan volume yang kecil membatasi kapasitas kelompok ini,
jadi ia juga yang pertama diisi. Kelompok kulit dan otot tidak begitu baik perfusinya,
sehingga uptakenya juga rendah. Tetapi mempunyai kapasitas yang besar karena
volumenya yang besar sehingga uptake akan terus berlanjut hingga beberapa jam.
Perfusi dari kelompok lemak hampir sama dengan kelompok otot, tetapi kelarutan
obat anestesi dalam lemak dipengaruhi oleh kapasitas total yang dapat menjadi
berhari-hari. Kelompok dengan perfusi minimalis dengan aliran vena yang sedikit
(tulang, ligamentum, gigi, rambut, dan tulang rawan) uptakenya tidak signifikan.8;14
Uptake obat inhalasi dibuat dalam suatu kurva yang menggambarkan
hubungan antara peningkatan konsentrasi alveolar dengan waktu (gambar 2.2)

Gambar 2.2. Kurva hubungan antara peningkatan konsentrasi alveolar vs waktu 8

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Faktor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi
Recovery dari anestesi tergantung dari penurunan konsentrasi obat anestesi
inhalasi di jaringan otak. Obat anestesi inhalasi dapat dieliminasi melalui
biotranformasi, penguapan melalui kulit ataupun ekspirasi. Biotransformasi biasanya
dihitung untuk peningkatan minimal dari kecepatan penurunan tekanan partial
alveolar. Rute terpenting dari eliminasi obat anestesi inhalasi melalui alveolus.
Banyak faktor-faktor yang mempercepat induksi juga mempercepat recovery, yaitu :
eliminasi rebreathing, fresh gas flow yang tinggi, volume sirkuit yang rendah,
absorbsi yang rendah dari sirkuit obat anestesi inhalasi, penurunan kelarutan cerebral
blood flow (CBF) yang tinggi, dan peningkatan ventilasi.8

Cara kerja obat-obat anestesi inhalasi


Site of action makroskopik semua obat-obat anestesi inhalasi tidak hanya di
satu tempat. Daerah otak yang spesifik dipengaruhi oleh obat anestesi inhalasi
termasuk reticular activating system, cerebral cortex, cuneate nucleus, olfactory
cortex dan hippocampus. Obat anestesi inhalasi juga mendepresi transmisi rangsang
di spinal cord, terutama pada level dorsal horn interneuron yang bertanggung jawab
terhadap transmisi rasa sakit. Perbedaan aspek dari obat anestesi inhalasi berhubungan
dengan struktur subkortikal seperti spinal cord atau batang otak. Satu studi terhadap
tikus menyatakan bahwa penggangkatan cortex cerebri tidak mempengaruhi potensi
dari obat anestesi inhalasi.8
Pada level mikroskopik, transmisi sinaptik lebih sentitif terhadap obat anestesi
inhalasi daripada konduksi akson, walaupun akson-akson saraf dengan diameter kecil
lebih mudah dipengaruhi. Baik mekanisme presinaptik maupun mekanisme
postsinaptik, keduanya dapat diterima.8
Kerja obat-obat anestesi umum dapat diakibatkan oleh perubahan dalam salah
satu dari banyak sistem selular termasuk ligandated ion channels, fungsi-fungsi
second messenger atau reseptor-reseptor neurotransmitter. Sebagai contoh,banyak
obat-obat anestesi yang meningkatkan inhibisi γ-aminobutiric acid (GABA) dari CNS.
Lebih lanjut lagi, reseptor GABA agonist meningkatkan anestesi, dimana GABA
antagonist menurunkan efek-efek beberapa obat anestesi inhalasi. Ada hubungan yang
kuat antara potensi obat anestesi inhalasi dengan potensi dari aktifitas GABA
receptor. Maka, kerja obat anestesi inhalasi berhubungan dengan ikatan hydrophobic

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
dengan protein channel (reseptor-reseptor GABA). Modulasi fungsi GABA adalah
mekanisme utama dari kerja banyak obat-obat anestesi.8;17
Sevoflurane telah disintesa tahun 1968 dan diizinkan oleh FDA untuk
digunakan sebagai obat inhalasi anestesi pada Juni 1995.7 Sebagai suatu obat inhalasi
yang baru menyebabkan anestesiologis memikirkan lagi untuk memberikan anestesi
dengan satu macam obat dari mulai induksi sampai pemeliharaan anestesi yang
disebut sebagai VIMA (Volatile Induction and Maintenance of Anaesthesia). Konsep
VIMA sangat berguna terutama pada pediatrik atau dewasa yang tidak mau dipasang
jalur vena. VIMA memerlukan persyaratan obat anestesi inhalasi tertentu yaitu MAC
rendah koefisien partisi (kelarutan) yang rendah serta tidak ada atau minimal iritasi
6, 9
terhadap jalan nafas, sehingga untuk VIMA paling tepat digunakan Sevoflurane.
Seperti diketahui reseptor yang merespon rangsang iritasi kimia terdapat di
lapisan epitel dan subepitel pada laring dan faring. Eferen dari jalur reseptor ini
terdapat di nervus laryngeal superior dan bersinaps di batang otak. Pada orang
dewasa, respon utama terhadap rangsang iritasi adalah menutupnya glottis dan
menahan nafas. Pada rangsangan yang lebih kuat akan timbul reflek batuk dan dapat
terjadi spasme laring. Aktivitas reflek saluran nafas atas ini sangat penting untuk
menjaga dan mencegah komplikasi jalan nafas atas selama anestesi (spasme laring,
batuk) 2.
Pada umumnya pemilihan obat anestesi inhalasi tergantung pada :
- efek terhadap kardiopulmonal
- hasil degradasi dengan soda lime
- metabolit yang dihasilkan
- berapa banyak yang dimetabolisme

2.1.1. FARMAKOKINETIK
Sevoflurane dengan nama dagang Sevorane® adalah suatu obat anestesi volatil
yang non-flamable, non-explosive, derivat fluorine dan isopropyl ether.
Secara kimia sebagai fluoro methyl 2.2.2 trifluoro -1- (trifluoromethyl) ethyl ether,
dengan berat molekul 200,05 dan rumus bangun sebagai berikut 6, 12, 13 :

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
F3C
CH OCH2F
F3C
Sevoflurane
(fluoromethyl – 2.2.2. –trifluoro - 1- (trifluoromethyl) ethyl ether)

Gambar 2.3. Rumus Bangun Sevoflurane 6

Sevoflurane adalah suatu cairan yang jernih, tidak berwarna, tanpa additive
atau stabiliser kimia. Tidak iritasi, stabil disimpan di tempat biasa (tidak perlu tempat
gelap). Tidak terlihat adanya degradasi Sevoflurane dengan asam kuat maupun panas.
Hanya diketahui ada reaksi degradasi bila ada kontak langsung dengan CO2 absorben
(sodalime / baralime) menimbulkan terbentuknya penta fluoro isopropenyl
fluoromethyl ether (PIFE, C4H2F6O) suatu derivat haloalken, yang disebut Compound
A. Juga sejumlah penta fluoromethoxyisopropyl fluoro-methyl ether (PMFE,
C5H6F6O) yang disebut Compound B. 6, 12, 14
Compound A bersifat nefrotoksik pada tikus, sehingga akan menimbulkan
14
kerusakan pada ginjal , tetapi tidak ada bukti bersifat nefrotoksik pada manusia.
Kontras dengan obat anestesi inhalasi lain yang didegradasi oleh sodalime menjadi
karbon monoksida, Sevoflurane sangat sedikit (sehingga bisa diabaikan) dalam
pembentukan karbon monoksida. Sevoflurane tidak korosif terhadap stainless steel,
kuningan, maupun alumunium. 6, 14
Struktur kimia dari Sevoflurane adalah sedemikian rupa sehingga dalam
metabolisme tidak berubah menjadi acylhalide. Metabolisme Sevoflurane tidak akan
menghasilkan trifluoroacetylatid liver protein oleh karena itu tidak menstimulasi
pembentukan antibodi trifluoroacetylated protein. Inilah perbedaan Sevoflurane dari
Halotan, Enfluran, Isofluran dan Desfluran, dimana semuanya ini dimetabolis menjadi
hasil antara acetyl halide yang reaktif yang potensial akan menghasilkan
hepatotoksisitas sebagaimana sensitifitas silang antara obat – obat. 14

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Tabel 2.1. : Koefisien partisi anestesi inhalasi pada suhu 37°C 6
Agent Blood/Gas Brain/Blood Muscle/Blood Fat/Blood
Nitrous oxide 0.47 1.1 1.2 2.3
Halothane 2.40 2.9 3.5 60
Metoxyflurane 12.00 2.0 1.3 49
Enflurane 1.90 1.5 1.7 36
Isoflurane 1.40 2.6 4.0 45
Desflurane 0.42 1.3 2.0 27
Sevoflurane 0.59 1.7 3.1 48

Kelarutan Sevoflurane yang rendah dalam darah dan koefisien partisi gas
dalam darah 0,09 untuk dewasa dan 0,06 untuk bayi baru lahir menyebabkan
konsentrasi alveolar meningkat dengan cepat selama induksi dan cepat menurun
setelah pemberian Sevoflurane dihentikan. 6, 7, 12, 15
Hal ini dikonfirmasikan dalam penelitian klinis dimana konsentrasi inspirasi
(Fi) dan konsentrasi end-Tidal (FA) diukur
FA/Fi (Wash in) pada 30 menit adalah 0,85.
FA/FAO (Wash out) pada 5 menit adalah 0,15.
Eliminasi paru yang cepat mengurangi jumlah obat anestesi yang dimetabolisme.
Pada manusia < 5% Sevoflurane diabsorbsi dan dimetabolisme menjadi
hexafluoroisopropanol (HFIP) dengan pelepasan fluorida inorganik dan CO2. Sekali
terbentuk HFIP, dengan cepat berkonjugasi dengan asam glukoronik dan dieliminasi.
Tidak dimetabolisme menjadi trifluoroacetic acid. Tidak ada pengaruh yang nyata
pada fungsi ginjal. 6

MAC :
MAC Sevoflurane terlihat pada tabel di bawah ini. Pada pasien dewasa (40
tahun), MAC Sevoflurane adalah 2,05 yang menurun dengan bertambahnya umur,
pemberian N2O, opioid, barbiturat, benzodiazepine, alkohol, temperatur, obat yang
mempengaruhi konsentrasi katekolamin sentral dan perifer (misalnya : reserpin, alpha
methyl dopa). 6
MAC Sevoflurane adalah 2,5% untuk pasien yang berumur 6 bulan sampai 12 tahun
dan 3,2 – 3,3% untuk bayi dibawah umur 6 bulan. 15

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
6
Tabel 2.2. : Equivalen MAC dalam Oksigen dan N2O/O2
Table : MAC Equivalents in Oxygen and N2O/O2
Age In Oxygen (%) In N2O/O2
0 - < 1 month 3.3 -
1 - < 6 month 3.0 -
6 - < 12 month 2.8 -
1 - < 3 years 2.6 1.98**
3 - < 5 years 2.5 -
5 - < 12 years 2.4* -
18 years 2.8 -
20 years 2.7 -
25 years 2.5 1.4
30 years 2.3 1.3
35 years 2.2 1.2
40 years 2.05 1.1
50 years 1.8 0.98
60 years 1.6 0.87
70 years 1.5 0.78
75 years 1.4 0.74
80 years 1.4 0.70
87 years 1.3 -
MAC was determined in 60% N2O for pediatric and 65% N2O for adult patients : * =
The actual age range in this group was 5 – 10 years; ** = The actual range in this
group was 1 – 2 years.

Reaksi dengan Soda Lime


Penelitian Frink dan kawan – kawan menunjukkan jumlah produk yang terurai
dari Sevoflurane dalam sodalime dan baralime dalam penelitiannya hanya Compound
A yang dapat ditemukan dimana konsentrasi rata – rata < 20 ppm. 12
Sevoflurane didegradasi dengan CO2 absorben (baralime > soda lime) untuk
membentuk Compound A. Metabolit produk ini potensial toksik pada ginjal tikus
pada konsentrasi > 100 ppm. Nefrotoksik compound A memerlukan enzim intrarenal
beta – liase yang tidak dijumpai pada ginjal manusia. Jadi tidak mengherankan bahwa

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
tidak ada kerusakan ginjal akibat compound A pada manusia setelah dianestesi
dengan Sevoflurane pada pasien yang pra bedah terdapat kelainan ginjal yang nyata.
Tetapi karena produksi compound A lebih besar pada low – flow tehnik maka FDA
mengatakan Sevofluran jangan digunakan pada sistem setengah tertutup dengan aliran
gas < 2 l/mnt, tetapi setelah dilakukan penelitian lebih jauh lagi, sekarang Sevoflurane
telah dipakai untuk sistem tertutup, dimana jumlah aliran gas hanya 250 ml/m, tanpa
ditemukan kelainan, walaupun demikian FDA tetap menganjurkan aliran gas jangan
kurang dari 2 l/mnt bila menggunakan Sevoflurane.6
Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan compound A pada sirkuit
anestesi adalah konsentrasi Sevoflurane, tipe CO2 absorben (soda lime atau baralime),
kecepatan aliran dari gas anestesi, produksi CO2 (temperatur), waktu (lama anestesi)
dan kekeringan CO2 absorben (water content).

METABOLISME
Sevoflurane dimetabolisme oleh hepatik cytochrome P450 2EL sebanyak 2 –
5% dengan metabolik produk utama fluorida inorganik dan hexafluoroisopropanol
(HFIP). Kontras dengan TFA, HFIP tidak diikat oleh protein hepar dan tidak
menunjukkan bukti adanya toksisitas pada hati (Green, 1994). HFIP dengan cepat
dikonjugasi oleh asam glukoronide dan kemudian diekskresi. Konjugasi ini demikian
cepat, sehingga konsentrasi HFIP tidak dapat diukur (karena sangat rendah) pada
manusia. 6, 14
Konjugasi HFIP dikeluarkan melalui urin dan dikeluarkan secara lengkap dalam 24
jam.
Metabolit Sevoflurane yang paling penting adalah fluorida inorganik. Pada 0,8
– 1,1 MAC – hour anestesi dengan Sevoflurane pada anak menunjukkan peningkatan
serum ion fluorida rata – rata 10 – 13 mMol/liter. Nilai paling tinggi mencapai 45
mMol/liter tanpa adanya efek nefrotoksik.14
Ada beberapa alasan mengapa konsentrasi ion fluorida yang tinggi setelah
anestesi dengan sevoflurane tidak nefrotoksik pada manusia sedangkan konsentrasi
ion fluorida yang sama setelah anestesi dengan metoksifluran bersifat nefrotoksik.
Pertama, konsentrasi puncak ion fluorida terjadi dalam 1 – 2 jam dan menurun kenilai
normal dalam waktu 24 – 48 jam setelah anestesi dengan Sevoflurane, sedangkan
setelah anestesi dengan metoksifluran, konsentrasi puncak terjadi dalam 1 – 3 hari dan

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
kembali kenilai normal dalam waktu 1 – 3 minggu. Kedua, defluorinisasi Sevofluran
tidak terlihat pada ginjal manusia.
Puncak konsentrasi fluorida inorganik pada serum setelah pemberian
Sevoflurane adalah 2 jam setelah akhir anestesi, sedangkan metoksiflurane sampai 1 –
3 hari. Konsentrasi fluorida ini kembali ke asal dalam waktu 48 jam, sedangkan
melalui paru mengurangi jumlah obat yang dimetabolisme. Tidak nefrotoksiknya
Sevoflurane dapat diterangkan sebagi berikut :
1. Koefisien partisi blood/gas dan oil/gas sevoflurane lebih rendah daripada
metoksiflurane.
2. Metabolisme sevoflurane < 5% sedangkan metabolisme metoksiflurane 50%.
3. Jumlah defluorinisasi pada ginjal lebih sedikit daripada metoksiflurane.
4. Peningkatan konsentrasi fluorida inorganik lebih rendah.

CF3 OH CF3 CF3


│ │ │ │
CH2F – O – C – CF3 CHF – O – C – CF3 F¯ + CO2 + HO – C – CF3
(HFIP)

│ │ │
H H H

Sevoflurane Sevoflurane Intermediate

HFIP-
glucuronide
Gambar 2.4. Sevoflurane Metabolic Pathway 6

2.1.2. FARMAKODINAMIK
Sevoflurane bekerja cepat, tidak iritasi, induksi lancar dan cepat serta
pemulihan yang cepat setelah obat dihentikan. 6, 12

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Sevoflurane dapat juga menimbulkan depresi ventilasi tergantung dari dosis
yang diberikan. Efek iritasi jalan nafas dan kejadian batuk waktu induksi dapat
diabaikan, jika dibandingkan dengan Isofluran, Halotan atau Enfluran.7, 13
Pada penelitian anjing dan manusia, ambang aritmogenik karena adanya
epinefrin sama seperti Isofluran dan lebih tinggi daripada Halotan. Penelitian pada
anjing menunjukkan bahwa Sevoflurane tidak menunjukkan adanya penurunan
perfusi kolateral miokardium (tidak ada Coronary steal). Pada penelitian klinis,
kejadian miokardial iskemia dan miokardial infark pada pasien dengan resiko untuk
miokardial iskemia sebanding antara Sevoflurane dan Isoflurane 6. Percobaan pada
anjing, Sevoflurane menurunkan konsumsi oksigen miokardial tanpa menurunkan
aliran darah miokardial. Sevoflurane menyebabkan pelebaran pembuluh arteri
koroner. Rasio ekstraksi oksigen miokardial dan ekstraksi laktat miokardial yang
menurun dengan sevoflurane 13. Pada binatang percobaan, regional blood flow (misal
: sirkulasi hepar, ginjal dan serebral) dipertahankan dengan baik dengan Sevoflurane.
Pada penelitian kelinci dan anjing pada penelitian klinis, perubahan – perubahan pada
neurohemodinamik (CBF, CMRO2 dan CPP) sebanding antara Sevoflurane dan
Isoflurane. Sevoflurane mempunyai efek minimal pada ICP dan reaksi terhadap CO2
tetap dipertahankan 6. Auto regulasi aliran darah otak tampak terjaga dengan
Sevoflurane, hal ini bertentangan dengan obat – obat anestesi yang lain 7. Sama
seperti Isofluran dan Desfluran, Sevoflurane menyebabkan sedikit peninggian pada
CBF dan ICP. Pada normokarbia walaupun beberapa penelitian menunjukkan suatu
penurunan dalam tekanan darah, konsentrasi yang tinggi dari Sevoflurane dapat
menyebabkan kerusakan autoregulasi CBF 8.

2.1.3. Sevoflurane untuk Tindakan Khusus


a. Sevoflurane untuk bedah kardiovaskuler / pasien dengan resiko iskemik
jantung
Penelitian Ebert dkk pada 12 sukarelawan sehat yang berumur antara 20 – 29
tahun, dengan Sevoflurane denyut jantung tidak berubah walaupun dinaikkan 0,5
MAC secara bertahap untuk mencapai konsentrasi yang stabil (0,5; 01,0; 1,5 MAC).
Sebaliknya Isofluran meningkatkan denyut jantung, hal itu menunjukkan
adanya tendensi inhibisi aktivitas saraf simpatis oleh Sevoflurane.
Adanya kestabilan kardiovaskuler dengan Sevoflurane membuat Sevoflurane
sebagai obat yang baik untuk pasien dengan penyakit jantung koroner atau yang
Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
mempunyai resiko iskemik jantung miokard. Kejadian episode hipertensi atau
hipotensi dengan Sevoflurane sebanding dengan Isofluran.6

b. Sevoflurane untuk Sectio Caesarea


Anestesi dengan Sevoflurane untuk Sectio Caesarea (SC) menunjukkan hasil
yang baik untuk ibu dan neonatus.
Asada dkk menunjukkan bahwa induksi dan pemulihan akan lancar dan cepat
dengan Sevoflurane pada 16 pasien yang dilakukan SC. Kontraksi uterus spontan
dipertahankan dengan baik dan kehilangan darah minimal. Tidak ada efek yang buruk
pada neonatus dan ibu.
Sharma, Gambling dkk menunjukkan bahwa Sevoflurane merupakan suatu
alternatif yang aman dari Isofluran untuk SC. Efek terhadap neonatus, perubahan
hemodinamik ibu, kejadian efek samping pasca bedah, adalah sebanding antara
Sevoflurane, Isofluran dan anestesi spinal. 6

c. Sevoflurane pada Bedah Saraf


Efek sevoflurane pada sistem saraf menyebabkan Sevoflurane merupakan obat
yang baik untuk neuroanestesi karena :
- Mempertahankan autoregulasi serebral
- Sevoflurane menurunkan CMRO2, analog dengan obat anestesi inhalasi
dan intravena.
- Pengaruh terhadap ICP dan respons pada hipokapnia serupa dengan
Isofluran.
- Kelarutan gas darah yang rendah menyebabkan Sevoflurane lebih baik
daripada Isofluran bila pasien perlu dibangunkan ketika operasi sedang
berlangsung.
- Pemulihan yang cepat menyebabkan mudahnya menaksir fungsi
neurologist paska bedah.
- Pengaruh pada EEG sama seperti Isofluran.
- Tidak ada bukti bahwa Sevoflurane menyebabkan aktivitas epileptiform
selama periode normokapnia atau hipokapni, berbeda dengan Enfluran
yang bisa menyebabkan kejang hipokapni.

d. Sevolurane dan liver


Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Penelitian dengan melakukan pemeriksaan laboratorium fungsi hepar
(SGPT,SGOT, alkaliphospatase, bilirubin total) menunjukkan bahwa Sevoflurane
tidak mempunyai pengaruh yang nyata pada fungsi hepar.
Penelitian pada 16 pasien dengan penyakit hati (Child Class A dan B)
menunjukkan bahwa Sevoflurane dan Isofluran sama efektif dan ditoleransi dengan
baik bila digunakan sebagai obat tunggal untuk pemeliharaan anestesi pada pasien
dengan gangguan fungsi pada hati.
Apabila dibandingkan penurunan Hepatic Blood Flow (HBF) antara Halotan,
Enfluran dan Sevoflurane, maka yang paling kecil menurunkan HBF adalah
Sevofluran, sedangkan yang paling banyak menurunkan HBF adalah Halotane. 6, 12, 13

e. Sevoflurane dan Ginjal


Telah dilakukan penelitian pada pasien dengan populasi yang bervariasi (anak
– anak, dewasa, geriatrik, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, obesitas,
pasien yang dilakukan operasi bedah jantung terbuka, operasi lebih dari 6 jam)
menunjukkan bahwa dari hasil penelitian laboratorium, Sevoflurane tidak mempunyai
pengaruh yang nyata pada fungsi ginjal. 12, 13
Juga telah dilakukan penelitian pada pasien dengan gangguan ginjal dengan
serum kreatinin > 1,5 mg%. ternyata tidak ada perubahan yang nyata secara klinis
pada serum kreatinin, asam urat, osmolaritas, serum elektrolit, BUN, hal ini
menunjukkan bahwa Sevoflurane aman untuk pasien dengan kelainan fungsi ginjal.
Pada penelitan perbandingan antara Sevoflurane dan Isofluran, menunjukkan
bahwa konsentrasi puncak rata – rata ion fluorida – inorganik dan nilai tertingginya
setelah 1 – 8 jam anestesi dengan sevoflurane pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal sekitar 33,4 μMol dan 51,2 μMol. 6, 13

f. Sevoflurane untuk Geriatrik


Sevoflurane telah dibuktikan sebagai obat anestesi yang efektif untuk semua
golongan umur termasuk geriatrik.
MAC menurun dengan meningkatnya umur.
DeSouza dkk menunjukkan bahwa pemulihan lebih cepat dengan Sevoflurane
daripada dengan Isofluran. Frekuensi denyut jantung lebih rendah dengan Sevoflurane
daripada dengan Isofluran.

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Tidak ada perbedaan antara Sevoflurane dengan Isofluran pada pemeriksaan
laboratorium atau tekanan darah sistolik.
Konsentrasi ion fluorida-inorganik paska anestesi lebih tinggi dengan
Sevoflurane dibandingkan dengan Isofluran. Tetapi lebih tingginya konsentrasi ion
fluorida-inorganik ini hanya selintas dan menurun secara kontinu pada periode paska
anestesi. Para peneliti tersebut tidak melaporkan adanya bukti disfungsi ginjal atau
hati. 6
Gambaran fisikokimia, farmakodinamika, pemulihan dan komplikasi terlihat pada
tabel dibawah ini.

Table 2.3. : Sifat Fisikokimia Anestesi Inhalasi 27


Physicochemical Properties of Most Widely Used Volatile Anesthetics
Physicochemical Halothane Enflurane Isoflurane Desflurane Sevoflurane
Properties
Odor Pleasant Unpleasant Unpleasant Unpleasant Pleasant
Iritating to No Yes Yes Yes No
Respiratory
System
Blood / Gas 2.35 1.91 1.4 0.42 0.63
Partition
Coefficient
Oil / Gas 224 96 91 18.7 47
Partition
Coefficient
Brain / Blood 1.9 1.3 1.6 1.3 1.7
Partition
Coefficient
Minimum 0.76 1.68 1.15 6.0 2.05
Alveolar
Concentration
(MAC.%) (=40
years of age)
Reacts with Yes No No No No

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
metals
UV Light No Stable Stable NA Stable
Stability
Soda Lime ® No No No No No
Stability
Antioxidant Thymol No No No No
Needed
Metabolism (%) 17 – 20 2.4 <0.2 0.02 <5
Metabolites F-, Cl-, F-, CDA F-, TFA F-, TFA F-, HFIP
Br-, TFA,
BCDFE,
CDE,
CTE,
DBE
NA = Not Available; * = Requires a vaporizer especially designed for the drug rather
than a re-calibration of a general use vaporizer. TFA = trifluoroacetic acid ; BCDFE =
2-bromo-2-chloro-1.1.-difluoroethylene; HFIP = hexafluoroisopropanol; CDA =
Chlorodifluoroacetate; CDE = 1.1.-difluoro-2-chloroethylene; CTE = 1.1.1.-trifluoro-
2-choroethrane; DBE= 1.1.-difluoro-2-bromo-2-chloroethylene

2.2. ANESTESI INTRAVENA PROPOFOL


Propofol adalah suatu substitusi isopropylphenol (2,6 diisoprophylpenol) yang
diberi secara intravena dengan larutan 1% dalam larutan aqua dari 10% soybean oil,
2,25% glycerol dan 1,2% purified egg phospolide. 14
Propofol pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1977, dilarutkan dalam
Cremophor karena sifatnya yang sukar larut dalam air. Kemudian Propofol yang tidak
larut dalam air tetapi terlarut dalam Cremophore, ditarik dari peredaran karena pernah
dilaporkan terjadinya insiden reaksi anafilaktik pada saat penyuntikan. 3
Obat ini mempunyai bahan pelarut minyak kacang kedelai dan menurut
penelitian pada tahun 1984 mempunyai kekuatan 1,8 kali dari Tiopenton, tetapi tidak
menyebabkan akumulasi di dalam tubuh pada pemberian yang berulang. 3
Propofol yang merupakan suatu obat hipnotik dapat digunakan sebagai obat
alternatif untuk induksi maupun pemelihaaan anestesi. 5

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Obat ini tampaknya tidak menimbulkan efek kumulatif ataupun keterlambatan
bangun setelah pemberian infus jangka lama. Karakteristik yang menguntungkan ini
menyebabkan penggunaan Propofol secara luas sebagai komponen pada anestesi
berimbang dan popularitasnya sebagai anestetika yang digunakan dalam pembedahan
siang hari (day surgery). Obat ini juga efektif untuk memperpanjang sedasi pada
pasien – pasien dalam kondisi kegawatdaruratan. 17

2.2.1. STRUKTUR DAN AKTIVITAS


Propofol mengandung satu cincin phenol dengan dua ikatan gugus isoprophyl
dengan Berat Molekul 178 Dalton. Panjang ikatan alkilphenol ini akan mempengaruhi
potensi, induksi dan karakteristik pemulihan. Karena Propofol sukar larut, maka
bentuk sediaan yang biasa diberikan adalah emulsi minyak dalam air yaitu larutan 1%
yang mengandung 10% minyak kedelai, 2,25% gliserol dan 1,2% lechitin telur.
Karena sediaan ini mengandung 1,2% lechitin telur maka perlu perhatian terhadap
riwayat alergi telur, karena lechitin telur diekstraksi dari kuning telur. 8
Formula ini menyebabkan nyeri pada saat penyuntikan (lebih jarang pada
pasien tua) yang dapat dikurangi dengan penyuntikan pada vena besar dan dengan
pemberian injeksi Lidocain 0,1 mg/kgBB sebelum penyuntikan Propofol untuk
induksi atau dengan mencampurkan 2 ml Lidocain 1% dengan 18 ml Propofol
(larutan 1 : 10) dapat menurunkan pH dari 8 menjadi 6,3. 16

2.2.2. MEKANISME KERJA


Efek sedatif hipnotik dari Propofol melalui interaksi dengan asam Gamma
Amino Butirat (GABA), terutama sekali menghambat neurotransmitter di system
saraf pusat. Ketika reseptor GABA diaktifkan, hantaran klorida transmembran
meningkat, menyebabkan hiperpolarisasi dari membran sel post sinaptik dan
penghambatan secara fungsional dari neuron postsinaptik. 14
Interaksi Propofol dengan komponen spesifik dari kompleks reseptor GABA
menunjukkan penurunan laju disosiasi GABA dari reseptornya, oleh karena itu akan
meningkatkan lama kerja aktivasi GABA dalam pembukaan channel klorida yang
menyebabkan hiperpolarisasi membran sel. 14

2.2.3. FARMAKOKINETIK

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Propofol hanya tersedia dalam bentuk sediaan intravena baik untuk induksi
anestesi umum ataupun untuk sedasi sedang sampai sedasi dalam. Penyuntikan harus
cepat < 15 detik. Sifat kelarutannya yang tinggi di dalam lemak menyebabkan mulai
masa kerjanya sama cepatnya dengan Thiopental (satu siklus sirkulasi dari lengan ke
otak) konsentrasi puncak di otak diperoleh dalam 30 detik dan efek maksimum
diperoleh dalam 1 menit. Pulih sadar dari dosis single bolus juga cepat disebabkan
waktu paruh distribusinya (2 – 8 menit). 8
Klirens Propofol dari plasma sebagian besar melalui aliran darah hepar.
Metabolisme hepar sangat cepat dan besar menghasilkan dalam bentuk tidak aktif
sulfat yang larut di dalam air dan sisa metabolisme asam glucoronida yang
diekskresikan melalui ginjal. Kurang dari 0,3% dari dosis diekskresikan dalam bentuk
yang tidak berubah melalui urin. Kecepatan klirens Propofol sangat cepat (10 kali
lebih cepat dibanding Thiopental) yang mungkin merupakan salah satu penyebab
relatif cepatnya masa pemulihan setelah mendapat infus Propofol. 8
Kecepatan eliminasi Propofol melewati aliran darah hati kurang lebih 1,500
ml/menit. Lange et al menggunakan kateterisasi vena untuk memperkirakan klirens
hati kira – kira hanya 1,060 ml/menit, jumlah itu kira – kira hampir separuh dari total
klirens hati. Studi juga memperkirakan hampir separuh metabolisme Propofol adalah
20
melalui ekstra hepatik . Paru – paru memegang peranan yang utama dalam
metabolisme ekstrahepatik dan mempunyai peranan untuk eliminasi sampai 30%
dari satu bolus dosis Propofol. 18
Waktu paruh eliminasi adalah 0,5 – 1,5 jam, tetapi yang lebih penting waktu
paruh dari infus Propofol yang diberikan selama 8 jam adalah < 40 menit. Waktu
paruh dari Propofol sangat sedikit sekali dipengaruhi oleh lamanya pemberian infus
karena klirens metabolik yang cepat pada saat infus dihentikan sama seperti obat yang
kembali dari jaringan sirkulasi, tidak serta merta menurunkan konsentrasi obat di
dalam plasma. Pemanjangan pemakaian infus Propofol pada pasien di Intensive Care
Unit dan adanya pemanjangan kadar dalam plasma pada pasien yang diberikan infus
durante operasi menunjukkan adanya peningkatan volume distribusi dan waktu
paruh.hal ini menunjukkan bahwa proses distribusi di jaringan otot dan lemak lebih
luas dari yang selama ini dibayangkan. Walaupun demikian, penemuan ini masih
belum mencerminkan konsekwensi klinis untuk intra operatif anestesi. 20
Selain kecepatan klirens metabolik dari Propofol, tidak ada bukti gangguan
eliminasi pada pasien dengan cirrhosis hepatik. Gangguan fungsi ginjal juga tidak
Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
mempengaruhi klirens Propofol, karena dari observasi didapat bahwa 75% dari sisa
metabolisme Propofol dieliminasi melalui urin pada 24 jam pertama. Pasien diatas 60
tahun mengalami penurunan klirens plasma Propofol dibanding dengan usia muda.
Kecepatan klirens Propofol ini juga memastikan bahwa obat ini dapat diberikan dalam
bentuk infus kontinu tanpa adanya akumulasi yang besar. Propofol dapat menembus
sawar plasenta tetapi dapat dengan cepat pula menghilang dari sirkulasi neonatus.14,20

2.2.4. FARMAKODINAMIK
Dosis yang diperlukan untuk induksi anestesi tergantung dari umur umumnya
kira – kira 2 mg / kg BB / IV untuk orang yang berumur dibawah 60 tahun dan untuk
19
umur diatas 60 tahun 1,6 mg / kg BB / IV atau kira – kira 25 – 50% lebih rendah
dari dosis induksi biasa . 14

Efek pada Sistem – Sistem Organ


Sistem Kardiovaskuler
Propofol menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik yang lebih besar
20
dibandingkan dengan thiopental yaitu sebesar kurang lebih 25 – 40% . Penurunan
tekanan darah ini disertai dengan perubahan cardiac output dan sistemik vaskuler
resisten. Relaksasi otot – otot polos jantung dihasilkan oleh propofol terutama sekali
karena adanya daya inhibisi aktivitas saraf simpatis. Efek inotropik negatif mungkin
merupakan hasil penurunan pengambilan kalsium intrasel yang selanjutnya
14
menginhibisi influx kalsium pada trans sarcolema . Stimulus yang dihasilkan oleh
laryngoskopi direk dan intubasi trakea menaikan kembali tekanan darah. Walaupun
obat ini lebih efektif dari Thiopental dalam hal menghilangkan gejolak dari efek
presor tersebut . 14
Hipotensi lebih banyak terjadi dibandingkan dengan Thiopental. Faktor
ekstraserbasi hipotensi antara lain meliputi dosis yang besar kecepatan induksi dan
umur yang sudah tua .8
Propofol juga efektif mencegah respon hipertensi pada saat pemasangan
laryngeal mask airway. Walaupun bisa mencegah kenaikan konsentrasi epinephrine
yang diikuti oleh kenaikan yang tiba – tiba dari konsentrasi desflurane. Tekanan darah
ditimbulkan dari efek propofol mungkin tidak terjadi pada pasien yang mengalami
hipovolemik, pasien tua, dan pasien dengan penyakit gangguan fungsi dari ventrikel
kiri yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Hidrasi adekuat sebelum
Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
pemberian cepat dari Propofol dianjurkan untuk mengurangi efek penurunan tekanan
darah ini. Penambahan gas nitrus oksida tidak mempengaruhi efek kardiovaskuler dari
Propofol. 14
Disamping penurunan dari tekanan darah sistemik, frekuensi denyut jantung
biasanya tetap tidak berubah, berbeda dengan kenaikan denyut jantung yang muncul
pada saat pemberian Thiopental intravena secara cepat. Propofol dapat menurunkan
aktivitas saraf simpatis lebih besar dibanding aktivitas parasimpatis. Sehingga
menyebabkan predominannya aktivitas saraf parasimpatis.

Bradikardi yang berhubungan dengan kematian


Bradikardi yang berat dan asistol dapat terjadi pada pasien muda yang sehat
meskipun sebelumnya telah diberikan antikolinergik. 14
Resiko bradikardi sampai kematian diperkirakan 1,4 dalam 100.000 pasien. 14
Bradikardi yang berat berulang dan fatal pada anak – anak di ICU pernah
dilaporkan dengan pemakaian sedasi Propofol yang lama.
Propofol dapat menyebabkan reflek okulokardiak pada anak – anak yang
menderita strabismus walaupun sebelumnya dicegah dengan antikolinergik. 14

Paru – paru
Propofol dapat menyebabkan depresi ventilasi tergantung dosis dengan
14
kejadian henti nafas sekitar 25 – 35% pasien . Rumatan infusi Propofol dapat
menurunkan volume tidal dan frekwensi pernafasan.
Propofol dapat menyebabkan terbebasnya histamine, induksi dengan Propofol
dapat menghasilkan bronkodilatasi dan penurunan kejadian wheezing durante operasi
pada pasien dengan riwayat asma. Sehingga Propofol tidak di kontra indikasikan pada
pasien dengan riwayat asma. 8

Fungsi Hati dan Ginjal


Propofol tidak menyebabkan efek samping pada hati dan ginjal yang diketahui
dari pengukuran enzim transaminase hati atau konsentrasi kreatinin.

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Pemberian infus yang lama dapat menyebabkan urin berwarna hijau
menggambarkan adanya phenol di urin. Perubahan ini tidak mempengaruhi fungsi
ginjal.
Ekskresi asam urat di dalam urin meningkat setelah pemberian Propofol dan
dapat timbul muncul seperti urin yang berawan (Cloudy urine) jika asam urat itu
mengkristal di dalam urin di dalam kondisi pH dan temperatur yang rendah. Cloudy
urine ini bukan sebagai indikasi dari efek samping Propofol. 14

Tekanan Intra okuli


Propofol dapat menyebabkan penurunan tekanan intra okuli dan menetap
ketika intubasi trakea. 14

Koagulasi
Propofol tidak mempengaruhi perubahan fungsi koagulasi dan platelet. Hal ini
dikarenakan emulsi Propofol dimana Propofol terdispersi sama seperti intralipid. 14

Penggunaan Klinis
Induksi Anestesi
Dosis induksi anestesi pada orang dewasa sehat adalah 1,5 – 2,5 mg / kg BB
IV, dengan kadar dalam darah 2 – 6 μg/ml menghasilkan ketidaksadaran tergantung
pada obat lainnya yang diberikan kepada pasien dan usia pasien.
Pada pasien lebih tua membutuhkan dosis induksi yang lebih rendah (25 –
50% lebih rendah) disebabkan volume distribusi dan kecepatan klirens yang rendah.
Pemulihan / sadar dapat muncul pada konsentrasi Propofol dalam plasma 1,0 – 1,5
μg/ml. pulih sempurna tanpa ada gejala susunan saraf pusat yang tersisa adalah sifat
Propofol yang utama yang menjadi alasan untuk menggantikan Thiopental untuk
induksi anestesi pada berbagai situasi klinis. Walaupun Propofol lebih mahal dari
Thiopental biaya yang dikeluarkan masih dapat mengurangi kemungkinan biaya dari
pulih sadar yang cepat. 14

Sedasi Intravena
Waktu paruh yang pendek dari Propofol walaupun dengan pemberian infus
yang lama / panjang, dikombinasi dengan waktu efek samping yang pendek
membuatnya lebih gampang dititrasi untuk menghasilkan sedasi intravena. Masa pulih
Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
yang cepat tanpa ada gejala sisa ngantuk dan rendahnya angka mual dan muntah
membuat Propofol lebih disukai untuk pasien rawat jalan. Dosis 25 – 100 μg/kg/m
intravena menghasilkan analgesik yang minimal dan efek amnesia. Pada pasien –
pasien tertentu Midazolam atau opioid dapat ditambahkan terhadap Propofol untuk
sedasi intravena yang kontinu. Suatu pasien kontrol analgesik konvensional
memberikan dosis 0,7 mg / kg dengan periode waktu tiga menit merupakan salah satu
tehnik sedasi intravena yang kontinu. 14

Efek Samping
Reaksi Alergi
Komponen allergen dari Propofol meliputi inti fenil dan rantai samping
diisopropil. Pasien yang terbukti mengalami anaphylaksis pada pemberian Propofol
pertama kali mungkin telah mengalami sensitisasi terhadap radikal diisopropyl yang
banyak terdapat pada sediaan obat kulit. Inti dari phenol ini banyak terdapat pada
berbagai macam obat. Begitu juga anapylaksis yang disebabkan oleh Propofol selama
pertama kali terpapar telah terus diobservasi terutama pada pasien dengan riwayat
alergi terhadap obat terutama terhadap obat – obat pelumpuh otot. 14

Aktivitas Kejang
Sebagian pelaporan kejadian kejang selama diinduksi dengan Propofol
menggambarkan pergerakan cetusan spontan yang berasal dari subkortikal. Respon ini
tidak seperti aktivitas epileptik kortikol, walaupun demikian kehati – hatian perlu
diperhatikan selama pemberian Propofol untuk pasien – pasien dengan riwayat
epilepsi yang kurang dikontrol. Mioklonus yang lama yang berhubungan dengan
meningismus pernah dilaporkan. 14

Pertumbuhan Bakteri
Propofol mendukung pertumbuhan bakteri Escherichia Coli dan pseudomonas
aeruginosa, dimana pelarutnya (intralipid) bersifat bakterisidal untuk organisme yang
sama dan bakteriostatik untuk Candida albicans. Satu kelompok klaster infeksi paska
operatif menunjukkan bahwa kenaikan temperatur menyebabkan kontaminasi
ekstrinsik dari Propofol. Oleh karena itu direkomendasikan :

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
• Tehnik aseptik dengan desinfeksi permukaan leher ampul yaitu dengan
pemberian 70% isoprofil alkohol.
• Isi Propofol ampul ditarik ke dalam syringe yang steril segera setelah dibuka
dan diberikan segera.
• Isi ampul yang terbuka harus dibuang bila 6 jam tidak digunakan.
Walaupun ada kekhawatiran tentang hal diatas ada bukti yang menyatakan jika
Propofol diambil secara aseptik ke dalam spuit yang tertutup, obat itu akan bertahan
tetap steril pada suhu temperatur ruangan untuk beberapa hari. 14

Rasa Sakit pada Penyuntikan


Rasa sakit pada waktu penyuntikan, paling sering dilaporkan pada waktu
pemberian Propofol sehingga dapat membangunkan pasien. Rasa tidak enak ini terjadi
dibawah 10% apabila obat ini disuntikkan pada vena besar daripada vena di punggung
tangan. 14
Pemberian opioid kerja pendek atau lidokain 1% ditempat suntikan yang sama
dengan Propofol menurunkan kejadian yang tidak menyenangkan ini.14
Formulasi Propofol dalam konsentrasi 10 mg/mL dalam emulsi lemak
(Intralipid®; Zeneca, Planckstadt, Germany) terdiri dari 10% minyak soybean yang
mengandung rantai panjang trigliserida (Diprivan®; Zeneca) yang dapat menimbulkan
rasa nyeri sedang sampai berat. Rasa sakit pada waktu penyuntikan ini disebabkan
oleh karena tingginya Propofol bebas dalam fase air dari emulsinya.21

Penelitian lebih lanjut dari dua formulasi baru yaitu Propofol Lipuro 1% dan
2% (B. Braun, Melsungen, Germany) dalam 10% emulsi lemak yang terdiri dari
21
trigliserida rantai panjang dan trigliserida rantai sedang , dimana pada waktu
penyuntikan rasa nyeri yang ditimbulkannya berkurang dibandingkan dengan
Propofol lainnya (Propofol dalam emulsi LCT). 22

2.3. N2O
Nitrous oksida (N2O = Gas Gelak). Nitrous oksida merupakan gas yang tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. Biasanya N2O
disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam silinder baja; tekanan
penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. Anestesi ini selalu digunakan dalam

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
campuran dengan oksigen. Nitrous oksida sukar larut dalam darah, diekskresikan
dalam bentuk utuh melalui paru – paru dan sebagian kecil melalui kulit. Gas ini tidak
mudah terbakar, tetapi bila dikombinasikan dengan zat anestetik yang mudah terbakar
akan memudahkan terjadinya ledakan misalnya campuran eter dan N2O. 19
N2O menyebabkan hilangnya sensasi tubuh. Efek anestesi ini yang
membuatnya berfungsi sebagai salah satu anestesi lemah. Karena N2O sifat
anestesinya lemah dia biasanya diberikan dengan agen anestesi lain yang lebih kuat.
Karena N2O sangat mudah berdiffusi sehingga dia sangat cepat terambil dari alveoli
untuk masuk ke dalam sirkulasi paru, hal ini akan menyebabkan terjadinya
kevakuman gas di dalam alveoli sehingga gas yang segar akan ditarik masuk ke dalam
paru – paru, oleh karena itu ventilasi alveolar meningkat. Efek fisiologi daripada N2O
ini memungkinkan disebut sebagai “Second Gas Effect”. Ini akan terjadi jika anestesi
gas yang lebih kuat diberikan bersama – sama dengan N2O. 23

2.4. MIDAZOLAM
Midazolam merupakan obat anestesi golongan benzodiazepin yang bekerja
terutama di korteks serebri. Midazolam juga bekerja di hipotalamus dan mempunyai
efek sedasi8,14, dengan sifat kerja yang pendek dibandingkan derivat benzodiazepin
yang lainnya. Dibandingkan dengan Diazepam, Midazolam mempunyai potensi 2-3
kali, sehingga sering menggantikan diazepam untuk premedikasi dan sedasi.
Midazolam dapat diberikan bersama larutan ringer lactat dan dapat dicampurkan
dengan obat-obat asam seperti opioid dan antikolinergik. Waktu paruh Midazolam
sekitar 1-3 jam, dimana lebih pendek dari Diazepam.14
Efek pada sistem organ lain:
a. Sistem Pernafasan
Menghasilkan penurunan ventilasi tergantung dosis dengan 0,15mg/kgBB iv sama
dengan dosis Diazepam 0,3mg/kgBB iv. Henti nafas sementara dapat terjadi pada
suntikan dengan dosis besar (>0,15mg/kgBB iv).14
b. Sistem Kardiovaskuler
Dosis 0,2 mg/kgBB iv untuk induksi anestesi menurunkan tekanan darah sistemik
dan meningkatkan denyut jantung lebih dari Diazepam 0,5mg/kgBB iv.14
c. Sistem Syaraf Pusat(SSP)

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Seperti benzodiazepin lainnya, menurunkan kebutuhan oksigen metabolit serebral
dan aliran darah serebral analog dengan barbiturat dan Propofol. Respon
vasomotor serebral terhadap carbondioksida, dipertahankan selama anestesi
Midazolam.14

Penggunaan klinis
Untuk medikasi pre operasi Midazolam dapat diberikan 0,05 -0,1 mg/kgBB
IM.Efek sinergis antara benzodiazepin dengan obat lain, misalnya opioid atau
Propofol dapat digunakan untuk keuntungan sedasi dengan ventilasi dan oksigenasi
yang tidak terganggu.14

2.5 MEPERIDINE
Merupakan sintetik opioid yang bekerja pada receptor mu dan kappa dan
diturunkan dari phenylpiperidine. Secara struktur mirip atropine, secara farmakologi
mirip morphine. Meperidine 1/10 kali potensi Morphine dengan 80-100mg IM mirip
dengan 10 mg Morphine. Duration of action 2-4 jam, lebih pendek daripada
Morphine. Menghasilkan efek farmakokinetik yang sama dengan Morphine. Waktu
paruh meperidine 3-5 jam karena bersihan Meperidine tergantung metabolisme
hepatik, adalah mungkin dosis besar akan membuat kejenuhan sistem enzim dan
memperpanjang waktu paruh. Waktu paruh tidak berubah sampai dosis 5mg/kg IV.8,14

Efek terhadap sistem organ lain


a.Sistem Respirasi
Semua opioid agonis menghasilkan depresi nafas melalui efek agonis pada μ2 receptor
menyebabkan efek depresi langsung pada pusat pernafasan batang otak. Efek ini
ditandai menurunnya respon pernafasan oleh carbondioksida. Dosis besar opioid
dapat menyebabkan apnoe, tetapi pasien masih sadar dan bisa bernafas jika kita
perintah.14
b.Sistem Kardiovaskuler
Pemberian dosis terapi Meperidine pada pasien yang berbaring tidak mempengaruhi
sistem kardiovaskuler, tidak menghambat kontraksi miokard dan tidak mengubah

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
gambaran EKG. Vasodilatasi perifer dapat terjadi pada penyuntikan cepat secara IV.
Petidine bersifat atropine menyebabkan kekeringan mulut dan Tackikardi.19
c.Sistem Saraf Pusat
Terhadap Sistem Saraf Pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi.
Digolongkan depresi yaitu analgesi, sedasi, perubahan emosi. Stimulasi termasuk
stimulasi parasimpatis, mual-muntah.14

2.6. KERANGKA KONSEPTUAL

Stadiu
Propofo INDUKSI m

Waktu
tercapainya

Perubahan
Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50%Hemodinamik
Dengan Propofol 2: Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008

Tekanan Darah
Faktor
Pengganggu :

- Alat Ukur
Vapori er

Stadiu
Sevoflura INDUKSI
m

Waktu
tercapainya

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Desain
Penelitian ini menggunakan metode randomized clinical trial secara tersamar tunggal
(single blind)
Single Blind dilaksanakan dengan cara subyek penelitian tidak mengetahui metode
induksi yang digunakan. Subyek penelitian dibagi 2 kelompok secara random.
26,27
Randomisasi dilakukan dengan cara melakukan undian dengan melempar koin .
Koin yang digunakan adalah uang logam Lima Ratus Rupiah. Pelemparan koin
dilakukan oleh relawan yang sudah dilatih sebelumnya. Apabila yang muncul gambar
maka subyek dimasukkan ke dalam kelompok Sevoflurane, apabila yang muncul
angka subyek dimasukkan ke dalam kelompok Propofol. Setelah subyek ditentukan
masuk ke salah satu kelompok, subyek dipersiapkan untuk dilakukan induksi. Setelah
pasien tertidur lalu dinilai waktu hilangnya reflek bulu mata dan kondisi
hemodinamik pasien. Setelah semua sampel terkumpul relawan memberikan semua
hasil pengamatan kepada peneliti.

3.2. Tempat dan Waktu


Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
3.2.1. Tempat
Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan

3.2.2. Waktu
Februari 2008 s/d April 2008

3.3. Populasi Penelitian


Populasi adalah seluruh pasien yang menjalani pembedahan elektif di Rumah Sakit
Umum dr. Pirngadi Medan

3.4. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel


Diambil dari pasien yang akan dioperasi dengan menggunakan general anestesi.
Status fisik ASA 1.
Setelah dihitung secara statistik, seluruh sampel dibagi secara random menjadi 2
kelompok. Kelompok I memakai Sevofluran 8% + N2O 50% sebagai induksi
inhalasi. Kelompok II memakai Propofol 2 mg/kg BB IV.
Cara pemilihan sampel dengan consecutive sampling. Pada consecutive sampling,
semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam
penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi

3.5. Estimasi Besar Sampel


Data independent (tidak berpasangan)

(n1 – 1)S 1 2+ (n2 -1) S2 2


σ2/Sp2 = -------------------------------
(n 1 + n 2) -2

2σ2 (Z1-α/2 + Z1-β ) 2


n1=n2 = -------------------------
(μ0- μa) 2

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Keterangan:
n = besar sampel minimum
Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu (5%, 95% Æ 1,96)
Z1-β = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β tertentu (10%, 90% Æ 1,28)
σ2 = harga varians di populasi (SD 18,9)
μ0-μa = perkiraan selisih nilai mean yang diteliti dengan mean di Populasi 20

N1=N2 = 19 Æ 20

3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Kriteria Inklusi :
1. Bersedia menjadi peserta penelitian dan menandatangani informed consent.
2. Umur 16 – 59 tahun
3. BBI menurut kriteria Brocca
4. Dilakukan anestesi umum
5. Pasien status fisik ASA I
Kriteria Eksklusi :
1. Riwayat alergi dengan obat yang diteliti
2. Riwayat alergi dengan kacang kedelai
3. Operasi kraniotomi, thorakotomi

3.7. Informed Consent


Setelah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik, penderita mendapatkan penjelasan
tentang prosedur yang akan dijalani serta menyatakan secara tertulis kesediaannya
dalam lembar informed consent.

3.8. Cara Kerja


1. Proposal penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian bidang
kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Setelah diterangkan ke subyek penelitian, dibuatkan informed consent.
3. Pasien PS ASA I dibagi secara random menjadi 2 kelompok.
4. Semua pasien mendapat perlakuan yang sama diberi infus RL 2 cc / kg BB /
jam sejak puasa

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
5. Sukarelawan yang melakukan penilaian terhadap hilangnya reflek bulu mata
ditetapkan 3 orang. Dilakukan penilaian beberapa contoh subyek yang
menghasilkan nilai kappa test 1 yang berarti tidak ada perbedaan terhadap
penilaian hilangnya reflek bulu mata 25.
6. Kelompok Sevoflurane mendapat Petidin 1 mg / kg BB / IM dan Midazolam
0,05 mg / kg BB / IM 1 jam sebelum induksi anestesi dimulai, setelah ½ jam
premedikasi pasien dimasukkan ke kamar operasi, lalu dipersiapkan untuk
menjalani anestesi umum dipasang monitor non invasive, dicatat tekanan
darah, laju jantung, laju nafas dan saturasi oksigen (SpO2). Setelah semua
persiapan selesai pasien di pre oksigenasi dengan oksigen 100% selama 5
menit. Kemudian sirkuit anestesi dipenuhi terlebih dahulu dengan gas
Sevoflurane, lalu di induksi dengan Sevoflurane 8% dan 50% N2O, flow
disesuaikan dengan volume semenit pasien (10 cc x BB x frekuensi nafas).
Pasien diperintahkan untuk bernafas dalam. Setelah itu dinilai reflek bulu mata
sejak pertama menarik nafas dan dicatat waktu menggunakan stop watch oleh
sukarelawan sampai reflek bulu mata hilang dan dinilai kondisi
hemodinamiknya. Setelah reflek bulu mata hilang pasien diberi ataupun tidak
pelumpuh otot sesuai dengan kebutuhan.
7. Kelompok Propofol mendapatkan Petidin 1 mg / kg BB / IM dan Midazolam
0,05 mg / kg BB / IM 1 jam sebelum induksi anestesi dimulai, setelah ½ jam
premedikasi pasien dimasukkan ke kamar operasi, lalu dipersiapkan untuk
menjalani anestesi umum. Dipasang monitor non invasive, dicatat tekanan
darah, laju jantung, laju nafas, saturasi oksigen (SpO2). Setelah semua
persiapan selesai pasien di pre oksigenasi dengan oksigen 100% selama 5
menit. Lalu di injeksikan Propofol 2 mg / kg BB / IV selama 15 detik oleh
sukarelawan. Dinilai reflek bulu mata sejak awal penyuntikan dan dicatat
waktu oleh sukarelawan menggunakan stop watch sampai reflek bulu mata
hilang dan dinilai kondisi hemodinamiknya. Setelah reflek bulu mata hilang
pasien diberi ataupun tidak pelumpuh otot sesuai dengan kebutuhan.
8. Kedua kelompok di maintenance dengan Halotan atau Isofluran + N2O dan
O2, bila memungkinkan di maintenance dengan Sevoflurane + N2O dan O2.
9. Kedua hasil waktu dan hemodinamik dibandingkan secara statistik.
10. Penelitian dihentikan bila terjadi kegawat daruratan jalan nafas, jantung, paru
dan otak yang mengancam jiwa.
Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
3.9. Alur penelitian

POPULASI

Inklusi Eksklusi

SAMPEL

Kelompok I Kelompok II
Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Infus RL Infus RL

Premed → Induksi → Premed → Induksi →


Sevoflurane 8% + N2O 50% Propofol 2 mg/kg BB

1. Waktu Induksi
2. Kondisi hemodinamik

Analisa data
liti
5’

Kondisi hemodinamik

3.10. Identifikasi Variabel


3.10.1. Variabel Bebas :
1. Sevoflurane 8% + N2O 50%
2. Propofol 2 mg/ kg BB IV
3.10.2. Variabel Tergantung :
1. Hilangnya reflek bulu mata
2. Tekanan darah
3. Laju Jantung
4. Laju nafas
5. Saturasi oksigen (SpO2)

3.11. Definisi Operasional


Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Hilangnya reflek bulu mata : dengan memberi rangsangan pada bulu mata
menggunakan jari tangan tidak terjadi penutupan kelopak mata.
Tekanan darah : tekanan yang dikenakan terhadap pembuluh arteri semasa peredaran
darah yang disebabkan oleh denyut jantung, normalnya 120/80 mmHg pada dewasa
muda sehat. Diukur menggunakan monitor non invasive.
Laju jantung : banyaknya jantung memompakan darah keseluruh tubuh dalam satu
menit, normalnya 60 – 100 x/mnt pada dewasa muda sehat, diukur dengan dengan
menggunakan monitor non invasive.
Laju nafas : banyaknya inspirasi dan ekspirasi dalam satu menit, normalnya 12 – 22
x/mnt pada dewasa muda sehat.
Saturasi oksigen (SpO2) : banyaknya Hb yang mengikat oksigen, normalnya 96 –
98%, diukur dengan menggunakan monitor non invasive.
Sevoflurane 8% + N2O 50% : vaporizer sevoflurane dibuka sampai 8% dan
perbandingan N2O dengan total gas segar yang diberi berjunlah 50%. Mis: N2O 2 lpm
= O2 2 lpm
Propofol 2 mg/kg BB IV : propofol yang diberikan melalui pembuluh nadi balik
berjumlah 2 mg dikali berat badan pasien.

3.12. Rencana Pengolahan dan Analisa Data


Data yang terkumpul akan dianalisis dengan program SPSS versi 15,0 dan disajikan
dalam bentuk grafik, tabel dan kalimat.

3.13. Masalah Etika


Kedua obat yang diteliti ini memiliki efek samping yang dapat diantisipasi. Dari
penelitian yang sudah dilakukan didapatkan efek samping kejadian apnea 65%
dengan induksi Propofol dan 16% dengan induksi Sevoflurane 9. Kejadian bradikardi
24
2% dengan induksi Propofol . Bila efek samping ditemukan pasien akan diterapi
sesuai penyakit yang ditimbulkannya.
Sebelum penelitian kepada pasien dilakukan informed consent. Penelitian ini aman
dilakukan pada manusia karena kedua obat sudah lama dipakai sebagai obat induksi.

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Pada penelitian ini dosis obat yang digunakan adalah dosis terapeutik. Selain itu
penelitian dengan jenis obat yang sama sudah sering dilakukan pada pusat – pusat
pendidikan lain.

BAB 4
HASIL PENELITIAN

Mulai dari tanggal 21 Februari 2008 s/d tgl 22 April 2008 diperoleh 52 pasien
yang bersedia mengikuti penelitian sesuai dengan prosedur penelitian. Dari 52 pasien
yang diikutkan sampai penelitian berakhir diperoleh 26 pasien dalam kelompok
Sevoflurane dan 26 pasien dalam kelompok Propofol.
Dari data deskriptif berupa umur, berat badan, jenis kelamin dari kedua
kelompok tidak ditemukan perbedaan yang bermakna pada tabel 4.1 dan 4.2 (misal :
yang satu umur terlalu tua dan yang satu umur muda)

4.1. Karakteristik Umur, Berat Badan dan Jenis Kelamin

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Pada penelitian ini didapat data deskriptif berupa umur, berat badan dan jenis
kelamin dari kedua kelompok. Sebaran data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1 dan
tabel 4.2.
Tabel 4.1. Sebaran Umur dan Berat Badan pada kedua kelompok.
Sevoflurane Propofol
n = 26 n = 26
Rerata SD Rerata SD P
Umur (tahun) 31,4 11,0 31,5 13,9 0,982*
Berat Badan (Kg) 54,5 7,6 56,5 7,9 0,350**
* Uji Mann- Whitney
** Uji t-test

Umur pasien yang menjadi sampel kelompok Sevoflurane yang paling muda
berusia 17 tahun dan yang paling tua berusia 52 tahun dengan rerata 31,4 (SD 11,0),
sedangkan kelompok Propofol yang paling muda berusia 18 tahun dan yang tertua
berusia 59 tahun dengan rerata 31,5 (SD 13,9). Dengan memakai test Mann-whitney
didapat p = 0,982 (p>0,05) berarti tidak ada perbedaan yang bermakna pada umur
antara kedua kelompok.
Berat badan pasien yang menjadi sampel pada kelompok Sevoflurane yang
paling ringan 40 kg dan yang paling berat 68 kg dengan rerata 54,5 (SD 7,6), sedang
kelompok Propofol yang paling ringan 43 kg dan yang paling berat 74 kg dengan
rerata 56,5 (SD 7,9). Dengan memakai t – test didapat p = 0,350 (p > 0,05) berarti
tidak ada perbedaan yang bermakna pada berat badan antara kedua kelompok.

Tabel 4.2. Sebaran Jenis Kelamin pada kedua kelompok


Sevoflurane Propofol
n % n % p

Laki-laki 13 50 15 57,7 0,578*


Perempuan 13 50 11 42,3

Total 26 100 26 100

* Uji Chi Square

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Jenis kelamin pasien yang menjadi sampel pada kelompok Sevoflurane laki –
laki sebanyak 13 pasien (50%) dan perempuan sebanyak 13 pasien (50%). Kelompok
Propofol laki – laki sebanyak 15 pasien (57,7%) sedangkan perempuan sebanyak 11
pasien (42,3%) dengan memakai chi square test didapat p= 0,578 (p > 0,05) berarti
tidak ada perbedaan yang bermakna jenis kelamin antara kedua kelompok.

4.2. Karakteristik Hemodinamik Pasien sebelum induksi


Pada penelitian ini didapat karakteristik hemodinamik pasien sebelum induksi,
yang dinilai adalah Tekanan Darah, Laju Jantung, Laju Nafas dan Saturasi Oksigen.
Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Karakteristik Hemodinamik Pasien sebelum induksi pada kedua
kelompok
Sevoflurane Propofol
Rerata SD Rerata SD p
Tekanan Darah Sistolik 127,73 10,9 125,2 12,6 0,447*
Tekanan Darah Diastolik 76,88 7,9 76,0 8,7 0,716*
Laju Jantung 81,5 9,5 81,7 8,1 0,950**
Laju Nafas 17,08 1,9 17,7 1,7 0,676*
Saturasi Oksigen 97,54 1,3 98 1,0 0,186*
* Uji Mann- Whitney
* Uji T-Independent

Pada data hemodinamik pasien sebelum induksi didapat rerata tekanan darah
sistolik Sevoflurane 127,73 mmHg (SD 10,9) dan rerata tekanan darah sistolik
Propofol 125,2 mmHg (SD 12,6). Dengan memakai test Mann-whitney didapat p=
0,447 (p>0,05) berarti tidak ada perbedaan yang bermakna tekanan darah sistolik.
Sedangkan rerata tekanan darah diastolik Sevoflurane 76,88 mmHg (SD 7,9) dan
rerata tekanan darah diastolik Propofol 76,0 mmHg (SD 8,7). Dengan memakai test
Mann-whitney didapat p= 0,716 (p>0,05) berarti tidak ada perbedaan yang bermakna
tekanan darah diastolik. Laju jantung pada kelompok Sevoflurane didapat rerata 81,5
(SD 9,5) dan pada kelompok Propofol didapat rerata 81,7 (SD 8,1). Dengan memakai
uji T- independent didapat p= 0,950 (p>0,05) berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna laju jantung. Laju nafas pada kelompok Sevoflurane didapat rerata 17,08

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
(SD 1,9) dan pada kelompok Propofol didapat rerata 17,7 (SD 1,7). Dengan memakai
test Mann-whitney didapat p= 0,676 (p>0,05) berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna laju nafas. Saturasi oksigen pada kelompok Sevoflurane didapat rerata
97,54 (SD 1,3) dan pada kelompok Propofol didapat rerata 98% (SD 1,0). Dengan
memakai test Mann-whitney didapat p= 0,186 (p>0,05) berarti tidak ada perbedaan
yang bermakna saturasi oksigen.

4.3. Hilangnya Reflek Bulu Mata


Pada penelitian ini hilangnya reflek bulu mata yang di nilai adalah lama waktu
hilangnya reflek bulu mata pada kedua kelompok. Hasil penelitian dapat dilihat pada
tabel 4.4.
Tabel 4.4. Perbandingan waktu hilangnya reflek bulu mata pada kedua
kelompok
Sevoflurane Propofol
Rerata SD Rerata SD P
Hilangnya Refleks 32,2 10,1 35,9 7,9 0,092*
Bulu Mata (detik)
* Uji Mann- Whitney

Lamanya waktu mulai hilangnya reflek bulu mata pada kelompok Sevoflurane didapat
rerata 32,2 detik (SD 10,1) dan pada kelompok Propofol didapat rerata 35,9 detik (SD
7,9). Dengan memakai test Mann-whitney didapat p= 0,092 (p>0,05) berarti tidak ada
perbedaan yang bermakna waktu hilangnya reflek bulu mata.

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Grafik 4.1. Hilangnya Reflek Bulu Mata pada kedua kelompok

4.4. Tekanan Darah Setelah Induksi


Pada penelitian ini dinilai Tekanan Darah setelah induksi pada kedua
kelompok. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5. Karakteristik Tekanan Darah Setelah Induksi pada kedua kelompok
Sevoflurane Propofol
Rerata SD Rerata SD P
TD Sistolik Setelah Induksi 115,5 9,7 109,6 11,0 0,049*
TD Diastolik Setelah Induksi 69,5 8,6 65,6 8,7 0,112*
* Uji T- Independent

Tekanan darah sistolik setelah induksi pada kelompok Sevoflurane didapat


rerata 115,5 (SD 9,7) dan pada kelompok Propofol didapat rerata 109,6 (SD 11,0).
Dengan memakai uji T - Independent didapat p= 0,049 (p<0,05) berarti terdapat
perbedaan bermakna tekanan darah sistolik setelah induksi. Tekanan darah diastolik
setelah induksi pada kelompok Sevoflurane didapat rerata 69,5 (SD 8,6) dan pada
kelompok Propofol didapat rerata 65,6 (SD 8,7). Dengan memakai Uji T- independent
didapat p= 0,112 (p>0,05) berarti tidak ada perbedaan yang bermakna tekanan darah
diastolik setelah induksi.

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
4.5. Laju Jantung Setelah Induksi
Pada penelitian dinilai Laju Jantung setelah induksi pada kedua kelompok.
Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6. Karakteristik Laju Jantung Setelah Induksi pada kedua kelompok
Sevoflurane Propofol
Rerata SD Rerata SD P
Laju Jantung 74,8 7,8 71,2 6,4 0,079*
Setelah induksi
* Uji T- Independent

Laju jantung setelah induksi pada kelompok Sevoflurane didapat rerata 74,8
(SD 7,8) dan pada kelompok Propofol didapat rerata 71,2 (SD 6,4). Dengan memakai
uji T- independent didapat p= 0,079 (p>0,05) berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna laju jantung setelah induksi.

4.6. Laju Nafas Setelah Induksi


Pada penelitian ini dinilai Laju Nafas setelah induksi pada kedua kelompok. Hasil
penelitian dapat dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7. Karakteristik Laju Nafas Setelah Induksi pada kedua kelompok
Sevoflurane Propofol
n Rerata SD n Rerata SD P
Laju Nafas 20 13,8 2,0 11 12,3 2,2 0,060*
Setelah induksi
* Uji Mann- Whitney

Laju nafas setelah induksi pada kelompok Sevoflurane didapat rerata 13,8 (SD
2,0) dan pada kelompok Propofol didapat rerata 12,3 (SD 2,2). Dengan memakai test
Mann-whitney didapat p= 0,06 (p>0,05) berarti tidak ada perbedaan yang bermakna
laju nafas setelah induksi.

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Pada kelompok Sevoflurane terjadi henti nafas sebanyak 6 orang dan
kelompok Propofol sebanyak 15 orang. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada
tabel 4.8.

4.7. Henti Nafas Setelah Induksi


Pada penelitian ini dinilai Henti Nafas setelah induksi pada kedua kelompok.
Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.8

Tabel 4.8. Perbandingan henti nafas setelah induksi pada kedua kelompok
Sevoflurane Propofol
N % n % P
Henti nafas 6 23,1 15 57,7 0,011*
Tidak Henti nafas 20 76,9 11 42,3
* Uji Chi Square

Henti nafas jelas terjadi setelah induksi pada kelompok Propofol (15 kejadian
(57,7%)) dibandingkan dengan kelompok Sevoflurane (6 kejadian (23,1%)).
Sedangkan pada kelompok Propofol kejadian tidak henti nafas sebanyak 11 kejadian
(42,3%) dan untuk kelompok Sevoflurane sebanyak 20 kejadian (76,9%). Dengan
memakai chi square test didapat p= 0,011 (p<0,05) berarti terdapat perbedaan
bermakna.

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Grafik 2. Henti Nafas setelah induksi kelompok sevoflurane dan propofol
4.8. Saturasi Oksigen Setelah Induksi
Pada penelitian ini dinilai Saturasi Oksigen setelah induksi pada kedua
kelompok. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.9

Tabel 4.9. Karakteristik Saturasi Oksigen setelah induksi pada kedua kelompok
Sevoflurane Propofol P
Rerata SD Rerata SD
Saturasi Oksigen 98,7 0,8 99 0,9 0,133*
Setelah induksi
* Uji Mann- Whitney

Saturasi oksigen setelah induksi pada kelompok sevoflurane didapat rerata


98,7% (SD 0,8) dan pada kelompok propofol didapat rerata 99% (SD 0,9). Dengan
memakai test Mann-whitney didapat p= 0,133 (p>0,05) berarti tidak ada perbedaan
yang bermakna saturasi oksigen setelah induksi.

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
BAB 5
PEMBAHASAN

Dari data deskriptif yang ada baik umur, berat badan, jenis kelamin tidak ada
perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok sehingga dapat dikatakan sampel
terdistribusi secara merata. Demikian pula data hemodinamik pasien sebelum induksi
tidak ada perbedaan bermakna, karena itu data hilangnya reflek bulu mata dan
hemodinamik kedua kelompok pada saat induksi dapat dipakai sebagai alat ukur
untuk membandingkan kedua obat sebagai obat induksi.

5.1. Waktu Induksi


Waktu induksi pada kedua kelompok dicatat saat mulainya obat tersebut
diberikan sampai hilangnya reflek bulu mata. Penelitian kami, waktu induksi pada
kelompok Sevoflurane = 32,2 detik lebih cepat daripada kelompok Propofol = 35,9
detik, meskipun telah dilakukan uji statistik dengan uji Mann-Whitney didapatkan
hasil yang berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Pada penelitian yang dilakukan oleh Beverly K Phillip, MD dkk (1999) yang
membandingkan Induksi Sevoflurane dengan induksi Propofol pada pasien dewasa
yang menjalani rawat jalan didapat waktu induksi kelompok Sevoflurane (56 ± 4
detik) lebih pendek daripada kelompok Propofol (92 ± 14 detik) 10. Teknik dan dosis
obat induksi yang dilakukan oleh peneliti Beverly K Phillip, MD dkk (1999) sama
dengan teknik dan dosis obat induksi yang kami lakukan, perbedaannya pada
penelitian yang dilakukan oleh Beverly K Phillip, MD dkk, subyek penelitian tidak
diberikan premedikasi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Thwaites A dkk (1997) yang
membandingkan induksi inhalasi Sevoflurane dengan Propofol didapat induksi
dengan Propofol lebih cepat dibandingkan dengan Sevoflurane. Tehnik induksi
inhalasi yang digunakan pada penelitian tersebut adalah dengan memberikan gas
inhalasi langsung dengan Sevoflurane 8% dan fresh gas flow N2O 4 Lpm dan O2 2
Lpm, pasien disuruh bernafas tidal dan face mask ditempelkan ke hidung dan mulut
pasien, dicatat waktu induksi sampai hilangnya reflek bulu mata. Untuk induksi
intravena diberikan 20 cc Propofol dengan kecepatan 16 – 18 cc/menit dengan
pemberian 2 ml lignocain 1% sebelumnya untuk mengurangi nyeri pada waktu
penyuntikan. Tidak dilakukan premedikasi pada kedua kelompok penelitian tersebut 9.
Pada penelitian kami, induksi inhalasi dilakukan dengan menyuruh pasien
bernafas dalam (kapasitas vital) dengan pemberian Sevoflurane 8% dan N2O 50% O2
50%. Induksi Propofol diberikan 2 mg /kg BB IV dengan kecepatan 15 detik.
Diberikan premedikasi 1 jam sebelum induksi dengan Petidine 1 mg / kg BB dan
Midazolam 0,05 mg / kg BB IM.
Induksi inhalasi dengan pasien bernafas dalam (kapasitas vital) mengakibatkan
volume gas inhalasi yang masuk ke dalam paru lebih besar daripada pasien bernafas
biasa (volume tidal), dimana faktor jalan nafas dan kecepatan aliran udara merupakan
28
faktor penting dalam menentukan tempat deposisi obat . Dengan demikian tekanan
parsial alveolar meningkat lebih cepat hal ini akan mengakibatkan waktu induksi
memendek dikarenakan tekanan parsial alveolar sangat penting dalam menentukan
tekanan partial obat anestesi inhalasi dalam darah dan otak. 8
Induksi intravena dengan Propofol 2 mg / kg BB IV secara manual yang
diberikan selama 15 detik didapat waktu tercapainya induksi lebih cepat dibandingkan
dengan pemberian Propofol 20 cc yang diberikan selama 16 – 18 cc / menit.

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Secara farmakokinetik penyuntikan Propofol harus cepat <15 detik dengan
sifat kelarutannya yang tinggi didalam lemak menyebabkan mula masa kerjanya sama
cepatnya dengan Thiopental (satu siklus sirkulasi dari lengan ke otak) dimana
konsentrasi puncak diotak diperoleh dalam 30 detik dan efek maksimum diperoleh
dalam 1 menit. 8,14
Induksi lebih mudah dengan Sevoflurane daripada Halothane, dan menjadi
lebih mudah lagi bila memakai face mask yang berbau khusus. Dalam praktek klinik,
kelarutan Sevoflurane yang rendah menyebabkan induksi yang cepat (kelarutan
8,17
Sevoflurane 0,03 sedangkan Halothane 2,35) . Apabila suatu anestetika dengan
kelarutan di dalam darah rendah berdifusi dari paru – paru menuju darah arteri, maka
hanya diperlukan relatif beberapa molekul saja untuk meningkatkan tekanan
parsialnya dan kelarutannya di dalam darah arteri akan meningkat dengan cepat.
Akibatnya obat dengan kelarutan dalam darah rendah cepat menghasilkan
14,17
keseimbangan dengan otak dan menyebabkan induksi anestetika lebih cepat .
Penggunaan tehnik overpressure dengan Sevoflurane lebih dapat diterima oleh pasien
karena obat anestesi ini kurang tajam baunya dibandingkan dengan Desflurane.
Bahkan, satu atau lebih bernafas dengan kapasitas vital dengan konsentrasi
Sevoflurane yang tinggi. (7% dengan 66% Nitrous Oksida) akan menyebabkan
hilangnya reflek bulu mata .8

5.2. Perubahan Tekanan Darah


Tujuan utama dari anesthesia adalah keamanan dan keselamatan pasien, dan
salah satu faktor penentunya adalah kestabilan hemodinamik selama pemberian obat
anestesi, hal ini dapat dicapai apabila obat anestesi tersebut dapat memberikan level
anestesi yang adekuat untuk pembedahan tanpa menimbulkan depresi yang serius
terhadap fungsi hemodinamik.
Pada penelitian ini, kami dapatkan penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik setelah induksi pada kedua kelompok, dimana nilai rerata untuk penurunan
tekanan darah sistolik pada kelompok Sevoflurane (115,5; SD 9,7) dan nilai rerata
pada kelompok Propofol (109,6; SD 11,0). Sedangkan nilai rerata untuk penurunan
tekanan darah diastolik pada kelompok Sevoflurane (69,5; SD 8,6) dan nilai rerata
pada kelompok Propofol (65,5; SD 8,7). Secara uji statistik dengan T- Independent
penurunan tekanan darah sistolik setelah induksi pada kelompok Sevoflurane dan
Propofol didapatkan hasil yang berbeda bermakna (p< 0,05). Sedangkan penurunan
Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
tekanan darah diastolik pada kelompok Sevoflurne dan Propofol secara uji statistik
dengan T- Independent didapatkan hasil yang berbeda tidak bermakna (p> 0,05).
Penelitian yang dilakukan oleh Thwaites A dkk (1997) yang membandingkan induksi
inhalasi Sevoflurane dengan induksi intravena Propofol didapat penurunan MAP
hingga 20 mmHg yang terjadi setelah 2 menit pada kelompok Propofol sebaliknya
pada kelompok Sevoflurane hanya memberikan nilai penurunan MAP sebanyak 10
mmHg 9. Pada pasien dewasa kejadian penurunan tekanan darah lebih ringan dengan
Sevoflurane daripada dengan Propofol. Pada induksi yang cepat dengan Sevoflurane
< 7,5% terjadi penurunan tekanan darah 16 – 25%, tekanan sistolik tetap
dipertahankan > 90 mmHg dan diastolik > 45 mmHg.6
Efek utama Propofol terhadap sistem kardiovaskuler adalah penurunan
tekanan darah arteri sebagai akibat penurunan tahanan pembuluh darah sistemik,
kontraktilitas jantung dan preload. Terjadi penurunan tekanan darah sistemik lebih
besar dibandingkan Thiopental yaitu sebesar lebih kurang 25 – 40%, tetapi biasanya
segera hilang dengan adanya stimulasi dari laringoskopi dan intubasi. Faktor – faktor
yang memperberat terjadinya hipotensi meliputi pemberian dosis besar, penyuntikan
yang terlalu cepat dan usia tua. Hidrasi adekuat sebelum pemberian cepat dari
Propofol dianjurkan untuk mengurangi efek penurunan tekanan darah ini. Propofol
secara jelas melemahkan barorefleks normal dari arteri terhadap hipotensi. Pada anak
yang sehat efek samping Propofol lebih sedikit dengan menyebabkan penurunan
tekanan darah rata – rata 10%, penurunan cardiac index 10% dan penurunan denyut
jantung 20% 15. Pasien dengan gangguan fungsi ventrikel dapat mengalami penurunan
curah jantung yang cukup berarti sebagai akibat dari penurunan tekanan pengisian
ventrikel dan kontraktilitas jantung.8,31
Kami juga mengamati kondisi hemodinamik (tekanan darah) subyek penelitian
pada 5’ setelah induksi. Pada 5’ setelah induksi kejadian penurunan tekanan darah di
kelompok Sevoflurane (96,6 / 58,4) lebih besar dibanding kelompok Propofol (107,6 /
66,2). Dan dari 26 subyek penelitian pada kelompok Sevoflurane didapati penurunan
MAP ≤ 60 mmHg yang dijumpai pada 2 subyek penelitian, dilakukan tindakan
pemberian cairan Ringer Lactate, dan Efedrin 10 mg IV serta pengurangan
konsentrasi Sevoflurane, terjadi peningkatan MAP > 60 mmHg. Hal ini disebabkan
konsentrasi gas inhalasi tetap tinggi di dalam darah dikarenakan pasien terus
menerima gas inhalasi tersebut akibatnya sistem kardiovaskuler pasien tertekan.
Sedangkan pada kelompok Propofol tidak dijumpai penurunan MAP ≤ 60 mmHg. Hal
Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
ini disebabkan karena setelah 5’ masa kerja Propofol sudah hampir habis, seperti
diketahui pulih sadar dari dosis single bolus juga cepat disebabkan waktu paruhnya (2
– 8 menit) 8.

5.3. Laju Jantung


Pada penelitian yang kami lakukan didapatkan sedikit penurunan laju jantung
setelah induksi pada kelompok Sevoflurane (74,8; SD 7,8) dan ditemukan satu orang
dengan peningkatan laju jantung. Pada kelompok Propofol didapatkan penurunan laju
jantung (71,2; SD 6,4). Dan ditemukan satu orang mengalami bradikardi. Dengan uji
statistik menggunakan T- Independent penurunan laju jantung setelah induksi tidak
terdapat perbedaan yang bermakna (p> 0,05).
Kami juga mengamati laju jantung pada 5’ setelah induksi dimana pada
kelompok Propofol laju jantung mulai meningkat (70,0; SD 7,3), hal ini disebabkan
karena masa kerja Propofol sudah hampir habis. Seperti diketahui pulih sadar dari
dosis single bolus juga cepat disebabkan waktu paruh distribusinya (2 – 8 menit) 8.
Sedangkan pada kelompok Sevoflurane didapatkan penurunan laju jantung (62,0; SD
2,6) dan ditemukan 1 orang mengalami bradikardi. Hal ini dikarenakan konsentrasi
gas inhalasi Sevoflurane tetap tinggi didalam darah dikarenakan pasien terus
menerima gas inhalasi tersebut akibatnya system kardiovaskuler pasien tertekan.
Penelitian Ebert dkk pada 12 sukarelawan sehat yang berumur antara 20 – 29
tahun dengan Sevoflurane, denyut jantung tidak berubah walaupun dinaikkan 0,5
MAC secara bertahap untuk mencapai konsentrasi yang stabil (0,5; 1,0; 1,5 MAC).6
Pada penelitian Tramer MR dkk (1997) kejadian bradikardi dengan Propofol,
dilaporkan seorang wanita muda yang mengalami bedah minor gynaecologi,
mengalami bradikardi yang berakhir dengan asistol.24
Bradikardi dan asistol pernah dilaporkan setelah induksi anestesi dengan
Propofol. Propofol dapat menurunkan aktivitas saraf simpatis lebih besar dibanding
aktivitas saraf parasimpatis, sehingga menyebabkan predominannya aktivitas saraf
parasimpatis. Refleks baroreseptor yang mengkontrol denyut jantung juga di depresi
oleh Propofol. 14, 15
Dari farmakodinamik Propofol menyebabkan penurunan laju jantung. Pada
anak yang sehat efek samping Propofol lebih sedikit dengan menyebabkan penurunan
15
denyut jantung 20% . Penurunan denyut jantung dengan Sevoflurane lebih rendah
dibandingkan dengan Desflurane. Pada induksi yang cepat dengan Sevoflurane <
Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
6
7,5% denyut jantung tidak berubah secara nyata. Sevoflurane dilaporkan tidak
mempengaruhi laju jantung 8.

5.4. Laju Nafas dan Henti Nafas


Pada penelitian ini terjadi penurunan laju nafas setelah induksi, kejadian
penurunan laju nafas pada kelompok Sevoflurane (13,8; SD 2,0) dan kelompok
Propofol (12,3; SD 2,2). Secara Uji statistik menggunakan Mann-Whitney tidak
terdapat perbedaan yang bermakna p: 0,06 (p> 0,05).
Kejadian henti nafas setelah induksi pada kelompok Sevoflurane (6 (23,1%))
lebih kecil dibandingkan kelompok Propofol (15 (57,7%)). Secara uji statistik
menggunakan Chi Square terdapat perbedaan yang bermakna p: 0,011 (p< 0,05).
Kami juga mengamati kondisi laju nafas subyek penelitian sampai 5’ setelah
induksi. Dimana dari 26 subyek penelitian pada kelompok Sevoflurane dijumpai 10
orang mengalami henti nafas, rata – rata henti nafas setelah menit ke 3. Pada
kelompok Propofol didapat 4 orang mengalami henti nafas, rata – rata henti nafas
pada menit ke 2. Dilakukan tindakan bantuan nafas secara manual bagging
menggunakan face mask.
Pada penelitian ini didapati 1 orang pada kelompok Sevoflurane mengalami
batuk ringan. Setelah operasi selesai pasien menyampaikan sewaktu bernafas
mencium bebauan yang tidak pernah dijumpai sebelumnya dan tidak terbiasa
mencium bebauan tersebut.
Penelitian oleh Beverly K Philip, MD dkk (1999) yang membandingkan
induksi Sevoflurane dengan propofol pada pasien dewasa yang menjalani bedah rawat
jalan, didapatkan 2 orang dari 32 sampel mengalami batuk sewaktu induksi. Dari
gambaran fisikokimia Sevoflurane ditampilkan bau yang menyenangkan yang
dihasilkan dari gas inhalasi Sevoflurane 29.
Penelitian yang dilakukan oleh Thwaites A dkk (1997) yang membandingkan
induksi inhalasi Sevoflurane dengan Propofol didapat kejadian henti nafas setelah
induksi jelas terjadi pada kelompok Propofol (33 (65%)) dibandingkan dengan
kelompok Sevoflurane (8 (16%)) (p<0,01).9
Carlo Pancoro, MD dkk (2005) melaporkan bahwa kejadian henti nafas lebih
sering dan lebih lama terjadi pada kelompok Sevoflurane yang langsung diberikan
dengan konsentrasi 8% dibandingkan dengan konsentrasi yang diberikan secara
bertahap 30.
Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Semua anestetika inhalasi merupakan depresan nafas, seperti yang ditunjukkan
pada kasus berkurangnya respons terhadap berbagai kadar karbon dioksida. Tahapan
depresi ventilasi berbeda – beda untuk tiap senyawa anestetika, sedangkan Isofluran
8,17
dan Enfluran adalah merupakan depresan paling kuat . Anestetika inhalasi
meningkatkan nilai ambang apnea (henti nafas; batas Pa CO2, dibawah mana apnea
terjadi karena berkurangnya rangsangan nafas oleh CO2). Semua efek depresan
senyawa anestetika ini terhadap nafas dapat ditangani dengan cara mengatur dan
mengendalikan ventilasi 17. Efek depresi nafas Sevoflurane dan Halotan pada 1 MAC
hampir sama tetapi sedikit lebih besar dengan Sevoflurane pada level anestesi yang
lebih dalam 6.
Propofol pada dosis tertentu menyebabkan depresi ventilasi, dengan apnea
pada 25 – 35% pasien setelah induksi anestesi dengan Propofol. Pemberian opioid
pada saat preoperatif dapat meningkatkan efek depresi ventilasi ini 14. Pada anak yang
sehat tidak mendapat premedikasi dijumpai apnoe selama > 20 detik pada lebih dari
50% kasus 15.

5.5 Saturasi Oksigen


Pada penelitian ini didapat saturasi oksigen setelah induksi pada kelompok
Sevoflurane didapat rerata 98,7% (SD 0,8) dan pada kelompok Propofol didapat
rerata 99% (SD 0,9). Secara uji statistik dengan menggunakan test Mann-whitney
didapat p= 0,133 (p>0,05) berarti tidak ada perbedaan yang bermakna saturasi
oksigen setelah induksi.
Kami juga mengamati saturasi oksigen yang timbul 5’ setelah induksi pada
kelompok Sevoflurane dan kelompok Propofol. Didapat saturasi oksigen dalam batas
normal. Hal ini disebabkan sampel yang ikut dalam penelitian semuanya tidak ada
kelainan pada pasien – pasiennya. Kedua kelompok diperlakukan sama yaitu
pemberian pre oksigenasi sebelum induksi.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Thwaites SA dkk (1997) yang
membandingkan Sevoflurane dengan Propofol dalam induksi inhalasi dimana tidak
terjadi perbedaan nilai SpO2 (dipertahankan normal) setelah induksi inhalasi dan
induksi intravena.

Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
Qadri Fauzi Tandjung : Perbandingan Sevoflurane 8% + N2O 50% Dengan Propofol 2 Mg/Kg BB IV Sebagai Obat…,
2008
USU e-Repository © 2008
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN
- Sevoflurane 8% dan Propofol 2 mg /Kg BB IV merupakan obat induksi praktis
yang dapat diberikan pada pasien dewasa yang sebelumnya telah mendapat
premedikasi.
- Waktu induksi sedikit lebih lama bila menggunakan Propofol dibandingkan
dengan Sevoflurane.
- Tekanan darah dan laju jantung dijumpai menurun pada kelompok Sevoflurane
dan Propofol setelah induksi, dan didapati pada kelompok Propofol 1 orang
mengalami bradikardi.
- Didapati penurunan laju nafas pada kelompok Sevoflurane dan kelompok
Propofol dengan kejadian henti nafas setelah induksi pada kelompok Propofol
lebih besar dibandingkan kelompok Sevoflurane dan 1 orang mengalami batuk
ringan pada kelompok Sevoflurane.
- Saturasi oksigen setelah induksi pada kelompok Propofol dan Sevoflurane tidak
berubah (dipertahankan normal).

6.2. SARAN
- Induksi anestesi dengan Sevoflurane dapat digunakan pada pasien – pasien dengan
sistem kardiovaskuler terbatas dimana pada penelitian ini didapat hemodinamik
yang cukup stabil setelah induksi.
- Induksi anestesi dengan Sevoflurane dapat berguna untuk pasien yang fobia
terhadap jarum ataupun pasien yang sulit didapat akses intra venanya dimana
hemodinamik yang relatif stabil setelah induksi.
- Perlunya pengamatan terhadap terciumnya bau dari obat inhalasi Sevoflurane
yang dihirup oleh pasien selama induksi, rasa nyaman sewaktu pemberian induksi
Sevoflurane dengan face mask, rasa sakit yang terjadi sewaktu obat Propofol
diinjeksikan secara intravena, perhitungan harga induksi dari kelompok Propofol
maupun Sevoflurane pada penelitian selanjutnya.
- Perlunya dilakukan penelitian mengenai besar dosis pelumpuh otot untuk fasilitasi
intubasi setelah induksi dengan Sevoflurane.
- Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut bagaimana efek hemodinamik
sevoflurane pada 5’ setelah induksi dimana pengamatan pada penelitian ini
didapatkan penurunan tekanan darah dan laju jantung yang cukup bermakna.
- Induksi inhalasi Sevoflurane dapat digunakan sebagai pengganti induksi
intravena.
BAB 7
DAFTAR PUSTAKA

1. As’at. Tanda – tanda anesthesia. In : Muhamin M, Thaib MR, Sutrisno S, Dahlan


R, editors. Anestesiologi. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta : 1989. p. 45.

2. Marwoto, Susianto O. Induksi Inhalasi Isofluran: Pengaruh Pretreatment Fentanil


1μg / kgBB Intravena terhadap Iritasi Jalan Nafas. Majalah Anestesia & Critical
Care. Vol 23 No. 1 Januari 2005. p. 50, 54.

3. Suzuki B, Rehatta MN. Perbandingan antara 2 Teknik Anestesia, TIVA propofol


dan Inhalasi Halotan terhadap Waktu Pemulangan pada Bedah Rawat Jalan.
Majalah Anestesis & Critical Care. Vol. 22 No. 3 September 2004. p. 261,267.

4. General Anaesthesia : Induction and Maintenance.


http://www.e-doc.co.za/modules.php?name=News&file=article&sid=55

5. Siahaan DR, Rasman M, Soerasdi E. Pengaruh Lidokain atau Ketamin Intravena


terhadap Nyeri Saat Induksi Propofol. Majalah Anestesia & Critical Care. Vol. 22
No. 2 Mei 2004. p. 140, 141.

6. Bisri T dr., Span. Konsep VIMA sengan SEVOFLURAN (SEVORANE®). Bagian


/ SMF Anestesiologi & Perawatan Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran / RSUP dr. Hasan Sadikin. Edisi 2. Bandung. Indonesia; Juni 1999.
p.3-5, 7-12, 14, 24, 26-31.

7. Davis S Ms, Bernet M Dr. Sevoflurane. NSW Therapeutic Assesment Group Inc.
2000.

8. Morgan EG,Jr, Mikhail SM, Murray JM. Clinical Anesthesiology. Lange Medical
Book/McGraw-Hill; 2006. p. 157-163, 173, 187-188.
9. Thwaites A, Edmends S, Smith I. Inhalation induction with sevoflurane : a
double-blind comparison with propofol. British Journal of Anaesthesia; 1997.

10. Philip KB et al. Comparison of Vital Capacity Induction with Sevoflurane to


Intravenous Induction with Propofol for Adult Ambulatory Anesthesia.
International Anesthesia Research Society. 1999.

11. Kirkbride AD et al. Induction of Anesthesia in the Elderly Ambulatory Patient: A


Double-Blinded Comparison of Propofol and Sevoflurane. International
Anesthesia Research Society. 2001.

12. Collins VJ. Phiysiologic and Pharmacologic Bases of Anaesthesia. Williams &
Wilkins A Waverly Company. Baltimore. 1996. p. 700-703.

13. Healy JET MSc, MD, FRCA; Cohen JP MD JD. Wylie and Churchill-Davidson’s
In : A Practice of Anaesthesia. Edward Arnold. Sixth Edition. 1995.p.99-101,
117-119.

14. Stoelting KR. Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice. Philadelphia :


Lippincott Williams & Wilkins. Third Edition. 1999. p. 20-27, 36-39, 128-133,
140, 143.

15. Bruno B, Bernard D. Pediatric Anaesthesia, Principle and Practice, Mc Graw-Hill


Medical Publishing Division. New York. p. 606-607, 1122.

16. Wirjoatmojo K. Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar Untuk Pendidikan S1


Kedokteran. Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
2000.p.158.

17. Katzung GB. Basic & Clinical Pharmacology. LANGE Medical Book. Ninth
Edition. San Francisco. 2004. p.402 – 405, 407, 413 – 414.

18. Stoelting KR, Miller DR. Basic of Anesthesia.Churchill Livingstone Elsevier.


Fifth Edition. Philladelphia. 2007. p.39, 140-145.
19. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FK UI. Editor : Gan S et al. Jakarta. 1987.
p. 108, 174.

20. Bowdle TA. The Pharmacologic Basis of Anesthesiology. Churcill Livingstone.


1994. p.307-331.

21. Doenicke WA et al. Pharmacokinetics and Pharmacodynamics of Propofol in a


New Solvent. International Anesthesia Research Society. 1997.

22. Propofol- ®Lipuro. In : Injectable Drugs. PT. BBraun Medical Indonesia. Jakarta.
p. 26.

23. Nitrous Oxide and Its Elusive Method of Action.


http://sulcus.berkeley.edu/mcb/165_001/papers/manuscripts/_908.html

24. Tramèr RM et al. Propofol and Bradycardia : Causation, Frequency and Severity.
British Journal of Anaesthesia. 1997.

25. Sastroasmoro S, Dr. DR. Prof., SpA(K), Ismael S Dr. Prof., SpA(K). Dasar –
dasar Metodologi Penelitian Klinis. CV Agung Seto. Jakarta. 2002. p. 57.

26. Notoatmodjo S, Dr. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Edisi Revisi.
Jakarta. 2005. p. 79.

27. Wahyuni SA, Dr, MKes. Statistika Kedokteran (disertai aplikasi dengan SPSS).
Bamboedoea Communication. Jakarta. p. 111.

28. Wiyono HW, Yunus F. Prinsip dasar dan peranan terapi inhalasi. Pertemuan
Ilmiah Khusus X. Makasar. 2003.

29. Bisri T, dr., SpAn. Meta Analisis Sevofluran. Pertemuan Ilmiah Berkala XII.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi & Reanimasi Indonesia. Surabaya.
2006. p. 164-165.
30. Pancaro C, MD et al. Apnea during induction of anesthesia with sevoflurane is
related to its mode of administration. Canadian Journal of Anesthesia. 2005.

31. Barash PG et al. Handbook of Clinical Anesthesia. In : Non Opioid intravenous


anesthesia. Fourth edition. 2001. p. 141-157.
Lampiran 1

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama : dr. Qadri Fauzi Tandjung


Tempat / Tgl Lahir : Padang, 13 November 1971
Agama : Islam
NIP :140 362 005
Pangkat / Golongan : Penata / Golongan III c
Alamat Rumah : Jl. Tri Dharma No. 12 B Kampus USU Medan
Nama Ayah : (Alm). Fauzi Tanjung, SH
Nama Ibu : Hj. Yarni
Status : Kawin
Nama Istri : Meisil Hardiyani, ST
Nama Anak : Diqa Aridani Khoiri
Alfath Ihza Rivaldi

Riwayat Pendidikan
1979 – 1985 : SD Harapan II Medan
1985 – 1988 : SMP Harapan II Medan
1988 – 1991 : SMA Harapan Medan
1991 – 1998 : S-1 Pend. Dokter Fakultas Kedokteran USU Medan
2004 – sekarang : PPDS Anestesiologi dan Reanimasi FK USU Medan

Riwayat Pekerjaan
1998 – 2000 : Dokter Puskesmas Sengeti Kabupaten Batanghari Propinsi Jambi
2000 – 2003 : Kepala Puskesmas Sengeti Kabupaten Muaro Jambi Propinsi Jambi

Penghargaan :
- Dokter Teladan I Tahun 2001 Kabupaten Muaro Jambi Propinsi Jambi
- Dokter Teladan II Tahun 2001 Propinsi Jambi
- Harian Pagi Jambi Ekspress sebagai Pengisi Rubrik Mingguan Konsultasi Medis
- Gubernur Propinsi Jambi selaku Team Kesehatan PORDA Propinsi Jambi tahun
2002
- Operasi Bhakti TNI AL Surya Bhaskara Jaya – LIV / 05 pada Mei 2005
Lampiran 2

Naskah Penjelasan Untuk Calon Subjek Penelitian


“ PERBANDINGAN SEVOFLURANE 8% + N2O 50% DENGAN PROPOFOL
2 MG/KG BB IV SEBAGAI OBAT INDUKSI ANESTESI DALAM HAL
KECEPATAN DAN PERUBAHAN HEMODINAMIK”

Bapak/Ibu/Saudara/i Yth,
Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul :
“PERBANDINGAN SEVOFLURANE 8% + N2O 50% DENGAN PROPOFOL
2 MG/KG BB IV SEBAGAI OBAT INDUKSI ANESTESI DALAM HAL
KECEPATAN DAN PERUBAHAN HEMODINAMIK”

Sebelum menjelaskan tentang penelitian diatas saya memperkenalkan diri saya :


Nama : dr. Qadri Fauzi Tandjung
Alamat : Jl. Tri Dharma No. 12B medan
No. Telp : 061-8214010/ 061-77082522/ 081396467800
Pekerjaan : PNS- Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan
Reanimasi FK USU Medan
Bapak/Ibu/Saudara/i Yth
Penelitian ini menyangkut pelayanan tindakan anestesi pada pasien yang menjalani
pembedahan yang terencana dengan anestesi umum. Seperti sudah kita ketahui bahwa
pada anestesi umum pasien ditidurkan. Pada waktu menidurkan pasien ada 2 tahap
yang harus dilakukan yaitu tahap awal menidurkan dan tahap selanjutnya
mempertahankan pasien tetap tidur.

Banyak obat – obatan dan cara yang dapat digunakan untuk tahap awal menidurkan
dan mempertahankan pasien tetap tidur. Diantara obat – obatan tadi yang sering
digunakan di RSU dr. Pirngadi adalah Propofol. Obat ini cara menggunakannya
adalah dengan menyuntikkan lewat pembuluh darah balik sesaat sebelum tindakan
pembiusan dimulai.
Hasil dari pengobatan ini terkadang pasien sering merasa nyeri ditempat suntikan dan
ada beberapa efek samping yang ditemukan pada pasien setelah menggunakan obat
tadi berupa penurunan tekanan darah, penurunan laju jantung dan penurunan laju
nafas.

Bapak/Ibu/Saudara/i Yth
Selain obat tersebut diatas ada obat lain yang dapat digunakan untuk tindakan tahap
awal menidurkan pasien dengan cara menghirup suatu gas yang bernama Sevoflurane.
Dimana Sevoflurane ini berbau harum, tidurnya lebih cepat dengan penurunan
tekanan darah yang sedikit dan laju jantung dan laju nafas yang stabil.

Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian akan diambil sebagai sukarelawan penelitian ini,


berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya. Adapun tujuan penelitian ini
adalah untuk mencari jenis obat apa yang paling baik digunakan untuk tahap awal
menidurkan. Caranya adalah dengan menghitung waktu mulai tidurnya pasien dengan
stop watch dan mencatat tekanan darah, laju jantung, laju nafas dan nilai oksigen yang
terkandung di dalam darah pasien sesaat setelah pasien tidur. Selama pengukuran tadi
Bapak/Ibu/Saudara/i tidak Bapak/Ibu/Saudara/i ketahui karena Bapak/Ibu/Saudara/i
sudah tertidur tanpa mengetahui pengukuran itu dilakukan.

Bapak/Ibu/Saudara/i Yth
Untuk lebih jelasnya, pada saat turut serta sebagai sukarelawan pada penelitian ini,
Bapak/Ibu/Saudara/i yang menjadi sukarelawan akan menjalani prosedur penelitian
sebagai berikut :
1. 1 (satu) hari sebelum pembedahan dilakukan, malam harinya sukarelawan akan
dipasang infus di kamar sukarelawan dirawat dan selanjutnya disuntikkan obat
penghilang rasa sakit dan penenang.
2. Pagi harinya sukarelawan dibawa ke kamar operasi. Sukarelawan akan dibagi
menjadi 2 kelompok secara acak. Kelompok I akan menghirup gas Sevoflurane
sesaat sebelum pembiusan dimulai, sedangkan Kelompok II akan disuntikkan
Propofol sesaat sebelum pembiusan dimulai.
3. Semua sukarelawan baik kelompok I maupun kelompok II dicatat waktu
hilangnya reflek bulu mata, tekanan darah, laju jantung, laju nafas dan nilai
oksigen yang terkandung di dalam darah.
4. Selanjutnya sukarelawan akan dipertahankan tetap tidur sampai pembedahan
selesai.
5. Setelah pembedahan selesai sukarelawan akan dibangunkan dan selanjutnya akan
dirawat di ruangan atau ICU sesuai dengan kondisi sukarelawan.
Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal – hal yang berbahaya bagi
Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian, namun bila terjadi hal – hal yang tidak diinginkan
selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada
penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian dapat menghubungi dr. Qadri Fauzi
Tandjung (Telp : 061-8214010, No. HP : 061-77082522, 081396467800) untuk
mendapat pertolongan. Selain dari itu penelitian ini juga diawasi konsultan –
konsultan di bagian anestesiologi dan reanimasi, sehingga bila terjadi hal – hal yang
tidak diinginkan peneliti dapat berkonsultasi dalam hal penanganan kejadian tadi.

Kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/i sangat diharapkan untuk berpartisipasi dalam


penelitian ini (± 1 hari). Bila masih ada hal – hal yang belum jelas menyangkut
penelitian ini, setiap saat dapat ditanyakan kepada peneliti : dr. Qadri Fauzi Tandjung.
Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan
Bapak/Ibu/Saudara/i yang telah terpilih sebagai sukarelawan pada penelitian ini, dapat
mengisi lembaran persetujuan turut serta dalam penelitan yang telah disiapkan.

Medan, 2008
Peneliti,

(dr. Qadri Fauzi Tandjung)


Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN CALON SUBJEK PENELITIAN

Setelah memperoleh informasi baik secara lisan maupun tulisan mengenai penelitian /
penapisan yang dilakukan oleh dr. Qadri Fauzi Tandjung dan informasi tersebut telah
saya pahami dengan baik mengenai manfaat tindakan yang akan dilakukan
keuntungan dan kemungkinan ketidaknyamanan yang mungkin akan dijumpai, saya

Nama :
Alamat :
No. Identitas :

Secara sukarela saya setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian / penapisan tersebut.
Kepada saya tidak dibebankan biaya apapun untuk penelitian ini

Medan, 2008
SAKSI :

( ) ( )
Lampiran 4

LEMBARAN OBSERVASI PASIEN

Nama :
No. Med. Record :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Diagnosis :
Tindakan :
PS ASA :
Mulai anestesi : selesai :
Mulai operasi : selesai :
Premed dengan : mg iv / im

Induksi dengan : mg iv
Sebelum Induksi :
- Tekanan Darah : mmHg
- Laju Jantung : x/mnt
- Laju Nafas : x/mnt
- Saturasi Oksigen : SpO2 : %
Setelah Induksi :
- Hilangnya Reflek bulu mata : menit
- Tekanan Darah : mmHg
- Laju Jantung : x/mnt
- Laju Nafas : x/mnt
- Saturasi Oksigen : SpO2 : %
5’ Setelah Induksi :
- Tekanan Darah : mmHg
- Laju Jantung : x/mnt
- Laju Nafas : x/mnt
- Saturasi Oksigen : SpO2 : %
Lampiran 5
Lampiran 6 SEVOFLURANE
DATA DESKRIPTIF PASIEN
No. NAMA Umur Jenis BB TB BBI DIAGNOSIS TINDAKAN
(Thn) Kel. (Kg) (cm) Brocca (Kg)
1. Aprida D Marpaung 36 ♀ 50 145 45 Lipoma of the abdomen Ø 5 x 3 cm Eksisi Lipoma
2. Bersama Tarigan 44 ♂ 68 170 63 Pansinusitis CWL
3. Dedy Siahaan 22 ♂ 60 165 58.5 Pansinusitis CWL
4. Ernius Sinamo 40 ♂ 60 165 58.5 Tonsilitis Kronis Tonsilektomi
5. Fatimah Sembiring 41 ♀ 51 150 50 Tumor Payudara Kanan Wide Eksisi
6. Gunawan Samosir 25 ♂ 60 165 58,5 Post ORIF a/i Fx Femur Dextra Removal Implant
7. Holand 30 ♂ 65 160 54 Polip Nasi Sinistra CWL
8. Horasman Tambunan 52 ♂ 63 165 58.5 Tumor Sinus CWL
9. Indra Syahputra 29 ♂ 59 160 54 Tonsilitis Kronik Tonsilektomi
10. Jamilah 48 ♀ 55 150 50 Pansinusitis CWL
11. Lamhot M. Sitorus 29 ♂ 61 165 58,5 Appendicitis Kronis Appendectomi
12. Maya F Tambunan 52 ♀ 46 150 50 Lipoma o/t Humerus Eksisi
13. Melva Pakpahan 26 ♀ 45 150 50 Hypertrofi Concha Konkoplasty
14. M. Kamil Tanjung 19 ♂ 62 160 54 Epidermal cyste o/t (R) Foot Eksisi
15. Nofa Herawaty T 24 ♀ 50 155 50 Appendicitis Kronis Appendektomi
16. Nurul Fadilla 17 ♀ 45 150 50 Appendicitis Kronis Appendektomi
17. Parhutala S 24 ♂ 60 168 61.2 Ginekomastia Dextra Eksisi
18. Ribut Susanto 41 ♂ 54 160 54 Fraktur Nasal Reposisi Nasal
19. Rinaldy Syah Tamin 29 ♂ 52 157 51.3 Closed (L) Clavicula Fr ORIF
20. Roy Bastian 30 ♂ 55 160 54 Hipertrofi Konka Konkaplasti + Antrostomi
21. Sartika Limbong 17 ♀ 45 150 50 Mastoiditis Dextra Mastoidektomi
22. Syelvia Oktavia 20 ♀ 40 145 45 Mastoiditis Dextra Mastoidektomi Dextra
23. Siska Br. Sitanggang 21 ♀ 47 150 50 Sinus Maxillaris Duplex + Konka Hipertrofi CWL
24. Tetty M Silaen, Spd 37 ♀ 50 150 50 Hipertrofi Konka + Sinusitis Maxilla Kronis Konkoplasti + Kaak Spooling
No. NAMA Umur Jenis BB TB BBI DIAGNOSIS TINDAKAN
(Thn) Kel. (Kg) (cm) Brocca (Kg)
25. Tiodorlan Purba 45 ♀ 66 165 58.5 Sinus Maxilaris + Konka Hipertrofi CWL
26. Vidia S. Tambunan 19 ♀ 48 155 50 Appendicitis Kronis Appendectomi
SEVOFLURANE

KONDISI HEMODINAMIK SEBELUM INDUKSI


No. NAMA Tek. Darah Laju Laju SpO2
Sistolik Diastolik Jantung Nafas (%)
1. Aprida D Marpaung 122 67 87 14 98
2. Bersama Tarigan 150 90 70 18 99
3. Dedy Siahaan 133 78 78 18 96
4. Ernius Sinamo 114 89 72 20 96
5. Fatimah Sembiring 120 80 78 18 99
6. Gunawan Samosir 120 73 68 18 98
7. Holand 130 80 73 18 97
8. Horasman Tambunan 140 76 75 18 96
9. Indra Syahputra 131 89 83 18 98
10. Jamilah 141 88 84 20 99
11. Lamhot M. Sitorus 115 62 79 18 97
12. Maya F Tambunan 129 72 92 16 98
13. Melva Pakpahan 116 71 88 18 98
14. M. Kamil Tanjung 125 77 79 18 98
15. Nofa Herawaty T 119 69 84 20 98
16. Nurul Fadilla 130 79 95 18 98
17. Parhutala S 122 66 73 18 98
18. Ribut Susanto 133 77 64 16 96
19. Rinaldy Syah Tamin 125 72 80 20 97
20. Roy Bastian 147 80 96 20 97
21. Sartika Limbong 140 72 95 16 97
22. Syelvia Oktavia 137 87 98 20 100
23. Siska Br. Sitanggang 124 69 99 20 99
24. Tetty M Silaen, Spd 128 88 74 14 98
25. Tiodorlan Purba 128 78 74 14 94
26. Vidia S. Tambunan 102 70 82 18 97
SEVOFLURANE

KONDISI HEMODINAMIK SETELAH INDUKSI


No. NAMA Hilangnya refleks Tek. Darah Laju Laju SpO2
bulu mata (detik) Sistolik Diastolik Jantung Nafas (%)
1. Aprida D Marpaung 29,28 124 72 85 14 99
2. Bersama Tarigan 41,74 138 94 63 14 97
3. Dedy Siahaan 40,44 106 64 71 14 99
4. Ernius Sinamo 37,36 101 77 64 Apnoe 99
5. Fatimah Sembiring 28,32 105 62 75 12 100
6. Gunawan Samosir 32,3 115 70 67 Apnoe 98
7. Holand 29,34 120 80 70 14 99
8. Horasman Tambunan 38,23 127 67 66 12 98
9. Indra Syahputra 22,37 118 70 72 16 99
10. Jamilah 40,93 115 76 70 16 98
11. Lamhot M. Sitorus 52,58 112 67 76 Apnoe 99
12. Maya F Tambunan 24,46 109 60 84 14 99
13. Melva Pakpahan 30,25 123 80 85 14 99
14. M. Kamil Tanjung 27,92 110 72 76 16 98
15. Nofa Herawaty T 16,72 116 76 81 10 99
16. Nurul Fadilla 42,95 120 57 82 16 99
17. Parhutala S 28,32 115 65 70 Apnoe 99
18. Ribut Susanto 23,83 119 69 62 Apnoe 98
19. Rinaldy Syah Tamin 42,39 105 60 79 18 99
20. Roy Bastian 53,70 131 63 77 12 99
21. Sartika Limbong 32,34 116 53 90 12 96
22. Syelvia Oktavia 16,63 119 71 88 Apnoe 99
23. Siska Br. Sitanggang 23,62 105 63 75 12 99
24. Tetty M Silaen, Spd 15,62 105 75 76 12 99
25. Tiodorlan Purba 37,83 129 75 71 12 99
26. Vidia S. Tambunan 27,27 99 68 69 16 100
SEVOFLURANE

KONDISI HEMODINAMIK 5’ SETELAH INDUKSI


No. NAMA Tek. Darah Laju Laju SpO2
Sistolik Diastolik Jantung Nafas (%)
1. Aprida D Marpaung 91 56 62 12 99
2. Bersama Tarigan 98 67 56 Apnoe 98
3. Dedy Siahaan 98 71 63 10 98
4. Ernius Sinamo 94 67 60 12 98
5. Fatimah Sembiring 92 45 70 10 99
6. Gunawan Samosir 96 60 64 Apnoe 97
7. Holand 110 70 61 12 97
8. Horasman Tambunan 105 52 60 Apnoe 98
9. Indra Syahputra 105 72 66 10 100
10. Jamilah 86 63 62 12 96
11. Lamhot M. Sitorus 102 63 62 Apnoe 97
12. Maya F Tambunan 96 58 63 Apnoe 99
13. Melva Pakpahan 100 58 65 10 99
14. M. Kamil Tanjung 96 61 62 12 98
15. Nofa Herawaty T 90 50 64 10 98
16. Nurul Fadilla 92 43 62 12 99
17. Parhutala S 93 57 63 Apnoe 99
18. Ribut Susanto 106 66 66 Apnoe 100
19. Rinaldy Syah Tamin 97 60 61 12 99
20. Roy Bastian 109 62 64 12 99
21. Sartika Limbong 94 52 65 10 96
22. Syelvia Oktavia 95 43 64 Apnoe 99
23. Siska Br. Sitanggang 95 49 65 Apnoe 98
24. Tetty M Silaen, Spd 87 55 60 10 99
25. Tiodorlan Purba 98 56 63 10 99
26. Vidia S. Tambunan 86 62 62 Apnoe 99
PROPOFOL
DATA DESKRIPTIF PASIEN
No. NAMA Umur Jenis BB TB BBI DIAGNOSIS TINDAKAN
(Thn) Kel. (Kg) (cm) Brocca (Kg)
1. Agustiani Ginting 43 ♀ 56 150 50 Mulitiple Myoma (mioma Geburt + Mioma Intramural) Ekstirpasi Mioma Gebur
2. Agustinus Sitanggang 28 ♂ 60 165 58,5 Flame burn Grade III of the head Debridement
3. Amiruddin 53 ♂ 62 163 56,7 Tonsilitis kronis Tonsilektomi
4. Azwar 29 ♂ 62 165 58,5 Sinusitis Maxillaris CWL
5. Berdikari Sarumaho 22 ♂ 59 160 54 Union (R) tibia Fx with plate and screw Removal Implant
6. Dian Hidayat 19 ♂ 59 160 54 Tonsilitis Kronis Tonsilektomi
7. Dwi Sulastini 22 ♀ 47 150 50 Cleft Lip Labioplasty
8. Erison Simamora 31 ♂ 63 166 59,4 Appendicitis kronis Appendectomy
9. Fauzan 19 ♂ 55 160 54 Fr. Zygomaticum Dextra Pasang Plat
10. Hartati 27 ♀ 43 145 45 SNNT Sub Total Lobektomi
11. Hendri Tua Silalahi 46 ♂ 62 165 58,5 Nefrolithiasis Dextra Nefrolitotomi
12. Hernawaty 21 ♀ 48 150 50 Abses pada telinga kanan bawah Eksisi
13. Juhendra Sirait, ST 32 ♂ 74 175 67.5 Nefrolithiasis sinistra Nefrolitotomi
14. Lamser Simamora 33 ♂ 63 165 58.5 Ca Penis Parsial Penektomi
15. Lindon 18 ♂ 48 152 46.8 Prolaps Bulbi OS Unucleasi
16. Liza Julia 20 ♀ 50 148 48 FAM Dextra Eksisi
17. Mariana Simbolon 20 ♀ 48 150 50 SNNT Sub Total Lobektomi
18. Marzuki Pasaribu 50 ♂ 58 160 54 Closed (R) MT Clavicula Fx ORIF Clavicula
19. Masnah Nst 52 ♀ 54 160 54 Ca Mammae Sinistra Mastektomi
20. M. Fadli 18 ♂ 56 160 54 Fraktur Nasal Reposisi Nasal
21. Nurani 59 ♀ 71 170 63 Sinusitis Maxilaris CWL
22. Prastio 18 ♂ 59 163 56,7 Lacerated o/t Regio facialis skin loss Secunder hecting + Debridement
No. NAMA Umur Jenis BB TB BBI DIAGNOSIS TINDAKAN
(Thn) Kel. (Kg) (cm) Brocca (Kg)
23. Sakti Pohan 59 ♂ 67 167 60,3 Epidermal cysta Eksisi
24. Siti R. Pohan 19 ♀ 48 150 50 Pansinusitis + Konka Hiperemis Mini Fess + Turbinektomi
25. Sulami 39 ♀ 47 150 50 Batu ginjal kanan Pyelo Litotomi
26. Tiar W. Siagian 22 ♀ 51 155 50 Mamma Aberantes Dextra Eksisi
PROPOFOL

KONDISI HEMODINAMIK SEBELUM INDUKSI


No. NAMA Tek. Darah Laju Laju SpO2
Sistolik Diastolik Jantung Nafas (%)
1. Agustiani Ginting 121 77 84 18 98
2. Agustinus Sitanggang 144 81 71 20 97
3. Amiruddin 110 70 72 18 97
4. Azwar 132 86 83 16 98
5. Berdikari Sarumaho 129 77 93 18 99
6. Dian Hidayat 125 72 72 16 97
7. Dwi Sulastini 108 63 78 16 99
8. Erison Simamora 116 68 78 18 98
9. Fauzan 112 66 84 18 99
10. Hartati 126 81 84 16 98
11. Hendri Tua Silalahi 137 79 90 20 96
12. Hernawaty 126 85 95 20 97
13. Juhendra Sirait, ST 127 87 81 16 98
14. Lamser Simamora 120 80 94 18 98
15. Lindon 131 76 72 18 99
16. Liza Julia 113 72 80 16 98
17. Mariana Simbolon 118 77 69 19 98
18. Marzuki Pasaribu 132 72 74 20 97
19. Masnah Nst 134 72 82 20 99
20. M. Fadli 105 63 84 20 98
21. Nurani 150 90 100 16 100
22. Prastio 110 67 72 18 97
23. Sakti Pohan 139 89 84 18 96
24. Siti R. Pohan 129 80 80 14 99
25. Sulami 147 89 83 18 99
26. Tiar W. Siagian 125 66 85 16 99
PROPOFOL

KONDISI HEMODINAMIK SETELAH INDUKSI


No. NAMA Hilangnya refleks Tek. Darah Laju Laju SpO2
bulu mata (detik) Sistolik Diastolik Jantung Nafas (%)
1. Agustiani Ginting 39,06 113 72 76 Apnoe 99
2. Agustinus Sitanggang 30,74 123 65 68 12 99
3. Amiruddin 47,06 94 68 68 Apnoe 99
4. Azwar 43,09 105 63 70 Apnoe 98
5. Berdikari Sarumaho 40,35 107 67 73 10 99
6. Dian Hidayat 33,52 109 54 66 Apnoe 99
7. Dwi Sulastini 36,37 98 63 65 12 99
8. Erison Simamora 44,57 106 60 72 Apnoe 100
9. Fauzan 32,46 106 54 76 12 99
10. Hartati 32,31 103 64 72 Apnoe 99
11. Hendri Tua Silalahi 35,56 125 78 82 Apnoe 99
12. Hernawaty 48,14 117 70 86 16 99
13. Juhendra Sirait, ST 33,80 110 80 66 11 100
14. Lamser Simamora 35,37 105 63 79 Apnoe 99
15. Lindon 32,36 108 53 68 Apnoe 99
16. Liza Julia 35,31 96 68 71 12 100
17. Mariana Simbolon 53,45 113 63 55 14 99
18. Marzuki Pasaribu 31,92 123 68 68 Apnoe 99
19. Masnah Nst 31,28 112 63 70 Apnoe 99
20. M. Fadli 37,84 90 57 76 16 96
21. Nurani 22,60 120 75 75 Apnoe 99
22. Prastio 37,29 102 65 68 Apnoe 98
23. Sakti Pohan 35,45 116 75 67 Apnoe 98
24. Siti R. Pohan 35,70 109 65 63 Apnoe 99
25. Sulami 12,52 119 71 75 10 98
26. Tiar W. Siagian 36,27 102 46 77 10 100
PROPOFOL

KONDISI HEMODINAMIK 5’ SETELAH INDUKSI


No. NAMA Tek. Darah Laju Laju SpO2
Sistolik Diastolik Jantung Nafas (%)
1. Agustiani Ginting 115 81 86 12 100
2. Agustinus Sitanggang 135 86 82 16 99
3. Amiruddin 115 83 61 12 100
4. Azwar 96 57 62 Apnoe 96
5. Berdikari Sarumaho 112 75 82 16 99
6. Dian Hidayat 113 77 72 16 100
7. Dwi Sulastini 104 72 72 14 99
8. Erison Simamora 113 71 70 16 99
9. Fauzan 101 54 68 16 100
10. Hartati 92 53 62 Apnoe 98
11. Hendri Tua Silalahi 114 64 72 16 98
12. Hernawaty 97 56 70 12 99
13. Juhendra Sirait, ST 115 75 72 16 100
14. Lamser Simamora 93 57 63 14 99
15. Lindon 101 49 74 12 98
16. Liza Julia 108 67 69 14 100
17. Mariana Simbolon 97 51 69 10 99
18. Marzuki Pasaribu 139 71 72 14 99
19. Masnah Nst 95 61 62 Apnoe 98
20. M. Fadli 103 66 78 18 96
21. Nurani 95 53 80 Apnoe 98
22. Prastio 104 62 64 16 99
23. Sakti Pohan 115 77 72 14 98
24. Siti R. Pohan 113 67 68 14 99
25. Sulami 105 65 65 10 98
26. Tiar W. Siagian 107 72 78 12 99
Jenis – jenis operasi dan banyaknya pasien pada tiap operasi dari kedua kelompok
Propofol n = 26 Sevoflurane n = 26
Ekstirpasi myoma geburt : 1 Eksisi Lipoma : 1
Debridement : 2 CWL : 7
Tonsilektomi : 2 Tonsilektomi : 2
Removal Implant : 1 Eksisi :4
Labioplasti : 1 Konkoplasty : 3
Appendectomy : 1 Appendectomy : 4
Pasang plat : 1 Reposisi Nasal : 1
Sub total Lobektomi : 2 ORIF : 1
Nefrolitotomi : 2 Mastoidektomi Dextra : 2
Parsial Penektomi : 1 Removal Implant : 1
Eksisi : 4
Unucleasi : 1
Mastektomi : 1
ORIF : 1
Reposisi nasal : 1
CWL : 2
Turbinektomi : 1
Pyelo Litotomi : 1

Anda mungkin juga menyukai